Dimensi Kesejahteraan Psikologis Psychological Well Being

26 2. Psychological Well Being Kesejahteraan Psikologis 2.1 Pengertian Psychological Well Being Psychological well being merujuk pada perasaan seseorang berkenaan dengan segala aktifitas yang dilakukan oleh individu yang berlangsung setiap hari dimana dalam proses tersebut kemungkinan mengalami fluktuasi pikiran dan perasaan yang dimulai dari kondisi mental negatif sampai pada kondisi mental positif, misalnya dari trauma sampai penerimaan hidup Bradburn 1969 dalam Ryff Keyes, 1995

2.2 Dimensi Kesejahteraan Psikologis Psychological Well Being

Ryff 1989 merumuskan kesejahteraan psikologis Psychological well being kedalam enam dimensi, yaitu : 2.2.1 Penerimaan diri self acceptance Penerimaan diri adalah sikap yang merupakan cerminan dari perasaan puas terhadap diri sendiri, dengan kualitas-kualitas dan bakat-bakat diri serta pengakuan akan keterbatasan yang ada pada diri Chaplin, 2004. Individu yang menilai positif diri sendiri adalah individu yang memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk didalamnya kualitas baik maupun buruk, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi optimal dan bersikap positif terhadap kehidupan yang dijalaninya Campton, 2005. Sebaliknya, individu yang menilai negatif diri sendiri menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya, merasa kecewa dengan apa Universitas Sumatera Utara 27 yang telah terjadi pada kehidupan masa lalu, bermasalah dengan kualitas personalnya dan ingin menjadi orang yang berbeda dari diri sendiri atau tidak menerima diri apa adanya Ryff, 1995. Ogden 2004 mengatakan kebanyakan wanita melihat payudaranya sebagai bagian yang penting dari feminitas dan identitas seksual yang secara simbolik berkaitan dengan kehangatan, keibuan, dan kasih sayang. Oleh karena itu, sulit bagi wanita untuk menerima bahwa dirinya terkena kanker payudara dan akan kehilangan satu atau kedua payudaranya. 2.2.2 Hubungan positif dengan orang lain positive relations with others Hubungan positif yang dimaksud adalah kemampuan individu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di sekitarnya. Individu yang tinggi dalam dimensi ini ditandai dengan mampu membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dari orang lain. Selain itu, individu tersebut juga memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antarpribadi Campton, 2005. Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain, menunjukkan individu hanya mempunyai sedikit hubungan yang dekat dan saling percaya dengan orang lain, merasa kesulitan untuk bersikap hangat, terbuka, dan memperhatikan Universitas Sumatera Utara 28 orang lain, merasa terasing dan frustasi dalam hubungan interpersonal, tidak bersedia menyesuaikan diri atau mempertahankan hubungan yang penting dengan orang lain Sugianto, 2000. Maslow 1970 juga mengatakan bahwa orang yang teraktualisasi adalah yang memiliki kemampuan kuat untuk berempati dan membina hubungan afektif dengan manusia lain, dan mampu menjalin persahabatan. 2.2.3 Otonomi autonomy Otonomi digambarkan sebagai kemampuan individu untuk bebas namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya. Individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu untuk menentukan nasib sendiri self-determination dan mengatur perilaku diri sendiri, kemampuan mandiri, mampu untuk melawan atau menghadapi tekanan sosial, mampu mengevaluasi diri sendiri, mampu mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain, dan mampu untuk mengatur tingkah laku Dwipayama, 2010. Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi otonomi akan sangat memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk membuat keputusan penting, serta mudah terpengaruh oleh Universitas Sumatera Utara 29 tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara- cara tertentu Ryff, 1995 2.2.4 Penguasaan lingkungan environmental mastery Penguasaan lingkungan digambarkan dengan kemampuan individu untuk mengatur lingkungannya, dengan memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, menciptakan, dan mengontrol lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Individu yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan Ryff, 1995. Individu tersebut dapat mengendalikan aktifitas eksternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, serta mampu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi. Sebaliknya individu yang memiliki penguasaan lingkungan yang rendah menunjukkan bahwa individu tidak waspada akan kesempatan-kesempatan yang ada di lingkungan dan kurang mempunyai kontrol terhadap dunia luar Sugianto, 2000. Terdapat dua faktor dalam dimensi Environmental mastery, yakni memiliki kemampuan untuk mengatur dan kompeten, serta kemampuan untuk memilih situasi dan lingkungan yang kondusif untuk mencapai tujuan Campton, 2005. Individu Universitas Sumatera Utara 30 yang dimaksud mampu memenuhi dua faktor tersebut atau individu yang dikatakan memiliki skor tinggi adalah individu yang memiliki perasaan mampu menguasai dan mengolah lingkungan, dapat mengontrol kejadian di luar dirinya, menggunakan setiap kesempatan yang ada dengan efektif, mampu menciptakan dan memillih keadaan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai yang dianutnya. 2.2.5 Tujuan hidup purpose of life Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup, merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta memiliki tujuan dan sasaran hidup. Sebaliknya individu yang rendah dalam dimensi tujuan hidup akan kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita yang tidak jelas, tidak melihat makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu, serta tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang memberi arti pada kehidupan Ryff, 1995. Universitas Sumatera Utara 31 Penelitian terkait dengan tujuan hidup yang dilakukan oleh Azani tentang gambaran psychological well being mantan narapidana, menunjukkan bahwa mantan narapidana memiliki harapan untuk dapat kembali ke masyarakat kehidupan yang lebih baik. Kesejahteraan psikologis bukan hanya “merasa baik”, tetapi individu dalam organisasi juga perlu merasakan apa yang dilakukannya berarti dan memberikan manfaat bagi dirinya Robertson Cooper, 2011. 2.2.6 Pertumbuhan pribadi personal growth Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki. Individu ini juga dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi rendah akan menunjukkan bahwa individu tidak merasakan adanya kemajuan dan potensi diri dari waktu ke waktu, merasa jenuh dan tidak tertarik dengan Universitas Sumatera Utara 32 kehidupan, serta merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau tingkah laku baru Dwipayama, 2010. Penelitian terkait dengan pertumbuhan pribadi yang dilakukan oleh Azani tentang gambaran psychological well being mantan narapidana, menunjukkan bahwa adanya dimensi pertumbuhan pribadi dalam diri mereka dengan mengembangkan diri mereka dengan mempraktekkan keterampilan yang telah diperoleh di penjara.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well Being