Kumbung Jamur Rumah Jamur Heat Unit

yang dominan mendapatkan sumber air dari mediumnya, jamur tiram memperoleh sumber air dari kelembaban relatif udara. Jika kelembaban relatif udara rendah jamur tiram akan menjadi kering dan keriput. Hal ini bisa berdampak langsung pada bobot panen jamur tiram. Gambar 3 Termometer bola kering dan termometer bola basah Sumber : dokumentasi pribadi. Pengendalian kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya dilakukan dengan proses penyiraman. Penyiraman dilakukan saat nilai kelembaban relatif mengalami penurunan. Kondisi iklim mikro lingkungan kurang sesuai bisa menyebabkan terjadinya penurunan nilai kelembaban relatif. Jamur tiram yang dibudidayakan di daerah dengan kelembaban relatif rendah memerlukan penyiraman yang lebih sering dibandingkan yang tumbuh di daerah lembab.

2.2.3 Intensitas cahaya Menurut Widyastuti dan Tjokrokusumo

2008, pertumbuhan miselium jamur tiram akan lebih cepat pada kondisi gelap sehingga kumbung inkubasi dikondisikan memiliki intensitas cahaya yang rendah. Fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah, jamur tiram membutuhkan cahaya sebanyak 60-70. Cahaya yang dibutuhkan jamur tiram bukanlah cahaya dari sinar matahari langsung. Sinar matahari langsung dapat menyebabkan pertumbuhan jamur tiram melambat bahkan mati.

2.2.4 Sirkulasi udara Sirkulasi

udara berkaitan dengan distribusi suhu di dalam kumbung. Menurut Gusdorf et al. 2006, sirkulasi udara didefinisikan sebagai aliran udara di dalam gedung atau ruangan. Sirkulasi udara diatur dengan membuka pintu atau jendela kumbung. Dinding kumbung yang terbuat dari bilik bambu juga memiliki peranan untuk mengatur sirkulasi udara di dalam kumbung. Sirkulasi udara membantu distribusi suhu dan kelembaban relatif sehingga kondisi lingkungan di dalam kumbung menjadi sesuai dengan syarat tumbuh jamur tiram.

2.3 Kumbung Jamur Rumah Jamur

Habitat asli jamur tiram adalah hutan di daerah pegunungan yang sejuk. Mengacu pada kondisi habitat aslinya, daerah yang paling ideal untuk budidaya jamur tiram adalah dataran menengah sampai dataran tinggi. Namun, hal tersebut bukan menjadi kendala jika mampu melakukan modifikasi lingkungan. Modifikasi kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban dilakukan di dalam kumbung jamur rumah jamur Trubus 2010. Kumbung jamur rumah jamur dibangun untuk menjaga kondisi lingkungan di dalamnya. Kumbung jamur dibedakan menjadi dua, yaitu kumbung inkubasi dan kumbung budidaya. Kumbung inkubasi digunakan untuk merangsang pertumbuhan jamur pada fase miselium, sedangkan kumbung budidaya digunakan untuk merangsang pertumbuhan jamur pada fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah Trubus 2010. Kumbung inkubasi dibangun untuk mempertahankan suhu agar tetap hangat sedangkan kumbung budidaya dibangun untuk mengendalikan suhu agar tetap rendah dan kelembaban tinggi dengan cara melakukan penyiraman pada lantai dan dindingnya serta melakukan pengaturan sirkulasi udara Khonga 2003. Menurut Trubus 2010, konstruksi kumbung jamur perlu memperhatikan kondisi iklim mikro di lingkungan sekitarnya. Kumbung jamur yang dibangun di daerah dengan suhu rata-rata harian yang tinggi perlu memiliki ventilasi yang lebih banyak dibandingkan kumbung jamur yang dibangun di daerah dengan suhu rata-rata harian yang lebih rendah. Ventilasi akan mendukung sirkulasi yang baik sehingga suhu dapat dikontrol dengan mudah.

2.4 Heat Unit

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan fase tanaman secara praktis dan mudah adalah dengan metode heat unit Iwata 1979. Miller et al. 2001 mengatakan bahwa perbedaan suhu akan menentukan perbedaan lamanya suatu fase pada tanaman. Satuan heat unit adalah derajat hari atau degree days. Ismal 1981 menjelaskan bahwa metode ini merupakan pendekatan antara agronomi dan klimatologi dengan cara melihat hubungan suhu rata-rata harian dengan suhu dasar tanaman. Suhu dasar adalah suhu minimum yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Saxena dan Rai 1994, dalam Nair 1994, suhu dasar jamur tiram adalah 10 o C. Dibawah suhu 10 o C, jamur tiram tidak bisa mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu pada bulan April –Juli 2011 di Desa Pandan Sari Gadog Ciawi, Kabupaten Bogor dan pada bulan September –November 2011 di Desa Kukupu, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. 3.2 Bahan dan Peralatan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer bola kering, termometer bola basah, penggaris, alat tulis, timbangan, kamera digital, Global Positioning System GPS, seperangkat komputer dengan aplikasi Microsoft office dan MINITAB 14.

3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Bibit F2 jamur tiram putih Pleurotus ostreatus yang sudah dikemas di dalam 200 baglog steril.

3.2.3 Rancangan percobaan Rancangan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t dua sampel. Uji t dua sampel digunakan untuk menentukan perbedaan kondisi dua sampel yang dibandingkan. Pada penelitian ini, sampel yang dibandingkan meliputi : suhu dan kelembaban di luar dan di dalam kumbung pada kedua lokasi dan bobot panen. Pada uji t dua sampel, nilai P-Value digunakan untuk menentukan perbedaan kondisi pada kedua sampel. Perbedaan kondisi yang diuji meliputi : P-Value lebih rendah dari 1 artinya nilai tengah kedua populasi sangat berbeda nyata, P-Value antara 1-5 artinya nilai tengah kedua populasi berbeda nyata, P-Value diatas 5 artinya nilai tengah kedua populasi tidak berbeda nyata. 3.3 Metoda Penelitian 3.3.1 Pengambilan data Pengambilan data dilakukan di lapangan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan di Desa Pandan Sari Gadog, Kabupaten Bogor dan tahap kedua dilakukan di Desa Kukupu, Kota Bogor. Pengambilan dua tahap dilokasi yang berbeda bertujuan untuk memperoleh kondisi suhu dan kelembaban yang sangat berbeda. Data pertumbuhan jamur tiram yang diukur dilapangan, meliputi: data persentase penutupan miselium, dan bobot panen. Data persentase penutupan miselium diukur setiap tujuh hari selama masa inkubasi dan data bobot panen pertama diukur setelah sampel dipanen pada masa budidaya. Unsur cuaca yang diukur di lapangan adalah suhu bola kering dan suhu bola basah. Pengukuran suhu bola kering dan suhu bola basah dilakukan setiap pukul 08.00, 12.00, dan 16.00. Pengukuran suhu bola kering dan bola basah dilakukan di luar kumbung dan di dalam kumbung.

3.3.2 Analisa data penelitian a.

Pertumbuhan miselium jamur tiram putih Pertumbuhan miselium jamur tiram putih diukur menggunakan penggaris. Data hasil pengukuran di konversi ke dalam bentuk persentase. Konversi ke dalam bentuk persentase dilakukan karena ukuran baglog jamur yang berbeda-beda. Persentase tutupan miselium jamur pada baglog diperoleh dengan menggunakan rumus : mise ium tin i mise ium Tin i ba o Kondisi tutupan miselium yang diamati adalah pada saat kurang dari 25, 25, 50, 75 , dan 100. Saat tutupan miselium mencapai 100, baglog jamur dipindahkan ke kumbung budidaya. b. Suhu udara Pengukuran suhu bola kering dan suhu bola basah dilakukan di luar dan di dalam kumbung pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00. Pengukuran dilakukan di dalam kumbung inkubasi maupun kumbung budidaya. Suhu bola kering digunakan sebagai nilai suhu udara. Penentuan rumus suhu rata-rata ditentukan dengan pengukuran suhu minimum dan maksimum diurnal pada hari- hari tertentu sebagai sampel sehingga pada

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Berbagai Media Serbuk Kayu Dan Pemberian Pupuk NPK

5 81 121

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIFITAS JAMUR TIRAM PUTIH(Pleurotus ostreatus) PADA KOMPOSISI MEDIA TANAM Pertumbuhan Dan Produktifitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Pada Komposisi Media Tanam Ampas Kopi Dan Daun Pisang Kering Yang Berbeda.

0 2 14

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIFITAS JAMUR TIRAM PUTIH(Pleurotus ostreatus) PADA KOMPOSISI MEDIA TANAM Pertumbuhan Dan Produktifitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Pada Komposisi Media Tanam Ampas Kopi Dan Daun Pisang Kering Yang Berbeda.

0 2 16

PERTUMBUHAN dan PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN Pertumbuhan Dan Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Dengan Penambahan Limbah Batang Dan Tongkol Jagung.

0 3 14

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA KOMPOSISI MEDIA Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Komposisi Media Tanam Serbuk Gergaji, Ampas Tebu Dan Jantung Pisang Yang Berbeda.

0 2 15

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA KOMPOSISI MEDIA Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Komposisi Media Tanam Serbuk Gergaji, Ampas Tebu Dan Jantung Pisang Yang Berbeda.

0 3 15

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA KOMPOSISI MEDIA Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Komposisi Media Tanam Serbuk Gergaji, Ampas Tebu Dan Kulit Pisang Yang Berbeda.

0 0 16

PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH ( Pleurotus ostreatus ) PADA KOMPOSISI MEDIA Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Komposisi Media Tanam Serbuk Gergaji, Ampas Tebu Dan Kulit Pisang Yang Berbeda.

0 1 13

PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA TAMBAHAN MOLASE DENGAN DOSIS YANG BERBEDA Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Tambahan Molase Dengan Dosis Yang Berbeda.

0 4 15

PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA TAMBAHAN MOLASE DENGAN DOSIS YANG BERBEDA Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Tambahan Molase Dengan Dosis Yang Berbeda.

0 3 15