Pengemasan pesan moral analisis framing film emak ingin naik Haji

(1)

PENGEMASAN PESAN MORAL ANALISIS FRAMING FILM

“EMAK INGIN NAIK HAJI”

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

AYU FARAHDISA NIM : 107051000293

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENGEMASAN PESAN MORAL ANALISIS FRAMING FILM

“EMAK INGIN NAIK HAJI”

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

AYU FARAHDISA NIM : 107051000293

Pembimbing

Gun Gun Heryanto, M.Si NIP: 19760812 200501 1 005

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul:Pengemasan Pesan Moral Analisis Framing Film “Emak Ingin Naik Haji”, telah diajukan dalam siding munaqasyah fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 14 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) program Strat satu (S I) pada jurusan Manajemen Dakwah.

Jakarta, 14 Juni 2011

Panitia Sidang Munaqasyah,

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Anggota

Pembimbing,

Gun Gun Heryanto, M.Si NIP: 19760812 200501 1 005


(4)

ABSTRAK

Ayu Farahdisa 107051000293

PENGEMASAN PESAN MORAL ANALISIS FRAMING FILM “EMAK INGIN NAIK HAJI”

Film merupakan saluran komunikasi massa yang paling efektif dalam menyampaikan pesan, karena film dapat memberikan efek baik dari aspek edukatif, afektif, maupun kognitif dengan mudah kepada penonton. Dalam penyampaian pesannya media film tidak hanya sekedar bercerita akan tetapi juga memberikan gambaran dalam kehidupan sosial sebuah komunitas. Begitu juga dengan film Emak Ingin Naik Haji yang menggambarkan kondisi keseharian masyarakat Indonesia, tentang cinta tulus dan tak terbatas antara seorang Ibu dan anaknya. FilmEmak Ingin Naik Haji adalah sebuah mega film buah karya Aditya

Gumay yang diambil dari cerpen karya Asma Nadia yang berjudul “Emak Ingin Naik Haji”. Cerpen yang diangkat oleh sang Sutradara dari Majalah Noor tersebut

kemudian dikembangkan menjadi suatu skenario filmEmak Ingin Naik Haji yang judulnya sama persis seperti cerpennya. Film ini mendapat respon positif dari masyarakat dengan jumlah penonton yang luar biasa. Dengan berbagai keunggulan film tersebut, maka penulis melakukan penelitian mendalam pada aspek cerita film khususnya pada naskah film ini, guna memahami isu dan pesan yang sebenarnya hendak disampaikan.

Masalah yang ingin diungkap dalam penelitian ini adalah ingin melihat bagaimana isi cerita film yang dibingkai oleh Aditya Gumay sebagai Sutradara film Emak Ingin Naik Haji. Dengan menggunakan analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki dan menggunakan Teori Agenda Setting Media, dapat ditelaah bagaimana realitas simbolik yang disajikan dalam film Emak Ingin Naik Haji dan bagaimana proses pengemasan pesan oleh Aditya Gumay dalam film ini melalui elemen Sintaksis, Skrip, Tematik, dan Retoris sesuai isu pesan yang ditonjolkan dalam frame-frame yang terdapat dalam cerita film tersebut.

Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam pelaksanaannya lebih dilakukan pada pemaknaan teks. Pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi, kemudian data-data dianalisis melalui strukturframing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.

Dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa dengan menganalisa film menggunakan analisisframing dan strukturnya, dapat mengungkap isu pesan yang ingin disampaikan oleh Sutradara kepada penonton. Hasil dari analisis framing film Emak Ingin Naik Haji ini juga dapat ditemukan pesan-pesan yang mengandung unsur kebaikan (pesan moral). Pesan moral yang penulis dapatkan dari hasil analisis yaitu: Naik haji karena kecintaan kepada Allah, Naik haji karena mengedepankan gengsi, dan Naik haji karena tuntutan jabatan.


(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Bismillahirrahmanirrohiim.

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, serta berkat ridho dan hidayah-Nya pula skripsi yang berjudul Pengemasan Pesan Moral dalam Film

“Analisis Framing Film Emak Ingin Naik Haji” ini dapat penulis selesaikan,

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I) program studi S 1 pada jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam saya haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menjadi zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan yang harus disempurnakan. Untuk itu kritik dan saran selalu penulis harapkan demi kemajuan kita bersama di masa depan.

Melalui kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Kedua orang tuaku, Ayahanda Kiswantoro dan Ibunda tercinta Melly Amelia serta Kakaku satu-satunya Haris Kisumal atas inspirasi dan dorongan motivasi yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di UIN Jakarta hingga penulisan skripsi ini.


(6)

2. Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta Pembantu Dekan. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A selaku Pudek 1, Bapak Drs. H. Mahmud Djalal, M.A selaku Pudek II, dan Bapak Drs. Study Rizal LK, M.A selaku Pudek III.

3. Bapak Drs. Jumroni, M. Si dan Dra. Umi Musyarofah, MA, selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan sejumlah berkas-berkas perkuliahan.

4. Bapak Drs. Gun Gun Heryanto, M. Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang banyak memberikan masukan dan ilmunya demi perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Andi Faisal Bakhti, MA, selaku dosen penasehat akademik yang sejak awal penulis kuliah di FIDIKOM dengan jurusan KPI serta sebelum penyusunan skripsi ini telah banyak memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi dengan baik sesuai harapan.

6. Seluruh Dosen, serta para staf Tata Usaha dan Akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan berbagai hal, terutama ilmu dan pengalaman.

7. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan fasilitas kepustakaan sebagai bahan referensi dalam pembuatan skripsi ini.


(7)

8. Bapak Aves, selaku Produser film “Emak Ingin Naik Haji” yang telah

memberikan waktunya untuk memberikan informasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman KKN ‘95’ 2010, Disya, Ica, Wildah, Gauzi, Irvan, Sholahudin, Abi, Dede, Fawas, Aris, Arman, Kiki, Maris, Saeful, Bukhori, Badrus, Ridwan, Bangkit, dan Abil yang telah mau bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama selama sebulan di Bandung Barat, Desa Cicangkang Hilir.

10. Teman-temn KPI Angkatan 2007 khusunya kelas D yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih telah memberikan masukan, inspirasi, motivasi, dan kenangan indah selama penulis kuliah.

11. Sahabat-sahabat tersayang, Shohib, Irvan, Rajesh, Vera, Anay, Azis, Kanda Umar, Nisa, Suci, Fitria, Ayu, Lala, Fuad, Ichal, Mitha, Rekha, Reza, Ida, Ecca, Ella, Rifat, Farah, Arini, Nunu, Niken, Wempi, Kanda Very, Fauzan, Adit, Salsha yang selalu memberikan semangat dan dorongan bagi penulis.

12. Teman-teman HMI KOMFAKDA, BEM-Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, BEM-Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam yang telah banyak memberikan penulis pengalaman dan pembelajaran di luar Universitas.

13. Teman-teman seperjuangan, MD, BPI, PMI, Kessos dan Jurnalistik, serta seluruh senior yang secara langsung ataupun tidak telah memberikan motivasi dan informasi kepada penulis.


(8)

Serta teman-teman dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, namun tak mengurangi Respect penulis kepada mereka semua. Terimakasih atas bantuan, dorongan dan motivasi untuk penulis sampai penulisan skripsi ini selesai. Besar harapan penulis adanya Saran dan Kritik dari pembaca sehingga menjadi pijakan keberhasilan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bisa membawa manfaat. Amin ya Robbal Alamin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, Juni 2011


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBING... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN... iii

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metodologi Penelitian ... 9

E. Penelitian Terdahulu ... 21

F. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Agenda Setting Media ... 23

B. Konstruksi Realitas ... 26

C. Konseptualisasi Film... 29

D. Pengertian Moral ... 33

E. Definisi Pesan ... 35


(10)

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Latar Belakang Pembuatan Film Emak Ingin Naik Haji

1. Tim Produksi Film Emak Ingin Naik Haji... 42 2. Pemeran Tokoh Film Emak Ingin Naik Haji ... 43 B. Sinopsis Film Emak Ingin Naik Haji ... 44

BAB IV ANALISIS FRAMING FILM EMAK INGIN NAIK HAJI

A. Realitas Simbolik dalam Film Emak Ingin Naik Haji... 47 B. Pengemasan Pesan Moral dalam Film Emak Ingin Naik Haji ... 56

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 81 B. Saran-saran... 82

DAFTAR PUSTAKA... 85


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Film adalah media komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan suatu pesan sosial maupun moral kepada khalayak banyak dengan tujuan memberikan informasi, hiburan, dan ilmu yang tentunya bermanfaat dan mendidik ketika dilihat dan didengar oleh khalayak banyak. Film mempunyai seni tersendiri dalam memilih suatu peristiwa untuk dijadikan sebuah cerita.

Film juga merupakan ekspresi atau pernyataan dari sebuah kebudayaan. Ia juga mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang kadang-kadang kurang jelas terlihat dalam masyarakat.1

Film dibuat dengan tujuan tertentu, kemudian hasilnya tersebut ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat dengan peralatan teknis. Karakter psikologisnya khas bila dibandingkan dengan jenis komunikasi massa lainnya, film dianggap jenis yang paling efektif. Film atau cinemathograpie berasal dari dua kata cinema + tho yaitu phytos (cahaya) dan grapie (tulisan, gambar dan citra). Film atau motion picture ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotograpi dan proyektor.2

Film adalah salah satu media komunikasi massa, yang unik dibandingkan dengan media lainya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap, penerjemahanya langsung melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata, juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subjek yang tidak terbatas

1

Pranajaya,Film dan Masyarakat; Sebuah Pengantar, (Jakarta: Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, 1992), h. 6.

2


(12)

ragamnya, berkat unsur inilah film merupakan salah satu bentuk seni alternatif yang banyak diminati masyarakat, karena dapat mengamati secara seksama apa yang mungkin ditawarkan sebuah film melalui peristiwa yang ada dibalik ceritanaya. Yang tak kalah pentingnya, film merupakan ekspersi atau pernyataan dari sebuah kebudayaan ia juga mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang kadang kurang terlihat jelas terlihat dalam masyarakat.3

Film juga termasuk media massa dan media massa ini adalah surat kabar, film, radio, dan televisi. Jadi yang diartikan komunikasi massa ialah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. Pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi dan film, tidak tampak oleh si komunikator. Dengan demikian, maka jelas bahwa komunikasi massa atau

komunikasi melalui media massa sifatnya “satu arah” (one way trafic). Begitu pesan disebarkan oleh komunikator, tidak diketahuinya apakah pesan itu diterima, dimengerti, atau dilakukan oleh komunikan. Wartawan surat kabar, penyiar radio, penyiar televisi, atau sutradara film tidak mengetahui nasib pesan yang disampaikan kepada khalayak itu.4

Jadi menurut peneliti bahwa penonton film belum tentu mengamalkan atau mengikuti apa yang dia lihat atau apa yang dia tonton dalam film. Sifatnya belum pasti karena mungkin dia hanya melihat film itu untuk sekedar hiburan karena tokoh yang membintangi film tersebut dia senangi dan lain-lain sebagainya. walaupun terkadang film itu diangkat dari kisah nyata yang seharusnya diambil hikmahnya (informasinya).

3

Pranajaya,Film dan Masyarakat; Sebuah Pengantar, h.19.

4

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) Cet Ke-4, h. 50.


(13)

Dari catatan sejarah perfilman di Indonesia, film pertama diputar berjudul Lady Van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David. Pada Tahun 1927-1928-an Krueger Corporation memproduksi film Eulis Atjih, dan sampai tahun 1930, masyarakat disuguhi filmLoetoeng Kasaroeng, Si Conat dan Pareh Film-film tersebut merupakan film bisu dan diusahakan oleh orang-orang Belanda dan Cina.5

Film bicara yang pertama berjudul Terang Bulan yang bintangi oleh Roekiah dan R. Mochtar. Pada saat perang Asia Timur Raya di penghujung tahun 1941, perusahaan perfilman yang diusahakan oleh orang Belanda dan Cina itu berpindah tangan kepada pemerintah Jepang, diantaranya adalah NV. Multi Film yang diubah namanya menjadiNippon Eiga Sha, yang selanjutnya memproduksi film feature dan film dokumenter. Jepang telah memanfaatkan film untuk media informasi dan propaganda. Namun, tatkala bangsa Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya, maka pada tanggal 6 Oktober 1945 Nippon Eiga Sha diserahkan secara resmi kepada pemerintah Republik Indonesia.6

Effendi sebagaimana dikutip Elvinaro Ardiyanto dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, setiap halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film akan terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai media hiburan, film nasional, film nasional dapat digunakan sebagai

5

Onong Uchjana Effendy,Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003) Cet Ke-3, h. 217.

6

Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2007) Cet Ke-3, h. 134-135.


(14)

media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nations and charakter building.7

Abad ke-21 sepertinya telah menjadi babak baru bagi kehidupan umat manusia, khususnya di negara berkembang, seperti Indonesia. Oleh karena pada masa itu telah terjadi revolusi kehidupan hampir di semua sektornya. Era pasar bebas sebagai konsekuensi dari adanya globalisasi seakan-akan memaksa setiap orang untuk terus bekerja keras tanpa mengenal lelah dan mengenal waktu hanya demi mempertahankan eksistensinya di tengah perubahan jaman. Sehingga hampir saja tidak ada waktu untuk menghadiri forum pengajian dan semacamnya. Padahal kalau boleh jujur, baik secara langsung maupun tidak langsung, sesungguhnya mereka juga membutuhkan hal-hal yang bersifat spiritual (ketenangan batiniah) yang hanya dapat diperoleh lewat jalan dakwah.8

Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku Syiar Deddy Mizwar karangan Zaenal Arifin, Berangkat dari fenomena itu, model dakwah melalui tayangan film dan sinetron menjadi salah satu pilihan tepat untukk menjawab berbagai persoalan di atas karena karena dakwah dalam konteks ini bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya, tetapi juga menjadi media hiburan. Film dan sinetron itu sendiri adalah dua hal yang serupa tetapi tak sama. Maksudnya, yang disebut film dalam masyarakat kita sesungguhnya adalah film teatrikal yang di produksi secara khusus untuk dipertunjukan di gedung-gedung pertunjukan atau bioskop (cinema). Dalam istilah lain, sinetron juga dapat disebut dengan film televisi (television film) yang dibuat khusus untuk siaran televisi. Namun demikian, keduannya merupakan hasil karya seni peran yang bersifat imajinatif

7

Elvinaro Ardianto,Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 136.

8

Zaenal Arifin, Syiar Deddy Mizwar, (Yokyakarta: STAIN Purwekerto Press & Unggun Religi, 2006) Cet Ke-1, h. 92.


(15)

(tidak sebenarnya) untuk menggambarkan suatu objek atau sebuah realitas kehidupan dan mengandung misi atau tujuan tertentu dari pihak yang memproduksinya.9

Film “Emak Ingin Naik Haji” sukses meraih penghargaan terpuji dalam

festival film Bandung, di Hotel Horison, Bandung, Jumat (23/4). Film ini terpilih sebagai Film terpuji, selain meraih penghargaan sebagai Film terpuji Festival Film Bandung (FFB) 2010, Film Emak Ingin Naik Haji juga menang di kategori Pemeran Utama Pria Terpuji yang diraih Reza Rahardian, Pemeran Utama Terpuji diraih Ati Kanser, Sutradara Terbaik diraih Aditya Gumay, dan Penata Artistik terpuji diraih Herlin Lanang. Dengan demikian dalam Festival Film Bandung 2010 ini, film Emak Ingin Naik Haji total meraih lima penghargaan.10

Seperti diketahui film merupakan salah satu acara yang ditayangkan televisi. Terdapat beberapa pesan moral yang dapat diangkat atau diambil maknanya dari tayangan-tayangan film yang disesuaikan dengan alur atau jalan cerita dari isi film tersebut. Sebab film memberikan peluang untuk terjadinya peniruan apakah itu positif ataupun negatif. Dikarenakan dampak yang ditimbulkan lewat acara-acara film begitu besar maka sungguh pas dan tepat jika proses dakwah pun dilakukan melalui film-film yang bertemakan dakwah. Salah satu film yang memberikan pesan dakwah sekaligus pesan moral adalah film

“Emak Ingin Naik Haji”.

Film “Emak Ingin Naik Haji” bercerita tentang: Emak, seorang wanita

berusia lanjut yang sabar, tulus, dan penuh kebaikan hati, seperti umat Islam 9

Zaenal Arifin,Syiar Deddy Mizwar, h. 93-94.

10

Film ‘Emak Ingin Naik Haji’ Rajai Festival Film Bandung 2010, http://www.facebook.com/I/9d4ee;www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/kabar/2796-film-emak-ingin-naik-haji-rajai-festival-film-bandung-2010. html, diakses pada tanggal, 31 Januari 2011 pada pukul 09.00.


(16)

lainnya, sangat ingin menunaikan ibadah haji. Sayangnya, Emak tidak memiliki biaya untuk mewujudkan keinginannya. Kehidupan Emak sehari-hari hanya bergantung pada hasil jualan kue. Ada juga sedikit tambahan uang dari Zein, anaknya yang duda, penjual lukisan keliling. Walaupun Emak tahu bahwa pergi haji adalah salah satu hal yang mungkin sulit diraih, Emak tidak putus asa, dia tetap mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk disetorkan ke tabungan haji di bank. Zein, yang melihat kegigihan Emak, berusaha dengan berbagai cara untuk dapat mewujudkan keinginan Emak. Tapi, Keterbatasannya sebagai penjual lukisan keliling, serta masalah-masalah yang diwarisinya dari perkawinannya yang gagal, menyebabkan Zein hampir-hampir putus asa dan nekat. Sementara, tetangga Emak yang kaya raya sudah beberapa kali menunaikan haji, apalagi pergi umroh. Di tempat lain ada orang berniat menunaikan haji hanya untuk kepentingan politik.

Alasan peneliti mengapa memilih film Emak Ingin Naik Haji dalam penelitian yaitu karena film ini memang banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang bisa dijadikan contoh yang baik atau buruk untuk para penontonnya. Menceritakan seorang anak sholeh yang ingin membahagiakan Emaknya untuk pergi haji. Kecintaan dan perjuangan seorang anak agar Emaknya bisa naik haji, membuat penonton tak terasa meneteskan air mata ketika menontonnya dan merasa kesal ketika melihat dalam peran lain bahwa seseorang di tempat yang berbeda naik haji dengan begitu gampangnya. Karena orang kaya atau karena jabatan yang memaksanya untuk naik haji. Sinematografi film ini memang tidak indah, tapi kameramen mampu menangkap indahnya sebuah perkampungan. Musiknya pun boleh dikatakan biasa, dan sekali lagi penceritaan yang kuatlah


(17)

menutupi segala kekurangan film ini. Aty Cancer dan Reza Rahardian yang bermain dengan sangat mantap. Hubungan antara anak dan Emak sangat klop dan apa yang dimainkan mereka adalah sebuah contoh bagaimana aktor seharusnya menjiwai peran dengan sungguh-sungguh.

Ada banyak pesan yang terkandung dalam film Emak Ingin Naik Haji, diantaranya: Mencari gelar haji/hajjah menaikkan status sosial atau unjuk kekayaan adalah niatan-niatan yang semestinya harus dikubur dalam-dalam saat hendak menunaikan ibadah haji. Karena tiap amalan sekecil apapun hanya pantas ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Terlebih ibadah haji merupakan

amalan mulia yang memiliki kedudukan tinggi di dalam Islam. Haji ke Baitullah merupakan ibadah yang sangat mulia dalam Islam.

Kemudian dilihat dari aspek penonton pemutaran perdana filmEmak ingin Naik Haji di PIM I Jakarta Selatan, tim 21cineplex.com yang diundang untuk menyaksikan film ini bersama sang sutradara Aditya Gumay, penulis novel Asma Nadia dan penulis naskah film ini Adenin Adlan, benar-benar merasa tersentuh dengan apa yang baru saja kami saksikan. Lebih dari 80 menit pemutaran film ini, kami menyaksikan sebuah karya yang menurut kami sangat menyentuh perasaan.11

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka peneliti bermaksud menyusun skripsi dengan judul Pengemasan Pesan Moral Dalam Film: Analisis Framing Film“Emak Ingin Naik Haji”

11 Komentar penonton ‘film emak ingin naik haji’,

http://www.21cineplex.com/slowmotion/emak ingin naik haji dari cerpen menjadi film,1031.html, diakses pada tanggal, 7 Maret 2011 pada pukul 12.30.


(18)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk menghindari semakin luas dan melebarnya pembatasan maka penelitian ini dibuat suatu batasan. Ruang lingkup dibatasi hanya pada analisis tekstual dalam naskah film (Final Draft Scenario) Emak Ingin Naik Haji karya Aditya Gumay.

Sedangkan perumusan masalah yang diangkat adalah :

1. Bagaimanakah Realitas Simbolik yang disajikan dalam film Emak Ingin Naik Haji?

2. Bagaimanakah Pengemasan pesan moral yang disampaikan Aditya Gumay dalam filmEmak Ingin Naik Haji?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Realitas Simbolik yang disajikan dalam filmEmak Ingin Naik Haji

2. Untuk mengetahui Pengemasan pesan yang disampaikan Aditya Gumay dalam filmEmak Ingin Naik Haji

b. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan kajian dakwah dan kajian komunikasi terutama media komunikasi massa, serta memberikan pandangan baru tentang analisis Framing sebagai sebuah metode penelitian dalam analisis teks media.


(19)

2. Manfaat Praktis

Memberi kontribusi pada para praktisi media terutama praktisi film dalam menganalisisframingfilm bernuansa religi.

D. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Konstruktivisme

Paradigma Konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma kontruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma kostruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku alam, karena manusia pemberian makna ataupun pemahaman perilaku di kalangan mereka sendiri.

Kajian pokok dalam paradigma konstruktivisme menurut Weber, menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa setiap individu akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya tetapi dengan beberapa catatan, dimana tindakan sosial yang dilakukan oleh individu tersebut harus berhubungan dengan rasionalitas dan tindakan sosial harus dipelajari melalui penafsiran serta pemahaman (interpretive understanding).12

Kajian paradigma kostruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan mengkontruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti.

12


(20)

Menurut kamus komunikasi definisi Konstruksi adalah suatu konsep, yakni abstraksi sebagai generalisasi dari hal-hal yang khusus yang dapat diamati dan diukur. Implikasi dalam paradigma konstruktivisme menerangkan bahwa pengetahuan itu tidak lepas dari subjek yang sedang mencoba belajar untuk mengerti. Menurut Ardianto, konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.13

Sehingga komunikasi itu dapat dirumuskan, dimana ditentukan oleh diri di tengah pengaruh lingkungan luar. Pada titik ini kita dapat mengemukakan teori Ron Herre mengenai perbedaan antara person dan self. Person adalah diri yang terlibat dalam lingkup publik, -pada dirinya terdapat atribut sosial budaya masyarakatnya, sedangkan Self adalah diri yang ditentukan oleh pemikiran khasnya di tengah sejumlah pengaruh sosial budaya masyarakatnya. Implikasi paradigma konstuktivisme tiodak dapat dipisahkan dari tiga logika dasar desain pesan, yaitu ekpresif, konvensional, dan retoris.14

Logika ekpresif dimana memperlakukan komunikasi sebagai suatu model ekpresif diri, memiliki sifat pesan yang terbuka, relatif secara alami, dan sedikit memperhatikan yang menjadi keinginan orang lain. Logika konvensional dimana memandang komunikasi sebagai permainan yang dilakukan secara teratur, komunikasi biasanya dilakukan berdasarkan norma, kesopanan, atau aturan yang diterima bersama, sehingga komunikasi berlangsung secara sopan dan tertib, serta terkadang mengandung bentuk-bentuk jebakan kesopanan (seperti: “tolong”, “silahkan/please”, dll). Logika retoris dimana memandang komunikasi sebagai

13

Onong Uchjana Effendy,Kamus Komunikasi, h. 72.

14


(21)

suatu cara mengubah aturan melalui negosiasi, pesannya bisa dirancang fleksibel, berwawasan, dan berpusat pada orang.

2. Metode Penelitian

Metodelogi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dapat menunjukan pada penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, atau hubungan kekerabatan. Beberapa data dapat diukur melalui data sensus, tetapi analisisnya adalah analisis data kualitatif. Beberapa peneliti memperoleh data dengan cara interview dan observasi. Teknik-tekniknya menghubungkan secara normal dengan metode kualitatif.15

Penelitian kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.16 Dan penelitian ini bersifat kualitatif karena dalam pelaksanaanya lebih dititik beratkan pada pemaknaan teks, dari pada penjumlahan kategori. Analisis ini tidak digunakan untuk mencari data frekuensi, akan tetapi untuk menganalisis dari data yang tampak, maka analisis ini digunakan untuk memahami fakta dan bukan untuk menjelaskan fakta tersebut.17

3. Jenis Penelitian

Berdasarkan dari tujuannya ini menggunakan jenis penelitian eksplantif kaitannya dengan penelitian analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald

15

Syamsir Salam, MS,Metodologi Penelitian (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta & UIN Jakarta Press, 2006), h. 30.

16

Bungin,Sosiologi Komunikasi,h. 303.

17

Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), Cet, 1, h, 33-34.


(22)

M, Kosicki dalam struktur sintaksis adalah untuk mengetahui cara penulis menyusun cerita, struktur skrip untuk mengetahui cara penulis mengisahkan cerita, struktur tematik untuk mengetahui cara penulis menulis cerita, dan struktur retoris untuk mengetahui cara penulis menekankan cerita.18 Peneliti mencoba mencari tahu sebab dan alasan mengapa peristiwa bisa terjadi, diantaranya menjelaskan secara akurat mengenai satu topik masalah, menghubungkan topik-topik yang berbeda namun memiliki keterkaitan.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan antara peneliti yaitu seseorang yang berharap mendapat informasi dan informan yaitu seorang yang diasumsikan mempunyai informasi langsung dari sumbernya.19 Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada Bpk. Aves, selaku Produser film “Emak Ingin Naik Haji.”

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah instrument pengumpulan data yang sering digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. Metode observasi yaitu dengan mendatangi langsung lokasi kantor MizanProductions House dan wawancara langsung dengan Produser Film Emak Ingin Naik Haji, kegiatan ini yang sering dilengkapi dengan kegiatan penelusuran dokumentasi. Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data.

18

Ipah Farihah,Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayattullah Jakarta(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006).

19

Rachmat Kriyanto, Tehnik Praktisi Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Pranada Group, 2007), cet. Ke-2, h. 116.


(23)

Dokumentasi bisa berbentuk dokumen publik atau dokumen privat,20 melalui potongan film, buku-buku, dan media massa yang berhubungan dengan judul yang penulis angkat.

5. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisisFraming. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih dari pada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada tersebut.

Berdasarkan konsep psikologi, framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik, sehingga elemen-elemen suatu isu memperoleh alokasi sumber kognitif individu lebih besar. Konsekuensinya, elemen-elemen yang terseleksi menjadi penting dalam mempengaruhi penilaian individu dalam penarikan kesimpulan.21

Kata penonjolan (salience) didefinisikan sebagai membuat sebuah informasi lebih diperhatikan, bermakna, dan berkesan. Suatu peningkatan dalam penonjolan mempertinggi probabilitas penerima akan lebih memahami informasi, melihat makna lebih tajam, lalu memprosesnya dan menyimpannya dalam ingatan. Bagian informasi dari teks dapat dibuat lebih menonjol dengan cara penempatannya atau pengulangan dengan simbol-simbol budaya yang sudah dikenal.22

Framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media.23

20

Rachmat Kriyanto,Tehnik Praktisi Riset Komunikasi, h. 116.

21

Alex Sobur,Analisis Teks Media (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 163.

22

Alex Sobur,Analisis Teks Media, h. 164.

23


(24)

Analisis bingkai merupakan dasar stuktur kognitif yang memandu persepsi dan representasi realitas ―membongkar ideologi dibalik penulisan informasi,

Menjelaskan bahwa latar belakang budaya membentuk pemahaman terhadap sebuah peristiwa.24

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, yang merupakan salah satu dari analisisframingterpopuler yang digunakan untuk memperoleh gambaran isi pesan yang disampaikan. Model analisis ini dibagi dalam empat struktur besar, yakni meliputi struktur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Struktur berhubungan dengan bagaimana penulis menyusun gagasan dalam sebuah cerita. Bagian-bagain yang diamati adalah judul, latar dan lainnya. Bagian ini disusun dalam bentuk tetap dan teratur sehingga membentuk skema yang menjadi pedoman bagaimana cerita hendak disusun.25

Dalam sebuah plot (peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang berdasarkan sebab akibat), hal yang sangat esensial untuk diperhatikan adalah peristiwa, konflik dan klimaks. Eksistensi plot itu sendiri sangat ditentukan oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula dengan masalah kualitas dan kadar kemenarikan sebuah cerita fiksi.26

1. Struktur Sintaksis

Struktur berhubungan dengan bagaimana penulis menyusun gagasan dalam sebuah cerita. Bagian-bagain yang diamati adalah judul, latar dan lainnya. Bagian ini disusun dalam bentuk tetap dan teratur sehingga membentuk skema yang menjadi pedoman bagaimana cerita hendak disusun.

24

Jumroni,Metode-metode Penelitian Komunikasi, h. 92.

25

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yokyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h. 113.

26


(25)

Dalam sebuah plot (peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang berdasarkan sebab akibat), hal yang sangat esensial untuk diperhatikan adalah peristiwa, konflik dan klimaks. Eksistensi plot itu sendiri sangat ditentukan oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula dengan masalah kualitas dan kadar kemenarikan sebuah cerita fiksi.27

Peristiwa dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu peristiwa fungsional, kaitan dan acuan. Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peristiwa yang menentukan dan atau mempengaruhi perkembangan plot. Urutan-urutan peristiwa peristiwa fungsional merupakan inti sebuah karya fiksi yang bersangkutan. Peristiwa kaitan adalah peristiwa yang berfungsi mengaitkan peristiwa-peristiwa penting (baca : peristiwa-peristiwa fungsional) dalam pengurutan penyajian cerita (atau : secara plot).28

Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh dan atau berhubungan dengan perkembangan plot, melainkan mengacu pada unsur lain, misalnya berhubungan dengan masalah perwatakan atau suasana yang melingkupi batin seorang tokoh. Dalam hal ini bukannya alur dan peristiwa-peristiwa penting yang diceritakan melainkan bagaimana suasana alam dan batin dilukiskan. Selain peristiwa dalam sebuah plot cerita dikenal juga adanya konflik. Konflik menyarankan pada sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi atau dialami oleh tokoh (-tokoh) cerita yang jika tokoh (-tokoh) itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya. Bentuk konflik sebagai bentuk kejadian, dapat dibedakan dalam dua kategori; konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal dan konflik internal.

27

Burhan Nurgiyantoro,Teori Pengkajian, h. 113.

28


(26)

Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi dengan sesuatu yang diluar dirinya–

dengan ingkungan alam – dengan lingkungan manusia. Sedangkan konflik internal (atau: konflik batin) adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh(atau: tokoh-tokoh)cerita.29

Ada satu lagi yang menetukan (arah) perkembangan plot adalah klimaks. Menurut Stanton dalam buku Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan Nurgiyanto menyatakan, klimaks adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi, dan saat (hal) itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya. Artinya, berdasarkan tuntutan dan kelogisan cerita, peristiwa dan saat itu memang harus terjadi tidak boleh tidak.30

2. Struktur Skrip

Struktur skrip melihat bagaimana strategi penulis cerita mengisahkan atau menceritakan peristiwa sesuai dengan plotnya, dan berdasarkan nilai konstruksi dramatik sebuah cerita dalam skenario. Dalam berita, wartawan menggunakan beberapa peringkat dalam struktur skrip ini yaitu What(apa),When (kapan),Who (siapa), Where (dimana), Why (mengapa), dan How (bagaimana). Begitu juga dengan penulis cerita tetap menggunakan unsur-unsur tersebut dalam mengisahkan cerita, namun sudah dikemas dalam unsur-unsur skenario film. Cerita adalah perjuangan protagonis dalam mengatasi problema tema dan untuk mencapai goal. Lintasan perjuangan tersebut berupa rangkaian adegan, yakni adegan yang merupakan pokok-pokok cerita, adegan-adegan yang indah dan

29

Burhan Nurgiyantoro,Teori Pengkajian ,h. 122-124.

30


(27)

memiliki nilai dramatik, yakni yang mengandung konflik, ketakutan, dan sebagainya.31

3. Struktur Tematik

Struktur tematik berhubungan cara penulis berita mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat, atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Perangkat framing yang digunakan adalah detail, koherensi, bentuk kalimat dan kata ganti. Melalui perangkat-perangkat ini membantu melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan dalam bentuk yang lebih kecil.32

Detail merupakan strategi komunikator mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implisit. Komunikator detail dalam mengemas pesan, mana yang dikembangkan dan mana yang diceritakan dengan detail yang besar, akan menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media. Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, proposisi, atau kalimat. Sehingga cerita yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang menghubungkannya.33

Koherensi memiliki beberapa macam kategori: pertama, koherensi sebab-akibat, yaitu proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari proposisi lain. Kedua, koherensi penjelas, yakni proposisi atau satu kalimat sebagai penjelas proposisi atau kata lain. Ketiga, koherensi pembeda, yakni

31

Misbach Yusa Biran,Teknik Menulis Skenario Film Cerita (Yokyakarta: Pustaka Jaya, 2006), h. 128.

32

Eriyanto,Analisis Wacana:Pengantar Analisis Teks Media (Yokyakarta: LkiS, 2006), cet. ke-6, hal. 238.

33


(28)

proposisi atau kalimat satu dipandang menjadi kebalikan atau lawan dari proposisi atau kalimat lain.34

Adapun kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Gagasan yang tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal, dan gagasan yang bersegi dinyatakan dalam kalimat majemuk.35

Perangkat lain adalah proposisi, menurut Poespoprodjo proposisi adalah suatu penuturan yang utuh, atau ungkapan keputusan dalam kata-kata.36

Kata ganti adalah elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukan di mana posisi seseorang dalam wacana.37

4. Struktur Retoris

Retoris berhubungan dengan bagaimana penulis cerita menekankan arti tertentu ke dalam cerita. Struktur ini akan melihat bagaimana penulis memakai pilihan kata, idiom, bentuk cerita yang ditampilkan sebagai penekanan arti tertentu kepada pembaca atau penonton.

Leksikon adalah pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau menggambarkan peristiwa. Pilihan kata-kata yang dipakai menunjukan sikap dan ideologi tertentu.38

Sedangkan metafora, dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu cerita. Pemakaian metafora ini bisa menjadi petunjuk utama untuk mengerti

34

Eriyanto,Analisis Wacana:Pengantar Analisis Teks Media, h. 2.263.

35

E. Zaenal Arifin, dan S. Amran Tasai,Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Akademik Pressindo, 1995), Cet. Ke-1, h. 78.

36

Poespoprodjo, Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), h. 170.

37

Poespoprodjo,Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu, h. 253.

38


(29)

makna suatu teks. Penulis cerita menggunakan kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci untuk memperkuat pesan utama. Penggunaan metafora ini sebagai landasan berfikir atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik.39

TabelFramingModel Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Sumber : Alex Sobur, (Analisis Teks Media)

E. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian Pengemasan Pesan Moral Dalam Film: Analisis Framing Film “Emak Ingin Naik Haji”, peneliti terinspirasi pada skrisi-skripsi terdahulu. DiantaranyaAnalisis Framing Film Ketika Cinta Bertasbih 2 oleh Nur Ani Handayani. Persamaannya yaitu sama-sama membahas analisis framing terhadap film. Perbedaannya yaitu di skripsi ini menggunakan analisis framing

39

Poespoprodjo,Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu, h. 259.

Struktur Perangkat Framing Struktur Yang Di amati

SINTAKSIS Cara wartawan menyusun cerita

1. Skema berita Judul, latar informasi, pelaku dan dialog

SKRIP

Cara wartawan mengisahkan cerita

2. Kelengkapan cerita (unsur-unsur skenario film)

Konstruksi dramatik, scene

TEMATIK

Cara wartawan menulis cerita

3. Detail 4. Koherensi 5. Bentuk Kalimat 6. Kata Ganti

Tema, Proposisi dan kalimat RETORIS Cara wartawan menekankan cerita 7. Leksikon 8. Metafora

Kata, Idiom, Gambar, Foto, Grafik


(30)

model Gamson dan Modigliani.40 Skripsi yang kedua yaitu Analisis Framing Pemberitaan Kampanye Politik Pilkada DKI Jakarta Di Koran Harian Warta Kota. Persamaan dari skripsi ini adalah sama-sama membahas analisis framing. Sedangkan pebedaannya dimana skripsi ini subjek yang diteliti adalah pemberitaan kampanye politik pilkada DKI Jakarta di Koran warta kota.41 Skripsi yang ketiga yaitu Analisis Framing Pesan Moral Film Get Married oleh Yayu Rulia. Persamaan dari skripsi ini adalah sama-sama membahas analisis Framing mengenai pengemasan pesan moral. Sedangkan perbedaannya terletak pada subjek yang diteliti adalah Film Get Married.42 Skripsi yang keempat yaitu Analisis Isi Pesan Dakwah Film “Emak Ingin Naik Haji”. Persamaannya yaitu sama-sama menggunakan subjek Film yang sama yaitu Film “Emak Ingin Naik Haji”. Sedangkan perbedaannya yaitu pada objek yang diteliti adalah Analisis Isi

Pesan Dakwah.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika penulisan yang terdiri dari beberapa bab, dan bab-bab tersebut memiliki beberapa sub-bab yaitu: BAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penelitian.

40

Nur Ani Handayani, Analisis Framing Film Ketika Cinta Bertasbih 2, Fak. Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2009.

41

Sarmoko, Analisis Framing Pemberitaan Kampanye Politik Pilkada DKI Jakarta Di Koran Harian Warta Kota,Fak. Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2009.

42

Yayu Rulia, Analisis Framing Pesan Moral Film Get Married, Fak. Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2009.


(31)

BAB II LANDASAN TEORITIS membahas teori agenda setting media, konseptualisasi film, definisi pesan, konseptualisasiframing.

BAB III GAMBARAN UMUN FILM EMAK INGIN NAIK HAJI yang terdiri

dari Latar Belakang Pembuatan Film Emak Ingin Naik Haji, Tim Produksi Film Emak Ingin Naik Haji, Pemeran Tokoh Film Emak Ingin Naik Haji, Deskripsi Karakter Pemain Film Emak Ingin Naik Haji, Sinopsi Film Emak Ingin Naik Haji.

BAB IV ANALISIS FRAMING FILM EMAK INGIN NAIK HAJI membahas

hasil penelitian yang berisi tentang bagaimana pengemasan pesan dan realitas simbolik apa saja yang disajikan Aditya Gumay dalam film Emak Ingin Naik Haji.


(32)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Teori Agenda Setting Media

Jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Teori ini menyatakan bahwa media assa mengangkat sejumlah isu dan mengabaikan isu yang lain dalam rangka menjadikan suatu isu atau peristiwa sebagai wacana publik. Publik cenderung untuk mengetahui isu yang diangkat oleh media massa dan mengadopsi perhatian terhadap suatu isu berdasarkan urutan yang dipilihkan oleh media massa.

Maxwel McCombs dan Donald L. Shaw adalah orang yang pertama kali memperkenalkan teori agenda setting ini. Teori ini muncul sekitar tahun 1973

dengan publikasi pertamanya “The Agenda Setting of The Mass Media.”43

Munculnya Teori Agenda Setting merupakan respons terhadap beberapa teori yang telah ada sebelumnya. Teori sebelumnya yang merujuk pada paradigma Magic Bullet, paradigma ini dipengaruhi situasi perang dunia II dan masa kejayaan Hitler, sehingga media menjadi corong utama kekuasaan. Magic Bullet menganggap bahwa media mempunyai pengaruh yang besar dan efek langsung pada audiens yang menjadi komunikan.44

Seorang teoritisi Agenda Setting, Cohen, faktanya media tidak selalu berhasil

43

Nuruddin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2007), h. 195.

44

Teori Komunikasi http://cahpct.prigadshop.com/wpcontent/uploads/2009/10/ theorycommunication.html, diakses pada tanggal 17 Maret 2011 pada Pukul 15.00.


(33)

untuk membuat orang langsung meyakini sebuah realitas. Dalam pengertian umum Agenda Setting berhubungan dengan tiga agenda yang saling berhubungan dalam teori-teorinya yakni Agenda Media, Agenda Publik, dan Agenda Kebijakan pemerintah. Namun yang peneliti guakan ialah Agenda Media. Agenda media adalah seperangkat topik atau isu yang dibahas oleh media (televisi, radio, koran, dan lain-lain).

Agenda Setting dalam pengertian khusus adalah proses dimana berita media mengarahkan publik dalam menetapkan hal-hal yang bersifat relatif penting untuk melihat beragam isu publik. Agenda Setting mempengaruhi publik bukan

dengan mengangkat “isu-isu ini penting” secara terbuka, namun lebih dengan

memberikan ruang dan waktu agar publik menganggap isu-isu itu penting. Teori Agenda Setting melakukan penelitian secara luas kepada berbagai macam jenis media, baik cetak maupun elektronik. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa media lebih menekankan untuk membangun kesadaran audiens akan sebuah isu atau realitas, bukan membangun keyakinan akan isu atau realitas itu.45

Teori ini menyatakan bahwa media massa mengangkat sejumlah isu dan mengabaikan isu yang lain dalam rangka menjadikan suatu isu atau peristiwa sebagai wacana publik. Publik cenderung untuk mengetahui isu yang diangkat oleh media massa dan mengadopsi perhatian terhadap suatu isu berdasarkan urutan yang dipilihkan oleh media massa. Sebagaimana dikutip oleh Onong

Uchjana Effendy di dalam bukunya David Heaver “Media Agenda Setting and Media Manipulations” (1981) menuliskan bahwa pers sebagai media komunikasi massa tidak merefleksikan kenyataan, melainkan menyaring dan menbentuk

45

Teori Komunikasi http://cahpct.prigadshop.com/wpcontent/uploads/2009/10/ theorycommunication.html, diakses pada tanggal, 17 Maret 2011 pada Pukul 15.00.


(34)

seperti sebuah kaledioskop yang menyaring dan membentuk cahaya. Sehingga media tidak hanya sekedar merefleksikan hal-hal atau peristiwa, melainkan menyeleksi dan membentuknya menjadi bernilai berita (news value) dan hanya sedikit saja yang tidak bernilai berita.46

Agenda Setting mengembangkan isu atau citra yang menyolok dalam pikiran publik. Fungsi agenda setting merupakan proses linier yang terdiri dari tiga bagian. Pertama, agenda media itu sendiri harus disusun, proses ini memunculkan isu-isu bagaimana agenda media ditempatkan pada tempat yang pertama. Kedua, agenda media dalam beberapa hal mempengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik terhadap pentingnya isu. Ketiga, proses bagaimana memunculkan pertanyaan, bagaimana kekuasaan media mempengaruhi agenda publik.47

Agendasetting meggambarkan kekuatan pengaruh media yang sangat kuat terhadap pembentukan opini masyarakat. Mengutip dari tulisan S. Djuarsa

Senjdaya dalam bukunya “Teori Komunikasi”.

“Media massa dengan memberikan perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan media massa dan menerima susunan prioritas yang diberikan media massa terhadap isu-isu yang berbeda”48

Menyediakan ruang atau waktu untuk sebuah peristiwa politik justru hanya jika media massa memberi tempat pada sebuah peristiwa politik, maka peristiwa akan memperoleh perhatian dari masyarakat. Semakin besar tempat yang

46

Onong Uchjana Effendy,Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 287.

47

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 37.

48


(35)

diberikan semakin besar pula perhatian yang diberikan oleh khalayak. Pada konteks ini media massa memiliki fungsiagenda setter sebagaimana yang dikenal dengan Teori Agenda Setting. Tesis utama teori ini adalah besarnya perhatian masyarakat terhadap sebuah isu amat bergantung seberapa besar media memberikan perhatian pada isu tersebut. Bila satu media, apalagi sejumlah media, menaruh sebuah kasus sebagaiheadline, diasumsikan kasus itu pasti memperoleh perhatian yang besar dari khalayak. Ini tentu berbeda jika, misalnya kasus tersebut dimuat di halaman dalam, bahkan di pojok bawah pula. Faktanya, konsumen media jarang memperbincangkan kasus yang tidak dimuat oleh media, yang boleh jadi kasus itu justru sangat penting untuk masyarakat.49

Menurut McCombs dan Shaw berpendapat sebagaimana yang telah dikutip oleh Jalaludin Rahmat bahwa:

Dampak media massa adalah kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif diantara individu-individu telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari komunikasi massa, disinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting, kemampuan media untuk menstruktur dunia kita. Teori Agenda Setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkan.50

Jadi, menurut peneliti media massa mempunyai kemampuan untuk memilih dan menekankan topik tertentu yang dianggapnya penting (menetapkan agenda) sehingga membuat khalayak berpikir bahwa isu yang dipilih media itu penting.

49

Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 167.

50

Jalaludin Rahmat,Psikologi Komunikasi Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 229.


(36)

B. Konstruksi Realitas

Dalam konstruksi realitas bahasa merupakan unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan bentuk konstruksi realitas dan sekaligus menetukan makna yang muncul dari bahasa.51

Istilah Konstruksi realitas menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dalam buku yang berjudul Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Dalam buku tersebut mereka menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan innteraksinya, dimana individu secara intens menciptakan suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Berger dan Luckmann memulai penjelasan realitas

sosial dengan memisahkan pemahaman “kenyataan” dan “pengetahuan” mereka

mengartikan realitas sebagai kualitas yang terdapat dalam realitas-realitas, yang diakui memiliki keberadaan yang tidak bergantung kepada kehendak kita sendiri. Sementara pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realias-realita situ nyata dan memilki karakteristik secara spesifik.52

Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas terjadi secara simultan melalui 3 proses sosial, yaitu eksternalisasi, objektifasi, dan internalisasi. Proses ini terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyarakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif, dan simbolis.53

51

Alex Sobur,Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, (Bandung: Rosdakarya, 2009), h. 90-91.

52

Alex Sobur,Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Framing, h. 91.

53


(37)

1. Realitas Objektif

Menurut Subiakto yang dikutip oleh Burhan Bungin bahwa realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain.

2. Realitas Simbolis

Realitas simbolis adalah merupakan ekpresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolik yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi yang berfungsi untuk membuat objektif dan subjektif yang masuk akal dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupan.

3. Realitas Subjektif

Realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi.54 Dapat dikatakan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat secara objektif, namun pada kenyataannya semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui interaksi. 4. Tahap Konstruksi Sosial Pada Media Massa

Substansi teori dan pendekatan konstruksi atas realitas Berger dan Luckmann adalah proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam

54


(38)

kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan semi sekunder. Basis sosial teori dan pendekatan ini adalah masyarakat transisi modern di Amerika Serikat tahun 1960-an, di mana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dibicarakan.55

C. Konseptualisasi Film

1. Pengertian Film

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI: 2003), film diartikan sebagai (1) Selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau tempat positif yang akan dimainkan di bioskop; (2) Lakon (cerita) gambar hidup.56

Para teoritikus film menyatakan bahwa film adalah perkembangan yang bermuncul dari fotografi. Hanya saja foto tidak memperlihatkan ilusi gerak (baca: statis), sedangkan film memberikan ilusi gerak (moving camera). Film adalah gambar hidup, juga sering disebut dengan movie. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan dan juga bisnis. Film merupakan teknologi hiburan massa dan untuk menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan dan skala luas di samping pers, radio, dan televisi.57

Berdasarkan undang-undang perfilman No. 8 Tahun 1992: film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya

55

Burhan Bungin,Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 202.

56

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisi. Ke-3, h. 316.

57

Sean McBridge,Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan: Aneka Suara Satu Dimensi (Jakarta: Balai Pustaka, 1983), h. 20.


(39)

dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, elektronik atau lainnya. Sedangkan perfilman itu sendiri adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan jasa, teknik, pengeksporan, pengimporan, pengedaran, pertunjukan, dan/atau penayangan film.58

Film adalah dokumen kehidupan sosial sebuah komunitas. Film memiliki realitas dalam bentuk imajinasi ataupun realitas dalam arti sebenarnya. Film menunjukan pada kita jejak-jejak yang ditinggalkan pada masa lampau, cara menghadapi masa kini dan keinginan manusia pada masa yang akan datang. Sehingga dalam perkembangannya, film bukan lagi sekedar usaha menampilkan

“Citra Bergerak” (Moving Images). Namun telah diikuti oleh muatan-muatan kepentingan tertentu seperti politik, kapitalisme, hak asasi manusia, atau gaya hidup.59

Jadi, menurut peneliti bahwa film adalah cerita atau gambaran kehidupan nyata sehari-hari yang digambarkan melalui media elektronik baik audio maupun visual untuk disampaikan dan disajikan kepada khalayak banyak agar dapat dinikmati pesannya yang terkandung.

2. Jenis-Jenis Film

Jenis-Jenis film dibedakan menurut sifatnya, yaitu sebagai berikut : a. Film Cerita (story film)

Film cerita adalah film yang menyajikan kepada publik sebuah cerita, sebagai cerita harus mengandung unsur-unsur yang dapat menyentuh rasa manusia. Cerita dalam film ini diambil dari kisah-kisah sejarah, cerita nyata dari kehidupan sehari-hari, atau khayalan yang diolah untuk menjadi film. Film cerita

58

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32.

59

Victor C. Mambor, “Satu Abad”Gambar Idoep” di Indonesia,


(40)

diartikan sebagai pengutaraan cerita atau ide, dengan pertolongan gambar-gambar, gerak dan dikemas yang memungkinkan pembuat film melahirkan realitas rekaan yang merupakan suatu alternatif dari realitas nyata bagi penikmatnya. Ide atau pesan cerita menggunakan pendekatan yang bersifat membujuk. Oleh karena itu film cerita dapat dipandang sebagai wahana penyebaran nilai-nilai.60

b. Film Berita (newsreel)

Film berita adalah filom mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Kamera sekedar merekam peristiwa, karena sifatnya berita, film ini disajikan kepada publik harus bernilai berita (newsvalue), film berita menitikberatkan pada segi pemberitaan kejadian aktual, misalnya dokumentasi peristiwa perang, dan komunikasi upacara kenegaraan.61

c. Film Dokumentar (Documentary Film)

Istilahdokumentary awalnya digunakan oleh seorang (sutradara director) Inggris Jhon Grierson. Film dokumenter didefinisikan oleh Grierson sebagai karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of actuality). Titik berat dalam film dokumenter adalah fakta atau peristiwa yang terjadi. Raymond Spottiswoode dalam bukunya A Grammar of the Film menyatakan “Film dokumenter dilihat

dari segi subjek dan pendekatannya adalah penyajian hubungan manusia yang di dramatis dengann kehidupan kelembagaannya, baik lembaga industri, sosial,

maupun politik.” Dan dilihat dari segi teknik merupakan bentuk yang kurang

penting dibandingkan dengan isinya.62

60

Onong Uchjana Effendy,Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 211.

61

Sumarno, Dasar-dasar Apresiasi Film, (Jakarta : PT Grasindo, 1996), h. 13.

62


(41)

d. Film Kartun (cartoon film)

Film kartun adalah film yang berasal dari lukisan para seniman. Titik berat dalam pembuatan film kartun adalah seni lukis. Film ini adalah hasil dari imajinatif para seniman lukis yang kemudian menghidupkan gambar-gambar seolah-olah hidup.63 Film kartun juga disebut sebagai film animasi filom animasi memanfaatkan gambar (lukisan) maupun benda-benda mati yang lain, seperti; boneka, meja dan kursi yang bisa dihidupkan dengan teknik animasi seperti halnya Mickey Mouse, Donald Duck dan Shincan.64

3. Unsur-unsur Film

Beberapa unsur yang terdapat dalam sebuah film. Unsur-unsur tersebut adalah:

a. Title(Judul)

b. Crident Title, meliputi : produser, karyawan, artis dll c. Tema film

d. Intrik, yaitu usaha pemeranan film untuk mencapai tujuan e. Klimaks, yaitu benturan antara kepentingan

f. Plot (alur cerita)

g. Suspend atau keterangan, masalah yang masih terkatung-katung

h. Million Setting, latar belakang terjadinya peristiwa, masa waktu, bagi kota, perlengkapan, aksesoris.

i. Sinopsis, yaitu untuk memberi ringkasan atau gambaranm dengan cepat kepada orang yang berkepentingan

j. Trailer, yaitu bagian film yang menarik

63

Effendy,Ilmu Teori, h. 216

64


(42)

k. Character, yaitu karakteristik pelaku-pelaku

4. Struktur-struktur Film

Adapun struktur-struktur dalam film adalah sebagai berikut : a. Pembagian cerita (scene)

b. Pembagian adegan (squence) c. Jenis pengambilan gambar (shoot) d. Pemilihan adegan pembuka (opening) e. Alur cerita dancontunuity

f. Intrique, meliputijealousy, penghianatan, rahasia bocor, tipu muslihat dll g. Anti Klimaks, penyelesaian masalah.

h. Ending, akhir cerita dari sebuah film, bisa berakhir bahagia (happy ending) atau berakhir menyedihkan (sad ending).65

D. Pengertian Moral

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, moral adalah penentuan baik-buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.66 Kata moral sendiri berasal dari bahasa latin yaitumos ataumores yang berarti adat istiadat, kebiasaan kelakuan, tabiat, watak, dan cara hidup. Sedangkan secara etimologi moral adalah istilah yang digunakan untuk menetukan batas dari sifat, perangai, kehendak pendapat atau perbuatan buruk yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.67

Moral merupakan ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan lisan atau tertulis tentang bagaimana harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia baik. Sumber dasar ajaran-ajaran moral adalah tradisi, adat istiadat, ajarann agama dan ideologi-ideologi tertentu.68

65

Pranajaya,Film dan Masyarakat, h. 103.

66

W. J. S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XXI, h. 278.

67

Abudin, Nata,Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), cet. 5, h. 94.

68


(43)

Dalam buku Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa moral adalah kesusilaan atau kebiasaan yang dapat mencakup:

1. Seluruh kaidah kebiasaan dan kesusilaan yang berlaku pada suatu kelompok tertentu.

2. Ajaran kesusilaan yang dipelajari secara sistematis di dalam etika, falsafah moral dan teknologi moral.

Menurut Zakiah Darajat, Moral adalah kelakuan sesuai dengan ukuran (nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan tersebut. Ajaran moral membuat pandangan tentang nilai dan norma yang terdapat diantara sekelompok manusia. Norma moral adalahy tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia. Adapaun kategori berdasarkan pesan moral ada tiga macam:

1. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan.

2. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri. Menjadi sub; ambisi harga diri, takut dan lain-lain.

3. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial termasuk hubungan dengan alam. Dibagi menjadi sub kategori; persahabatan, kesetiaan, penghianatan, permusuhan dan lain-lain.69

E. Definisi Pesan

Pesan menurut Onong Effendy, menyatakan bahwa pesan adalah : “suatu

komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan

69

Zakiah Darajat, Peranan Agama Islam Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Masagung, 1993), h. 63.


(44)

seseorang dengan menggunakan lambang, bahasa/lambang-lambang lainnya

disampaikan kepada orang lain”. Sedangkan Abdul Hanafi menjelaskan bahwa

pesan itu adalah “produk fiktif yang nyata yang di hasilkan oleh sumber – encoder”(Siahaan, 1991). Kalau berbicara maka“pembicara”itulah pesan, ketika menulis suratmaka “tulisan surat” itulah yang dinamakan pesan.70

Pesan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah berupa lambang atau tanda seperti kata-kata (tertulis ataupun lisan), gestur dll.71

Pesan berarti amanat yang disampaikan dari komunikator kepada komunikan.72

Jadi, menurut peneliti pesan adalah kata-kata baik lisan maupun tulisan yang akan disampaikan pemberi pesan kepada penerima pesan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

F. KonseptualisasiFraming

Framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis media. Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana serta menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh ooleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas.

70

Definisi Pesan http://all-about-theory.blogspot.com/2010/10/pengertian-pesan.html, diakses pada tanggal,16 Maret 2011 pada pukul 10.30.

71

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XII, h. 278.

72


(45)

Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi realitas ini, hasil akhirnya adalah bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah tampak. Akibatnya khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek yang tidak disajikan secara menonjol, bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama sekali tidak diperhatikan oleh khalayak.73

Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literature ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut. Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Menurut Erving Goffman, secara sosiologis konsepframe analysis memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorgamisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk dapat memahaminya. Skemata interpretasi itu

73

Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 161-162.


(46)

disebutframes, yang memungkinkan individu dapat merasakan, mengidentifikasi, dan member label terhadap peristiwa-peristiwa serta informasi.74

Berdasarkan konsep psikologi, framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik, sehingga elemen-elemen tertentu suatu isu memperoleh alokasi sumber kognitif individu lebih besar. Konsekuensinya, elemen-elemen yang terseleksi menjadi penting dalam mempengaruhi penilaian individu dalam penarikan kesimpulan. Dalam persepektif didiplin ilmu lain, konsep framing terkesan tumpang tindih. Fungsi frame kerap dikatakan sebagai struktur internal dalam pikiran dan perangkat yang dibangun dalam wacana politik. Sebagai sebuah konstruksi, ia menentukan mana yang dianggap penting. Artinya peristiwa itu penting dan bernilai berita, media dan wartawanlah yang mengkonstruksi sedemikian rupa sehingga peristiwa tersebut dinilai sebagai penting. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas. Kedua faktor ini dapat lebih mempertajam framing berita melalui proses seleksi isu yang layak ditampilkan dan penekanan isi beritanya. Perspektif wartawanlah yang akan menentukan fakta yang dipilihnya, ditonjolkannya, dan dibuangnya.75

Menurut G.J. Aditjondro mendefinisikan framing sebagai metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya.76

74

Alex Sobur, M. Si,Analisis Teks Media, h. 163.

75

Alex Sobur, M. Si,Analisis Teks Media, h. 163.

76


(47)

Dengan frame, jurnalis memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disampaikan kepada khalayak. Sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai secara berbeda oleh media. Bahkan pemaknaan itu bisa jadi akan sangat berbeda. Kalau saja ada realitas dalam arti objektif, bisa jadi apa yang ditampilkan dan dibingkai oleh media berbeda dengan realitas objektif tertentu. Karena pada dasarnya bukan ditangkap dan ditulis, realitas sebaiknya dikonstruksi.77

Framing dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya, untuk mengerti dirinya dan realitas diluar dirinya. Frame di sini berfungsi membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami dan dapat dimngerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu.

Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukan dalam skema tertentu. Framing di sini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang unik/ khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu/ peristiwa tersebut menjadi penting dalam mempengaruhi pertimbangan dalam membuat keputusan tentang realitas.78

Ada beberapa model framing menurut 4 para ahli, diantaranya sebagai berikut:

a. Pan dan Kosicki

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki (1993) melalui tulisan mereka

Framing Analysis: An Approach to News Discourse” mengoperasionalisasikan 77

Eriyanto,Analisis Framing: Konstruksi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2005), cet. Ke-3, h. 139.

78


(48)

empat dimensi struktural teks berita/ cerita sebagai perangkat framing: sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita/ cerita dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita/ cerita mempunyaiframe yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide.Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita/ cerita

―kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu ―ke

dalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.79

b. Gamson dan Modigliani

Rumusan atau model Gamson dan Modigliani didasarkan pada pendekatan

konstruksionis yang melihat representasi media ―berita dan artikel, terdiri atas

package interpretatif yang mengandung konstruksi makna tertentu. Di dalam package ini terdapat dua struktur, yaitu core frame dan condensing symbols. Struktur pertama merupakan pusat organisasi elemen-elemen ide yang membantu komunikator untuk menunjukan substansi isu yang tengah dibicarakan. Sedangkan stuktur yang kedua mengandung dua substruktur, yaitu framing devices dan reasoning devices.80

Gamson ―ilmuan yang paling konsisten dalam mengembangkan konsep

framing ―mendefinisikan frame sebagai organisasi gagasan sentral atau alur

79

Alex Sobur, M. Si,Analisis Teks Media, h. 175.

80


(49)

cerita yang mengarahkan makna peristiwa-peristiwa yang dihubungkan dengan suatu isu.81

c. Robert N. Entman

Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sebagai sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari sisi yang lain.82

d. Murray Edelman

Pendapat Murray hampir sama dengan Robert, dimana mereka menitik beratkan pada bagaimana peristiwa dipahami dan bagaimana pemulihan fakta yang dilakukan oleh media.83

Model framing yang peneliti gunakan dalam merumuskan skripsi ini ialah jenis yang pertama yaitu model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, dapat ditarik kesimpulan bahwa frame dapat berfungsi sebagai pusat susunan ide yang

dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks cerita ―kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu ke dalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.

81

Alex Sobur, M. Si,Analisis Teks Media, h. 177.

82

Eriyanto,Analisis Framing: Konstruksi dan Politik Media, h. 253.

83


(50)

BAB III

GAMBARAN UMUM FILM EMAK INGIN NAIK HAJI

A. Latar Belakang Pembuatan Film Emak Ingin Naik Haji

Film yang disutradarai oleh seorang berbakat, yaitu Aditya Gumay. Film ini awalnya diangkat dari sebuah cerpen di majalah, karya Asma Nadia yang

berjudul “Emak Ingin Naik Haji.” Film yang meledak pada November 2009 ini banyak menarik khalayak untuk menonton film tersebut. Film yang diproduksi oleh Mizan Productions setelah sebelumnya memproduksi dua film box office yaitu Laskar Pelangi dan Garuda Di Dadaku. Film yang memotret realitas hidup yang terjadi di masyarakat ini digarap dengan apik, sehingga dapat mengaduk emosi dan membuat penonton larut sepanjang film.

Film ini utamanya bercerita tentang keseharian kita, tentang cinta tulus dan tak terbatas antara seorang ibu dan anaknya. Atas dasar itulah sang anak (Zein) berupaya dengan sekuatnya mewujudkan mimpi emak untuk haji, seperti juga mimpi setiap muslim untuk melakukan perjalanan spiritual puncak itu. Meski menyangga hidup dengan membuat kue untuk dititip jual di pasar dan untuk keperluan perhelatan para tetangga, emak sederhana ini mencoba menabung sedikit demi sedikit untuk biaya naik haji.84

Karena film ini diangkat hanya dari sebuah cerpen, yang hanya seperti sebuah sinopsis tentu sangat kurang materinya untuk diangkat menjadi sebuah skenario film

84

Catatan Aditya Gumay http://emakinginnaikhaji.com /catatan-aditya gumay-sutradara-film-emak-ingin-naik-haji, diakses pada tanggal 31 Januari 2011 pada pukul 09.30.


(51)

yang berdurasi sekitar 90 Menit. Berbeda dengan kebanyakan film yang diangkat dari novel yang malah ketika dijadikan scenario banyak bagian cerita yang dikurangi.

Aditya Gumay, pengurus sanggar Lenong Bocah dan pemimpin sanggar Ananda, seperti telah sangat berpengalaman dalam menyantroni film ini. Bahkan mengalahi kualitas dari sineas lokal yang telah berpuluh-puluh film diproduksi. Untuk filmnya ini, Aditya mengajak penonton untuk belajar bagaimana sikap kita jika ada di posisi para karakter. Tanpa ada kesan penguliahan dini.

Ditambah juga bagaimana Aditya memfokuskan dunia kehajian dengan berbagai aspek dan subjek. Di sini jelas kita sadar dan tau jika gelar haji bukan semata tuntutan Tuhan, tetapi juga dengan maksud lain. Gengsi, tujuan reklame promosi kampanye, serta kesombongan belaka. Lewat karakter Emaklah, arti haji dipaparkan dengan benar dan penuh kebijkasanaan. Bagaimana proses Emak menggapai cita-citanya tidak hanya patut diikuti tetapi juga dipelajari setiap detail-nya. Niscaya, guliran itulah yang akan membuat kelopak mata Anda basah dengan sendirinya.

Film ini diharapkan nantinya akan menjadi film yang memberikan hawa segar perfilman Indonesia. Film ini mengadaptasi dari sebuah cerita pendek milik Asma Nadia yang coba diangkat ke layar lebar dengan sentuhan cerita yang sangat menarik dan menyentuh untuk film Emak Ingin Naik Haji ini, tidak terlalu sullit meraup penonton untuk datang menyaksikan film ini yang nota benenya mayoritas penduduk indonesia adalah muslim.

Hasil buah karya dari Produksi Mizan yang mampu melahirkan kreatif sineas cerdas yang lama tidak muncul, Aditya Gumay, Momentum bulan Haji


(52)

menjadi kekuatan film ini untuk Anda yang ingin membahagiakan orang tua. Sineas muda berbakat Aditya Gumay bersama dengan Ati Kanser, Didi Petet dan Niniek L Karim sebagai artis senior bersama berkolaborasi dengan bintang muda berbakat Reza Rahadian dan Ayu Pratiwi. Betul-betul menjadi sesuatu yang menantang untuk menerjemahkan sebuah karya sastra walau bukan novel tapi cerpen karya Asma Nadia tapi tetaplah bahasa gambar menjadi sebuah pengalaman yang baru. Aditya Gumay bersama dengan Adenin Adian sebagai penulis skenario mampu menterjemahkan bahasa bertutur prosa Asma Nadia ke dalam visualisasi pop.

Film Emak Ingin Naik Haji sendiri diangkat dari sebuah cerpen karya penulis Asma Nadia yang kini sudah dibuatkan buku. Kendati ini adalah karyanya yang pertama difilmkan, ibu dua anak ini ternyata sudah hampir menulis lebih dari 40 buku. Hadir juga dalam pemutaran perdana film ini, teman-teman dari milis productions pembaca Asma Nadia yang memenuhi gedung bioskop. Tema yang diangkat oleh film Emak Ingin Naik Haji memang bisa dibilang sangat islami, karena haji identik dengan Islam namun film ini bisa dinikmati oleh semua orang. Film ini juga tidak bermaksud menggurui ataupun membanggakan agama itu sendiri.

Di cerpen tidak ada penjelasan tentang norma tokoh seperti H. Saun, Hj. Markonah, Pak Joko, Nyonya Nonik, dll. Sehingga untuk memudahkannya sang penulis scenario yaitu Adenin Adlan memberikan nama dan latar belakang mereka lebih diperjelas. Selain itu Adenin Adlan juga menambahkan beberapa konflik seperti tetangga Emak yang sangat miskin sampai memakan bangkai burung piaraan Zein. Dan tokoh Dika (anak H. Saun) yang keritis mengenai beberapa


(53)

hukum di Al-Qur’an yang bertentangan dengan hadits serta tokoh Alifa (anak tertua H. Saun) yang sangat berperan penting dalam alur cerita film ini. Oleh karena itu film ini lebih menarik dari cerpennya karena lebih banyak konflik di dalamnya dan banyak hikmah yang dapat diambil penonton. Ini sebuah nilai tambah yang tak terkira.85

Selain itu, beberapa musisi menghiasi film ini dengan lagu-lagu mereka. Pertama adalah Iwan Abdurrahman, dengan lagu berjudul Cerita Buat Orang yang Lupa. Abah Iwan, begitu biasanya dia dipanggil, adalah pencipta lagu abadi seperti Flamboyan danMelati dari Jayagiri. Ki Slamet Gundono, yang terkenal dengan julukan dalang wayang suket itu, menampilkan potongan lagunya yang berjudul Tuhan Maha Dalangyang magis. Sulis, penyanyi muda yang populer dengan lagu-lagu Islami, menyanyikan lagu Merindumu. Yang terakhir adalah Haddad Alwi.

Selain itu, produksi ini juga melibatkan tim kreatif Mizan Productions yang terdiri dari Salman Aristo, Ifa Isfansyah, dan Hikmat Darmawan. Masukan dari tim ini menambah bobot kualitas film Emak Ingin Naik Haji.86

1. Tim Produksi Film “Emak Ingin Naik Haji”

Sutradara :Aditya Gumay

Produser :Putut Widjanarko, Aves

Produser Eksekutif :Haidar Bagir

Co Produser :Gangsar Sukrisno, M Machdom

Penulis Skenario :Adenin Adlan, Aditya Gumay

Desain Produksi :Haryanto Corakh

85

Catatan Adenin Adlan http://emakinginnaikhaji.com /catatan-adenin adlan-penulis-skenario-film-emak-ingin-naik-haji, diakses pada tanggal 31 Januari 2011 pada pukul 09.45.

86

Catatan Putut Widjanarko http://emakinginnaikhaji.com /catatan-putut widjanarko-penulis-skenario-film-emak-ingin-naik-haji, diakses pada tanggal 31 Januari 2011 pada pukul 13.00.


(54)

Pimpinan Produksi : Boy Whitemore

Penata Artistik : Herlin Lanang

Penata Kostum & Rias : Hanz Perez Supervisi Penata Suara : Irwan Ali Akbar

Penata Suara : Edo WF Sitanggang

Penata Musik : Adam S Permana

Editor : Cesa David Lukmansyah, Dhimas Adhi Putra

Koordinator Tehnik : Amir Gumay

Sumber : Aditya Gumay dan Adenin Adlan, (EMAK INGIN NAIK HAJI Sebuah Skenario)

2. Pemeran Tokoh Film “Emak Ingin Naik Haji”

Emak : Aty Kanser

Zein : Reza Rahardian

Haji Saun : Didi Petet

Hj. Markonah (Istri Haji Saun) : Niniek L. Karim

Pak Joko : Aswin Fabanyo

Nyonya Nonik (Istri Pak Joko) : Henidar Amroe

Pak Ustad : Jefri Al-Bukhori

Alifa (Anak Pertama Haji Saun) : Ayu Pratiwi

Zia (Mantan Isteri Zein) : Helsi Herlinda

Yanti (Sekretaris dan Selingkuhan Pak Joko) : Cut Memey

Dika (Anak Kedua Haji Saun) : Gagan Ramdhani

Nita (Anak Ketiga Haji Saun) : Alexia

Deni (Suami Aliva) : Dedi Maulana

Siti (Pembantu Rumah Tangga Pak Joko) : Genta Windi

Sumber : Aditya Gumay dan Adenin Adlan, (EMAK INGIN NAIK HAJI Sebuah Skenario)


(1)

79

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Bandung : Simbiosa Rekatama M edia, 2007.

Arifin, Zaenal.Syiar Deddy Mizwar,Yokyakarta: STAIN Purwekerto Press & Unggun Religi, 2006.

Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi Masyarakat, Jakarta: Kencana, 2007, Cet. Ke-2. Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif Komunikasi Ekonomi, Kebijakan Politik,

dan Ilmu Sosial Lainnya,Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007. Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 2002, Cet. Ke-3.

Effendy, Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Eriyanto, Analisis FramingYokyakarta: LKIS, 2002.

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media: Yokyakarta: LKIS, 2006.

Farihah, Ipah. Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006.

Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006.

Kriyanto, Rachmat. Tehnik Praktisi Riset Komunikasi,Jakarta: Kencana Pranada Group, 2007.

McBridge, Sean,Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan: Aneka Suara Satu Dimensi,Jakarta: Balai Pustaka, 1983.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi, Yokyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005.

Nuruddin,Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007. Poespoprodjo, Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu, Bandung:

Pustaka Grafika, 1999.

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991, Cet. Ke-12.


(2)

80

Pranajaya, Adi.Film dan Masyarakat: sebuah pengantar, Jakarta: Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, 1992.

Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2004.

Sendjaya, S. Djuarsa, Teori Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka. Sobur, Alex.Analisis Teks,Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Sumarno,Dasar-dasar Apresiasi Film, Jakarta: PT. Grasindo, 1996).

Sukir, Asmuni,Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983. Syamsir, salam.Metodologi Penelitian,Jakarta: Penelitian UIN Jakarta dengan

UIN Jakarta Press, 2006.

Yusa Biran, Misbach.Tehnik Menulis Skenario Film Cerita,Yokyakarta: Pustaka Jaya, 2006.

Zaenal, E. Arifin, dan S. Amran, Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Akademik Pressindo, 1995, Cet. Ke-1.


(3)

(4)

82

Gambar 1 Cover Film Emak“Ingin Naik Haji”


(5)

83

Wawancara Ekslusif dengan Bapak Aves Selaku Produser Film “Emak Ingin Naik Haji”

Wawancara Ekslusif dengan Bapak Aves Selaku Produser Film “Emak Ingin Naik Haji”


(6)

84

Wawancara Ekslusif dengan Bapak Aves Selaku Produser Film “Emak Ingin Naik Haji” (Seputar Naskah)