Kelas Sarang Aktifitas Bersarang Orangutan Sumatera

19

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Aktifitas Bersarang Orangutan Sumatera

Pongo abelii

4.1.1. Kelas Sarang

Dari hasil penelitian karakteristik sarang orangutan Sumatera Pongo abelii berdasarkan kelas sarang di kawasan hutan sekunder Resort Sei Betung, TNGL yang telah dilakukan, didapatkan jumlah sarang orangutan Sumatera Pongo abelii sebanyak 104 sarang, dimana didominasi oleh sarang kelas D 24,05, kemudian diikuti oleh sarang kelas E 22,11, kelas B 22,11 selanjutnya sarang kelas C 20,19, sementara itu sarang kelas A 11,53 merupakan sarang yang paling sedikit ditemukan, seperti pada Tabel 4.1 dan Lampiran C. Tabel 4.1 Kelas Sarang orangutan Sumatera Pongo abelii di Kawasan Hutan Sekunder Resot Sei Betung TNGL No Kelas Transek Jumlah Persentase I II III IV V VI VII 1 A - 3 - 5 3 - 1 12 11,53 2 B - 1 3 9 5 1 4 23 22,11 3 C - 5 1 4 6 2 3 21 20,19 4 D - 2 3 10 2 7 1 25 24,05 5 E - 2 8 4 3 5 1 23 22,11 Jumlah Total 104 99,99 Keterangan: Kelas A : Sarang yang baru dan masih hijau Kelas B : Sarang yang sebagian sudah berobah menjadi warna coklat Kelas C : Semua sarang sudah berwarna coklat Kelas D : Alas sarang sudah berlobang dan tidak utuh lagi Kelas E : Sarang sudah tinggal kerangka atau ranting saja Dari tujuh transek yang dilakukan pengamatan terdapat satu transek yang tidak ditemukan sarang sama sekali yaitu pada transek I, hal ini karena transek ini terdapat di pinggiran hutan sekunder yang berbatasan langsung dengan kebun kelapa sawit PT Putri Hijau. Selain letak, kanopi tumbuhan yang terdapat di transek ini tergolong jarang, dimana jarak antara satu pohon dengan pohon yang lainnya berjauhan sehingga orangutan kesulitan untuk berpindah dari satu pohon ke pohon yang lainnya. Kondisi tumbuhan di sekitar transek juga tidak ditemukan dalam musim berbuah atau berdaun muda sehingga orangutan tidak ditemukan Universitas Sumatera Utara 20 beraktifitas dan bersarang dilokasi ini. Sebagaimana dijelaskan oleh Sugardjito 1986, bahwa orangutan biasanya membuat sarang-sarang baru di sekitar pohon pakan terakhir atau pada kondisi tertentu sarang tersebut dibuat dipohon pakan terakhir yang dikunjunginya. Jumlah kelas sarang yang banyak ditemukan terdapat pada transek IV dimana kelas D merupakan kelas yang paling dominan pada transek ini. Transek ini merupakan transek terpanjang dengan panjang 1600 m dan berada ditengah hutan sekunder dan sebahagian berada di perbatasan hutan sekunder dan hutan primer sekunder tua. Kanopi pada transek ini tergolong rapat dan terdapat beberapa jenis pohon yang sedang berbuah dan ditemukan sejumlah sarang yang baru kelas A di sekitar transek. Menurut Galdikas 1986, kehidupan orangutan tergantung dari kondisi habitatnya yang mendukung akan adanya ketersedian makanan yang cukup bagi kehidupannya. Agar dapat bertahan hidup, maka suatu populasi orangutan menggantungkan hidupnya pada komposisi pepohonan yang menyediakan makanan selama musim produktif secara terus-menerus sepanjang tahun dan dalam jarak penjelajahan yang masih bisa dijangkau, habitat orangutan yang berkualitas baik dipenuhi oleh pepohonan. Sementara itu transek VII merupakan transek terpendek dengan panjang transek 600 m namun demikian walaupun jarak transek yang pendek ditemukan sejumlah sarang pada lokasi ini dimana kelas sarang yang paling dominan adalah kelas B. Lokasi ini merupakan lokasi tempat pelepasan beberapa individu orangutan hasil translokasi sehingga orangutan masih cenderung untuk beraktifitas dan bersarang disekitar area ini namun demikian tidak ditemukan individu orangutan yang terlihat secara langsung. Banyaknya sarang kelas D 24,05 dibandingkan dengan kelas sarang lain karena disaat penelitian tumbuhan di hutan sekunder Resort Sei Betung TNGL telah melewati masa musim berbuah, sebaliknya kondisi hutan primer yang sedang memasuki musim berbuah menyebabkan orangutan lebih banyak berada di hutan primer untuk beraktifitas, karena kedua hutan ini berbatasan secara langsung, kondisi ini memungkinkan orangutan untuk berpindah-pindah dari hutan sekunder ke primer atau sebaliknya karena orangutan mempunyai daya Universitas Sumatera Utara 21 jelajah yang luas. Menurut Meijaard et al 2001, orangutan tidak tersebar merata menurut waktu dan lokasi di suatu kawasan. Keadaan ini disebabkan karena kera besar tersebut menghabiskan waktunya untuk menjelajah dan mencari makanan, sehingga terkadang menetap di lokasi yang sama sekali belum pernah didatangi. Antara mencari makan dan membuat wilayah baru selalu dilakukan setiap harinya sampai ke jenis hutan yang berbeda Selama penelitian tidak ditemukan individu orangutan secara langsung namun demikian masih ditemukan sarang yang masih baru kelas A 12 di hutan sekunder. Sarang kelas A lebih banyak ditemukan pada hutan sekunder tua. Kondisi di lokasi ini lebih banyak pohon berbuah dibandingkan dengan lokasi yang lain walaupun sudah melewati musim berbuah secara umum. Beberapa diantara tumbuhan yang masih berbuah seperti Arthocarpus dada, Callerya atropurpurea dan Pometia pinnata namun dalam jumlah yang sedikit. Sebaran sarang orangutan dipengaruhi oleh sebaran pohon pakan di suatu kawasan. Perbedaan persentasi kelas sarang di hutan sekunder Resort Sei Betung TNGL dipengaruhi oleh sebaran pohon pakan di masing-masing tipe habitat tersebut, terutama berkaitan dengan pohon pakan yang berbuah. Sarang-sarang baru kelas A cenderung lebih banyak ditemukan pada habitat yang menyediakan banyak pohon pakan yang sedang berbuah dan berdaun muda. Sementara itu kelas sarang lainnya cenderung lebih banyak ditemukan di kondisi lingkungan yang sudah melewati musim berbuah. Beberapa sarang baru kelas A ditemukan tidak berada pada pohon yang sedang berbuah dan pohon pakan yang berada disekitar sarang juga tidak berbuah, dari hal ini muncul asumsi bahwa orangutan membangun sarang di lokasi tersebut disebabkan beberapa hal seperti orangutan yang pada saat itu berada pada kondisi yang sudah mulai gelap sehingga orangutan terpaksa membangun sarang, selain itu diasumsikan kondisi pohon yang membuat orangutan merasa nyaman dan aman membangun sarang untuk bermalam. Menurut Rijksen 1978, orangutan tidak saja membuat sarang pada pohon pakan yang sedang berbuah, namun juga akan memilih pohon lain di dekat pohon pakan tersebut sebagai pohon tempat bersarang. Universitas Sumatera Utara 22 Orangutan membuat sarang baru pada pohon setiap harinya terutama di waktu sore hari, sarang tersebut terdiri dari susunan dahan yang dibuat dalam beberapa menit pada tempat yang cocok misalnya di puncak pohon atau di cagak dahan. Orangutan terkadang juga menggunakan sarang-sarang lama dengan menggunakan cabang-cabang segar dari pohon sarang tersebut dan menggunakan sarang yang telah diperbaiki ini sebagai tempat bermalam Paulina et al., 2001.. Kelas sarang mempunyai kaitan yang erat dengan ketahanan sarang orangutan, dimana perubahan kelas sarang orangutan akan dipengaruhi oleh ketahanan sarang. Ketahanan sarang orangutan bergantung pada temperatur dan kelembaban udara di wilayah sarang berada. Hancur dan hilangnya sarang orangutan ditentukan oleh faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut, tipe ekosistem hutan atau habitat, temperatur, kelembapan, dan curah hujan Van Schaik et al., 1995. Ketahanan sarang tergantung pada teknik konstruksi, berat dan ukuran orangutan, suasana hati saat membangun sarang dan cuaca serta keberadaan satwa lain yang mungkin akan merusak sarang orangutan tersebut, dalam waktu 2,5 bulan sarang orangutan akan tetap terlihat sebelum pada akhirnya akan hancur dan tinggal ranting-rantingnya saja Rijksen, 1978. Menurut Rijksen 1978, kondisi vegetasi juga berpengaruh terhadap pembusukan sarang. Selanjutnya Yeager 1999, menambahkan posisi sarang di pohon, jenis pohon sarang, tinggi pohon sarang merupakan faktor yang mempengaruhi laju kerusakan sarang. Semakin tinggi dan kokoh jenis pohon, maka sarang akan semakin kuat dan awet. Posisi sarang yang berada ditengah pohon akan membuat sarang tidak cepat rusak, karena tidak langsung terkena cahaya matahari dan hujan. Van Schaick et al 1995, menyatakan bahwa di Sumatera rata-rata umur sarang orangutan 2,5 bulan dengan variasi antara 2 minggu atau lebih.

4.1.2. Posisi Sarang