demikian, biasanya mencapai hasil yang gemilang dan sukses di dalam hidupnya, misalnya: tokoh-tokoh pemimpin seperti Gajah Mada, Sukarno,
Muh. Hatta, dan sebagainya. Dalam dunia pewayangan dapat dicontohkan tokoh Werkudara yang berusaha mencari air suci meskipun berada di dasar
samodra. Orang yang
ber ha ti luna k
biasanya dalam mencapai cita-cita dengan menyesuaikan diri pada situasi dan kondisi. Akan tetapi, ia tetap
berusaha mencapai cita-cita tersebut, sehingga meski lambat ia akan berhasil meraih cita-citanya. Misalnya; Hamka dari guru SD merambat menjadi guru
besar Profesor. Orang vang
ber ha ti lema h
mudah sekali terpengaruh oleh situasi dan kondisi. Apabila menghadapi kesulitan akan cepat-cepat berganti haluan,
berubah keinginannya. Orang yang seperti ini akan mengalami kesulitan dalam mencapai kesuksesan yang lebih besar.
Cita-cita, keinginan, harapan, banyak menimbulkan daya kreativitas para seniman. Berbagai hasil seni, seperti: drama; novel, musik, film, tari, dan
filsafat yang lahir dari kandungan cita-cita, keinginan, dan harapan.
H. Pandangan Hidup
Kelebihan makhluk yang namanya manusia tidak lain adalah dikaru- niainya akal dan budi, Dengan memiliki akal dan budi maka kehidupan
manusia sehari-hari sudah barang tentu tidak sekedar untuk hidup, melainkan mereka punya pandangan hidup ke depan yang mulia. Hal ini didasarkan
kesadaran dirinya bahwa sebagai manusia itu lemah, akan tetapi ia juga menyadari bahwa kehidupannya sangat kompleks.
Kesadaran akan kelemahan dirinya memaksa manusia untuk mencari kekuatan di luar dirinya, dengan harapan dapat terlindung dari ancaman-
ancaman yang mengintai dirinya baik secara fisik maupun non-fisik. Ancaman- ancaman itu dapat berupa: penyakit, bencana alam, kegelisahan, ketakutan, dan
sebagainya. Di samping itu, melalui akal dan budinya manusia juga berusaha menciptakan sarana dan prasarana untuk membantu mempermudah mengatasi
kebutuhan hidupnya yang sangat kompleks.
Upaya manusia untuk mencari kekuatan di luar dirinya semakin menyadarkan dirinya, bahwa di balik kehidupan ini ada kehidupan lain yang
diyakini lebih abadi. Kesadaran inilah yang membuat manusia lebih yakin. Apa yang ia lakukan selama di dunia ini kelak tentu akan dimintai pertanggungan
jawab di alam yang diyakini kebenarannya. Manusia tahu benar bahwa baik dan buruk itu akan memperoleh perhitungan, maka manusia berusaha mencari
sesuatu yang dapat menuntunnya ke arah kebaikan dan menjauhkan diri dari keburukan.
Akhirnya, manusia menemukan apa yang disebut sesuatu kekuatari yang ada di luar dirinya, yaitu keyakinan terhadap Tuhan. Hal ini perlu disadari
bahwa Tuhan bagi manusia merupakan suatu kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan yang besifat abadi dan terus-menerus. Sebab, setiap
saat manusia selalu memerlukan perlindungan kepada Tuhan dan petunjuk agama. Firman Allah menyebutkan:
Ka mila h pelindungmu dala m kehidupan dunia da n a khir at; di da la mnya ka mu memper oleh apa ya ng ka mu
inginkan da n memperoleh pula a pa ya ng ka mu minta . QS.
Fushilat: 31. Pandangan hidup seperti itulah yang diyakini oleh manusia. Hal ini amat
sangat penting untuk dimiliki, karena demi kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Masalah ini adalah masalah asasi manusia, yang pilihannya harus
benar-benar didasarkan pada akal dan budi tidak sekedar ikut-ikutan. Karena jika sekedar ikut-ikutan penghayatan terhadap agamanya bisa jadi hanya
bersifat lahiriah tidak sampai ke kalbunya. Allah telah berfirman dalam alQuran, Surat al-Imran, Ayat 19, yang artinya:
,a ga ma ya ng bena r ba gi Allah itu ha nyala h Isla m.
Namun, agama apa yang akan dipilih manusia sebagai sandaran diserahkan sepenuhnya kepada manusia itu sendiri. Yang pasti, hak
Allah tidak boleh diganggu gugat bahwa pada akhirnya Allah akan memberikan pahala kepada manusia yang berbuat benar dan siksa kepada manusia yang
berbuat salah. Lihat al-Quran Surat ar-Rum, Ayat 44. Urusan agama adalah urusan akal, seperti dikatakan Nabi Muhammad saw
dalam salah satu hadistnya, bahwa
Aga ma a dala h a ka l, tida k ada aga ma ba gi or a ng-or a ng yang tida k bera ka l.
Maksud Nabi ialah agar manusia
dalam memilih suatu agama benar-benar berdasarkan pertimbangan akalnya, bukan sebatas karena asas keturunan. Hal ini ditegaskan pula dalam al-Quran,
Surat al-Baqarah, Ayat 236, yang artinya:
Tida k a da pa ksa a n untuk mema suki sesua tu a gama , sesungguhn.ya telah jela s a ntar a jalan a ga ma
ya ng benar da n jala n a ga ma ya ng salah.
I. Manusia dan Kegelisahan
H.1. Memahami Kegelisahan
Kegelisahan berasal dari kata gelisah. Gelisah artinya resah, rasa tidak tenteram, rasa selalu khawatir, tidak tenang, tidak nyaman, tidak bisa
sabar, cemas, dan seterusnya. Kegelisahan berarti perasaan gelisah, khawatir, cemas, dan takut. Siapa pun orangnya suatu saat pasti pernah merasakan hal-
hal serupa. Mengapa semua ini harus terjadi pada diri manusia? Alasannya mendasar, karena manusia memiliki hati dan perasaan. Bentuk
kegelisahannya dapat berupa keterasingan, kesepian, dan ketidakpastian hidup. Meskipun, hal itu kadang-kadang tidak didasari oleh sebab-sebab
yang jelas. Perasaan-perasaan semacam ini dalam kehidupan manusia silih berganti dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Orang yang sedang gelisah
hatinya tidak tenteram, merasa khawatir, cemas, takut, dan seterusnya. Dalam al-Quran, Surat al-Baqarah, Ayat 153, difirmankan bahwa agar
manusia terlepas dari berbagai permasalahan hidup hendaknya dapat menggunakan sabar dan shalat itu sebagai penolongnya. Hal tersebut dapat
dilihat dalam kutipan berikut yang artinya:
Hai or a ng-or a ng yang berima n, ja dika nlah sabar dan shalat seba gai penolongmu. Sesungguhnya Allah
beserta or ang-or a ng yang sa bar .
Menurut Sigmund Freud perasaan cemas ini dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu:
1.
Kecema sa n kenya ta a n objektif
Kecemasan ini dikarenakan adanya bahaya dari luar yang mengancam dan benar-benar dihadapi secara nyata. Misalnya: Seorang ibu gelisah
karena anaknya diculik; seorang ibu gelisah karena anaknya sakit; seorang pelajar gelisah karena kartu ujiannya hilang; dan sebagainya.
2.
Kecema sa n neur otik sya r a f
Kecemasan ini timbul karena pengamatan tentang bahaya dari nalurinya. Misalnya: Takut berada di suatu tempat yang asing dan harus
menyesuaikan diri dengan lingkungannya; rasa takut yang irasional semacam fobia, gugupgagap atau gemetaran.
3.
Kecema sa n mor a l
Kecemasan ini muncul dari emosi diri sendiri yang memunculkan sifat- sifat iri, dengki, dendam, hasut, tamak, pemarah, rendah diri, dan
sebagainya. Dengan adanya sifat ini manusia cenderung mengalami rasa khawatir, takut, cemas, atau bahkan putus asa setelah melihat keberhasilan
orang lain. Sebagian besar kegelisahan manusia disebabkan oleh rasa takut akan
kehilangan hak, nama baik, maupun ancaman dari luar dan dari dalam. Untuk mengatasinya manusia perlu
meningka tka n ima n, ta kwa , a ma l sha leh, penya ba r , da n menja la nka n sha la t seca r a khusuk.
Seperti dalam kutipan firman Allah berikut:
Sesungguhnya ma nusia dicipta ka n ber sifa t keluh kesa h la gi kikir ; a pa bila ditimpa kesusa ha n, ia ber keluh kesa h, teta pi
a pa bila menda pa t keba ika n, ia a ma t kikir , kecua li or a ng -or a ng ya ng menger ja ka n sha la t, mer eka ya ng teta p menger ja ka n sha la tnya , da n
or a ng-or a ng ya ng da la m ha r ta nya ter sedia ba gia n ter tentu ba gi or a ng miskin ya ng tida k da pa t meminta , da n or a ng -or a ng ya ng memper ca ya i
ha r i pemba la sa n, da n or a ng-or a ng ya ng ta kut ter ha da p a dza b Tuha nnya .
Widagdho, 1991:162. Bertolak dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegelisahan
dan segala keluh kesah adalah bagian dari hidup manusia. Semua itu sudah terpatri sebagai karakteristik dalam diri manusia, yang hanya bisa
diatasi jika yang bersangkutan bisa bersikap untuk memiliki keyakinan iman penuh, sabar, pasrah, dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dalam pendekatan diri kepada Tuhan secara vertikal harus diimbangi
dengan hubungan horisontal, yaitu menjalin hubungan baik dengan sesama manusia.
J. Manusia dan Harapan