commit to user 16
maupun eksternal. Sebagai bagian dari organisasi publik, mereka wajib menaati aturan main yang terdapat di dalamnya, dan sebagai anggota
masyarakat, mereka wajib mengusahakan kesejahteraan untuk bagian terbesar masyarakat
16
. Dari perspektif moralisme legal, Kumorotomo melihat adanya dua
konsep tuntutan yang menyangkut tindakan manusia, yaitu sisi moralis dan sisi legal. Bagi Kumorotomo, urusan-urusan publik akan dapat
mencapai tujuannya apabila konsep moralisme legal mendasari tindakan dan keputusan yang diambil oleh para pejabat. Pejabat hendaknya
berangkat dari asumsi bahwa hukum dan aturan senantiasa terlambat jika dibandingkan dengan berkembangnya masalah-masalah baru dalam
kehidupan masyarakat modern. Karena itu, mereka harus siap untuk mengambil yurisprudensi baru dan kebijakan-kebijakan taktis berdasarkan
cita-cita kebaikan masyarakat
17
.
2. Bekerjanya Hukum Dalam Hubungannya Dengan Partai Politik
Menurut Miriam Budiardjo partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai
serta cita-cita yang sama dan mempunyai tujuan untuk memeroleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, melaksanakan kebijakan-
kebijakan mereka
18
. Dengan demikian, dari defenisi di atas menjadi sangat jelas bahwa
muara akhir atau tujuan tertinggi partai politik adalah melaksanakan kebijakan-kebijakan melalui sarana kekuasaan politik yang telah
diperolehnya, di mana sarana kekuasaan tersebut dilaksanakan di atas legalitas aturan-aturan hukum yang telah disepakati bersama dan
karenanya bersifat absah.
16
Kumorotomo, Op. Cit. Hlm 139.
17
Op. Cit. Hlm 158-159.
18
Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, PT Gramedia Pustaka utama, Jakarta, 1994. Hlm. 198-200.
commit to user 17
Budiardjo lebih lanjut menjelaskan bahwa melalui aspirasi yang diterimanya dari para konstituennya, partai politik menyampaikan kepada
pemerintah dalam bentuk tuntutan untuk pada gilirannya dikonversi menjadi kebijakan umum. Proses merumuskan kepentingan interest
articulation harus memerhatikan pula aneka aspirasi lain yang variatif, dikombinasikan atau digabung interest aggregation sehingga menjadi
sebuah kebijakan publik yang merupakan hasil optimal yang relatif refresentatif mewakili kepentingan umum secara luas. Dalam menjalankan
kedua fungsi di atas, partai politik sering disebut sebagai perantara broker dalam suatu bursa ide-ide clearing house of ideas. Kadang-
kadang juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi masyarakat sebagai alat pengeras
suara
19
. Meskipun demikian menurut Budiardjo, tidak dapat disangkal bahwa
ada kalanya partai politik mengutamakan kepentingan partai di atas kepentingan nasional. Loyalitas yang diajarkan adalah loyalitas kepada
partai, melebihi loyalitas terhadap negara
20
. Di dalam Pembukaan maupun pasal-pasal dalam Batang Tubuh
UUD 1945 memang tidak disebutkan secara eksplisit bahwa Indonesia adalah negara hukum, meskipun di dalam penjelasannya dikatakan bahwa
negara kita berdasarkan atas hukum rehcstaat. Akan tetapi sesungguhnya, gagasan utama dan aturan-aturan dasar yang melandasi
terebentuknya Republik Indonesia adalah sesuai dengan cita-cita negara hukum.
Hal ini sejalan dengan pernyataan dalam penjelasan umum UUD 1945 bahwa untuk menyelidiki hukum dasar droit Constitutionelle suatu
negara tidak cukup dengan menyelidiki pasal-pasal undang-undang dasarnya loi constitutionelle, tetapi harus menyelidiki juga bagaimana
19
Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Op. Cit. Hlm. 201.
20
Op.Cit. Hlm.202
commit to user 18
prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya geistlichen hintergrund dari Undang-undang Dasar itu.
Suatu peraturan yang dibuat atau dikeluarkan tentunya berisi harapan-harapan yang hendaknya dilakukan oleh subyek hukum sebagai
pemegang peran. Namun bekerjanya harapan itu tidak ditentukan hanya oleh kehadiran peraturannya sendiri, melainkan juga oleh beberapa faktor
lain. Faktor yang ikut menentukan bagaimana respon yang akan diberikan oleh pemegang peran, antara lain sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya,
aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan seluruh kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang bekerja atas diri pemegang peranan itu.
Perubahan-perubahan itupun juga disebabkab oleh berbagai reaksi yang ditimbulkan oleh pemegang peran terhadap pembuat undang-undang dan
birokrasi. Sistem hukum merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit
masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Berbicara masalah hukum pada
dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat. Karena kebijakan dalam bidang hukum akan berimplikasi kepada masalah politik
yang syarat dengan diskriminasi terhadap kelompok lain. Untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu, ada baiknya dipahami terlebih
dahulu bidang pekerjaan hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan penegakan hukum adalah
pelaksanaan suatu kebijakan atau suatu komitmen yang bersangkutan dengan lima faktor pokok yaitu :
a. Faktor hukumnya sendiri b. Faktor penegak hukum
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum d. Faktor masyarakat yakni lingkungan di mana hukum berlaku atau
diterapkan
commit to user 19
e. Faktor budaya, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolok ukur dari efektivitas
penegakan hukum
21
. Adapun pengaruh kekuatan-kekuatan sosial dalam bekerjanya hukum
ini, secara jelas Robert B. Seidman menggambarkannya dalam bagan berikut ini
22
.
Gambar 1. Berlakunya Hukum
21
Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1983, hlm 8
22
William J Chambliss Robert B.Seidman, Law Order and Power, dikutip dari EsmiWarassih. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT Suryandaru Utama, , Semarang, 2005 hlm.12
Pembuat Undang-Undang
Penerapan Sanksi Norma
Peran yg dimainkan
Umpan Balik
Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal sosial
Pemegang Peran
Umpan Balik
Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal sosial
Penegakan hukum
Umpan Balik
Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal sosial
commit to user 20
Bagan di atas mengambarkan pengaruh-pengaruh kekuatan sosial bekerja dalam tahapan pembuatan undang-undang. Kekuatan sosial itu
akan terus berusaha masuk dan mempengaruhi tiap proses legislasi secara efektif dan efesien. Peraturan perundangan yang dihasilkan itu bakal
menimbulkan hasil yang diinginkan, tetapi efeknya sangat tergantung pada kekuatan sosial yang melingkupinya. Termasuk kompleks tatanan lain
yang telah dibicarakan dan dari arah panah-panah, tersebut, diketahui bahwa hasil akhir dari pekerjaan tatanan dalam masyarakat tidak bisa
hanya dimonopoli oleh hukum. Tingkah laku rakyat tidak hanya ditentukan oleh hukum, melainkan juga oleh kekuatan sosial lainnya yang
tidak lain berarti kedua tatanan yang lain. Melihat permasalahan dalam gambaran yang diberikan oleh Chambliss dan Seidman tersebut, memberi
perspektif dalam pemahaman hukum
23
. Bagan itu diuraikan di dalam dalil- dalil sebagai berikut :
a. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seorang
pemegang peranan role occupant itu diharapkan bertindak. b.
Bagaimana seorang pemegang peranan itu akan bertindak sebagai suatu respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-
peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan
sosial, politik dan lainnya mengenai dirinya. c.
Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-
peraturan yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksi, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang
mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari para pemegang peranan.
d. Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak
merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku,
23
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cetakan kelima, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm.21
commit to user 21
sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik, ideologi, dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta
umpan-umpan balik yang datang dari pemegang peranan serta birokrasi.
Untuk melihat bekerjanya hukum sebagai suatu pranata di dalam masyarakat, maka perlu dimasukkan satu faktor yang menjadi perantara
yang memungkinkan terjadinya penerapan dari norma-norma hukum itu. Dalam kehidupan masyarakat, maka regenerasi atau penerapan hukum itu
hanya dapat terjadi melalui manusia sebagai perantaranya. Masuknya faktor manusia ke dalam pembicaraan tentang hukum, khususnya di dalam
hubungan dengan bekerjanya hukum itu, membawa kepada penglihatan mengenai hukum sebagai karya manusia di dalam masyarakat, maka tidak
dapat membatasi masuknya pembicaraan mengenai faktor-faktor yang memberikan beban pengaruhnya impact terhadap hukum, yang meliputi :
a. Pembuatan Hukum
Apabila hukum itu dilihat sebagai karya manusia maka pembicaraannya juga sudah harus dimulai sejak dari pembuat hukum.
Jika masalah pembuatan hukum itu hendak dilihat dalam hubungan dengan bekerjanya hukum sebagai suatu lembaga sosial, maka
pembuatan hukum itu dilihat sebagai fungsi masyarakatnya. Di dalam hubungan dengan masyarakat, pembuatan hukum merupakan
pencerminan dari model masyarakatnya. Menurut Chamblis dan Seidman, ada dua model masyarakat
24
, yaitu: 1 Model masyarakat yang berdasarkan pada basis kesepakatan
akan nilai-nilai value consesnsus. Masyarakat yang demikian itu akan sedikit sekali mengenal adanya konflik-konflik atau
ketegangan di dalamnya sebagai akibat dari adanya kesepakatan
24
Satjipto Rahardjo,. Hukum Dan Masyarakat, Bandung, Angkasa, 1986, hlm 49
commit to user 22
mengenai nilai-nilai yang menjadi landasan kehidupannya, dengan demikian masalah yang dihadapi oleh pembuatan hukum
hanyalah menetapkan nilai-nilai apakah yang berlaku di dalam masyarakat itu.
2 Masyarakat dengan model konflik. Dalam hal ini masyarakat dilihat sebagai suatu perhubungan di mana sebagaian warganya
mengalami tekanan-tekanan oleh sementara warga lainnya. Perubahan dan konflik-konflik merupakan kejadian yang umum.
Nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat berada dalam situasi konflik satu sama lain, sehingga ini juga akan tercermin
dalam pembuatan hukumnya, b. Pelaksanaan Hukum Hukum Sebagai Suatu Proses
Hukum tidak dapat bekerja atas kekuatannya sendiri, melainkan hukum hanya akan dapat berjalan melalui manusia. Manusialah yang
menciptakan hukum, tetapi juga untuk pelaksanaan hukum yang telah dibuat itu masih diperlukan adanya beberapa langkah yang
memungkinkan ketentuan hukum dapat dijalankan. Pertama, harus ada pengangkatan pejabat sebagaimana ditentukan dalam peraturan
hukum. Kedua, harus ada orang-orang yang melakukan perbuatan hukum. Ketiga, orang-orang tersebut mengetahui adanya peratuarn
tentang keharusan bagi mereka untuk menghadapi pegawai yang telah ditentukan untuk mencatatkan peristiwa hukum tersebut
25
, c.
Hukum dan Nilai-Nilai di dalam Masyarakat Hukum menetapkan pola hubungan antar manusia dan
merumuskan nilai-nilai yang diterima oleh masyarakat ke dalam bagan-bagan. Dalam masyarakat ada norma-norma yang disebut
sebagai norma yang tertinggi atau norma dasar. Norma ini adalah yang paling menonjol. Seperti halnya dengan norma, maka nilai itu
25
Op Cit; hlm 71
commit to user 23
diartikan sebagai suatu dalam sistem itu. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem
hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup living law hukum yang
hidup, dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang atau law in the books. Komponen substansi yaitu sebagai output dari
system hukum yang berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur
26
.
Pemikiran dan pendapat ini sedikit banyak menjadi penentu jalannya proses hukum. Jadi, dengan kata lain, kultur hukum adalah suasana pikiran
sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Tanpa kultur hukum, maka sistem hukum
itu sendiri tidak akan berdaya sama sekali. Komponen kultur yaitu terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum
yaitu kultur hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum
seluruh warga masyarakat
27
. Kesimpulannya ketiga komponen yang terkandung dalam sistem
hukum itu adalah : a.
Struktur hukum diibaratkan sebagai mesin. b.
Substansi hukum adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu.
c. Kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan
untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan
28
.
26
Esmi Warasih, op.cit, hlm 30
27
ibid
28
Esmi Warasih, op.cit, hlm 81-82
commit to user 24
Paul dan Dias mengajukan 5 syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum, yaitu:
a. Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan
dipahami. b.
Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum yang bersangkutan.
c. Efesien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum.
d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah
dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga harus cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa.
e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga
masyarakat bahwa berdaya kemampuan yang efektif
29
. Sistem hukum merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit
masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Kebijakan dalam diskriminasi
terhadap kelompok lain. Pemahaman terhadap fungsi hukum itu, tidak lepas dari pengertian pekerjaan hukum. Sedikitnya ada 4 bidang pekerjaan
yang dilakukan oleh hukum, yaitu : a.
Merumuskan hubungan-hubungan di antara anggota masyarakat dengan menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang
dan yang boleh dilakukan. b.
Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh melakukan kekuasaan atau siapa berikut prosedurnya.
c. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat.
d. Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara
mengatur kembali hubungan-hubungan dalam masyarakat dengan
29
Clarence J Dias, Research on Legal Services And Proverty, its Relevance to the Design of Legal Services Program in Developing Country, dikutip dari Esmi Warassih, op.cit, hlm 105-106
commit to user 25
menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan.
Implementasi hukum yang hendak diwujudkan sesuai pendapat Lon L. Fuller,
30
ukuran mengenai adanya suatu sistem hukum yang baik didasarkan atas delapan asas yang disebut ”Principles of Legality”, yaitu :
a. Suatu sistem hukum harus mengandung suatu peraturan-peratuarn,
tidak boleh, mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc.
b. Peraturan-peraturan yang telah dibuat harus diumumkan.
c. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karenanya
apabila ada yang demikian itu wajib ditolak, maka peraturan itu bilamana dipakai menjadi pedoman tingkah laku, membolehkan
peraturan itu secara berlaku surut berarti akan merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang akan
datang. d.
Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti.
e. Suatu sistem hukum tidak boleh mengandung peraturan yang
bertentangan satu sama lain. f.
Perturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan.
g. Tidak boleh ada kebiasaan untuk merubah peraturan sehingga
menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi. h.
Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-hari.
30
Lon L. Fuller, The Morality of Law, dikutip dari Esmi Warassih, op.cit, hlm. 31.
commit to user 26
Pembentukan hukum selalu mempertimbangkan dan mencerminkan model-model
masyarakatnya. Pertama,
berdasarkan pada
basis kesepakatan akan nilai-nilai value consensus. Kedua adalah masyarakat
dengan model konflik, masyarakat dengan model tanpa konflik atau masyarakat dengan kesepakatan nilai-nilai adalah masyarakat dengan
tingkat perkembangan yang sederhana. Sebaliknya masyarakat dengna landasan konflik nilai-nilai adalah suatu masyarakat yang tingkat
perkembangannya lebih maju dan telah mengalami pembagian kerja secara lebih lanjut.
Ada dua fungsi yang dapat dijalankan oleh hukm di dalam masyarakat yaitu, pertama sebagai sarana kontrol sosial dan kedua, sebagai sarana
untuk melakukan social engineering. Proses sosial engineering dengan hukum ini oleh Chamblis dan Seidman dibayangkan Efektivitas
menanamkan kekuatan yang menentang unsur-unsur baru dari masayarakat dalam proses perkembangan kecepatan menanam unsur-unsur
yang baru. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru
di masyarakat
31
Ada dua fungsi yang dapat dijalankan oleh hukum di dalam masyarakat yaitu, pertama sebagai sarana kontrol sosial dan kedua, sebagai
sarana untuk melakukan social engineering. Proses social engineering dengan hukum ini merupakan proses perkembangan kecepatan menanam
unsur-unsur yang baru. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku
yang baru di masyarakat. Sistem hukum dapat dikatakan efektif bila perilaku-perilaku manusia
di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh aturan
31
Satjipto Rahardjo, op.cit, hlm. 119-120
commit to user 27
yang berlaku. Dalam hubungan ini Fuller.
32
,mengajukan lima syarat yang harus dipenuhi dalam rangka untuk mengefektifkan sistem hukum, yaitu :
a. Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan
difahami. b.
Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum yang bersangkutan.
c. Efesien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum
d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah
dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga harus cukup efektif dalam penyelesain sengketa-sengketa.
e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga
masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif.
Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi hukum antara lain :
a. Hukumundang-undang dan peraturannya
b. Penegakan hukum pembentuk hukum maupun penetapan hukum
c. Saranafasilitas pendukung
d. Masyarakat
e. Budaya hukum legal culture.
Hukum mempunyai pengaruh langsung di dalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Cara-cara memengaruhi masyarakat dengan
sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan social engineering atau social planning
33
. Agar hukum benar-benar dapat
32
Clarence J Dias, Research on Legal Services And Proverty, its Relevance to the Design of Legal Services Program in Developing Country, dikutip dari Esmi Warassih, op.cit, hlm 105-106
33
Soekanto, Soerjono. Perspektif Teoritis Studi hukum Dalam Masyarakat, PT Rajawali, Jakarta, 1993, hlm 5
commit to user 28
memengaruhi perlakuan warga masyarakat maka perlu dipahami bahwa setiap masyarakat yang menghendaki adanya tertib hukum, syarat
utamanya bahwa setiap keputusan yang menimbulkan hukum positif yang baru harus diberikan oleh yang berwenang dan asas ini merupakan hal
yang mutlak perlu. Apabila syarat tersebut tidak dipegang teguh, berarti bahwa untuk menimbulkan keputusan itu boleh dilakukan oleh siapapun
juga, maka akan terjadi ketidakpastian hukum. Dalam masyarakat itu akan terjadi suatu kekusutan hukum dalam arti
para anggota masyarakatnya dan para anggota pelaksanaan dalam kesatuannya, tidak tahu lagi keputusan siapakah yang seharusnya ditaati
untuk dilaksanakan atau setidak-tidaknya dihormati berlakunya. Kekusutan itu akan terjadi apabila ada dua lebih keputusan yang satu
dengan yang lainnya saling bertentangan bunyinya. Pembagian wewenang terutama dalam bidang-bidang yang dapat
menimbulkan keputusan-keputusan hukum harus jelas dan lengkap dan digambarkan dalam sistem ketatanegaraannya atau lebih luas atas
hukumnya, dalam hal ini yaitu aturan-aturan dan ketentuan-ketentuannya. Pembagian ini tidak hanya berlaku untuk kewenangan-kewenangan tingkat
terbawah. Dengan adanya pembagian kewenangan yang jelas dan lengkap ini maka setiap penyalahgunaan wewenang dapat dibatasi, terutama
adanya macam penyalahgunaan wewenang sendiri dan penyalahgunaan wewenang yang menyerobot kewenangan Badan lain.
Guna menekan terjadinya penyalahgunaan wewenang, maka secara materiil, bentuk keputusan penguasa yang lebih rendah tidak boleh
mengandung materi yang bertentangan dengan materi yang dimuat di dalam suatu keputusan penguasa yang lebih tinggi. Apabila ada lebih dari
satu peraturan atau ketetapan ternyata materinya saling bertentangan satu sama lainnya dan ternyata masing-masing peraturan atau ketetapan
tersebut mempunyai tingkat yang sama, maka yang diperlakukan adalah peraturan atau ketetapan yang dikeluarkan belakangan.
commit to user 29
3. Partai Politik Sebagai Pilar Demokrasi