Disini perlu dicatat bahwa Aristoteles dan seluruh tradisi pemikiran Yunani tidak mengerti kebahagiaan dalam arti modern, yaitu kebahagiaan subyektif merasa
ha ppy
. Dengan kebahagiaan dimaksudkannya keadaan manuia demikian rupa, ehingga segala sesuatu yang
seharusnya ada memang ada padanya well-being
Karena itu keutamaan ini merupakan inti seluruh kehidupan moral.
Sekali lagi perlu ditekankan bahwa tidaklah cukup kita kebetulan atau satu kali saja mengadakan pilihan rasional yang
tepat dalam perbuatan ldta sehari-hari. Baru ada keutamaan jika kita bisa menentukan jalan tengah di antara ekstrem-ekstrem itu
dengan suatu sikap tetap. Menurut Aristoteles, manusia adalah baik dalam arti moral, jika selalu mengadakan pilihan-pilihan
rasional yang tepat dalam perbuatan-perbuatan moralnya dan mencapai keunggulan dalam penalaran intelektual. Orang seperti
itu adalah bahagia. Kebahagiaan itu akan disertai kesenangan juga, walaupun kesenangan tidak merupakan inti yang sebenarnya dari
kebahagiaan.
c. Utilitarisme
1. Utilitarisme Klasik
Aliran ini berasal dari tradisi pemikiran moral di United Kingdom dan di kemudian hari berpengaruh ke seluruh
kawasan yang berbahasa Inggris. Filsuf Skotlandia, David Hume 1711-1776, sudah memberi sumbangan penting ke
arah perkembangan aliran ini, tapi utilitarisme menurut bentuk lebih matang berasal dari filsuf Inggris Jeremy Bentham
1748-1832, dengan bukunya
Introduction to the Principles of Morals and Legislation
1789. Utilitarisme dimaksudnya sebagai dasar etis untuk membaharui hukum Inggris,
khususnya hukum pidana. Jadi, ia tidak ingin menciptakan suatu teori moral abstrak, tetapi mempunyai maksud sangat
konkret. la berpendapat bahwa tujuan hukum adalah
memajukan kepentingan para warga negara dan bukan me- maksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi yang di-
sebut hak-hak kodrati. Karena itu ia beranggapan bahwa klasifikasi kejahatan, umpamanya, dalam sistem hukum
Inggris sudah ketinggalan zaman dan harus diganti. Ben - tham mengusulkan suatu klasifikasi kejahatan yang dida-
sarkan atas berat tidaknya pelanggaran dan yang terakhir ini diukur berdasarkan kesusahan atau penderitaan yang
diakibatkannya terhadap para korban dan masyarakat. Suatu pelanggaran yang tidak merugikan orang lain, menurut
Bentham sebaiknya tidak dianggap sebagai tindakan kriminal, seperti misalnya pelanggaran seksual yang dilakukan atas
dasar suka sama suka. Bentham mulai dengan menekankan bahwa umat
manusia menurut kodratnya ditempatkan di bawah pemerin- tahan dua penguasa yang berdaulat: ketidaksenangan dan
kesenangan Menurut kodratnya manusia menghindari ke- tidaksenangan dan mencari kesenangan. Kebahagiaan tercapai,
jika ia memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan. Dalam hal ini Bentham sebenarnya melanjutkan begitu saja
hedonisme klasik. Karena menurut kodratnya tingkah laku manusia
terarah pada kebahagiaan, maka suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk, sejauh dapat meningkatkan atau
mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin orang. Dalam hal ini Bentham meninggalkan hedonisme individualistis dan
egoistis dengan menekankan bahwa kebahagiaan itu menyangkut seluruh umat manusia. Moralitas suatu tindakan
harus ditentukan dengan menimbang kegunaannya untuk mencapai kebahagiaan umat manusia. Dengan demikian
Bentham sampai pada
the principle of utility
yang
4
”Nature has placed mankind under the governance of two sovereign masters : pain and pleasure”.
berbunyi:
the greatest happiness of the gr ea test number ,
kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Prinsip kegunaan ini menjadi norma untuk tindakan-tindakan kita
pribadi maupun untuk kebijaksanaan pemerintah, misalnya, dalam menentukan hukum pidana.
Menurut Bentham, prinsip kegunaan tadi harus diterapkan
secara kuantitatif
belaka. Karena
kualitas kesenangan selalu sama, satu-satunya aspeknya yang bisa
berbeda adalah kuantitasnya 5 Bukan saja
the greatest number
tapi juga
the greatest happiness
dapat diperhitungkan. Untuk itu ia mengembangkan
the hedonistic calculus.
Sumber- sumber kesenangan dapat diukur dan diperhitungkan
menurut intensitas dan lamanya perasaan yang diambil daripadanya, menurut akibatnya, menurut kepastian akan
dapat menghasilkan perasaan itu, menurut jauh dekatnya perasaan, menurut kemurnian serta jangkauan perasaan, dan
sebagainya. Perhitungan ini akan menghasilkan saldo positif, jika kredit kesenangan melebihi debetnya ketidaksenangan.
Salah satu contoh adalah cara Bentham memperhitungkan kadar moral dari perbuatan minum minuman keras sampai ma-
buk. Hasil perhitungan itu dapat digambarkan sebagai berikut:
Dalam suatu kalimat yang terkenal ia mengatakan: QualitN
,
of pleasure being
equal, oushpin is as good as poetry Karena kualitas kesenangan selalu sarna,
pusnprn
sama baik seperti puisi. Yang dimaksud dengan
pushpin
adalah sejenis permainan anak.
KEMABUKAN Ketidaksenangan
Kesenangan kredit
Lamanya : Singkat Akibat : - kemiskinan
- nama buruk - tidak sanggup
bekerja Kemurnian : dapat diragukan
dalam keadaan mabuk sring
tercampur unsur ketidaksenangan
Intensitas
Kepastian
Jauhdekat :
:
: membawa
banyak kesenangan
kesenangan pasti terjadi
kesenangan timbul cepat
Seandainya tidak ada segi negatif, maka keadaan mabuk akan merupakan sesuatu yang secara moral baik.
Tapi sebagai keseluruhan saldo adalah negatif dan menurut Bentham malah sangat negatif, sehingga kemabukan harus
dinilai secara moral sangat jelek. Moralitas semua perbuatan dapat diperhitungkan dengan cara sejenis.
Utilitarisme diperhalus dan diperkukuh lagi oleh filsuf Inggris besar, John Stuart Mill 1806-1873, dalam bukunya
Utilita r ia nism
1864. Dari pendapatnya patut disebut di sini dua hal. Pertama, ia mengeritik pandangan Bentham bahwa
kesenangan dan
kebahagiaan harus diukur secara
kuantitatif.
6
”It is better to be a human being dissatisfied than a pig satisfied; better to be Socrates dissatisfied than a fool satisf
ied” Lebih baik menjadi seorang manusia
yang tidak puas daripada seorang yang tidak puas daripada seekor babi yang puas; lebih baik menjadi Sokrates yang tidak puas daripada seorang tolol yang
puas.
Ia berpendapat bahwa kualitasnya perlu dipertimbangkan juga, karena ada kesenangan yang lebih tinggi mutunya dan
ada yang lebih rendah. Kesenangan manusia harus dinilai
lebih tinggi daripada kesenangan hewan, te gasnya, dan kesenangan orang seperti Sokrates lebih ber mutu daripada
kesenangan orang tolol. Tetapi kualitas kebahagiaan dapat diukur juga secara empiris, yaitu kita harus berpedoman
pada orang yang bijaksana dan berpengalaman dalam hal ini. Orang seperti itu dapat memberi kepastian tentang mutu
kesenangan. Pikiran Mill yang kedua yang pantas disebut di sini
adalah bahwa kebahagiaan yang menjadi norma etis adalah kebahagiaan semua orang yang terlibat dalam suatu kejadian,
bukan kebahagiaan satu orang saja yang barangkali bertindak sebagai pelaku utama. Raja dan seorang bawahan
dalam hal ini harus diperlakukan sama. Kebahagiaan satu orang tidak pernah boleh dianggap lebih penting daripada
kebahagiaan orang lain. Menurut perkataan Mill sendiri:
ever ybody to count for one, nobody to count for mor e tha n one.
Dengan demikian suatu perbuatan dinilai baik, jika kebahagiaan melebihi ketidakbahagiaan, di mana kebahagiaan
semua orang yang terlibat dihitung dengan cara yang sama.
2. Utilitarisme Aturan