dengan hubungan horisontal, yaitu menjalin hubungan baik dengan sesama manusia.
J. Manusia dan Harapan
J.1. Memahami Harapan
Kata harapan berasal dari kata harap, artinya suatu keinginan, permohonan, penantian. Adapun kata harapan itu sendiri dapat
diartikan sebagai suatu keinginan yang belum terwujud dan diupayakan agar terwujud. Misalnya: seorang petani berharap agar panen tahun ini
lebih besar daripada tahun kemarin; orang tua yang baru saja punya putra tentu akan berharap agar kelak jadi anak yang shaleh, dan
sebagainya. Setiap orang memiliki harapan sendiri-sendiri. Manusia yang tiada
harapan dalam hidupnya tidak ada artinya sebagai manusia. Manusia yang tidak mempunyai harapan berarti tidak dapat diharapkan lagi
keberadaannya. Secara kodrati dalam diri manusia memiliki dorongan - dorongan, yakni dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.
Dorongan kodrat itu ialah menangis, tertawa, berpikir, berkata, bercinta, mempunyai keturunan, dan sebagainya. Sedangkan,
kebutuhan hidup dapat berupa kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani yakni: berupa makan, pakaian, tempat tinggal.
Orang Jawa mengatakan papan, sandang, dan pangan. Sedangkan kebutuhan rohani meliputi kebahagiaan, kepuasan, ketenangan,
kesejahteraan, hiburan, dan sebagainya. Untuk mencapai semua keinginan itu manusia tidak bisa terlepas dari hubungannya dengan
orang lain. Manusia tidak dapat mencapai semua kebutuhan itu secara sendiri, melainkan butuh bantuan orang lain. Untuk itu, manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial, sehingga manusia harus bergaul dengan anggota masyarakat lainnya.
Menurut Abraham Maslow, kebutuhan hidup manusia dapat dikategorikan menjadi lima harapan:
1. Harapan untuk memperoleh kelangsungan hidup survival,
misalnya: kebutuhan fisiologis seperti papan, sandang, dan pangan. 2.
Harapan untuk memperoleh keamanan safety, misalnya: perlindungan dari pemerintah dan agama.
3. Harapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai dan
dicintai
beloving a nd love.
4. Harapan untuk memperoleh status atau diterima dan diakui di
lingkungannya. Dalam pemerolehan status dapat dibedakan antara yang
a scr ibe
dan
a chieve.
Status yang
a scr ibe
adalah status yang dimiliki seseorang sejak lahir berdasarkan keturunan, misalnya:
sebagai keturunan ningrat, Brahmana, dan lain-lain. Sedangkan, status
a chieve
adalah status yang diperoleh seseorang berdasarkan prestasi- nya, misalnya: status sarjana yang diperoleh dengan kerja keras,
belajar, dan sebagainya. 5.
Harapan untuk memperoleh perwujudan dan cita-cita
self- a ctua liza tion,
misalnya: diakui eksistensinya sesuai dengan keahlian atau kepangkatan Djoko Widagdho, 1991:187.
BAB V MANUSIA, KERAGAMAN, KESEDERAJATAN DAN
KEMARTABATAN
A. Unsur-Unsur Keragaman
Kata keragaman dapat diartikan kebermacaman atau bermacam- macam Badudu, 1994:1118. Dalam kaitannya dengan pembahasan ini
kata keragaman dapat diartikan sebagai hal yang bermacam-macam. Keragaman adalah suatu keadaan masyarakat yang di dalamnya terdapat
perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal. Sebagaimana yang telah kita ketahui dan disadari bersama bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa
majemuk, yang ditandai dengan beragam suku bangsa, agama, dan kebudayaan. Keragaman itu merupakan kekayaan budaya bangsa yang
membanggakan, tetapi pada sisi lain mengandung potensi masalah yang dapat mengakibatkan malapetaka jika tidak dikelola dengan baik.
Keragaman dipandang sebagai kekayaan budaya yang membanggakan, artinya bahwa, bangsa Indonesia memiliki beragam unsur kebudayaan yang
berasal dari beragam golongan, kelompok, atau pun komponen bangsa lainnya. Masing-masing komponen bangsa memiliki bentuk dan potensi
tersendiri untuk dapat dikembangkan, sehingga dalam pengembangannya dapat dipandang memiliki beragam potensi yang bisa dimanfaatkan untuk
kemajuan bangsa. Namun demikian, beragam potensi yang rnerupakan wujud kekayaan bangsa ini juga berpotensi untuk menimbulkan adanya banyak
kerawanan yang berpotensi menimbulkan banyak masalah, sehingga rawan akan konflik. Untuk menekan terjadinya konflik, maka diperlukan tata kelola
yang baik. Unsur-unsur keragaman yang merupakan sumber kekayaan bangsa dan
sekaligus menjadi sumber kerawanan timbulnya konflik tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang lingkupnya bersifat umum misalnya:
suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideologi dan politik, adat dan kesopanan, kesenjangan ekonomi, dan kesenjangan sosial dan yang bersifat