commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kondisi sosial ekonomi masyarakat di pedesaan pada umumnya masih tertinggal jauh dibandingkan mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini
merupakan konsekuensi dari perubahan ekonomi dan proses indutrialisasi, investasi ekonomi oleh swasta maupun pemerintah cenderung terkonsentrasi
di daerah perkotaan. Selain itu kegiatan ekonomi yang dikembangkan di daerah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan yang
dikembangkan di daerah perdesaan. Akibatnya, peran kota yang diharapkan dapat mendorong perkembangan perdesaan, justru memberikan dampak yang
merugikan pertumbuhan perdesaan. Oleh karena itu, dalam konstelasi kota-desa dewasa ini, semestinya
kawasan perdesaan semakin diperhitungkan keberadaannya. Akan lebih sesuai untuk menjelaskan desa-kota sebagai sebuah fenomena yang bertautan
daripada menganggap desa dan kota sebagai suatu dikotomi, selain itu masyarakat di dalamnya secara bersama memecahkan masalah kemiskinan,
perkembangan ekonomi, dan lingkungan yang berkelanjutan. Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan pedesaan serta kemiskinan
di perdesaan telah mendorong upaya-upaya pembangunan di kawasan perdesaan. Meskipun demikian, pendekatan pengembangan kawasan
perdesaan seringkali dipisahkan dari kawasan perkotaan. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu pengembangan kawasan
perdesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kawasan kesejahteraan masyarakat perdesaan malah berakibat sebaliknya yaitu
tersedotnya potensi perdesaan ke perkotaan baik dari sisi sumber daya manusia, alam, bahkan modal Douglas, 1986.
Dampak dari urbanisasi diperlukan perubahan paradigma dalam pendekatan pembangunan perdesaan yang mengkaitkan kawasan perkotaan
dengan kawasan perdesaan. Pengembangan kawasan agropolitan dapat
commit to user
2
dijadikan alternatif solusi dalam pengembangan kawasan perdesaan tanpa melupakan kawasan perkotaan. Melalui pengembangan agropolitan
diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan agropolitan dengan wilayah produksi pertanian dalam sistem kawasan agropolitan.
Agropolitan merupakan kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena adanya usaha agribisnis yang dapat melayani kegiatan pembangunan
pertanian. Sebagian besar pendapatan masyarakat didominasi oleh kegiatan sektor pertanian atau agribisnis. Selain itu kawasan agropolitan juga memiliki
komoditas unggulan dan terdapat hubungan antara kota dengan desa yang bersifat interdependensi harmonis Bappeda Karanganyar, 2005.
Penentuan kawasan agropolitan berorientasi pada wilayah berskala ekonomi sehingga dapat dimungkinkan terjadi lalu lintas desa atau lintas
kecamatan bahkan lintas kabupaten. Kawasan agropolitan Kabupaten Karanganyar meliputi 5 lima Kecamatan yaitu Kecamatan Ngargoyoso
Sukuh, Jenawi Cetho, Tawangmangu, Karangpandan dan Matesih atau dapat juga disebut kawasan Suthomadansih Sukuh, Cetho, Tawangmangu,
Karangpandan, Matesih. Kawasan ini terdapat banyak sentra-sentra produksi KSP yang akan membentuk kota tanidesa inti dan dari masing-masing kota
akan bermuara pada kota tani utama. Berdasarkan kondisi tersebut, tidak berarti pembangunan perdesaan
menjadi tidak penting, akan tetapi harus dicari solusi untuk mengurangi urban bias. Pengembangan kawasan agropolitan dapat dijadikan alternatif solusi
dalam pengembangan kawasan perdesaan tanpa melupakan kawasan perkotaan. Melalui pengembangan agropolitan, diharapkan terjadi interaksi
yang kuat antara pusat kawasan agropolitan dengan wilayah produksi pertanian dalam sistem kawasan agropolitan. Melalui pendekatan ini, produk
pertanian dari kawasan produksi akan diolah terlebih dahulu di pusat kawasan agropolitan sebelum di jual ekspor ke pasar yang lebih luas sehingga nilai
tambah tetap berada di kawasan agropolitan. Konsep agropolitan pada dasarnya adalah gerakan untuk kembali
membangun desa. Desa yang baik idealnya harus bisa menjadi suatu tempat
commit to user
3
yang nyaman, aman dan dapat mensejahterakan masyarakatnya. Konsep agropolitan basisnya pada membangun fungsi kota pertanian dalam artian
luas. Pertanian itu tidak dilihat dari sisi bercocok tanam dan mencangkul saja Rustiadi, 2006. Tujuan pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan
mendorong berkembangnya system dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan tidak merusak lingkungan dan
terdesentralisasi wewenang berada di Pemerintah Daerah dan Masyarakat di kawasan agropolitan.
Program pengembangan Kawasan agropolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis pertanian di Kawasan agribisnis yang dirancang dan
dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing,
berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah Bappeda Karanganyar, 2005.
Keterkaitan fisik harus disertai dengan pengembangan keterkaitan sinergis yang lebih luas, yakni dengan disertai kebijakan-kebijakan yang
menciptakan struktur insentif yang mendorong keterkaitan yang sinergis antar kawasan. Pengembangan keterkaitan yang salah tidak tepat sasaran dapat
mendorong aliran backwash yang lebih masif yang pada akhirnya justru memperarah kesenjangan dan ketidakseimbangan pembangunan inter-
regional. Oleh karenanya keterkaitan inter-regional yang sinergis atau saling meperkuat, bukan saling memperlemah.
Kabupaten Karanganyar yang mempunyai slogan “intanpari” yang berarti industri, pertanian, dan pariwisata merupakan sektor penunjang
kegiatan agropolitan. Salah satu sektor pariwisata di kawasan agropolitan yang sangat menarik dan digemari pengunjung yaitu Candi Sukuh, yang berada di
Kecamatan Ngargoyoso. Candi Sukuh merupakah salah satu wahana wisata yang kental akan budaya, tempat ini sangat menunjang pengembangan
kawasan agropolitan. Karena daerah Ngargoyoso merupakan salah satu aspek
commit to user
4
budaya peninggalan sejarah yang cukup terkenal di Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan uraian tersebut berarti sektor pariwisata yang dilakukan oleh
masyarakat di sekitar Candi Sukuh, Kabupaten Karanganyar merupakan bagian dari pengembangan kawasan agropolitan.
Dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan agropolitan, maka program agropolitan sangatlah sesuai dengan kondisi
tersebut. Melalui program pengembangan kawasan agropolitan, diharapkan dapat meningkatkan produksi pertanian di Kawasan Agropolitan. Lima tahun
terakhir ini, program agropolitan telah diterapkan di Kabupaten Karanganyar. Walaupun demikian, program tidak serta merta diterapkan oleh masyarakat
sekitar kawasan. Meskipun masyarakat hidup di kawasan agropolitan, namun tidak semua ikut andil dalam program agropolitan. Adanya inovasi di berbagai
bidang akan mempengaruhi kecenderungan atau sikap masyarakat, baik itu untuk menerima inovasi ataupun menolak inovasi yang ada. Kecenderungan
masyarakat, baik itu menerima maupun menolak program agropolitan tersebut tidak terlepas dari beberapa faktor yang berhubungan dengan sikap
masyarakat terhadap program agropolitan tersebut. Sikap masyarakat inilah yang akan menjadi acuan berhasil atau tidaknya program tersebut. Ditandai
dengan keberhasilan program secara berkelanjutan. Oleh karena itu, bagaimanakah sikap masyarakat terhadap program pengembangan agropolitan
Suthomadansih perlu diteliti lebih lanjut.
B. Rumusan Masalah