LATAR BELAKANG Rasio-Rasio Keuangan yang Mengindikasikan Probabilitas Kegagalan Perusahaan-Perusahaan dalam Industri Jasa Keuangan yang Listing di Bursa Efek Indonesia.
2 |
H a l a m a n
perusahaan-perusahaan berdasarkan seberapa dekat profil keuangan suatu perusahaan menyerupai profil perusahaan yang gagal.
Altman 1968 adalah orang pertama yang menggunakan stepwise multiple dicriminate analysis untuk membuat suatu model prediksi dengan tingkat akurasi yang
tinggi. Altman menggunakan sampel sebanyak 66 perusahaan, dimana 33 perusahaan gagal dan 33 perusahaan sukses. Altman’s Z-Score Model menghasilkan tingkat akurasi
95.0, dimana model tersebut adalah: Z = 0.012 X
1
+ 0.014 X
2
+ 0.033 X
3
+ 0.006 X
4
+ 0.999 X
5
dimana: X
1
= working capital total assets X
2
= retained earnings total assets X
3
= earnings before interest and taxes total assets X
4
= market value of equity total liabilities X
5
= sales total assets Altman mengkombinasikan rasio-rasio keuangan tertentu yang dia yakini memiliki
kekuatan prediksi paling superior, bukan hanya sekedar rasio keuangan secara individu. Altman mengambil 5 rasio, memberi bobot berdasarkan urutan rasio keuangan yang paling
penting, kemudian mengkombinasikan rasio-rasio keuangan tersebut untuk memperoleh Z- Score.
Jika Z-Score kurang dari 1.8, maka perusahaan tersebut memiliki risiko failure yang tinggi, dan jika tidak ada tindakan perbaikan yang dilakukan, perusahaan akan mengalami
kebangkrutan dalam jangka waktu 2 tahun. Jika Z-Score antara 1.8 dan 3.0, maka hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan berada dalam gray area, dimana perusahaan masih
3 |
H a l a m a n
memiliki risiko failure. Jika Z-Score lebih besar daripada 3.0, maka perusahaan memiliki peluang failure yang rendah.
Sjam 2006 menggunakan Altman’s Z-Score Model untuk mengidentifikasi rasio- rasio keuangan yang mempengaruhi probabilitas kegagalan perusahaan-perusahaan jasa
nonkeuangan yang sudah go public. Sampel analisa adalah perusahaan-perusahaan jasa nonkeuangan yang listing di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2002-2003.
Sjam 2006 menggunakan 24 rasio keuangan yang kemudian diseleksi menjadi 6 rasio keuangan yang paling efisien membedakan antar kelompok perusahaan yang gagal
dan yang tidak gagal. Dari enam rasio keuangan yang membentuk model pemrediksi kegagalan perusahaan, tiga diantaranya adalah rasio profitabilitas, yaitu Return on
Investment ROI, Return on Equity ROE, dan Operating Profit Margin OPM. Sedangkan tiga rasio lainnya adalah rasio aktivitas, yang diwakili oleh Account Payable Turnover APT,
serta rasio nilai pasar yang diwakili oleh Price Earnings Ratio PER dan Dividend Payout Ratio DP.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa model tersebut mampu memrediksikan probabilitas kegagalan suatu perusahaan jasa nonkeuangan yang listing di Bursa Efek
Indonesia tahun 2004 sebesar 66,67. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ROI, ROE, OPM, APT, PER, dan
DP merupakan rasio-rasio keuangan yang mempengaruhi probabilitas kegagalan perusahaan-perusahaan jasa nonkeuangan yang sudah go public selama tahun 2002-2003.
Selain itu, model tersebut memberikan tingkat akurasi yang cukup tinggi dalam memrediksikan probabilitas kegagalan perusahaan-perusahaan jasa nonkeuangan yang
sudah go public pada tahun 2004. Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini dibuat. Peneliti menggunakan 24
rasio keuangan yang sama dengan penelitian sebelumnya, kemudian menyeleksi rasio-rasio
4 |
H a l a m a n
keuangan tersebut untuk mendapatkan rasio-rasio keuangan yang berpengaruh terhadap probabilitas kegagalan perusahaan. Peneliti ingin mengetahui apakah rasio-rasio keuangan
yang berpengaruh dari sampel analisa tahun 2002-2003 konsisten dengan rasio-rasio keuangan yang diperoleh dari sampel analisa tahun 2003-2004.
Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui seberapa besar tingkat akurasi model pemrediksi apabila sampel prediksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-
perusahaan jasa nonkeuangan yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005.