h. Manusia dan Lingkungan
1. Hakikat dan makna lingkungan bagi manusia;
2. Kualitas penduduk dan lingkungan terhadap kesejahteraan manusia
3. Problematika lingkungan social-budaya yang dihadapi masyarakat;
dan 4.
Isu-isu penting tentang persoalan lintas budaya dan bangsa.
B. ISBD SEBAGAI MBB DAN PENDIDIKAN UMUM
ISBD sebagai bagian dari Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat MBB mempunyai tema pokok, yaitu hubungan timbale balik antara manusia
dengan lingkungannya. Dengan wawasan tersebut diharapkan perguruan tinggi mampu menghasilkan tenaga ahli dengan tigas jenis kemampuan secara
simultan, yang meliputi: 1.
Kemampuan personal: para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga mampu menunjukkan sikap, tingkah laku dan tidnakan yang
mencerminkan kepribadian Indonesia, memahami dan mengenal nilai-nilai keragaman, kemasyarakatan dan kenegaraan, serta memiliki pandangan
yang luas dan kepekaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
2. Kemampuan akademis; kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah
baik lisan maupun tulisan, mengusai peralatan analiss, maupun berpikir logis, kritis, istematis, analisis, memiliki kemampuan konsepsional untuk
mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dihadapi, serta mampu menawarkan alternative pemacahannya.
3. Kemampuan professional: kemampuan dalam bidang profesi sesuai
keahlian bersangjutan, para ahli diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi dalam bidang profesinya.
C. ISBD SEBAGAI ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH SOSIAL-
BUDAYA
Dengan bekal wawasan, sikap, dan perilaku melalui mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar ISBD diharapkan mahasiswa dapat menjadi
manusia yang memiliki kemampuan personal, kemampuan akademik dan kemampuan professional sehingga para lulusan akan mampu mengenali
masalah dan mengatasi masalah tersebut dengan bijaksana. Dengan itu problematika kemanusiaan dan peradaban manusia merupakan fakta objektif
yang penting dikenali secara menunjung tinggi pemikiran serta nilai-nilai luhur tradisi.
Di samping diurai kondisi objektif konteks keindonesiaan, buku ini juga mengulas
lesson learns
atau pelajaran berharga dari akta atau fenomena social yang terjadi di sekitar lingkungan kita baik yang dialami secara
langsung atau tidak langsung dalam perspektif lintas keilmuan secara simultan. Pendekatan multidisipliner dipilih guna menstimulus mahasiswa
berpikir terbuka dan kritis atas apa yang didengar, dimengerti, dipahami, dan dikonsepsikannya selama ini agar dapat didiskusikan dan dikomunikasikan
menjadi pengetahuan yang ilmiah.
BAB II MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERBUDAYA
BERETIKA DAN BERESTETIKA
A. KEBUDAYAAN 1. Pengertian Kebudayaan
Kata “Kebudayaan” dan “culture”. Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sansekerta
buddhayah
, yaitu bentuk jamak dari
buddhi
yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat
diartikan : “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana lain
yang mengupas kata
budaya
sebagai suatu perkembangan dari majemuk
budi-daya,budi-daya,
yang berarti “daya dari budi”.
6
Karena itu mereka membedakan “budaya” dari “kebudayaan”. Demikianlah “budaya”
adalah “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu.
7
Dalam istilah “antropologi-budaya” perbedaan itu ditiadakan. Kata “budaya” di sini
hanya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari “kebudayaan” dengan arti
yang sama. Adapun kata
cultur,
yang merupakan kata asing yang sama artinya dengan “kebudayaan” berasal dari kata Latin
colore
yangt berarti “mengolah, menegrjakan”, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari
arti ini berkembang arti
culture
sebagai “segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam”.
4. Lihatlah karangan A. Davis,
Social Class Influences Upon Learning 1948 : Hlm. 59
5. Lihatlah buku pelejaran A. Hoebel,
Man in the Primitive World. An Introduction to Anthropology.
New York, Mc Graw Hill 1958 : hlm. 152 – 153.
6. Lihat buku P.J. Zoetmulder,
Cultuur, Oost en West.
Amsterdam, C.P.J. van der Peet 1951.
7. Lihatlah karangan M.M. Djojodigoeno,
Azsz-Azas Sosiologi
1958 : hlm. 24 – 27.