PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK YANG MENDAPATKAN

(1)

commit to user

PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2007

TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK YANG MENDAPATKAN KURSI

DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum

Minat Utama Hukum dan Kebijakan Publik

Dosen Pembimbing :

Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS Prof. Dr. Supanto, SH, M.Hum

Oleh:

WIDY HARGUS KISTYANTO

S. 310907027

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13

TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK YANG MENDAPATKAN KURSI

DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA

Disusun Oleh:

WIDY HARGUS KISTYANTO

NIM. S. 310907027

Telah Disetujui Oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS.

NIP. 130 345 735

... ...

Pembimbing II Prof. Dr. Supanto, SH., M.Hum.

NIP. 131 568 794

... ...

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS. NIP. 130 345 735


(3)

commit to user

iii

PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13

TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK YANG MENDAPATKAN KURSI

DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA

Disusun Oleh:

WIDY HARGUS KISTYANTO

NIM. S. 310907027

Telah Disetujui Oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH.,M.Hum

NIP.195712131985032991

... ...

Sekretaris Dr. I Gusti Ayu, SH., MM

NIP. 197210082005012001

... ...

Anggota Penguji 1. Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS.

NIP. 194405051969021001

2. Prof. Dr. Supanto, SH., M.Hum. NIP. 196011071986011001

...

...

...

...

Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS.

NIP. 194405051969021001


(4)

commit to user

iv Direktur Program

Pasca Sarjana

Prof. Drs. Suranto, Msc, PhD.

NIP. 195708201985031004

... ...

PERNYATAAN

Nama : WIDY HARGUS KISTYANTO

NIM : S. 310907027

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul

PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK YANG MENDAPATKAN KURSI DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SALATIGA, adalah benar – benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut diatas tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Maret 2011 Yang membuat pernyataan,


(5)

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi banyak berkat dan rahmat-Nya, sehingga tesis yang berjudul “Pelaksanaan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga” ini dapat terselesaikan dengan baik

Dalam penulisan tesis ini dapat berjalan lancar, penulis banyak memperoleh bantuan, dorongan, informasi dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan mendalam dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Much Syamsulhadi, Sp.KJ (K)., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Drs. Suranto, Msc, PhD., selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Moh. Jamin, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Prof. Dr. H. Setiono, S.H, M.S selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Pembimbing I yang telah tulus dan ikhlas memberikan masukan dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

5. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mendukung dan memberikan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.


(6)

commit to user

vi

6. Prof. Dr. Supanto, S.H, M.Hum selaku pembimbing II yang banyak memberikan arahan masukan, motifasi berharga bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis.

7. Bapak/Ibu para Dosen pada Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Kedua Orang Tuaku dan Adik-Adikku tercinta yang senantiasa selalu mendoakan dan memberikan dorogan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis.

9. Istriku tercinta yang selalu sabar dan motifator terbaikku.

10.Rekan-Rekan di Sekretariat Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan bantuan teknis dan administrasi selama penulis mengenyam pendidikan. 11.Semua pihak yang telah berperan dalam penyelesaian studi ini, yang tidak

mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik, saran dan masukan yang membangun, sehingga tesis ini dapat mendekati sempurna. Demikian mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan petunjuk dan bimbingan kepada kita semua.

Surakarta, Maret 2011


(7)

commit to user

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

...

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR BAGAN... DAFTAR TABEL... ABSTRAK... ABSTRACT... BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah...

B. Perumusan Masalah... C. Tujuan Peneltian... D. Manfaat Penelitian... BAB II LANDASAN TEORI

A. Landasan

Teori...

1. Kebijakan Publik dalam Kehidupan Politik... i ii iii iv v vii

x xi xii xiii

1 8 8 9

10 10

16 29 29 31 33


(8)

commit to user

viii

2. Bekerjanya Hukum Dalam Hubungan Dengan Partai

Politik... 3. Partai Politik Sebagai Pilar Demokrasi ... a. Pengertian Partai Politik... b. Jenis Partai

Politik...

c. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik...

d. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Setelah

ditetapkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... B. Kerangka Berfikir...

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian... B. Lokasi Penelitian... C. Sumber Data... D. Teknik Pengumpulan Data... E. Teknis Analisis Data... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Kota Salatiga dan Pemilu Legislatif Tahun

2004 ... 35 36

40 42 42 43 44

45 45 50

55 55

61


(9)

commit to user

ix

a. Gambaran Umum Kota Salatiga... b. Pemilu legislatif Tahun 2004 di Kota Salatiga... 2. Laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai

Politik di Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga nomor 13 tahun 2007 tentang bantuan keuangan kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan yang

berlaku...

a. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik... b. Permasalahan yang ditemui di lapangan, mengapa laporan

pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai Politik di Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan yang

berlaku...

3. Langkah yang ditempuh Pemerintah Kota Salatiga untuk

mengatasi keterlambatan penyerahan Laporan Keuangan...

B. PEMBAHASAN

1. Laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada Partai Politik di Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga nomor 13 tahun 2007 tentang bantuan keuangan kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku... .

2. Tindakan yang seharusnya diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam mengatasi keterlambatan penyerahan laporan keuangan dari

partai politik penerima

bantuan...

64

69

72 74 75


(10)

commit to user

x BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... B. Implikasi... C. Saran... DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga


(11)

commit to user

xi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Bagan 2. Bagan 3.

Teori Berlakunya Hukum... Kerangka Berfikir... Model Analisa Interaktif...

19 39 44


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Tabel II. Tabel III. Tabel IV.

Tabel V.

Tabel VI. Tabel VII.

Besaran Bantuan Keuangan Yang Diterima ... Jumlah RT dan RW di Wilayah Kota Salatiga... DPT Pemilu Legislatif 2004... Perolehan suara dan Perolehan Kursi pada Pemilu Legislatif Tahun 2004 di Kota Salatiga... Susunan Keanggotaan Tim Penelitian dan Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Pengajuan, Penyerahan dan Penggunaan Bantuan Keuangan... Besaran Bantuan Keuangan kepada Partai politik Tahun 2007... Data Tanggal Penyerahan Laporan Bantuan Keuangan kepada Partai Politik...

6 48 51

53

57 58


(13)

commit to user

xii

ABSTRAK

Widy Hargus K, S S. 310907027, 2010. “Pelaksanaan Bantuan Keuangan Kepada Partai

Politik Menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga”

Tesis : Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan tidak dapat terlaksananya laporan pertanggung jawaban oleh partai politik di Kota Salatiga dan tindakan apa yang diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam mengatasi hal tersebut.

Penelitian ini termasuk penelitian hukum sosiologis (empiris) atau non doktrinal dengan mendasarkan pada konsep hukum ke-5. Mengenai bentuk penelitian yang digunakan adalah diagnostik dengan analisis data menggunakan analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan pembahasan dengan menggunakan teori bekerjanya hukum, maka dapat disimpulkan bahwa laporan penggunaan bantuan keuangan partai politik di Kota Salatiga tidak dapat berjalan sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga, dimana laporan

pertanggung jawaban oleh partai politik yang seharusnya telah diserahkan kepada Walikota

Salatiga pada 4 (empat) bulan setelah tahun anggaran berakhir, ternyata tidak dapat terlaksana. Faktor penentu dari terlambatnya penyerahan laporan pertanggung jawaban oleh

partai politik tersebut adalah sosialisasi Peraturan Daerah, waktu penyerahan bantuan

keuangan, pemahaman Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007, administrasi Partai Politik, sanksi tegas mengatur keterlambatan penyerahan laporan keuangan, Status pegawai sekretriat partai politik. Hasil Kajian implementasi hukumnya sebagai berikut: Dari

aspek Substansi hukum, Peraturan Daerah tersebut tidak mengatur adanya sanksi

administratif maupun sanksi pidana berkaitan dengan keterlambatan penyerahan laporan

pertanggung jawaban oleh partai politik sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1).

Peraturan Daerah adalah produk bersama antara Lembaga Eksekutif dan Lembaga Legislatif yang notabene juga bertindak sebagai penerima bantuan, sedikit banyak ada unsur kesengajaan agar kondisi Peraturan Perundang-undangan tersebut demikian sebagaimana kelemahan yang melekat pada Peraturan Daerah tersebut. Dari Aspek Struktur Hukum, Kapasitas individu anggota Partai Politik penerima bantuan yang sekaligus merupakan anggota Legislatif menyebabkan Pemerintah Kota Salatiga hanya berharap pada niat baik partai politik penerima bantuan untuk secara sadar memenuhi kewajiban administratifnya, Faktor Budaya Politik, demokrasi ditakdirkan untuk bersifat illusive dan impossible. Illusive sebab elit sebenarnya hanya bertanggungjawab di antara mereka sendiri, tidak pernah langsung kepada rakyat yang diwakilinya (apalagi kepada Pemerintah, Penulis). Impossible sebab elit, sekali terpilih mewakili rakyat melalui Pemilu, dapat dengan mudah mengatasnamakan kepentingan pribadi (personal interest) sebagai kehendak rakyat (the will of the people). Sekalipun demikian, sistem perwakilan tetap dianggap sebagai alternatif terbaik, sebab menjamin terbentuknya representative government.


(14)

commit to user

xiii

ABSTRACT

Hargus Widy K, S S. 310907027, 2010. "Implementation of Financial Assistance To the Political Parties Law of Town Salatiga by No. 13 of 2007 concerning Financial Aid To Political Parties Get The Seat In the House of Representatives of the Regional Municipality of Salatiga"

Thesis: Graduate Program Sebelas Maret University Surakarta.

This study aimed to find out what factors can really cause no accountability reports by political parties in the city of Salatiga and what action is taken by the City of Salatiga in overcoming it.

This study included legal research sociological (empirical) or non-doctrinal by basing on the legal concept of the 5th. Regarding the form of diagnostic research is to analyze data using qualitative analysis.

Based on the results of research, analysis and discussion by using the theory of working of the law, it can be concluded that the report on the use of financial aid a political party in the city of Salatiga can not be run in accordance with Local Rule Salatiga No. 13 of 2007 concerning Financial Aid To Political Parties Get a Seat On The Board Regional Representatives Salatiga, where accountability reports by political parties that should have been submitted to the mayor of Salatiga in 4 (four) months after the fiscal year ended, it was not possible. Determinants of delay in submission of accountability reports by the political party is to socialize the regional regulation, time of delivery of financial aid, understanding local regulation Salatiga No. 13 of 2007, the administration of political parties, strict sanctions set late submission of financial reports, personnel status sekretriat political party. Assessed by the implementation of the law as follows: From the aspect of legal substance, local regulation is no set of administrative sanctions and criminal penalties relating to late submission of accountability reports by political parties as stipulated in Article 8 paragraph (1). Local Regulations are joint products between the Executive and Legislative Institutions which incidentally also acts as a recipient of aid, to some extent there is element of premeditation for conditions such legislation such as the inherent weakness in the regional regulation. From Aspects of Legal Structure, Capacity individual members of Political Parties as well as beneficiaries who are members of the Legislative cause Salatiga City Government only hope on the good intentions of political party beneficiaries to consciously fulfill administrative obligations, Cultural Factors Politics, democracy was destined to be illusive and impossible. Illusive actually only responsible for the elite among their own, never directly to the people they represent (let alone to the Government, Author).Impossible because the elite, once chosen to represent the people through elections, can easily behalf of private interests (personal interest) as the will of the people (the earnest

of the people). Even so, the system still regarded as the representative best alternative, for


(15)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan adalah alternatif terbaik yang dapat dilaksanakan oleh suatu negara di dalam meningkatkan taraf hidup serta mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Demikian juga bangsa Indonesia yang sejak mencantumkan Pembangunan Lima Tahun Pertama pada tanggal 1 April 1969 sampai sekarang tidak pernah berhenti melaksanakan program-program pembanguan demi untuk mewujudkan tujuan nasionalnya. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang secara tegas tercantum pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada Alinea IV, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan ketertiban umum, mencardaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia seperti yang secara jelas tersebut diatas yaitu Mencerdaskan kehidupan bangsa, diantaranya mencerdaskan masyarakat di bidang kehidupan berpolitik. Politik pada umumnya dapat dikatakan “bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu”1.

Peran masyarakat dalam hal politik dan pemerintahan di Indonesia dapat kita lihat dengan adanya pemilihan umum secara langsung, umum, bebas rahasia. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang

1

Miriam Budihardjo, Demokrasi di Indonesia, Demokrasi Parlementer & Demokrasi Pancasila, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, hlm.8


(16)

commit to user

demokratis, kuat, memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 22E yaitu : (1) Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan

adil setiap lima tahun sekali.

(2) Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPD.

(3) Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD adalah partai politik.

(4) Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.

(5) Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang Pemilu diatur dengan UU.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber jurdil). Pengertian azas Pemilu adalah :

1) Langsung yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.

2) Umum yaitu pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi

persyaratan sesuai dengan undang-undang ini berhak mengikuti Pemilu. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.

3) Bebas yaitu setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.


(17)

commit to user

4) Rahasia yaitu dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapapun suara diberikan.

5) Jujur yaitu dalam penyelenggaraan Pemilu, setiap penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6) Adil yaitu dalam penyelenggaraan Pemilu, setiap pemilih dan peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2003 menyatakan bahwa “Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/ Kota adalah Partai Politik”. Sedangkan partai politik menurut Pasal 1 UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara RI secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui Pemilu. Partai politik menurut Pasal 1 Ayat (10) UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD peserta Pemilu adalah partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta Pemilu.

Syarat sebagai peserta Pemilu dari partai politik diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Partai politik dapat menjadi peserta Pemilu apabila memenuhi syarat :

a. Diakui keberadaannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun

2002 tentang Partai Politik;

b. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua pertiga) dari seluruh jumlah provinsi;


(18)

commit to user

c. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua pertiga) dari jumlah kabupaten/ kota di provinsi sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. Memiliki anggota kurangnya 1.000 (seribu) orang atau

sekurang-kurangnya 1/1.000 (seperseribu) dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud dalam huruf c yang dibuktikan dengan kartu tanda anggota partai politik;

e. Pengurus sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c harus

mempunyai kantor tetap;

f. Mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU.

Kehadiran Partai Politik dalam sistem pemerintahan yang demokratis tidak dapat dihindari. Kemerdekaan seseorang untuk berserikat, berkumpul dan menyuarakan pendapatnya diidentikan dengan kehadiran partai politik dalam suatu pemerintahan yang demokratis. Dalam mempertahankan demokrasi kehidupan berpolitik masyarakat yang terwakilkan dalam partai politik, maka pemerintah di dalam Pasal 17 ayat (4) Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, memberikan bantuan keuangan kepada partai politik, yang dalam pelaksanaanya didasarkan kepada Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik.

Bantuan keuangan adalah bantuan yang berbentuk uang yang diberikan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah kepada partai politik yang mendapatkan kursi lembaga perwakilan rakyat. Bantuan keuangan diberikan untuk membantu kegiatan dan kelancaran administrasi dan/atau sekretariat partai politik yang mendapatkan kursi di lembaga perwakilan rakyat berdasarkan hasil Pemilihan Umum Tahun 2004.

Penggunaan bantuan keuangan kepada partai politik sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik ditujukan untuk membantu kegiatan dan kelancaran


(19)

commit to user

administrasi dan/atau sekretariat partai politik di antaranya diatur dalam Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2006:

1. Honorarium

2. Uang lembur

3. Administrasi umum

4. Langganan daya dan jasa 5. Pos dan giro

6. Pemeliharaan gedung

7. Pemeliharaan data dan arsip 8. Biaya perjalanan

9. Komputer

10.Mesin tik 11.Maubiler kantor

Pemerintah Kota Salatiga berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai politik, yang kemudian dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 tentang pedoman pengajuan, penyerahan dan laporan penggunaan bantuan keuangan kepada partai politik yang dirubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengajuan, Penyerahan dan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, pemerintah Kota Salatiga merealisasikan pemberian bantuan keuangan partai politik melalui Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga.


(20)

commit to user

Partai Politik yang mendapatkan kursi menurut perolehan suara dan besaran bantuan keuangan yang diterima, berdasarkan hasil Pemilihan Umum Tahun 2004 di Kota Salatiga, adalah:

Tabel I

Besaran Bantuan Keuangan Yang Diterima

No Nama Partai Politik Jumlah Perolehan

Kursi Jumlah Perolehan Bantuan 1 2 3 4 5 6 7 8

Partai Golongan Karya

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Partai Amanat Nasional

Partai Demokrat

Partai Kebangkitan Bangsa Partai Keadilan Sejahtera Partai Damai Sejahtera

6 Kursi 4 Kursi 4 Kursi 4 Kursi 2 Kursi 2 Kursi 2 Kursi 1 Kursi Rp. 124..800.000,- Rp. 83.200.000,- Rp. 83.200.000,- Rp. 83.200.000,- Rp. 41.600.000,- Rp. 41.600.000,- Rp. 41.600.000,- Rp. 20.800.000,-

TOTAL 25 Kursi Rp. 520.000.000,-

Sumber : Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Salatiga Tahun 2007

Bantuan keuangan kepada partai politik sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:

1. Tahap Permohonan, Penelitian dan Pemeriksaan;

2. Tahap Pencairan Bantuan;

3. Tahap Laporan Penggunaan.

Laporan Penggunaan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 adalah disampaikan kepada Walikota Salatiga melalui Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga, setelah diaudit oleh Badan


(21)

commit to user

Pemeriksa Keuangan. Laporan Bantuan Keuangan tersebut diserahkan selambat-lambatnya 4 (empat) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Dalam pelaksanaannya penyerahan Laporan Pertanggungjawaban Bantuan Keuangan kepada Partai Politik tahun 2007 di Kota Salatiga, sampai dengan 4 (empat) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran 2007 (bulan Mei Tahun 2008) hanya ada 1 (satu) Partai Politik yang menyerahkan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan kepada Walikota Salatiga melalui Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kota Salatiga.

Akibat yang ditimbulkan dari tidak tepat waktunya partai politik Kota Salatiga melakukan pelaporan atas bantuan keuangan yang telah diterimanya antara lain:

1. Tidak terciptanya tertib administrasi keuangan dari partai politik, yang berimbas pada terganggunya pertanggung jawaban keuangan daerah; 2. Sesuai dengan keputusan hasil rapat yang ditetapkan oleh Tim Penelitian

dan Pemeriksaan Bantuan Keuangan Partai Politik Kota Salatiga, bahwa bantuan keuangan kepada partai politik Kota Salatiga belum dapat dicairkan, apabila laporan pertanggung jawaban penggunaan bantuan keuangan partai politik pada tahun anggaran yang lampau, belum diserahkan. Sehingga berakibat pada belum dapat terlaksananya bantuan keuangan kepada partai politik Kota Salatiga Tahun Anggaran 2008,

Berangkat dari kenyataan diatas, dapat dilihat bahwa Peraturan Daerah Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 khususnya yang berkaitan dengan laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada partai politik belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.


(22)

commit to user

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu:

1. Mengapa laporan pertanggung jawaban bantuan keuangan kepada partai politik di Kota Salatiga menurut Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga tidak dapat dilaksanakan?

2. Tindakan apa yang seharusnya diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam mengatasi keterlambatan penyerahan laporan keuangan tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitan merupakan sasaran yang hendak dicapai sebagai pemecahan masalah yang dihadapi sekaligus untuk memenuhi kebutuhan perorangan. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas tujuan penelitian ini adalah:

1. Tujuan Obyektif

a. Mengetahui faktor apa yang menyebabkan tidak dapat terlaksananya laporan pertanggung jawaban oleh partai politik di Kota Salatiga. b. Tindakan apa yang diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam

mengatasi hal tersebut.

2. Tujuan Subyektif

a. Memperoleh data yang lengkap guna penyusunan tesis untuk

melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar Magister dalam Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kebijakan Publik di Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(23)

commit to user

b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai penerapan

teori-teori dan peraturan hukum yang ada selama menempuh studi untuk mengatasi permasalahan hukum yang ada di masyarakat.

c. Membantu penulis memperkaya pengetahuan dalam menganalisis

suatu penyusunan produk hukum, khususnya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Salatiga

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan baik secara praktis maupun teoritis yang diambil dari hasil penelitian. Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang menghambat terlaksananya laporan pertanggung jawaban dari partai politik Kota Salatiga kepada Walikota Salatiga melalui Kepala Kantor Kesbang dan Linmas, sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007.

2. Manfaat Teoritis

a. Dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan

di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum kebijakan publik pada khususnya.

b. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan wacana bagi penegak hukum dalm mengambil kebijakan dalam hal bantuan keuangan kepada partai politik.

c. Semakin memperkaya konsep-konsep dan teori-teori tentang bantuan keuangan kepada partai politik.

d. Dapat dipakai sebagai respon terhadap penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.


(24)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. LANDASAN TEORI

1. Kebijakan Publik dalam Kehidupan Politik

Mark N.Hagopian memberi batasan yang sangat lengkap mengenai partai politik sebagai suatu organisasi yang dibentuk untuk memengaruhi bentuk dan karakter kebijakan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan umum2.

Pengertian politik menurut Joyce Mitchell, adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya3. Karl W.Deutsch memberi batasan terhadap politik sebagai pengambilan keputusan melalui sarana umum (politics is the making of

decisions by publics means). Menurut Deutsch, keputusan yang dimaksud

adalah keputusan mengenai tindakan umum atau nilai-nilai (public goods), yaitu mengenai apa yang dilakukan dan siapa yang mendapat apa, dalam arti politik terutama menyangkut kegiatan pemerintah4. Dalam bagian lain Harold Laswell mendefenisikan politik sebagai siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana5.

Di lain pihak, Max Weber memberi defenisi tentang politik sebagai persaingan untuk membagi kekuasaan atau persaingan untuk memengaruhi pembagian kekuasaan antar negara maupun antar kelompok dalam negara. Atas dasar itu, Weber membagi negara atas tiga aspek yaitu struktur yang mempunyai fungsi berbeda, kekuasaan untuk menggunakan paksaan yang

2

Ichlasul Amal, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, PT Tiara Wacana Yogya, Jogjakarta, 1996, hlm.XV

3

Efriza, Ilmu Politik Dari Ilmu Sampai Sistem Pemerintahan, Alfabeta, Bandung, 2008, hlm. 10

4

Op.Cit.

5


(25)

commit to user

dimonopoli oleh negara dan kewenangan untuk menggunakan paksaan fisik6.

Dari beberapa defenisi di atas tersirat jelas bahwa politik berkenaan dengan interaksi dalam ruang lingkup sistem politik untuk menentukan atau mengambil kebijakan mengenai persoalan kenegaraan atau pemerintahan. Konsep-konsep pokok dalam politik adalah negara (state), pemerintahan (government), kekuasaan/wewenang (power/authority), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy/beleid), pembagian (distribution), alokasi (allocation), kelembagaan masyarakat

(organization of society), kegiatan dan tingkah laku politik (political

activity and behavior). Keseluruhan konsep di atas terakomodir dalam

sistem politik yang oleh David Easton didefenisikan sebagai keseluruhan dari interaksi-interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara otoritatif untuk dan atas nama masyarakat7.

Peran politik sebagai mekanisme dan sarana pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan publik sangatlah besar. Dengan kalimat berbeda, melalui politik, kebijakan publik diproses sedemikian rupa agar memiliki kadar legitimasi, derajat kontrol dan refresentasi (mewakili aspirasi mayoritas publik) yang kuat. Dalam kaitannya dengan derajat kontrol, maka salah satu dari empat tipe sistim pertanggungjawaban

(pertanggungjawaban birokrasi, pertanggungjawaban legal,

pertanggungjawaban profesional dan pertanggungjawaban politis) menurut Kumorotomo adalah pertanggungjawaban politis yang menuntut adanya daya tanggap (responsiveness) yang tinggi terhadap kepentingan publik sebagai karakteristik dari sistem pertanggungjawaban politik8.

Di antara beberapa konsep di atas, dinamika kepemerintahan didominir oleh peran pengambilan keputusan dan alokasi serta distribusi

6

Op.Cit. hlm.26

7

Op.Cit. hlm 10-11

8

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 155.


(26)

commit to user

kebijakan. Hal ini berkenaan dengan indikator keberhasilan atau kegagalan sebuah pemerintahan dalam mengemban mandat rakyat yang dipercayakan melalui mekanisme penentuan personil pemerintahan, entah melalui cara-cara demokratis atau non demokratis.

Dalam pelaksanaan pemerintahan, suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau suatu perbuatan atau peristiwa tidak akan mempunyai arti atau manfaat apabila tidak diimplementasikan. Hal ini disebabkan karena implementasi terhadap kebijakan masih bersifat abstrak ke dalam realita nyata. Kebijakan yang dimaksud adalah berkaitan dengan kebijakan publik. Dengan kata lain, kebijakan berusaha menimbulkan hasil

(outcome) yang dapat dinikmati terutama oleh kelompok sasaran atau

target group.9

Anderson menjelaskan bahwa implikasi dari pengertian kebijakan publik itu meliputi :

a. Kebijakan dengan tujuan dan merupakan tindakan yang

berorientasi pada tujuan pokoknya.

b. Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat pemerintah.

c. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah,

jadi bukan merupakan maksud pemerintah untuk melakukan sesuatu.

d. Kebijakan publik bersifat positif dalam arti merupakan bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah.

e. Kebijakan pemerintah yang positif selalu didasarkan atas Peraturan

Perundang-undangan.10

9

Joko Widodo. Good Governance Telaan Dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi

Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendekia, Surabaya, 2001, hlm.192

10

Anderson dikutip dari BambangSunggono, Hukum dan Kebijakan Publik, Insan Cendekia, Jakarta, 1997, hlm 23.


(27)

commit to user

Keputusan kebijakan dasar biasanya dalam bentuk peraturan perundang-undangan, namun dapat pula berbentuk perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan adalah mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi dengan menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui tahap tertentu, yaitu tahapan pengesahan undang-undang dan output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh Badan pelaksanaan. Hubungan antara peraturan yang dikeluarkan dengan institusi pemerintah sangat dekat. Suatu kebijakan tidak akan menjadi peraturan kecuali jika diformulasi, implementasi & di “enforced” oleh lembaga pemerintah. Lembaga pemerintah disini tidak hanya lembaga eksekutif dan yudikatif, tetapi juga lembaga legislatif.

Dalam kelompok hukum negara, terdapat tiga lembaga yang biasanya terlibat yaitu Pemerintah (Birokrasi), Parlemen dan Pengadilan11, sehingga tidak jarang dalam pembentukan kebijakan yang nantinya akan menjadi embrio suatu peraturan terdapat unsur-unsur politik di dalamnya. Masyarakat harus patuh, karena dalam Peraturan tersebut terdapat Legitimasi Politik dan berhak memaksakan berlakunya peraturan tersebut. Secara teoritis, pemerintah seharusnya merupakan institusi yang paling berperan besar dalam pembuatan suatu keputusan, hal ini dikarenakan oleh beberapa alasan yaitu : (1) Pemerintah menguasai informasi yang paling banyak dan memiliki akses paling luas dan paling besar untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam proses pembuatan hukum; (2) Pemerintah juga yang paling tahu mengapa, untuk siapa, berapa, kapan, di mana dan bagaimana hukum itu dibuat; (3) Dalam organisasi pemerintahan terdapat banyak ahli yang memungkinkan proses pembuatan hukum itu dapat dengan mudah dikerjakan; (4) Pemerintah juga memiliki persediaan dana atau anggaran yang paling banyak untuk

11


(28)

commit to user

membiayai segala sesuatu yang berkenaan dengan kegiatan penelitian dan perancangan suatu undang-undang; (5) Di samping itu, para anggota parlemen sendiri yang terdiri dari para politisi, memang tidak dipersyaratkan harus memiliki kualifikasi teknis sebagai perancang undang-undang, yang dapat menyebabkan perannya sebagai wakil rakyat dan fungsi parlemen sendiri sebagai lembaga perwakilan rakyat terjebak dalam segala ”All Stuff” teknalitas perancang pasal-pasal undang-undang dengan mengabaikan fungsi politiknya sebagai lembaga pengawas dan pengimbang terhadap kekuasaan pemerintah12.

Memperhatikan pendapat di atas, implementasi dapat dikatakan sebagai suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber yang di dalamnya termasuk manusia, dana, kemampuan organisasional, baik oleh pemerintah maupun swasta (individu atau kelompok) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan. 13Meskipun di dalam realitanya terdapat faktor-faktor politik yang memengaruhinya.

Jadi, agar implementasi suatu kebijakan dapat terwujud perlu persiapan yang matang. Sebaliknya bagaimanapun baiknya persiapan dan perencanaan implementasi kebijakan, namun kalau tidak dirumuskan dengan baik, maka apa yang terjadi tujuan kebijakan juga akan dapat diwujudkan. Jadi, apabila menghendaki suatu kebijakan dapat diimplementasikan dengan baik, harus dipersiapkan dan direncanakan dengan baik sejak tahap perumusannya atau pembuatan kebijakan publik sampai kepada antisipasi terhadap kebijakan tersebut diimplentasikan.

Thomas R. Dye menjelaskan bahwa “kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan”14. Sementara itu Anderson berpendapat bahwa kebijakan merupakan arah

12

Efriza, Op.Cit. hlm. 142

13

Joko Widodo,op.cit., hlm 193.

14

Thomas R Dye, Understanding Publik Policy. Second Edition dikutip dari Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, Buku Kita, Jakarta, 2007, hlm 17


(29)

commit to user

tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.15

Kebijaksanaan (policy) tidak ada pendapat yang tunggal, tetapi menurut konsep demokrasi modern kebijaksanaan negara tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan negara. Seperti kebijaksanaan negara harus selalu berorientasi pada kepentingan publik. Kebanyakan warga negara menaruh harapan banyak agar mereka selalu memberikan pelayanan sebaik-baiknya, sebagai abdi masyarakat yang selalu memperhatikan kepentingan publik dengan semangat kepublikan (the spirit of publicness).

Dalam hubungannya dengan hal di atas, Kumorotomo melihat adanya dua sisi normatif yang melekat dalam tindakan atau keputusan para pejabat negara, yaitu :

a. Aspek lazim (pervasive aspect), yaitu cara-cara di mana kebijakan dan praktek pelaksanaan tugas mendukung sikap-sikap dan titik tinjauan yang memungkinkan tanggung jawab atas kinerja (answerability of

performance), memperhitungkan kepentingan banyak pihak,

pejabat-pejabat atasan, mandat legislatif dan akhirnya kesejahteraan publik.

b. Aspek terbatas (limited aspect), yaitu cara-cara di mana

pertanggungjawaban moral untuk kebijakan-kebijakan yang masuk akal itu sendiri dilaksanakan, antara lain penjelasan mengenai siapa yang bertanggungjawab atas segi-segi pekerjaan, motivasional, developmental dan fungsi-fungsi disiplin dalam organisasi.

Lebih lanjut Kumorotomo menjelaskan bahwa jika norma yang melekat pada pejabat negara itu dibedakan menurut ruang lingkup organisatoris maka mereka harus menaati kaidah-kaidahnya secara internal

15

James Anderson, Public Policy Making, Second Edition, dikutip dari Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, Buku Kita, Jakarta, 2007, hlm 18


(30)

commit to user

maupun eksternal. Sebagai bagian dari organisasi publik, mereka wajib menaati aturan main yang terdapat di dalamnya, dan sebagai anggota masyarakat, mereka wajib mengusahakan kesejahteraan untuk bagian terbesar masyarakat16.

Dari perspektif moralisme legal, Kumorotomo melihat adanya dua konsep tuntutan yang menyangkut tindakan manusia, yaitu sisi moralis dan sisi legal. Bagi Kumorotomo, urusan-urusan publik akan dapat mencapai tujuannya apabila konsep moralisme legal mendasari tindakan dan keputusan yang diambil oleh para pejabat. Pejabat hendaknya berangkat dari asumsi bahwa hukum dan aturan senantiasa terlambat jika dibandingkan dengan berkembangnya masalah-masalah baru dalam kehidupan masyarakat modern. Karena itu, mereka harus siap untuk mengambil yurisprudensi baru dan kebijakan-kebijakan taktis berdasarkan cita-cita kebaikan masyarakat17.

2. Bekerjanya Hukum Dalam Hubungannya Dengan Partai Politik

Menurut Miriam Budiardjo partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai serta cita-cita yang sama dan mempunyai tujuan untuk memeroleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka18.

Dengan demikian, dari defenisi di atas menjadi sangat jelas bahwa muara akhir atau tujuan tertinggi partai politik adalah melaksanakan kebijakan-kebijakan melalui sarana kekuasaan politik yang telah diperolehnya, di mana sarana kekuasaan tersebut dilaksanakan di atas legalitas aturan-aturan hukum yang telah disepakati bersama dan karenanya bersifat absah.

16

Kumorotomo, Op. Cit. Hlm 139.

17

Op. Cit. Hlm 158-159.

18

Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, PT Gramedia Pustaka utama, Jakarta, 1994. Hlm. 198-200.


(31)

commit to user

Budiardjo lebih lanjut menjelaskan bahwa melalui aspirasi yang diterimanya dari para konstituennya, partai politik menyampaikan kepada pemerintah dalam bentuk tuntutan untuk pada gilirannya dikonversi menjadi kebijakan umum. Proses merumuskan kepentingan (interest

articulation) harus memerhatikan pula aneka aspirasi lain yang variatif,

dikombinasikan atau digabung (interest aggregation) sehingga menjadi sebuah kebijakan publik yang merupakan hasil optimal yang relatif refresentatif mewakili kepentingan umum secara luas. Dalam menjalankan kedua fungsi di atas, partai politik sering disebut sebagai perantara

(broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas).

Kadang-kadang juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi masyarakat sebagai alat pengeras suara19.

Meskipun demikian menurut Budiardjo, tidak dapat disangkal bahwa ada kalanya partai politik mengutamakan kepentingan partai di atas kepentingan nasional. Loyalitas yang diajarkan adalah loyalitas kepada partai, melebihi loyalitas terhadap negara20.

Di dalam Pembukaan maupun pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD 1945 memang tidak disebutkan secara eksplisit bahwa Indonesia adalah negara hukum, meskipun di dalam penjelasannya dikatakan bahwa

negara kita berdasarkan atas hukum (rehcstaat). Akan tetapi

sesungguhnya, gagasan utama dan aturan-aturan dasar yang melandasi terebentuknya Republik Indonesia adalah sesuai dengan cita-cita negara hukum.

Hal ini sejalan dengan pernyataan dalam penjelasan umum UUD 1945 bahwa untuk menyelidiki hukum dasar (droit Constitutionelle) suatu negara tidak cukup dengan menyelidiki pasal-pasal undang-undang dasarnya (loi constitutionelle), tetapi harus menyelidiki juga bagaimana

19

Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Op. Cit. Hlm. 201.

20


(32)

commit to user

prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen hintergrund)

dari Undang-undang Dasar itu.

Suatu peraturan yang dibuat atau dikeluarkan tentunya berisi harapan-harapan yang hendaknya dilakukan oleh subyek hukum sebagai pemegang peran. Namun bekerjanya harapan itu tidak ditentukan hanya oleh kehadiran peraturannya sendiri, melainkan juga oleh beberapa faktor lain. Faktor yang ikut menentukan bagaimana respon yang akan diberikan oleh pemegang peran, antara lain sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya, aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan seluruh kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang bekerja atas diri pemegang peranan itu. Perubahan-perubahan itupun juga disebabkab oleh berbagai reaksi yang ditimbulkan oleh pemegang peran terhadap pembuat undang-undang dan birokrasi.

Sistem hukum merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Berbicara masalah hukum pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat. Karena kebijakan dalam bidang hukum akan berimplikasi kepada masalah politik yang syarat dengan diskriminasi terhadap kelompok lain. Untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu, ada baiknya dipahami terlebih dahulu bidang pekerjaan hukum.

Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan penegakan hukum adalah pelaksanaan suatu kebijakan atau suatu komitmen yang bersangkutan dengan lima faktor pokok yaitu :

a. Faktor hukumnya sendiri

b. Faktor penegak hukum

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

d. Faktor masyarakat yakni lingkungan di mana hukum berlaku atau diterapkan


(33)

commit to user

e. Faktor budaya, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolok ukur dari efektivitas penegakan hukum21.

Adapun pengaruh kekuatan-kekuatan sosial dalam bekerjanya hukum ini, secara jelas Robert B. Seidman menggambarkannya dalam bagan berikut ini 22.

Gambar 1. Berlakunya Hukum

21

Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1983, hlm 8

22

William J Chambliss & Robert B.Seidman, Law Order and Power, dikutip dari EsmiWarassih.

Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT Suryandaru Utama, , Semarang, 2005 hlm.12

Pembuat Undang-Undang

Penerapan Sanksi Norma Peran yg

dimainkan

Umpan Balik

Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial

Pemegang Peran Umpan

Balik

Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal & sosial

Penegakan hukum

Umpan Balik Bekerjanya kekuatan-kekuatan


(34)

commit to user

Bagan di atas mengambarkan pengaruh-pengaruh kekuatan sosial bekerja dalam tahapan pembuatan undang-undang. Kekuatan sosial itu akan terus berusaha masuk dan mempengaruhi tiap proses legislasi secara efektif dan efesien. Peraturan perundangan yang dihasilkan itu bakal menimbulkan hasil yang diinginkan, tetapi efeknya sangat tergantung pada kekuatan sosial yang melingkupinya. Termasuk kompleks tatanan lain yang telah dibicarakan dan dari arah panah-panah, tersebut, diketahui bahwa hasil akhir dari pekerjaan tatanan dalam masyarakat tidak bisa hanya dimonopoli oleh hukum. Tingkah laku rakyat tidak hanya ditentukan oleh hukum, melainkan juga oleh kekuatan sosial lainnya yang tidak lain berarti kedua tatanan yang lain. Melihat permasalahan dalam gambaran yang diberikan oleh Chambliss dan Seidman tersebut, memberi perspektif dalam pemahaman hukum23. Bagan itu diuraikan di dalam dalil-dalil sebagai berikut :

a. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seorang

pemegang peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak.

b. Bagaimana seorang pemegang peranan itu akan bertindak sebagai suatu respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik dan lainnya mengenai dirinya.

c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksi, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari para pemegang peranan.

d. Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak

merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku,

23


(35)

commit to user

sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik, ideologi, dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari pemegang peranan serta birokrasi.

Untuk melihat bekerjanya hukum sebagai suatu pranata di dalam masyarakat, maka perlu dimasukkan satu faktor yang menjadi perantara yang memungkinkan terjadinya penerapan dari norma-norma hukum itu. Dalam kehidupan masyarakat, maka regenerasi atau penerapan hukum itu hanya dapat terjadi melalui manusia sebagai perantaranya. Masuknya faktor manusia ke dalam pembicaraan tentang hukum, khususnya di dalam hubungan dengan bekerjanya hukum itu, membawa kepada penglihatan mengenai hukum sebagai karya manusia di dalam masyarakat, maka tidak dapat membatasi masuknya pembicaraan mengenai faktor-faktor yang memberikan beban pengaruhnya (impact) terhadap hukum, yang meliputi :

a. Pembuatan Hukum

Apabila hukum itu dilihat sebagai karya manusia maka pembicaraannya juga sudah harus dimulai sejak dari pembuat hukum. Jika masalah pembuatan hukum itu hendak dilihat dalam hubungan dengan bekerjanya hukum sebagai suatu lembaga sosial, maka pembuatan hukum itu dilihat sebagai fungsi masyarakatnya. Di dalam hubungan dengan masyarakat, pembuatan hukum merupakan pencerminan dari model masyarakatnya. Menurut Chamblis dan Seidman, ada (dua) model masyarakat24, yaitu:

(1) Model masyarakat yang berdasarkan pada basis kesepakatan akan nilai-nilai (value consesnsus). Masyarakat yang demikian itu akan sedikit sekali mengenal adanya konflik-konflik atau ketegangan di dalamnya sebagai akibat dari adanya kesepakatan

24


(36)

commit to user

mengenai nilai-nilai yang menjadi landasan kehidupannya, dengan demikian masalah yang dihadapi oleh pembuatan hukum hanyalah menetapkan nilai-nilai apakah yang berlaku di dalam masyarakat itu.

(2) Masyarakat dengan model konflik. Dalam hal ini masyarakat dilihat sebagai suatu perhubungan di mana sebagaian warganya mengalami tekanan-tekanan oleh sementara warga lainnya. Perubahan dan konflik-konflik merupakan kejadian yang umum. Nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat berada dalam situasi konflik satu sama lain, sehingga ini juga akan tercermin dalam pembuatan hukumnya,

b. Pelaksanaan Hukum (Hukum Sebagai Suatu Proses)

Hukum tidak dapat bekerja atas kekuatannya sendiri, melainkan hukum hanya akan dapat berjalan melalui manusia. Manusialah yang menciptakan hukum, tetapi juga untuk pelaksanaan hukum yang telah dibuat itu masih diperlukan adanya beberapa langkah yang memungkinkan ketentuan hukum dapat dijalankan. Pertama, harus ada pengangkatan pejabat sebagaimana ditentukan dalam peraturan hukum. Kedua, harus ada orang-orang yang melakukan perbuatan hukum. Ketiga, orang-orang tersebut mengetahui adanya peratuarn tentang keharusan bagi mereka untuk menghadapi pegawai yang telah ditentukan untuk mencatatkan peristiwa hukum tersebut25,

c. Hukum dan Nilai-Nilai di dalam Masyarakat

Hukum menetapkan pola hubungan antar manusia dan merumuskan nilai-nilai yang diterima oleh masyarakat ke dalam bagan-bagan. Dalam masyarakat ada norma-norma yang disebut sebagai norma yang tertinggi atau norma dasar. Norma ini adalah yang paling menonjol. Seperti halnya dengan norma, maka nilai itu

25


(37)

commit to user

diartikan sebagai suatu dalam sistem itu. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup living law (hukum yang hidup), dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang atau law in the books. Komponen substansi yaitu sebagai output dari system hukum yang berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur26.

Pemikiran dan pendapat ini sedikit banyak menjadi penentu jalannya proses hukum. Jadi, dengan kata lain, kultur hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Tanpa kultur hukum, maka sistem hukum itu sendiri tidak akan berdaya sama sekali. Komponen kultur yaitu terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum yaitu kultur hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat27.

Kesimpulannya ketiga komponen yang terkandung dalam sistem hukum itu adalah :

a. Struktur hukum diibaratkan sebagai mesin.

b. Substansi hukum adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu.

c. Kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan28.

26

Esmi Warasih, op.cit, hlm 30

27

ibid

28


(38)

commit to user

Paul dan Dias mengajukan 5 syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum, yaitu:

a. Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan

dipahami.

b. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum yang bersangkutan.

c. Efesien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum.

d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga harus cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa. e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga

masyarakat bahwa berdaya kemampuan yang efektif29.

Sistem hukum merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Kebijakan dalam diskriminasi terhadap kelompok lain. Pemahaman terhadap fungsi hukum itu, tidak lepas dari pengertian pekerjaan hukum. Sedikitnya ada 4 bidang pekerjaan yang dilakukan oleh hukum, yaitu :

a. Merumuskan hubungan-hubungan di antara anggota masyarakat

dengan menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan.

b. Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh

melakukan kekuasaan atau siapa berikut prosedurnya.

c. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat.

d. Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara

mengatur kembali hubungan-hubungan dalam masyarakat dengan

29

Clarence J Dias, Research on Legal Services And Proverty, its Relevance to the Design of Legal


(39)

commit to user

menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan.

Implementasi hukum yang hendak diwujudkan sesuai pendapat Lon L. Fuller,30 ukuran mengenai adanya suatu sistem hukum yang baik didasarkan atas delapan asas yang disebut ”Principles of Legality”, yaitu : a. Suatu sistem hukum harus mengandung suatu peraturan-peratuarn,

tidak boleh, mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat

ad hoc.

b. Peraturan-peraturan yang telah dibuat harus diumumkan.

c. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karenanya apabila ada yang demikian itu wajib ditolak, maka peraturan itu bilamana dipakai menjadi pedoman tingkah laku, membolehkan peraturan itu secara berlaku surut berarti akan merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang akan datang.

d. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa

dimengerti.

e. Suatu sistem hukum tidak boleh mengandung peraturan yang

bertentangan satu sama lain.

f. Perturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan.

g. Tidak boleh ada kebiasaan untuk merubah peraturan sehingga

menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi.

h. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-hari.

30


(40)

commit to user

Pembentukan hukum selalu mempertimbangkan dan mencerminkan

model-model masyarakatnya. Pertama, berdasarkan pada basis

kesepakatan akan nilai-nilai (value consensus). Kedua adalah masyarakat dengan model konflik, masyarakat dengan model tanpa konflik atau masyarakat dengan kesepakatan nilai-nilai adalah masyarakat dengan tingkat perkembangan yang sederhana. Sebaliknya masyarakat dengna landasan konflik nilai-nilai adalah suatu masyarakat yang tingkat perkembangannya lebih maju dan telah mengalami pembagian kerja secara lebih lanjut.

Ada dua fungsi yang dapat dijalankan oleh hukm di dalam masyarakat yaitu, pertama sebagai sarana kontrol sosial dan kedua, sebagai sarana untuk melakukan social engineering. Proses sosial engineering dengan hukum ini oleh Chamblis dan Seidman dibayangkan (Efektivitas menanamkan kekuatan yang menentang unsur-unsur baru) dari masayarakat dalam proses perkembangan kecepatan menanam unsur-unsur yang baru. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru di masyarakat31

Ada dua fungsi yang dapat dijalankan oleh hukum di dalam masyarakat yaitu, pertama sebagai sarana kontrol sosial dan kedua, sebagai sarana untuk melakukan social engineering. Proses social engineering dengan hukum ini merupakan proses perkembangan kecepatan menanam unsur-unsur yang baru. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru di masyarakat.

Sistem hukum dapat dikatakan efektif bila perilaku-perilaku manusia di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh aturan

31


(41)

commit to user

yang berlaku. Dalam hubungan ini Fuller.32 ,mengajukan lima syarat yang harus dipenuhi dalam rangka untuk mengefektifkan sistem hukum, yaitu :

a. Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan

difahami.

b. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum yang bersangkutan.

c. Efesien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum

d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga harus cukup efektif dalam penyelesain sengketa-sengketa. e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga

masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif.

Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi hukum antara lain :

a. Hukum/undang-undang dan peraturannya

b. Penegakan hukum (pembentuk hukum maupun penetapan hukum)

c. Sarana/fasilitas pendukung

d. Masyarakat

e. Budaya hukum (legal culture).

Hukum mempunyai pengaruh langsung di dalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Cara-cara memengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan social

engineering atau social planning 33. Agar hukum benar-benar dapat

32

Clarence J Dias, Research on Legal Services And Proverty, its Relevance to the Design of Legal

Services Program in Developing Country, dikutip dari Esmi Warassih, op.cit, hlm 105-106

33

Soekanto, Soerjono. Perspektif Teoritis Studi hukum Dalam Masyarakat, PT Rajawali, Jakarta, 1993, hlm 5


(42)

commit to user

memengaruhi perlakuan warga masyarakat maka perlu dipahami bahwa setiap masyarakat yang menghendaki adanya tertib hukum, syarat utamanya bahwa setiap keputusan yang menimbulkan hukum positif yang baru harus diberikan oleh yang berwenang dan asas ini merupakan hal yang mutlak perlu. Apabila syarat tersebut tidak dipegang teguh, berarti bahwa untuk menimbulkan keputusan itu boleh dilakukan oleh siapapun juga, maka akan terjadi ketidakpastian hukum.

Dalam masyarakat itu akan terjadi suatu kekusutan hukum dalam arti para anggota masyarakatnya dan para anggota pelaksanaan dalam kesatuannya, tidak tahu lagi keputusan siapakah yang seharusnya ditaati untuk dilaksanakan atau setidak-tidaknya dihormati berlakunya. Kekusutan itu akan terjadi apabila ada dua lebih keputusan yang satu dengan yang lainnya saling bertentangan bunyinya.

Pembagian wewenang terutama dalam bidang-bidang yang dapat menimbulkan keputusan-keputusan hukum harus jelas dan lengkap dan digambarkan dalam sistem ketatanegaraannya atau lebih luas atas hukumnya, dalam hal ini yaitu aturan-aturan dan ketentuan-ketentuannya. Pembagian ini tidak hanya berlaku untuk kewenangan-kewenangan tingkat terbawah. Dengan adanya pembagian kewenangan yang jelas dan lengkap ini maka setiap penyalahgunaan wewenang dapat dibatasi, terutama adanya macam penyalahgunaan wewenang sendiri dan penyalahgunaan

wewenang yang menyerobot kewenangan Badan lain.

Guna menekan terjadinya penyalahgunaan wewenang, maka secara materiil, bentuk keputusan penguasa yang lebih rendah tidak boleh mengandung materi yang bertentangan dengan materi yang dimuat di dalam suatu keputusan penguasa yang lebih tinggi. Apabila ada lebih dari satu peraturan atau ketetapan ternyata materinya saling bertentangan satu sama lainnya dan ternyata masing-masing peraturan atau ketetapan tersebut mempunyai tingkat yang sama, maka yang diperlakukan adalah peraturan atau ketetapan yang dikeluarkan belakangan.


(43)

commit to user

3. Partai Politik Sebagai Pilar Demokrasi

a. Pengertian Partai Politik

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengubah secara signifikan sistem Ketatanegaraan Indonesia yang mengharuskan dirubahnya peraturan di bawahnya antara lain Undang-Undang tentang Partai Politik. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yang ditetapkan untuk dapat menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 yang tidak sesuai lagi dengan perubahan ketatanegaraan dan perkembangan kemasyarakatan. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 dicantumkan bahwa pengertian dari Partai Politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan Negara melalui Pemilu.

Menurut Ichlasul Amal, Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik modern yang demokratis. Sebagai suatu

organisasi, partai politik secara ideal dimaksudkan untuk

mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan secara maksimal kepemimpinan politik secara sah (legitimate) dan damai34.

Dalam pengertian modern, partai politik merupakan “suatu kelompok yang mengajukan calon-calon bagi pejabat publik untuk dipilih oleh rakyat, sehingga dapat memengaruhi tindakan-tindakan pemerintahan. Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, maka basis ideologi dan kepentingan yang diarahkan untuk memperoleh kekuasaan. Tanpa elemen tersebut, partai politik tidak akan mampu mengidentifikasikan dirinya dengan para pendukungnya. Selain itu,

34


(44)

commit to user

dari definisi partai politik di atas juga menunjukkan kedudukan partai politik sebagai:

1)Salah satu wadah atau sarana partisipasi politik rakyat;

2)Perantara antara kekuatan-kekuatan sosial dan kekuatan

pemerintah. 35

Sigmund Neumann sebagaimana dikutif oleh Budiardjo mengatakan bahwa partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memeroleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda36.

Dengan demikian partai politik merupakan perantara yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas, atau dalam pandangan Kay Lawson 37diterminilogikan sebagai linkage.

Dalam Negara demokratis, partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi, antara lain fungsi komunikasi politik, artikulasi dan agregasi kepentingan, rekruitmen/kaderisasi politik, sarana pengatur konflik (conflict management) serta pendidikan/sosialisasi politik. Dalam konteks ini partai politik berperan sebagai jembatan antara mereka yang memerintah (the rulers) dengan masyarakat politik yang diperintah (the ruled).

35

Fadjar, Mukhtie. Partai Politik dalam Perkembangan Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Institute of Stengthening Transtition Society Studies (In-TRANS Publising) Malang, 2008, hlm.15-17.

36

Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Op. Cit. Hlm. 200

37


(45)

commit to user

Sampai dengan saat ini, partai politik diakui sebagai salah satu pilar utama dari empat pilar dalam mainstream demokrasi modern, oleh karenanya partai politik memberi pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan, terlepas dari kenyataan aktual bahwa terkadang partai politik dalam prakteknya justru menjadi pihak pertama yang menciderai demokrasi itu sendiri.

b. Jenis Partai Politik

Berdasarkan tingkat komitmen partai politik terhadap ideologi dan kepentingan, Amal mengklasifikasikan partai politik kedalam lima jenis:38

1)Partai Proto

adalah tipe awal partai politik sebelum mencapai tingkat perkembangan yang muncul dewasa ini di Eropa Barat dari abad pertengahan sampai dengan akhir abad ke-19. Ciri paling awal dari partai porto adalah pembedaan antara anggota dan non-anggota. Masih belum tampak sebagai partai modern, tapi hanya merupakan faksi-faksi yang dibentuk berdasarkan ideologi yang ada dalam masyarakat.

2)Partai Kader

Merupakan perkembangan lebih lanjut dari partai proto, muncul sebelum diterapkan hak pilih secara luas bagi rakyat, sehingga sangat tergantung masyarakat kelas menengah ke atas yang mempunyai hak pilih, keanggotaan yang terbatas, kepemimpinan, serta pemberi dana. Tingkat organisasi dan ideologi masih rendah.

38

Ichlasul Amal, Teori-teori Mutakhir Partai Politik, dikutip dari: Fadjar, Mukhtie. Partai Politik dalam Perkembangan Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Institute of Stengthening Transtition Society Studies (In-TRANS Publising) Malang, 2008, hlm.17-19.


(46)

commit to user

Ideologi yang dianut konservatisme ekstrim atau reformisme moderat, partai kader tidak perlu organisasi besar yang memobilisasi massa.

3)Partai Massa

Partai ini muncul setelah terjadi perluasan hak pilih rakyat, sehingga dianggap sebagai suatu respon politik dan organisasi bagi perluasan hak pilih. Kalau partai proto dan partai kader muncul dari dalam parlemen dan memiliki basis pendukung kelas menengah ke atas dengan tingkat organisasi dan ideologi rendah, partai massa berdiri di luar parlemen dengan basis massa yang luas dengan ideologi yang kuat untuk memobilisasi massa dengan organisasi yang rapi. Tujuan utamanya bukan untuk sekedar memperoleh kemenangan tetapi juga memberikan pendidikan politik bagi rakyat/anggota.

4)Partai Diktatorial

Partai ini merupakan suatu tipe dengan partai massa, tetapi memiliki ideologi yang lebih kaku dan radikal. Kontrol terhadap anggota dan rekruitman anggota sangat ketat (selektif) karena dituntut kesetiaan dan komitmen terhadap ideologi.

5)Partai catch-all

Partai ini merupakan gabungan partai massa dan partai kader. Istilah catch all pertama kali ditemukan dari Otto Kirchheimer untuk memberikan tipologi pada kecenderungan partai politik di Eropa Barat Pasca Perang Dunia II. Tujuan utama partai ini adalah memenangkan pemilihan umum dengan menawarkan program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai ganti ideologi yang kaku. Aktivitas partai ini erat kaitannya dengan kelompok kepentingan dan kelompok penekan.


(47)

commit to user c. Bantuan Keuangan kepada Partai Politik

Bantuan Keuangan adalah bantuan berbentuk uang yang diberikan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah kepada partai politik yang mendapatkan kursi di lembaga perwakilan rakyat.

Bantuan keuangan kepada partai politik diberikan pemerintah untuk membantu kegiatan dan kelancaran administrasi dan/atau sekretariat partai politik. Bantuan keuangan tersebut diberikan kepada partai politik yang mendapatkan kursi di Lembaga Perwakilan Rakyat/ Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah hasil Pemilihan Umum Tahun 2004 dan diberikan setiap tahun anggaran. Besarnya bantuan keuangan kepada partai politik disesuaikan dengan kemampuan APBD ditetapkan dengan peraturan daerah.

Besarnya bantuan keuangan kepada partai politik untuk setiap kursi di tingkat kabupaten/kota tidak melebihi bantuan keuangan yang diberikan kepada partai politik tingkat provinsi didasarkan pada pertimbangan bahwa volume kegiatan sekretariat partai politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota tidak sama dengan kegiatan partai politik tingkat pusat.

1)Tahap Pengajuan

Pengajuan bantuan keuangan di tingkat kabupaten/kota disampaikan secara tertulis oleh dewan pimpinan daerah partai politik di tingkat kabupaten/kota atau sebutan lainnya yang sah kepada bupati/walikota. dengan persyaratan:

a) Pengajuan bantuan keuangan ditandatangani oleh ketua dan sekretaris atau sebutan lainnya yang sah.

b) Pengajuan bantuan keuangan harus dilengkapi dengan dokumen pengesahan dari Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten/Kota.


(48)

commit to user

c) Surat keputusan DPP partai politik yang menetapkan susunan kepengurusan DPC Partai Politik tingkat kabupaten/kota yang dilegalisir oleh ketua umum dan sekretaris jenderal DPP partai politik atau sebutan lainnya;

d) Foto copy surat keterangan NPWP yang dilegalisir pejabat yang berwenang;

e) Surat keterangan autentikasi hasil penetapan perolehan kursi partai politik di DPRD tingkat kabupaten/kota yang dilegalisir Ketua atau Sekretaris Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.

f) Surat pernyataan partai politik yang menyatakan bersedia dituntut sesuai peraturan perundangan apabila memberikan keterangan yang tidak benar yang ditandatangani ketua dan sekretaris DPC atau sebutan lainnya di atas materai dengan menggunakan kop surat partai politik.

Penelitian dan pemeriksaan kelengkapan administrasi pengajuan, penyerahan dan penggunaan bantuan keuangan kepada partai politik tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh Tim

Penelitian dan Pemeriksanaan Persyaratan Administrasi

Pengajuan, Penyerahan dan Penggunaan Bantuan Keuangan kepada Partai Politik di tingkat Kabupaten/Kota, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati/Walikota yang diketuai Kepala Badan/Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik atau sebutan lainnya dan anggotanya terdiri dari Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota dan unsur Sekretariat Daerah.

2)Tahap Penyerahan Bantuan Keuangan

Penyerahan bantuan keuangan kepada partai politik tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk kepada ketua dan bendahara atau sebutan


(1)

commit to user

masalah ini supaya memberikan kebijakan berupa sanksi administratif dengan memberikan syarat tambahan dalam pengajuan bantuan tahun berikutnya (2008) yaitu Partai Politik dalam pengajuan permohonan pencairan, harus sudah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban penggunaan bantuan keuangan tahun sebelumnya (2007) adalah telah sesuai, hanya alangkah baiknya jika Pemerintah Kota Salatiga mampu bekerjasama dengan Legislatif untuk merubah Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 tersebut.

c. Dari Aspek Budaya Politik.

Dalam pembahasan di atas diyatakan bahwa demokrasi ditakdirkan untuk bersifat illusive dan impossible. Illusive sebab elit sebenarnya hanya bertanggungjawab di antara mereka sendiri, tidak pernah langsung kepada rakyat yang diwakilinya (apalagi kepada Pemerintah,

Penulis). Impossible sebab elit, sekali terpilih mewakili rakyat melalui

Pemilu, dapat dengan mudah mengatasnamakan kepentingan pribadi

(personal interest) sebagai kehendak rakyat (the will of the people).

Dapat dikatakan bahwa di satu pihak para anggota Partai Politik penerima bantuan keuangan yang sekaligus adalah anggota DPRD yang ikut serta menggodok Rancangan Peraturan Daerah untuk pada gilirannya diabsahkan sebagai Peraturan Daerah secara konseptual telah melahirkan tata nilai ideal berupa Peraturan Daerah, tetapi pada pihak lain, tatkala berkapasitas sebagai anggota Partai Politik yang menjadi obyek penerima bantuan keuangan, justru tidak menaati ketentuan dan kehendak peraturan yang dibuatnya sendiri.

Berkenaan dengan penumbuhan budaya politik yang berorientasi kepada kedewasaan politik aparatus politik, Arbi Sanit menambahkan bahwa hambatan terhadap upaya penciptaan budaya politik sebagaimana diidealisasikan justru datang dari tiadanya kesadaran dan


(2)

commit to user

rasa tanggung jawab dari para pelaku politik itu sendiri49. Karena itu, Sanit menawarkan semacam preskripsi atau jalan keluar bahwa diperlukan upaya penyeimbangan pengaruh antar pembentuk budaya politik, dalam arti untuk menyebar-luaskan nilai-nilai ideal politik yang baik, tidak hanya berharap pada kerja Pemerintah yang jangkauannya terbatas, tetapi seluruh komponen pelaku politik harus dilibatkan secara proaktif dan partisipatif, dan untuk itu, dibutuhkan kesabaran yang memadai untuk tiba pada kondisi tersebut. Kesabaran tidaklah identik dengan apatisme, tetapi lebih kepada penantian secara evolutif dan gradual seraya berikhtiar atau terus berupaya menata berbagai kelemahan yang ditemui, termasuk upaya reformulasi (legal

and law reform), rekonseptualisasi dan membangun reposisi yang

lebih kuat (bargaining) agar di masa yang akan datang, tidak hanya terhadap Peraturan Daerah tertentu tetapi seluruh produk hukum (Daerah) dapat secara konsisten dilaksanakan sehingga terbangun budaya rule of law, rule of the game dan law enforcement sekaligus secara simultan menciptakan interelasi yang simbiotik mutualistik

antara subyek dan obyek kebijakan terutama yang berkenaan dengan peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian, diperlukan langkah-langkah taktis yang cepat tetapi tepat sebagai solusi atas permasalahan atau kemelut di seputar proses pertanggungjawaban, khususnya yang berkenaan dengan bantuan keuangan kepada Partai Politik.

49


(3)

commit to user BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan pembahasan dengan memakai teori bekerjanya hukum dan teori kebijakan publik, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Bantuan keuangan kepada partai politik di Kota Salatiga belum dapat dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007. Faktor-faktor yang menyebabkan terlambatnya Laporan Pertanggung Jawaban dari partai politik, mengenai bantuan yang telah diterima yaitu: belum pernahnya Pemerintah Kota Salatiga melakukan sosialisasi berkaitan dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007,Sangat terlambatnya penyerahan bantuan keuangan Tahun Anggaran 2007, Kurangnya pemahaman partai politik tentang Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13 Tahun 2007 karena belum pernah disosialisasikan kepada mereka, kurang terselenggaranya tata administrasi keuangan yang baik di lingkungan internal Sekretariat partai politik, tidak adanya sanksi tegas yang mengatur apabila terjadi keterlambatan penyerahan laporan keuangan, Status para pegawai pada sekretriat partai politik. Hasil Kajian implementasi hukumnya sebagai berikut:

a. Dari Aspek Struktur Hukum , Kapasitas individu anggota partai politik penerima bantuan yang sekaligus merupakan anggota legislatif menyebabkan Pemerintah Kota Salatiga hanya berharap pada niat baik (good will) mereka (partai politik) untuk secara sadar memenuhi kewajiban administratifnya,

b. Dari aspek Substansi hukum, Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007. Peraturan Daerah tersebut tidak mengatur adanya sanksi


(4)

commit to user

keterlambatan pelaporan penggunaan bantuan keuangan

sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1). Peraturan Daerah adalah produk bersama antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif yang notabene juga bertindak sebagai penerima bantuan, sehingga sedikit banyak ada unsur kesengajaan agar kondisi peraturan perundang-undangan tersebut demikian sebagaimana kelemahan yang melekat pada peraturan daerah tersebut. Belum tersosialisasinya dari Pemerintah Kota Salatiga (meskipun demikian, bagi Penulis, dalam konteks ini, sosialisasi hanyalah

pemenuhan aspek prosedural semata, seharusnya tanpa

sosialisasipun, obyek penerima bantuan sudah harus sangat memahami tentang kehendak Peraturan Daerah tersebut karena penerima bantuan (anggota Partai Politik) sekaligus merupakan formulator dan legalisator/Legislator atas Peraturan Daerah tersebut dalam kapasitas institusionalnya sebagai anggota Legislatif / anggota DPRD);

c. Faktor Budaya Politik, demokrasi ditakdirkan untuk bersifat

illusive dan impossible. Illusive sebab elit sebenarnya hanya

bertanggungjawab di antara mereka sendiri, tidak pernah langsung kepada rakyat yang diwakilinya (apalagi kepada Pemerintah,

Penulis). Impossible sebab elit, sekali terpilih mewakili rakyat

melalui Pemilu, dapat dengan mudah mengatasnamakan

kepentingan pribadi (personal interest) sebagai kehendak rakyat

(the will of the people). Sekalipun demikian, bagi Imawan, sistem

perwakilan tetap dianggap sebagai alternatif terbaik, sebab menjamin terbentuknya representative government.

2. Langkah yang seharusnya ditempuh oleh Pemerintah Kota Salatiga untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memberikan sanksi administratif, baik dengan memberikan syarat tambahan dalam pengajuan bantuan tahun berikutnya (2008) yaitu Partai Politik dalam


(5)

commit to user

pengajuan permohonan pencairan, harus sudah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban penggunaan bantuan keuangan tahun sebelumnya (2007), atau dengan sanksi yang lain yang ditambahkan dalam Perubahan Peraturan Daerah.

B. IMPLIKASI

Tesis ini memiliki implikasi, yaitu tentang hambatan dan kendala

keterlambatan Partai Politik dalam menyampaikan laporan

pertanggungjawaban keuangannya mulai dari tahapan formulasi kebijakan sampai kepada pelaksanaan dan evaluasinya. Kebijakan publik adalah salah satu produk hukum pemerintahan yang memiliki pengaruh, baik secara luas maupun secara terbatas. Meskipun demikian, dari sisi akuntabilitas pemerintahan, kebijakan publik bukan dilihat dari seberapa luas jangkauannya tetapi bahwa ia merupakan produk sebuah

pemerintahan yang seyogianya dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat. Manajemen pemerintahan (Daerah) seharusnya senantiasa merujuk kepada setiap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, memerhatikan kaidah dan norma penyelenggaraan termasuk dalam hal perumusan kebijakan publik. Mengingat bahwa kebijakan publik biasanya tidak secara absolut dihasilkan secara tunggal oleh suatu otoritas terterntu dalam arti bahwa kebijakan tersebut diproduksi secara kolektif maka ke depan seharussnya ada semacam mekanisme baku antara lain semacam Standar Operasional Prosedur (SOP), Petunjuk Teknis (Juknis) ataupun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) serta Jadwal tetap yang secara konsisten ditaati oleh semua pemangku kepentingan. Di Samping itu yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya dilakukan semacam kajian awal yang bersifat holistik dan komprehensif sebelum merumuskan dan mengabsahkan sebuah produk kebijakan. Aspek implikasi pada saat diaplikasikan menjadi fokus perhatian yang tidak boleh diabaikan. Untuk menghindari konflik kepentingan dan skeptisisme antara Eksekutif dan


(6)

commit to user

Legislatif, maka sejak awal ada baiknya melibatkan pihak ketiga yang memilki tingkat independensi dan obyektivitas yang tidak meragukan seperti kalangan Ahli (Expert), terutama dari kalangan perguruan tinggi serta perumusannya sedapat mungkin melibatkan setiap Stakeholders sejak awal. Perencanaan ini seyogianya secara eksplisit dituangkan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) serta secara reguler dan kontinyu dikaji untuk disesuaikan dengan perkembangan kontemporer dan kondisi kontekstual yang berkembang sesuai dengan urgensi, kemampuan dan prioritas kebutuhan daerah.

C. SARAN

Dari Hasil kesimpulan tersebut di atas, maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pemerintah Kota Salatiga sebagai Leading sector pemberian bantuan keuangan kepada partai politik, agar dapat mengusulkan perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Yang Mendapatkan Kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga, dengan sanksi yang tegas. Sanksi tersebut dapat berupa sanksi administrasi, seperti penundaan pencairan Bantuan Keuangan Tahun berikutnya;

2. Pemerintah Kota Salatiga agar bisa lebih proaktif dalam penerapan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tersebut dengan mensosialisasikannya kepada partai politik di Kota Salatiga;

3. Diharapkan partai politik bersifat lebih dewasa, dengan memisahkan antara partai politik sebagai pembuat peraturan dan partai politik sebagai penerima bantuan (pemegang peran).