commit to user 10
BAB II LANDASAN TEORI
A. LANDASAN TEORI
1. Kebijakan Publik dalam Kehidupan Politik
Mark N.Hagopian memberi batasan yang sangat lengkap mengenai partai politik sebagai suatu organisasi yang dibentuk untuk memengaruhi
bentuk dan karakter kebijakan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek kekuasaan secara langsung
atau partisipasi rakyat dalam pemilihan umum
2
. Pengertian politik menurut Joyce Mitchell, adalah pengambilan
keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya
3
. Karl W.Deutsch memberi batasan terhadap politik sebagai pengambilan keputusan melalui sarana umum politics is the making of
decisions by publics means. Menurut Deutsch, keputusan yang dimaksud adalah keputusan mengenai tindakan umum atau nilai-nilai public goods,
yaitu mengenai apa yang dilakukan dan siapa yang mendapat apa, dalam arti politik terutama menyangkut kegiatan pemerintah
4
. Dalam bagian lain Harold Laswell mendefenisikan politik sebagai siapa mendapat apa, kapan
dan bagaimana
5
. Di lain pihak, Max Weber memberi defenisi tentang politik sebagai
persaingan untuk membagi kekuasaan atau persaingan untuk memengaruhi pembagian kekuasaan antar negara maupun antar kelompok dalam negara.
Atas dasar itu, Weber membagi negara atas tiga aspek yaitu struktur yang mempunyai fungsi berbeda, kekuasaan untuk menggunakan paksaan yang
2
Ichlasul Amal, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, PT Tiara Wacana Yogya, Jogjakarta, 1996,
hlm.XV
3
Efriza, Ilmu Politik Dari Ilmu Sampai Sistem Pemerintahan, Alfabeta, Bandung, 2008, hlm. 10
4
Op.Cit.
5
Op.Cit. hlm.11
commit to user 11
dimonopoli oleh negara dan kewenangan untuk menggunakan paksaan fisik
6
. Dari beberapa defenisi di atas tersirat jelas bahwa politik berkenaan
dengan interaksi dalam ruang lingkup sistem politik untuk menentukan atau mengambil kebijakan mengenai persoalan kenegaraan atau
pemerintahan. Konsep-konsep pokok dalam politik adalah negara state, pemerintahan government, kekuasaanwewenang powerauthority,
pengambilan keputusan decision making, kebijakan policybeleid, pembagian distribution, alokasi allocation, kelembagaan masyarakat
organization of society, kegiatan dan tingkah laku politik political activity and behavior. Keseluruhan konsep di atas terakomodir dalam
sistem politik yang oleh David Easton didefenisikan sebagai keseluruhan dari interaksi-interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara
otoritatif untuk dan atas nama masyarakat
7
. Peran politik sebagai mekanisme dan sarana pengambilan keputusan
dan penentuan kebijakan publik sangatlah besar. Dengan kalimat berbeda, melalui politik, kebijakan publik diproses sedemikian rupa agar memiliki
kadar legitimasi, derajat kontrol dan refresentasi mewakili aspirasi mayoritas publik yang kuat. Dalam kaitannya dengan derajat kontrol,
maka salah satu dari empat tipe sistim pertanggungjawaban pertanggungjawaban
birokrasi, pertanggungjawaban
legal, pertanggungjawaban profesional dan pertanggungjawaban politis menurut
Kumorotomo adalah pertanggungjawaban politis yang menuntut adanya daya tanggap responsiveness yang tinggi terhadap kepentingan publik
sebagai karakteristik dari sistem pertanggungjawaban politik
8
. Di antara beberapa konsep di atas, dinamika kepemerintahan
didominir oleh peran pengambilan keputusan dan alokasi serta distribusi
6
Op.Cit. hlm.26
7
Op.Cit. hlm 10-11
8
Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 155.
commit to user 12
kebijakan. Hal ini berkenaan dengan indikator keberhasilan atau kegagalan sebuah pemerintahan dalam mengemban mandat rakyat yang dipercayakan
melalui mekanisme penentuan personil pemerintahan, entah melalui cara- cara demokratis atau non demokratis.
Dalam pelaksanaan pemerintahan, suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau suatu perbuatan atau peristiwa tidak akan mempunyai arti
atau manfaat apabila tidak diimplementasikan. Hal ini disebabkan karena implementasi terhadap kebijakan masih bersifat abstrak ke dalam realita
nyata. Kebijakan yang dimaksud adalah berkaitan dengan kebijakan publik. Dengan kata lain, kebijakan berusaha menimbulkan hasil
outcome yang dapat dinikmati terutama oleh kelompok sasaran atau target group.
9
Anderson menjelaskan bahwa implikasi dari pengertian kebijakan publik itu meliputi :
a. Kebijakan dengan tujuan dan merupakan tindakan yang
berorientasi pada tujuan pokoknya. b.
Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat pemerintah.
c. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah,
jadi bukan merupakan maksud pemerintah untuk melakukan sesuatu.
d. Kebijakan publik bersifat positif dalam arti merupakan bentuk
tindakan pemerintah mengenai suatu masalah. e.
Kebijakan pemerintah yang positif selalu didasarkan atas Peraturan Perundang-undangan.
10
9
Joko Widodo. Good Governance Telaan Dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendekia, Surabaya, 2001, hlm.192
10
Anderson dikutip dari BambangSunggono, Hukum dan Kebijakan Publik, Insan Cendekia, Jakarta, 1997, hlm 23.
commit to user 13
Keputusan kebijakan dasar biasanya dalam bentuk peraturan perundang-undangan, namun dapat pula berbentuk perintah atau keputusan
eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan adalah mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi dengan menyebutkan
secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses implementasinya. Proses ini
berlangsung setelah melalui tahap tertentu, yaitu tahapan pengesahan undang-undang dan output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan
oleh Badan pelaksanaan. Hubungan antara peraturan yang dikeluarkan dengan institusi pemerintah sangat dekat. Suatu kebijakan tidak akan
menjadi peraturan kecuali jika diformulasi, implementasi di “enforced” oleh lembaga pemerintah. Lembaga pemerintah disini tidak hanya lembaga
eksekutif dan yudikatif, tetapi juga lembaga legislatif. Dalam kelompok hukum negara, terdapat tiga lembaga yang
biasanya terlibat yaitu Pemerintah Birokrasi, Parlemen dan Pengadilan
11
, sehingga tidak jarang dalam pembentukan kebijakan yang nantinya akan
menjadi embrio suatu peraturan terdapat unsur-unsur politik di dalamnya. Masyarakat harus patuh, karena dalam Peraturan tersebut terdapat
Legitimasi Politik dan berhak memaksakan berlakunya peraturan tersebut. Secara teoritis, pemerintah seharusnya merupakan institusi yang
paling berperan besar dalam pembuatan suatu keputusan, hal ini dikarenakan oleh beberapa alasan yaitu : 1 Pemerintah menguasai
informasi yang paling banyak dan memiliki akses paling luas dan paling besar untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam proses
pembuatan hukum; 2 Pemerintah juga yang paling tahu mengapa, untuk siapa, berapa, kapan, di mana dan bagaimana hukum itu dibuat; 3 Dalam
organisasi pemerintahan terdapat banyak ahli yang memungkinkan proses pembuatan hukum itu dapat dengan mudah dikerjakan; 4 Pemerintah
juga memiliki persediaan dana atau anggaran yang paling banyak untuk
11
Efriza. Op.Cit. Hlm. 142
commit to user 14
membiayai segala sesuatu yang berkenaan dengan kegiatan penelitian dan perancangan suatu undang-undang; 5 Di samping itu, para anggota
parlemen sendiri yang terdiri dari para politisi, memang tidak dipersyaratkan harus memiliki kualifikasi teknis sebagai perancang
undang-undang, yang dapat menyebabkan perannya sebagai wakil rakyat dan fungsi parlemen sendiri sebagai lembaga perwakilan rakyat terjebak
dalam segala ”All Stuff” teknalitas perancang pasal-pasal undang-undang dengan mengabaikan fungsi politiknya sebagai lembaga pengawas dan
pengimbang terhadap kekuasaan pemerintah
12
. Memperhatikan pendapat di atas, implementasi dapat dikatakan
sebagai suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber yang di dalamnya termasuk manusia, dana, kemampuan organisasional, baik oleh pemerintah
maupun swasta individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan.
13
Meskipun di dalam realitanya terdapat faktor-faktor politik yang memengaruhinya.
Jadi, agar implementasi suatu kebijakan dapat terwujud perlu persiapan yang matang. Sebaliknya bagaimanapun baiknya persiapan dan
perencanaan implementasi kebijakan, namun kalau tidak dirumuskan dengan baik, maka apa yang terjadi tujuan kebijakan juga akan dapat
diwujudkan. Jadi, apabila menghendaki suatu kebijakan dapat diimplementasikan dengan baik, harus dipersiapkan dan direncanakan
dengan baik sejak tahap perumusannya atau pembuatan kebijakan publik sampai kepada antisipasi terhadap kebijakan tersebut diimplentasikan.
Thomas R. Dye menjelaskan bahwa “kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan”
14
. Sementara itu Anderson berpendapat bahwa kebijakan merupakan arah
12
Efriza, Op.Cit. hlm. 142
13
Joko Widodo,op.cit., hlm 193.
14
Thomas R Dye, Understanding Publik Policy. Second Edition dikutip dari Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, Buku Kita, Jakarta, 2007, hlm 17
commit to user 15
tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.
15
Kebijaksanaan policy tidak ada pendapat yang tunggal, tetapi menurut konsep demokrasi modern kebijaksanaan negara tidaklah hanya
berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk
diisikan dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan negara. Seperti kebijaksanaan negara harus selalu berorientasi pada kepentingan publik. Kebanyakan
warga negara menaruh harapan banyak agar mereka selalu memberikan pelayanan sebaik-baiknya, sebagai abdi masyarakat yang selalu
memperhatikan kepentingan publik dengan semangat kepublikan the spirit of publicness.
Dalam hubungannya dengan hal di atas, Kumorotomo melihat adanya dua sisi normatif yang melekat dalam tindakan atau keputusan para
pejabat negara, yaitu : a. Aspek lazim pervasive aspect, yaitu cara-cara di mana kebijakan dan
praktek pelaksanaan tugas mendukung sikap-sikap dan titik tinjauan yang memungkinkan tanggung jawab atas kinerja answerability of
performance, memperhitungkan kepentingan banyak pihak, pejabat- pejabat atasan, mandat legislatif dan akhirnya kesejahteraan publik.
b. Aspek terbatas limited aspect, yaitu cara-cara di mana
pertanggungjawaban moral untuk kebijakan-kebijakan yang masuk akal itu sendiri dilaksanakan, antara lain penjelasan mengenai siapa
yang bertanggungjawab atas segi-segi pekerjaan, motivasional, developmental dan fungsi-fungsi disiplin dalam organisasi.
Lebih lanjut Kumorotomo menjelaskan bahwa jika norma yang melekat pada pejabat negara itu dibedakan menurut ruang lingkup
organisatoris maka mereka harus menaati kaidah-kaidahnya secara internal
15
James Anderson, Public Policy Making, Second Edition, dikutip dari Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, Buku Kita, Jakarta, 2007, hlm 18
commit to user 16
maupun eksternal. Sebagai bagian dari organisasi publik, mereka wajib menaati aturan main yang terdapat di dalamnya, dan sebagai anggota
masyarakat, mereka wajib mengusahakan kesejahteraan untuk bagian terbesar masyarakat
16
. Dari perspektif moralisme legal, Kumorotomo melihat adanya dua
konsep tuntutan yang menyangkut tindakan manusia, yaitu sisi moralis dan sisi legal. Bagi Kumorotomo, urusan-urusan publik akan dapat
mencapai tujuannya apabila konsep moralisme legal mendasari tindakan dan keputusan yang diambil oleh para pejabat. Pejabat hendaknya
berangkat dari asumsi bahwa hukum dan aturan senantiasa terlambat jika dibandingkan dengan berkembangnya masalah-masalah baru dalam
kehidupan masyarakat modern. Karena itu, mereka harus siap untuk mengambil yurisprudensi baru dan kebijakan-kebijakan taktis berdasarkan
cita-cita kebaikan masyarakat
17
.
2. Bekerjanya Hukum Dalam Hubungannya Dengan Partai Politik