Pembuatan membran mikrofil terzeolit alam dengan penambahan semen portland putih

(1)

PEMBUATAN MEMBRAN MIKROFILTER ZEOLIT ALAM

DENGAN PENAMBAHAN SEMEN PORTLAND PUTIH

M. ALI AKBAR

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PEMBUATAN MEMBRAN MIKROFILTER ZEOLIT ALAM DENGAN PENAMBAHAN SEMEN PORTLAND PUTIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh: M. ALI AKBAR

103096029810

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

DR. Mirzan T. Razzak, M.Eng, APU NIP. 330 001 086

Isalmi Aziz, MT NIP.19751110 200604 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

Sri Yadial Chalid, M.Si NIP.19680313 200312 2 001


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul, Pembuatan Membran Mikrofilter Zeolit Alam Dengan Penambahan Semen Portland Putih” yang disusun oleh M. Ali Akbar, NIM 103096029810, telah diujikan dan dinyatakan “Lulus” dalam sidang Munaqosah

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada bidang studi KIMIA.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

DR. Thamzil Las NIP.19490516 197703 1 001

Nurhasni, M.Si NIP.19740618 200501 2 005

Pembimbing I Pembimbing II

DR. Mirzan T. Razzak, M.Eng, APU NIP. 330 001 086

Isalmi Aziz, MT NIP.19751110 200604 2 001 Mengetahui,

Dekan

Fakultas Sains dan Teknologi

Ketua

Program Studi Kimia

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP.19680117 200112 1 001

Sri Yadial Chalid, M.Si NIP.19680313 200312 2 001


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI, BUKAN MERUPAKAN HASIL PLAGIAT DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN MAUPUN DIPUBLIKASIKAN SEBAGAI SKRIPSI PENELITIAN DI INSTANSI MANAPUN.

Jakarta, September 2010

M. ALI AKBAR 103096029810


(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT. Salam sejahtera kepada kita semua semoga diberikan kekuatan dan keselamatan di dunia akhirat. Penulis bersyukur diberikan kesempatan melakukan studi “Pembuatan membran mikrofilter zeolit alam dengan penambahan semen Portland putih”, untuk tujuan pengolahan air. Dan melalui ikatan kerjasama positif dan jalinan kekeluargaan yang harmonis antara Penulis dan pihak-pihak terkait, maka penelitian ini telah membuahkan hasil sesuai dengan tujuan dan harapan yang ada.

Sehingga pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terimakasih dan apresiasi setinggi-tinginya kepada mereka yang telah berperan besar dalam penyelesaian karya penelitian ini, diantaranya adalah:

1. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.SIS selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sri Yadial Chalid, M.Si Selaku Ketua Program Studi Kimia, sekaligus Dosen Pembimbing akademik saya.

3. DR. Mirzan T. Razzak, M.Eng, APU, selaku Kepala Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan kemudahan fasilitas dan aksesibilitas yang tak terbatas.

4. Isalmi Aziz, MT, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan pelayanan dan pengarahan penulisan karya ilmiah ini dengan sangat baik.


(6)

5. Kepala Divisi Analisis Lingkungan, DR. Thamzil Las atas kemuliaannya, beserta staf Laboratorium Ibu Etyn, Ibu Nita dan Bapak Maryoto, terimakasih atas kesabaran dan dukungannya selama menjalankan penelitian.

6. Seluruh Dosen Prodi Kimia UIN Jakarta, Penulis bersyukur telah mengenal mereka yang tak kenal lelah memberikan perhatian bagi mahasiswanya.

7. Para Aktivis Lingkungan Hidup yang tergabung dalam wadah Komunitas Green Chemistry dan HIMKA UIN antara lain Amsiri, Shindi, Garry, Ardi ibnu Hajar dan kawan-kawan angkatan 2005, 2006, 2007 dan 2008. Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I-Jakarta) yang telah banyak memberikan ruang beraktivitas dan berkreasi.

8. Sahabat Komunitas Musik Mahasiswa (KMM) RIAK, Banu I.N, Janzuar R, Nova A, Rizky A.P, Farissa Z, Mahmal R, Andi Key, dan Miladi A.

9. Alumni SMA 47 Jakarta Angkatan 2002, terimakasih atas kemuliaan kalian, Adri, Nico, Ka’Fir, Chalid, Dola, Oktayuda, Pheddy, Wardhana, dan Wawan. 10. Ucapan terima kasih yang terakhir kepada Nurasiyah, orangtua Penulis yang

tak pernah berhenti melafadzkan doa-doa kepada penulis sampai kapanpun. Karena tak ada gading yang tak retak, maka penulisan karya ilmiah inipun masih membutuhkan perbaikan, baik saran maupun kritik. Harapan dan cita-cita untuk selalu mengubah kondisi menjadi lebih baik adalah menjadi tujuan hidup siapapun. Maka atas perhatian dan kebaikannya, Penulis ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, September 2010 Penulis


(7)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT. Salam sejahtera kepada kita semua semoga diberikan kekuatan dan keselamatan di dunia akhirat. Penulis bersyukur diberikan kesempatan melakukan studi “Pembuatan membran mikrofilter zeolit alam dengan penambahan semen Portland putih”, untuk tujuan pengolahan air. Dan melalui ikatan kerjasama positif dan jalinan kekeluargaan yang harmonis antara Penulis dan pihak-pihak terkait, maka penelitian ini telah membuahkan hasil sesuai dengan tujuan dan harapan yang ada.

Sehingga pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terimakasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada mereka yang telah berperan besar dalam penyelesaian karya penelitian ini, diantaranya adalah:

1. DR. Syopiansyah Jaya Putra. M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sri Yadial Chalid, M.Si Selaku Ketua Program Studi Kimia, sekaligus Dosen Pembimbing akademik saya.

3. DR. Mirzan T. Razzak, M.Eng, APU, selaku Kepala Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan kemudahan fasilitas dan aksesibilitas yang tak terbatas.

4. Isalmi Aziz, MT, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan pelayanan dan pengarahan penulisan karya ilmiah ini dengan sangat baik.


(8)

vi

5. Kepala Divisi Analisis Lingkungan, DR. Thamzil Las atas kemuliaannya, beserta staf Laboratorium Ibu Etyn, Ibu Nita dan Bapak Maryoto, terimakasih atas kesabaran dan dukungannya selama menjalankan penelitian.

6. Seluruh Dosen Prodi Kimia UIN Jakarta, Penulis bersyukur telah mengenal mereka yang tak kenal lelah memberikan perhatian bagi mahasiswanya.

7. Para Aktivis Lingkungan Hidup yang tergabung dalam wadah Komunitas Green Chemistry dan HIMKA UIN antara lain Amsiri, Shindi, Garry, Ardi ibnu Hajar dan kawan-kawan angkatan 2005, 2006, 2007 dan 2008. Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I-Jakarta) yang telah banyak memberikan ruang beraktivitas dan berkreasi.

8. Sahabat Komunitas Musik Mahasiswa (KMM) RIAK, Banu I.N, Janzuar R, Nova A, Rizky A.P, Farissa Z, Mahmal R, Andi Key, dan Miladi A.

9. Alumni SMA 47 Jakarta Angkatan 2002, terimakasih atas kemuliaan kalian, Adri, Nico, Ka’Fir, Chalid, Dola, Oktayuda, Pheddy, Wardhana, dan Wawan. 10. Ucapan terima kasih yang terakhir kepada Nurasiyah, orangtua Penulis yang

tak pernah berhenti melafadzkan doa-doa kepada penulis sampai kapanpun. Karena tak ada gading yang tak retak, maka penulisan karya ilmiah inipun masih membutuhkan perbaikan, baik saran maupun kritik. Harapan dan cita-cita untuk selalu mengubah kondisi menjadi lebih baik adalah menjadi tujuan hidup siapapun. Maka atas perhatian dan kebaikannya, Penulis ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, September 2010


(9)

vii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………... v

DAFTAR ISI………... vii

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR GAMBAR……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

ABSTRAK………. xiii

ABSTRACT……… xiv

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Latar belakang……….………...……… 1

1.2. Rumusan masalah ………..….. 3

1.3. Batasan masalah ……….……... 3

1.4. Tujuan penelitian .. ……… 3

1.5. Manfaat penelitian ……… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ….……… 4

2.1. Zeolit ……….………... 4

2.1.1. Pengenalan zeolit ………... 4

2.1.2. Penamaan dan struktur zeolit ……… 5

2.2.3. Zeolit alam...………. 6

2.2. Semen Portland ………. 12

2.2.1. Pengenalan semen Portland ..……….. 12

2.2.2. Sifat kimia dan fisika semen ……….………. 13

2.2.3. Semen Portland putih ………. 16

2.3. Membran ………... 18

2.3.1. Jenis filtrasi membran………... 19

2.3.2. Kinerja membran ……… 22

2.3.3. Aplikasi membran ……….. 30

2.3.4. Pendekatan penelitian membran zeolit……...………. 31


(10)

viii

2.4.1. Prinsip kerja SSA ……… 32

2.4.2. Skema alat spektrofotometer Serapan Atom (SSA) …..…….. 33

2.5. Turbidimeter ………...………... 35

BAB III METODE PENELITIAN ……… 37

3.1. Waktu dan tempat penelitian ………. 37

3.2. Bahan dan alat ………...……….. 37

3.3. Prosedur kerja ……….... 38

3.3.1. Preparasi zeolit ………..…….. 39

3.3.2. Pembentukan membran zeolit-semen ………... 39

3.3.3. Pembuatan alat uji membran ……….. 40

3.3.4. Unjuk kerja membran zeolit ………... 41

1. Pengukuran densitas membran ………... 42

2. Pengukuran porositas membran ……… 42

3. Pengukuran kapasitas penyimpanan air………..… 43

4. Pengukuran laju aliran membran (fluks membran)…..…... 43

5. Penentuan efisiensi pemisahan ion Fe2+, Mn2+,Mg2+, Ca2+ dan Na+……….…………. 43

6. Penentuan efisiensi pemisahan kekeruhan air……… 46

7. Pengukuran tingkat keasaman filtrat ………. 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 49

4.1. Pengaruh persen berat zeolit terhadap sifat fisika membran..……... 49

4.1.1. Densitas membran …...….………..…..………….. 49

4.1.2. Porositas membran …….………..……….. 50

4.1.3. Kapasitas penyimpanan air……….…….... 52

4.1.5. Laju alir membran (Fluks membran).……….…... 55

4.1.6. Efisiensi pemisahan kekeruhan air ………. 56

4.2. Pengaruh persen berat zeolit terhadap sifat kimia membran……….. 57

4.2.1 Pemisahan ion Fe2+……..…..……….………. 58

4.2.2 Pemisahan ion Mn2+….……..……….…………. 60

4.2.3 Pemisahan ion Mg2+……..……….………. 61


(11)

ix

4.2.5 Pemisahan ion Na+…….…………..……… 64

4.2.6 Tingkat keasaman (pH) filtrat ……….……… 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 68

5.1. Kesimpulan ………. 68

5.2. Saran……… 68

DAFTAR PUSTAKA………..……... 72


(12)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi zeolit alam dari Lampung (Yuliusman, dkk, 2009)... 9

Tabel 2. Metode pengecilan padatan (Bernasconi, et.al, 1995) ...,... 10

Tabel 3. Selektifitas pertukaran ion pada zeolit... 11

Tabel 4. Komposisi kimia bahan baku semen Portland putih ……….... 18

Tabel 5. Klasifikasi membran berdasarkan struktur dan diameter pori (Grahn, 2006).. 20

Tabel 6. Perbandingan sifat berbagai jenis membran (Wagner, 2001),(Suwarsono, 2010)……… 22

Tabel 7. Spesifikasi bahan penelitian ………... 37

Tabel 8. Karakteristik larutan umpan yang digunakan membran zeolit……….. 44

Tabel 9. Pengaruh persen berat zeolit terhadap efisiensi pemisahan kekeruhan air ….. 57

Tabel 10. Pengaruh persen berat zeolit terhadap pemisahan ion Fe2+... 58

Tabel 11. Pengaruh persen berat zeolit terhadap pemisahan ion Mn2+………. 60

Tabel 12. Pengaruh persen berat zeolit terhadap pemisahan ion Mg2+……….. 61

Tabel 13. Pengaruh persen berat zeolit terhadap pemisahan ion Ca2+……… 63

Tabel 14. Pengaruh persen berat zeolit terhadap pemisahan ion Na+……… 65

Tabel 15. Tingkat keasaman (pH) filtrat membran ………..…..………… 66

Tabel 16. Total kebutuhan bahan pada pembuatan membran zeolit………. 76

Tabel 17. Hasil pengukuran massa membran zeolit……….……….. 77

Tabel 18. Data laju alir membran zeolit……….. 78

Tabel 19. Ringkasan hasil perhitungan sifat fisika membran zeolit………. 78

Tabel 20. Kalibrasi dan analisis konsentrasi ion Mn2+……….. 80

Tabel 21. Kalibrasi dan analisis konsentrasi ion Fe2+………. 80

Tabel 22. Kalibrasi dan analisis konsentrasi ion Mg2+……….. 81

Tabel 23. Kalibrasi dan analisis konsentrasi ion Na+………. 82

Tabel 24. Kalibrasi dan analisis konsentrasi ion Ca2+……….. 82


(13)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka bangunan zeolit (Byrappa & Yoshimura,2001) ... 6

Gambar 2. Peta sebaran mineral zeolit alam di Indonesia... 7

Gambar 3. Prinsip aliran membran secara vertical (dead end filtration) (kiri) dan grafik laju perpindahan massa persatuan waktu (kanan)……….. 28

Gambar 4. Selektifitas membran karena perbedaan diameter partikel dengan diameter pori membran (Wilbert, 1999)……….. 29

Gambar 5. Ilustrasi terjadinya proses penyerapan membran dan pemampatan yang terjadi selama periode tertentu (Williams, 2006)……….……… 30

Gambar 6. Diagram sistem kerja alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)... 33

Gambar 7. Prinsip kerja alat turbidimeter merek HACH (Anonim, 1999) …….. 36

Gambar 8. Diagram alir penelitian ………. 38

Gambar 9. Pembuatan alat uji membran (a) dan modul membran (b) …………. 41

Gambar 10. Rancangan penentuan efisiensi pemisahan membran ………. 45

Gambar 11. Pengukuran kekeruhan menggunakan alat turbidimeter portable merek HACH 2100P (Anonim, 1999)……….. 47

Gambar 12. Pengaruh persen berat zeolit terhadap densitas membran……... 49

Gambar 13. Pengaruh persen berat zeolit terhadap porositas membran …... 51

Gambar 14. Pengaruh persen berat zeolit terhadap kapasitas penyimpanan fluida (sampel air) membran……….……... 52

Gambar 15. Pengaruh persen berat zeolit terhadap fluks membran……….……... 56

Gambar 16. Kurva kalibrasi pengukuran logam Mn2+……… 80

Gambar 17. Kurva kalibrasi pengukuran logam Fe2+……….. 81

Gambar 18. Kurva kalibrasi pengukuran logam Mg2+………. 81

Gambar 19. Kurva kalibrasi pengukuran logam Na+……… 82

Gambar 20. Kurva kalibrasi pengukuran ion Ca2+……….. 83

Gambar 21. Kurva kalibrasi alat turbidimeter………. 83

Gambar 22. Peralatan uji penyaringan menggunakan membran zeolit……..…… 84

Gambar 23. Cara kerja penyaringan membran zeolit………..……… 85

Gambar 24. Peralatan pendukung yang digunakan selama penelitian di PLT-UIN………... 86


(14)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Penentuan spesifikasi membran………..…….. 76

Lampiran 2. Hasil pengukuran sifat fisika membran………..….. 77

Lampiran 3. Penentuan efisiensi pemisahan membran ………...…. 80


(15)

xiii ABSTRAK

Pembuatan membran mikrofilter menggunakan zeolit alam pada proses pemurnian air telah digunakan secara luas. Untuk mendapatkan struktur membran yang kompak dan menyatu, maka ditambahkan bahan pengikat seperti semen, keramik ataupun polimer. Pada penelitian ini zeolit alam dicampur dengan semen Portland putih sebagai bahan pengikatnya. Benda uji membran dibuat dalam bentuk silinder dengan diameter 43 mm dan tebal 5 mm. Tiga tipe sampel membran yaitu Z1S, Z2S dan Z3S ditentukan sebagai representasi dari persen

zeolit terhadap semen didalam struktur membran. Hasil penentuan karaktersitik fisika dan kimia membran diperoleh hasil sebagai berikut. Hasil pengukuran densitas membran adalah 1,44 g/cm3; 1,41 g/cm3 dan 1,33 g/cm3 untuk masing-masing tipe membran Z1S ; Z2S dan Z3S. Hasil pengukuran laju alir persatuan luas

(fluks) membran diperoleh nilai 0,40 kg.h-1.m-2; 1,41 kg.h-1.m-2dan 2,22 kg.h-1.m-2

masing-masing untuk tipe membran Z1S, Z2S dan Z3S. Efisiensi pemisahan

membran terhadap ion Fe2+ adalah 96,4 % - 99,4 dan 99,2 %, untuk ion Mg2+ adalah 69,4 %, 86,2 % dan 73,7 % dan untuk ion Mn2+ diperoleh hasil yang maksimal, yaitu hingga 100 %. Sedangkan efisiensi pemisahan ion Ca2+ dan Na+ belum diperoleh hasil yang maksimal.


(16)

xiv ABSTRACT

The preparation of microfilter membrane using natural zeolite for water purification activities have been applied widely. In addition of a binder such as cement, ceramic or polymer are necessary in order to obtain a compact and unified membrane structures. In this study, natural zeolite blended with white Portland cement as a binder. Membrane samples was made in the form of a cylinder with 43 mm of diameter and 5 mm of thickness. Three types of membrane samples are Z1S, Z2S and Z3S defined as a representation of the percent

zeolite in the membrane structure (by wight). The determination of characteristics of physic and chemistry membrane was obtained as the following results. Membrane density measurement were obtained 1.44, g/cm3 1.41 g/cm3 and 1.33 g/cm3 for each type membrane Z1S; Z2S and Z3S. The results of measurement

membrane flux were obtained 0,40 kg.h-1.m-2; 1,41 kg.h-1.m-2 and 2,22 kg.h-1.m-2

respectively for membrane type Z1S, Z2S dan Z3S. Membrane separations

efficiency of Fe2+ ions are 96,4 % - 99,4 % and 99,2 %, Mg2+ ions are 69,4 %, 86,2 % and 73,7 % and Mn2+ ions obtained maximum results with equal to 100%. While the separation efficiency of Ca2+ and Na+ ions has not yet obtained the maximum results.


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini air bersih mulai sulit diperoleh di sejumlah daerah, terutama di wilayah perkotaan. Hal ini dikarenakan semakin berkurang dan tercemarnya sumber air tanah dan sumber air permukaan. Kondisi ini mendorong munculnya pusat-pusat pengolahan air, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Untuk memperoleh air bersih yang layak konsumsi, diperlukan suatu cara pengolahan. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah filtrasi (penyaringan) menggunakan media filter seperti membran. Umumnya media filter yang biasa digunakan adalah pasir, kerikil, ijuk, arang dan zeolit.

Di Indonesia sendiri zeolit belum mendapat perhatian yang cukup sebagai bahan dasar media filtrasi air dari kontaminannya. Padahal wilayah Indonesia secara geografis terletak pada jalur gunung berapi yang memiliki potensi zeolit yang cukup besar. Sebagaimana kita ketahui bahwa zeolit alam memiliki kemampuan melakukan serangkaian fungsi dalam berbagai proses kimia seperti katalis, adsorben dan penukar ion. Melalui teknologi membran, zeolit dapat digunakan sebagai media penyerapan dan pemisahan secara bersamaan (McLeary,

et.al., 2006).

Keuntungan penggunaan membran sebagai media filter adalah efisiensi yang lebih besar, pengoperasian lebih sederhana dan kebutuhan energi lebih kecil. (Kusworo, dkk, 2010). Instalasi pengolahan air membutuhkan material utama


(18)

2 sebagai media pemisahan dari zat-zat yang tidak diinginkan. Menurut Mourato (2002) salah satu membran yang umum digunakan dalam proses pengolahan air bersih adalah membran mikrofilter, yang cocok untuk menahan suspensi dan emulsi. Selain itu, harga membran mikrofilter lebih murah dan tekanan operasi yang dibutuhkan lebih kecil yaitu kurang dari 2 bar. Sehingga membutuhkan alat pendukung utilitas yang lebih sedikit.

Untuk mendapatkan suatu bentuk membran mikrofilter berbasis zeolit, perlu dilakukan penambahan bahan pengikat (binder). Menurut Las (1989) zeolit alam (klinoptilolit) dapat dikombinasikan dengan bahan lain seperti polimer, semen ataupun keramik dalam berbagai aplikasi, misalnya membran, lapisan film, sensor dan katalis. Lebih lanjutnya lagi campuran antara zeolit alam (bagian terbesar) dan semen dapat membentuk suatu membran komposit hal ini telah diteliti oleh Bhakta dan Munekage (2009) yang menggunakan zeolit sebagai membran mikrofilter untuk pengolahan air.

Penelitian ini dilakukan guna mendapatkan campuran antara zeolit (bagian terbesar) dengan semen putih dalam suatu matriks membran mikrofilter yang berbasis zeolit alam. Telah diketahui bahwa semen telah digunakan sebagai bahan pengikat (binder) pada berbagai aplikasi. Namun pada penelitian ini semen yang digunakan adalah jenis semen Portland putih. Tujuannya adalah mendapatkan struktur membran mikrofilter zeolit-semen yang kompak dan menyatu. Sehingga dapat digunakan sebagai salah satu media filter pada proses pemisahan air dari kontaminannya.


(19)

3 1.2.Rumusan Masalah

1. Apakah zeolit dapat membentuk struktur yang kompak bila disatukan dengan bahan pengikat (binder) seperti semen putih?

2. Bagaimana karakteristik fisika dan kimia membran terhadap pengaruh persen berat zeolit dan semen Portland putih.

1.3. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pengaruh perbedaan persen berat zeolit dan semen dalam campuran membran terhadap densitas, porositas, kapasitas penyimpanan fluida, laju alir membran dan efisiensi pemisahan ion logam dan kekeruhan pada simulasi penyaringan air dari kontaminannya.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Membuat membran mikrofilter menggunakan zeolit alam dan semen Portland putih sebagai bahan pengikatnya.

2. Mengetahui karakteristik fisika dan kimia membran mikrofilter.

3. Mengetahui unjuk kerja membran dalam proses pemurnian air dari kontaminannya.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan pada proses pemurnian air dari kontaminannya, khususnya instalasi air minum pada skala kecil.


(20)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Zeolit

2.1.1. Pengenalan Zeolit

Zeolit dikenal pertama kali pada tahun 1756 oleh seorang ilmuwan mineral asal Swedia, Axel Cornstedt. Ia menemukan sejenis mineral yang kemudian diketahui sebagai zeolit dengan tipe stilbite. Mineral ini bila dipanaskan akan mengeluarkan gelembung-gelembung udara seperti batuan mendidih (boiling stone). Di kemudian hari mineral itu disebut sebagai zeolite, yang diambil dari

bahasa Yunani, “zeo dan lithos" yang berarti batu yang mendidih, karena bila

dipanaskan akan membuih dan mengeluarkan air.

Pada tahun 1840, Damour seorang peneliti mineral, mengemukakan bahwa mineral zeolit mempunyai kemampuan sebagai adsorben. Ia mengamati bahwa mineral zeolit dapat terdehidrasi secara reversibel tanpa menunjukan adanya perubahan morfologi. Kemudian pengamatan berlanjut pada kemampuan zeolit untuk melakukan pertukaran ion (ion exchange) oleh Eichorn pada tahun 1858. Setelah itu Weighel dan Steinhoff pada tahun 1925 melaporkan bahwa chabasite

dapat mengadsorpsi secara selektif molekul-molekul senyawa organik berukuran kecil dalam campurannya dengan molekul-molekul besar. Menyusul kemudian penemuan oleh McBain pada tahun 1932 yang melakukan uji coba pemanasan mineral zeolit (aktivasi) dan mendapatkan zeolit mampu menyerap molekul-molekul gas dengan ukuran partikel tertentu.


(21)

5 Beberapa tahun berikutnya penelitian tentang mineral zeolit terus dilakukan, hingga tahun 1977 ditemukan deposit zeolit yang melimpah di USA, Rusia, Jepang, Australia, Kuba dan sebagian Eropa Timur (Dyer, 1988).

2.1.2. Penamaan dan Struktur Zeolit

Menurut ahli kristalografi berkebangsaan AmerikaJ.V Smith(1984) zeolit didefinisikan sebagai suatu kristal alumino silikat yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi (framework), mempunyai rongga (cavity), dan saluran

(channel) yang mengandung kation logam alkali dan alkali tanah (Na, K, Mg, Ca,), serta molekul air.

Menurut Asosiasi zeolit internasional (IZA) sistem penamaan struktur kerangka zeolit didasarkan atas unit primer atau PBU (primary building unit)

yang selanjutnya bertransformasi membentuk struktur yang lebih kompleks lagi yaitu unit sekunder atau SBU (secondary building unit), unit sub sekunder atau SSU (secondary sub unit) dan unit periodik atau PBU (periodical building unit). Unit struktur primer yaitu TO4, (dimana T= (Al, Si) yang tersusun dari

corner-sharing atom O dari senyawa (AlO4) dan (SiO4) tetrahedral (lihat Gambar 1

bagian A). Selanjutnya untuk unit struktur sekunder zeolit merupakan pengembangan dari unit primer yang lebih besar yaitu rangka 3 cincin (3 Rings/3R), 4 cincin (4 Rings/4R), 5 cincin (5 Rings/5R), 6 cincin (6 Rings/6R), 8 cincin (8 Rings/8R), cincin 4 double (double 4 rings/D4R), cincin 6 double (double 6 rings/D6R), cincin 8 double (double 8 rings/D8R), cincin 4-1 , cincin 4-2, cincin 4 – 4 =1. cincin 5 -1, cincin 5 – 2, cincin 5 – 3, cincin 6 – 2, cincin 2 – 6 – 2.(www.iza-online.org).


(22)

6 Gambar 1. Kerangka bangunan zeolit (Byrappa & Yoshimura, 2001) 2.1.3. Zeolit Alam

Menurut data Pusat Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (PPTMB) penambangan zeolit alam di Indonesia terus meningkat. Data pada tahun 2003 menunjukkan produksi mineral zeolit mencapai 60 juta ton. Berikut ini merupakan gambar peta sebaran mineral zeolit alam di Indonesia.


(23)

7

Gamba

r 2. Peta

seba

ran m

in

era

l

ze

o

li

t

al

am di

Indonesia


(24)

8 Jumlah tersebut didominasi oleh zeolit dengan jenis klinoptilolit dan mordenit. Lokasi penambangan zeolit tersebar luas di berbagai daerah seperti Bayah-Banten, Cikalong-Tasikmalaya, Cikembar dan Naggung- Bogor, Sukabumi dan Kalianda, Cukuh Bulak, Talang Padang-Lampung dan seterusnya.

Pada umumnya, zeolit alam ditemukan dalam bentuk batuan atau serpihan yang berada dipermukaan maupun berada didalam kedalaman. Sehingga mineral zeolit telah bercampur dengan mineral lainnya. Meskipun begitu zeolit alam tetap memiliki potensi ekonomi yang luas. Oleh karena itu, untuk mendapatkan zeolit alam yang lebih baik diperlukan perlakuan khusus. Misalnya untuk kebutuhan penyerapan (adsorpsi) yang lebih besar, dilakukan pengecilan, pencucian yang dilanjutkan dengan pengaktivan zeolit.

Untuk pemanfaatan zeolit alam khususnya yang berasal dari Lampung telah banyak dilakukan salah satunya adalah berhasil mengidentifikasi komposisi kimia zeolit. Berdasarkan hasil pengujian komposisi kimia zeolit alam seperti tampak pada Tabel 1, terjadi perbedaan kadar senyawa yang diperoleh. Perbedaan ini dipengaruhi oleh kedalaman lapisan tanah dimana mineral zeolit ditambang, meski berasal dari tempat dan wilayah yang sama (Razzak, 2009). Sehingga penambangan pada kedalaman tertentu akan menghasilkan perbedaan kadar senyawa yang terkandung didalam mineral zeolit jika dibandingkan dengan penambangan yang dilakukan dipermukaan tanah.

Hal tersebut dapat dibuktikan melalui data hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain. Penelitian yang dilakukan oleh Razzak, dkk (2009) yaitu mengetahui komposisi senyawa zeolit alam Lampung. Data hasil


(25)

9 penelitiannya menunjukkan adanya perbedaan persen kuantitas senyawa yang terkandung didalam zeolit alam Lampung. Secara umum, untuk persentase senyawa Fe2O3 diperoleh data yang berbeda dengan yang dilakukan oleh

Yuliusman (2009) yaitu 0,95 dan 1,19 persen, senyawa K2O 0,70 dan 2,17

persen,senyawa CaO 0,52 dan 3,56 persen.

Tabel 1. Komposisi zeolit alam dari Lampung (Yuliusman, dkk (2009) Senyawa yang diukur Kadar berat (%)

SiO2 72.6

Al2O3 12.4

Fe2O3 1.19

Na2O 0.45

TiO2 0.16

MgO 1.15

K2O 2.17

CaO 3.56

Lain 6.32

Rumus kimia klinoptilolit secara umum Na6 (AlO2)6 (SiO2)30.24 H2O

Klinoptilolit Lampung

Na2,94 K1,35Ca0,63 Mg0,21 Al6,25 Si29,7 4O7220H2O

Dalam hal penggunaanya, zeolit dihaluskan dalam berbagai ukuran butir disesuaikan dengan tujuannya. Karena dengan ukuran zeolit yang lebih kecil akan menghasilkan luas permukaan yang lebih besar, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi dengan bahan lain lebih intensif. Menurut Ginting (2007) bahwa zeolit Lampung memiliki luas permukaan sebesar 10,05 m2, dengan jari-jari pori sebesar 166,53 nm dan kapasitas penyerapan sebesar 24,5 ml/g.

Menurut Bernasconi, et.al (1995) metode pengecilan atau penghalusan padatan dapat dilakukan dalam berbagai cara seperti terlihat pada Tabel 2 dibawah ini.


(26)

10 Tabel. 2. Metode pengecilan padatan (Bernasconi, et.al, 1995)

Metode Penghalusan Ukuran Padatan

Bahan yang dikecilkan

Bentuk Jenis Ǿ (mm) Pemecahan kasar Potongan Potongan > 10 Pemecahan halus Granulat Butir 10 – 1 Pengilingan kasar Kerikil Pasir 1 – 0.1 Penggilingan halus Tepung Serbuk 0.1 – 0.01 Penggilingan sangat halus Bedak Serbuk halus 0.001 - 0.001 Penggilingan koloid Koloid Koloidal < 0.001

Menurut Yuliusman, dkk (2009) terdapat beberapa langkah utama untuk mengaktivkan zeolit alam antara lain: pemanasan awal (pre-kalsinasi), pencucian kimia, pertukaran ion, kalsinasi dan dealuminasi. Berikut sedikit penjelasannya. a. Pencucian kimia

Pada proses pencucian ini biasanya digunakan larutan asam (contoh, asam sulfat dan asam klorida) atau basa (contoh natrium hidroksida) yang dicampur dengan zeolit. Perendaman dilakukan dalam jangka waktu tertentu sambil dilakukan pemanasan hingga mendidih. Kemudian dicuci kembali dengan air sampai netral dan dikeringkan. Tujuannya adalah untuk membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengotor, dan mengatur kembali letak atom yang dapat dipertukarkan.

b. Pertukaran ion

Pertukaran ion adalah proses mempertukarkan kation-kation yang terdapat didalam sistem pori kristal zeolit alam dengan kation-kation yang berasal dari larutan pengumpan. Dalam keadaan setimbang kondisi kation-kation yang berada


(27)

11 dalam sistem pori maupun larutan dapat digambarkan dalam persamaan sebagai berikut:

Dimana ZA dan ZB adalah valensi dari masing-masing kation A dan B, dan simbol zeo dann aq merujuk pada zeolit dan larutan. Selektifitas beberapa jenis zeolit alam dapat dilihat melalui Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Selektifitas pertukaran ion pada zeolit

Jenis Zeolit Selektrifitas Peneliti Sumber pustaka Analcim K< Li < Na < Ag Barrer (1950) Yuliusman,dkk

(2009) Chabazit Li < Ca <Sr <Ba< Na <Pb <NH <Rb

<Ag <K <Ti

Breck (1974) Hedstrom (2001) Heulandit Ca < Ba < Sr < Li < Na < NH4 < K Filizopa

(1974)

Yuliusman, dkk (2009)

Klinoptilolit Li < Mg < Al < Fe < Ca < Na < Sr < Ba < NH4 < K < Rb < Cs

Ames (1960) Woinarski,et.al (2003)

Mordenit Li < Na < Rb < K < Cs Ames (1961) Yuliusman, dkk (2009)

Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa kation-kation yang berada pada bagian kanan urutan tersebut adalah kation-kation yang lebih disukai oleh zeolit. Jika kita ingin mempertukarkan suatu kation dalam zeolit, maka kation penukarnya harus berada di sebelah kanan kation zeolit tersebut.

c. Kalsinasi

Proses ini merupakan proses perlakuan panas terhadap zeolit pada suhu yang relatif tinggi dalam tungku udara. Hal ini bertujuan untuk menguapkan

ZABZB+ (zeo) + ZBAZA+(aq) ↔ ZA BZB+ (aq) + ZBAZA+ (zeo)...(1) (Las, 1989)


(28)

12 molekul-molekul air yang terikat secara kimia yang terdapat didalam pori-pori zeolit sehingga diperoleh luas permukaan yang lebih besar. Selain itu, proses kalsinasi diyakini dapat memperbaiki susunan kerangka (framework)

aluminosilikat (Al-Si-O) yang tidak stabil menjadi bentuk yang lebih stabil dan menghasilkan susunan kristal zeolit yang lebih baik.

d. Dealuminasi

Dealuminasi dilakukan untuk mengurangi kadar Si/Al dalam struktur zeolit. Zeolit alam jenis klinoptilolit dan mordenit umumnya memiliki kadar Si/Al antar 5 – 6. Karena kadar Al3+ yang tinggi akan mengurangi sifat zeolit, yaitu menjadi lebih asam dan mengurangi kestabilan pada suhu tinggi. Karenanya, zeolit yang memiliki perbandingan Si/Al sama dengan satu akan memiliki kerangka struktur yang teratur. Sehingga, proses dealuminasi dapat pula memperbaiki tingkat keasaman zeolit (Purawiardi, 1999).

2.2. Semen Portland

2.2.1 Pengenalan Semen Portland

Penggunaan kata “Semen” diperoleh dari bahasa Latin, yaitu

caementum‖ yang berarti perekat. Sedangkan pemberian nama “semen portland‖ didasarkan atas kemiripan warna hasil olahan bahan pembentuk semen yang dilakukan oleh John Smeaton (Inggris) pada tahun 1756 dan Joseph Aspadin (Inggris) pada tahun 1824. Mereka secara terpisah menemukan sejenis bahan semen yang didapatkan dari hasil kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat dan menggilingnya menjadi bubuk halus yang kemudian dinamakan―Portland


(29)

13 Cement‖. Dinamakan demikian karena warna hasil olahannya mirip dengan warna tanah yang dijumpai di Pulau Portland, Inggris.

Semen merupakan senyawa/zat pengikat hidrolis yang terdiri dari senyawa CaO.SiO2.H2O (kalsium silikat hidrat) yang apabila bereaksi dengan air akan

mengikat bahan padat lainnya, membentuk satu kesatuan massa yang kompak, padat dan keras.

2.2.2. Sifat Kimia dan Fisika Semen

Menurut Austin (1985) semen memiliki jenis yang bermacam-macam disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Namun umumnya diantara sifat fisika dan kimia dari produk semen yang perlu diketahui adalah sebagai berikut, yaitu periode pengikatan dan pengerasan semen, kehalusan semen, ketahanan asam, hidrasi semen dan penggunaan faktor air semen.

a. Pengikatan dan Pengerasan(Setting Time and Hardening)

Menurt Austin (1985) mekanisme terjadinya setting dan hardening yaitu ketika terjadi pencampuran semen dengan air. Maka akan terjadi reaksi antara air dengan 3CaO.Al2O3 membentuk 3CaO.Al2O3.3H2O yang bersifat kaku dan berbentuk gel.

Untuk mengatur waktu lamanya pengerasan, perlu ditambahkan gipsum. Gipsum akan bereaksi dengan 3CaO.Al2O3.3H2O, membentuk lapisan ettringete yang akan

membungkus permukaan senyawa tersebut. Namun karena ada peristiwa osmosis pada lapisan ettringete akan pecah dan reaksi hidarsi 3CaO.Al2O3 akan terjadi

lagi, sehingga terbentuk lapisan etteringete kembali. Begitu seterusnya hingga senyawa gipsum habis. Proses ini akhirnya menghasilkan perpanjangan setting


(30)

14

time. Periode ini disebut Dormant Periode yang terjadi selama 1-2 jam dan selama itu pasta masih dalam keadaan plastis dan mudah dibentuk (workable).

Selama periode ini, dalam beberapa jam, reaksi dari 3CaO.SiO2 terjadi dan

menghasilkan 3CaO.SiO2.3H2O. Semen dan air akan mengisi rongga membentuk

titik-titik kontak yang menghasilkan kekakuan. Pada tahap berikutnya terjadi pengikatan senyawa CaO.SO4.H2O (gipsum) yang akan menghalangi mobilitas

partikel – partikel semen yang akhirnya pasta menjadi kaku dan akhir pengerasan mulai (final setting) tercapai, lalu proses pengerasan terus berlangsung hingga air dan gipsum habis bereaksi.

b. Ketahanan terhadap asam

Material baru hasil bentukan dari semen Portland dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh asam dari sekitarnya. Umumnya serangan asam tersebut merubah kontruksi-kontruksi yang tidak larut dalam air. Misalnya, asam klorida (HCl) akan bereaksi dengan tetrakalsium aluminoferrit (C4AF) menjadi besi klorida (FeCl2)

yang larut air. Selain itu, serangan asam dapat terjadi karena CO2 bereaksi dengan

Ca(OH)2 dari semen yang terhidrasi membentuk kalsium karbonat yang tidak larut

dalam air. Pembentukan kalsium karbonat, sebenarnya tidak menimbulkan kerusakan pada beton tetapi proses berikutnya yaitu CO2 dalam air akan bereaksi

dengan kalsium karbonat yang larut dalam air. Reaksi : Ca(OH)2(aq) + CO2(g)  CaCO3(s) + H2O (l)

CaCO3(s) + CO2(g) + H2O (l)  Ca(HCO3)2(aq)

reaksi yang terjadi dapat menghasilkan pengembangan volume sehingga memungkinkan terjadi keretakan pada campuran semen dan agregatnya.


(31)

15 c. Kehalusan

Kehalusan dapat mewakili sifat fisika lainnya terutama terhadap kekuatan. Bertambahnya kehalusan pada umumnya akan menambah kekuatan, mempercepat reaksi hidrasi begitu pula waktu pengikatannya yang semakin singkat.

d. Faktor air semen

Penggunaan jumlah air terhadap pencampuran semen memiliki pengaruh penting terhadap sifat fisika produk semen. Faktor air semen (water cement ratio)

adalah jumlah perbandingan air yang dibutuhkan untuk melakukan proses hidrasi bahan-bahan pembentuk semen.

Faktor air semen mempengaruhi porositas, kuat tekan dan permeabilitas produk berbahan semen. Menurut Mastuti (2009) permeabilitas merupakan kemampuan aliran air dalam menembus sampel membran, dimana yang mempengaruhi koefisien permeabilitas adalah perbandingan faktor air (W/C). Persamaan perhitungan faktor air adalah sebagai berikut.

………..………….(2)

Keterangan : W = Berat air (g) C = Berat semen (g)

P = Berat bahan tambahan pengganti semen (g) e. Hidrasi semen

Reaksi hidrasi adalah reaksi yang terjadi ketika mineral-mineral yang terkandung didalam semen bereaksi dengan air membentuk senyawa hidratnya dan melepaskan sejumlah panas hidrasi, yang pada akhirnya didapatkan produk


(32)

16 semen yang telah memadat dan keras. Hasil reaksi hidrasinya antara lain adalah

tobermorite gel yang merupakan jumlah terbesar (sekitar 50% dari jumlah senyawa yang dihasilkan). Reaksi tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:

2 (3CaO•SiO2) (s) + 11 H2O (l)  3 CaO•2SiO2•8H2O (s) + 3 Ca(OH)2 (aq)

Trikalsium silikat Air Kalsium silikathidrat(tobermorit) Kalsium hidroksida

2 (2CaO•SiO2) (s) + 9 H2O (l) 3 CaO•2SiO2•8H2O (s) + Ca(OH)2 (aq)

Dikalsium silikat Air Kalsium silikat hidrat Kalsium hidroksida

3 CaO•Al2O3 (s) + 3 (CaO•SO3•2H2O) (s) + 26 H2O (l) 6 CaO•Al2O3•3SO3•22H2O (s)

Trikalsium aluminat

Gipsum Air Ettringite

3 CaO•Al2O3(s) + 6 CaO•Al2O3•3SO3•32H2O( s) + 4 H2O 3(4CaO•Al2O3•SO3•12H2O) (s)

Trikalsium aluminat

Ettringite Air Kaslium monosulfoaluminohidrat

3 CaO•Al2O3 (s) + Ca(OH)2 (aq) + 12 H2O (l)  4 CaO•Al2O3•13H2O (s) Trikalsium

aluminat

Kalsium hidroksida

Air Tetra kalsium aluminat hidrat

4 CaO• Al2O3•Fe2O3 + 10 H2O + 2 Ca(OH) 2 (aq) 6 CaO•Al2O3•Fe2O3•12H2O

Tetrakalsium aluminoferrit

Air Kalsium

hidroksida

Kalsium aluminoferrit hidrat

(Chapwanya, et.al. 2009) 2.2.3. Semen Portland Putih

Semen Portland putih adalah semen hidrolis yang berwarna putih dan dihasilkan dengan cara menggiling terak (klinker) semen Portland putih yang terutama terdiri atas kalsium silikat dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat. Semen Portland putih dapat digunakan untuk semua tujuan di dalam pembuatan adukan semen yang tidak memerlukan persyaratan khusus, kecuali warna putihnya (SNI 15-0129-2004: Semen Portland putih).


(33)

17 Semen Portland putih atau White Portland Cement (WPC) merupakan jenis semen bermutu tinggi. Semen Portland putih dibuat dari bahan-bahan baku pilihan yang memiliki kandungan senyawa besi oksida dan magnesium oksida rendah (bahan-bahan tersebut menyebabkan semen berwarna abu-abu).

Derajat warna putih semen (whiteness) diukur menurut standar yang berbeda-beda. Namun menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) Semen Portland Putih derajat warna putih semen harus mencapai angka minimal 90 % jika ditentukan menggunakan alat Hunter Lab dan minimal 80 % jika ditentukan menggunakan alat Kett Meter.

Semen Portland putih dihasilkan dari klinker semen yang banyak mengandung trikaslium aluminat (C3A), trikalsium silikat (C3S) dan sedikit tetra

kalsium aluminoferrite (CA4F) maksimal 0,4 % berat (SNI 15-0129-2004: Semen

Portland putih). Warna putih dihasilkan khususnya dari senyawa kapur (CaCO3)

berkualitas tinggi, sedangkan perubahan warna abu-hijau diakibatkan dari bahan-bahan yang berasal dari senyawa besi (Fe2O3) dan mangan (Mn2O3), magnesium

(MgO) dan kromium (Cr2O3). Derajat warna putih semen (whiteness) pada produk

semen Portland putih yang beredar dipasaran umumnya memiliki rentang nilai sebesar 80 – 84 %, untuk semen Portland putih berkualitas tinggi kisaran angka derajat warna putihnya (whiteness) mencapai 84 – 88 %.

Pada umumnya untuk mendapatkan warna semen Portland menjadi putih adalah dengan mengurangi senyawa pembentuk warna dan hanya menggunakan batu kapur (limestone) dengan kualitas tinggi atau menggunakan kaolinite (china clay). Berikut ini merupakan Tabel 4 yang menggambarkan bahan-bahan


(34)

18 pembentuk semen Portland abu-abu (Ordinary Portland cement/OPC) dan semen Portland putih (White Portland Cement/WPC).

Tabel 4. Komposisi kimia bahan baku semen Portland putih. Senyawa

yang diukur

Persen berat (%) SNI 15-0129-2004: Semen Portland putih OPC (ASTM 150 C) WPC (Aalborg White, Denmark) WPC, (Dyckerhoff German)* WPC, (Hirocem, Slovakia)

SiO2 19 – 23 23,8 22,05 21,7 -22,5 td Al2O3 3 – 7 5.0 3,98 4,0 – 4,3 td Fe2O3 1,5 – 4,5 0,2 0,22 0,2 – 0,24 Maks 0,4 % MgO 0,5 – 2,5 0,08 1,62 1,8 – 2,5 Maks. 5 % CaO 63 – 67 70,8 67,06 65,4 – 67 td Na2O 0,07 – 0,4 0,03 0,06 0,12 – 0,4 Maks. 0,6 % K2O 0,1 – 1,2 0,03 0,27 Td td SO3 2,5 – 3,5 0,06 2,48 2,2 – 2,7 Maks. 3,5 % Lain-lain Td - 1,81 Td td Keterangan:

td : tidak dicantumkan, *Moresova & Skvara, (2001)

2.3Membran

Membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih komponen dari aliran fluida melalui suatu membran. Membran berfungsi sebagai penghalang (Barrier) yang selektif diantara dua fasa, yaitu hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui membran. Dengan kata lain membran berfungsi memisahkan material berdasarkan ukuran partikel zat terlarut, menahan komponen dari umpan yang mempunyai ukuran lebih besar dari pori-pori membran dan melewatkan komponen yang mempunyai ukuran yang lebih kecil. Proses membran melibatkan umpan (cair dan gas), dan gaya dorong (driving force)akibat perbedaan tekanan (∆P) (Notodarmojo dan Deniva, 2004). Dengan


(35)

19 demikian, larutan yang mengandung komponen yang tertahan disebut konsentrat dan larutan yang mengalir disebut permeat atau filtrat dan prosesnya secara umum disebut sebagai penyaringan atau filtrasi.

Sehingga menurut Agustina, dkk (2008) filtrasi membran selain berfungsi sebagai sarana pemisahan juga berfungsi sebagai sarana pemurnian suatu larutan. Teknologi membran memiliki beberapa keunggulan tertentu jika dibandingkan dengan proses lain, yaitu:

o Pemisahan dapat dilakukan secara kontinu, sehingga konsumsi energi

umumnya relatif lebih rendah.

o Proses membran dapat mudah digabungkan dengan proses pemisahan

lainnya.

o Pemisahan dapat dilakukan dalam kondisi yang mudah dikondisikan o Mudah dalam memperbesar skala pemisahan (scale up)

o Tidak perlu adanya bahan tambahan

o Material membran bervariasi sehingga mudah diadaptasikan

pemakaiannya. 2.3.1. Jenis Filtrasi Membran

Pada umunya jenis penyaringan menggunakan sistem membran dapat didasarkan atas ukuran pori dan besarnya gaya dorong atau tekanan. Sehingga dapat menentukan perkiraan apakah suatu contoh larutan dapat dipisahkan dari zat yang tidak diinginkan menggunakan membran tertentu. Untuk jenis membran yang didasarkan atas besarnya ukuran pori membran dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.


(36)

20 Tabel 5. Klasifikasi membran berdasarkan struktur dan diameter pori

(Grahn, 2006)

Membran berdasarkan struktur Klasifikasi IUPAC Membran porous (pori > 50 nm)

Membran nonporous (2 nm < pori < 50 nm) Membran carrier (pori < 50 nm)

Mikropori d < 2 nm Mesopori 2 < d <50 nm Makropori d > 50 nm

Sedangkan, secara umum dikenal beberapa jenis membran yaitu mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), nanofiltrasi (NF), dan reverse osmosis

(RO) yang didasarkan atas besarnya gaya dorong (gradien tekan). Berikut penjelasan masing-masing membran yang dibedakan menurut gaya tekannya. a. Mikrofiltrasi

Mikrofiltrasi merupakan pemisahan partikel berukuran mikron atau submikron. Baik mikrofiltrasi maupun ultrafiltrasi merupakan proses pemisahan dengan mekanisme penyaringan, yaitu memisahkan spesi tertentu dari yang lain berdasarkan ukuran dan digunakan untuk penyaringan udara maupun cairan. Mikrofiltrasi mencakup diameter pori antara 0,1 µm sampai 10µm. Karena membran mikrofiltrasi mempunyai pori yang relatif besar maka ketahanan terhadap tekanan relatif kecil dan sebagai gaya penggerak cukup digunakan tekanan rendah.

b. Ultrafiltrasi

Ultrafiltrasi (UF) juga memisahkan atau memekatkan larutan yang mengandung koloid dan bahan berberat molekul tinggi. Pori–pori membran ultrafiltrasi yang halus mempunyai ukuran beberapa puluh angstrom. Sesuai dengan ukuran pori membran, pada industri karet, ultrafiltrasi digunakan untuk


(37)

21 pemekatan lateks encer dengan kadar padatan 0,5% sampai 2,5%. Pada kondisi ideal partikel–partikel lateks dengan ukuran antara 0,05 µm sampai 0,5 µm secara keseluruhan dapat ditolak oleh membran ultrafiltrasi dan diperoleh permeabilitas yang tinggi.

Membran semipermeabel dipakai untuk memisahkan makromolekul dari larutan. Tekanan sistem ultrafiltrasi biasanya rendah, 10-100 psi (70-700 kPa), sehingga dapat menggunakan pompa sentrifugal biasa. Pada membran ultrafiltrasi dapat terjadi penurunan permeabilitas karena gejala berikut ini : 1. Zat terlarut teradsorpsi pada permukaan membran dan pori – porinya 2. Zat terlarut tertahan di dalam pori (blocking)

3. Zat terlarut secara mekanik tertahan pada bagian atas membran (saringan) c. Nanofiltrasi

Nano berarti sepermilyar, menunjukkan ukuran porinya. Nanofilter ialah membran bertekanan sangat rendah, hanya melewatkan partikel di bawah satu nanometer (10-3 mikron), berciri membran RO dan UF. Proses nanofiltrasi memisahan kesadahan, menghilangkan bakteri dan virus, menghilangkan warna. Nanofiltrasi cocok bagi air yang total padatan terlarut rendah, dilunakkan dan dihilangkan senyawa organiknya. Sifat rejeksinya khas terhadap tipe ion. Ion dwivalen lebih cepat dihilangkan dari pada yang monovalen. Formulasi dasarnya mirip osmosis balik tetapi mekanisme operasionalnya mirip ultrafiltrasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses nanofiltrasi membran adalah gabungan antara proses osmosis balik dan ultrafiltrasi membran.


(38)

22 d. Osmosa Balik

Osmosa balik merupakan proses yang didorong oleh adanya tekanan, menahan semua ion, dan meloloskan air. Membran reverse osmosis ini juga rentan terjadinya fouling karena diakibatkan oleh zat-zat dalam air baku misalnya kerak, pengendapan koloid, oksida logam, organik dan silika.

Dengan demikian pemilihan jenis membran dapat didasarkan atas kebutuhan penggunannya. Karena untuk pengoperasian jenis membran tertentu perlu dilakukan pretreatment terlebih dahulu, misalnya melalui proses pengendapan, floatasi dan flokulasi. Sehingga membran mampu bekerja secara maskimal. Berikut ini merupakan Tabel 6 perbandingan jenis membran yang satu dengan lainnya dari berbagai sifat.

Tabel 6. Perbandingan sifat berbagai jenis membran (Wagner, 2001), (Suwarsono, 2010).

Sifat membrane Osmosa Balik Ultrafiltrasi Mikrofiltrasi Tekanan 10 – 30 bar 2 – 6 bar 2 – 6 bar) Konsumsi energi Tinggi Rendah Rendah Efisiensi

penyaringan

50- 80 % Maksimal 95% Maksimal 100%

Keasaman Toleransi pH 2 -11 Toleransi pH 1-13 Toleransi pH 1-13 Suhu operasi max.40 0C max. 80 0C Tahan suhu tinggi Ketahanan

Oksidasi

Tidak tahan oksidasi Tahan oksidasi Tahan oksidasi

2.3.2. Kinerja Membran

Faktor utama yang menentukan sifat membran dalam proses penyaringan adalah struktur membran, komposisi kimia bahan dan kondisi


(39)

23 operasi. Struktur membran, berkaitan dengan ukuran pori, distribusi pori, jumlah pori dan ketebalan lapisan. Adapun faktor–faktor yang dapat mempengaruhi kerja dan performa membran secara umum adalah struktur penyusun membran, ukuran pori membran, dan kondisi operasi.

1. Struktur Membran

Umumnya membran dibuat dalam bentuk lembaran dan silinder. Dengan mengetahui bentuk bangunan membran maka dapat diketahui pula karakteristik fisika membran seperti, densitas, porositas dan kapasitas penyimpanan air. Dengan begitu dapat diketahui pula pengaruhnya terhadap kinerja membran dalam melakukan proses pemisahan. Berikut ini sedikit penjelasan bagaimana sifat fisika membran mempengaruhi kinerjanya.

a. Densitas.

Densitas adalah suatu besaran yang menyatakan perbandingan antara massa dalam gram dengan volume dalam cm3 (Keenan, 1980). Penentuan Densitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (Anonim, 2008):

 Densitas sejati, yaitu massa dibagi volume tidak termasuk rongga yang terbuka dan tertutup.

 Densitas nyata, yaitu massa dibagi volume tidak termasuk pori/lubang terbuka, tetapi termasuk pori yang tertutup.

 Densitas efektif, yaitu massa partikel dibagi volume termasuk pori yang terbuka dan tertutup.


(40)

24 Semakin besar densitas suatu benda, maka semakin besar pula massa tiap satuan volumenya. Densitas dapat ditentukan menggunakan metode Archimedes (standar ASTM Cement) yaitu sebagai berikut.

………(3)

Dimana,

Ms = Massa kering (g)

Mb = Massa sampel setelah direndam air (g)

Mg = Massa sampel yang digantung didalam air (g) Mk = Massa kawat penggantung (g)

(Keenan, 1980) b. Porositas (void space) dan Kapasitas penyimpanan fluida.

Porositas merupakan perbandingan antara volume ruang yang terdapat dalam benda yang berupa pori-pori terhadap volume secara keseluruhan (volume sampel + volume pori). Besar kecilnya porositas suatu sampel akan menentukan kapasitas penyimpanan cairan (fluida reservoir). Secara matematis porositas benda dapat ditentukan dengan mengetahui volume pori atau void space (rongga antar partikel) dapat dinyatakan melalui persamaan sebagai berikut:

...(4) (Soltani, et.al.,2009), Dimana, Msat adalah massa sampel (g) yang dijenuhkan menggunakan Nitrogen cair selama 24 jam, Mdry adalah massa sampel (g) yang dikeringkan dalam pengering oven pada suhu 60o C, hingga tercapai massa yang konstan,


(41)

25 dan Vm adalah voleme sampel (cm3). Selain itu, terdapat pula perhitungan

lain yang digunakan untuk menentukan harga porositas nyata (apparent porosity), yaitu sebagai berikut.

………(5)

(Thokchom et.al.,2009) Dimana P adalah porositas, Mb adalah massa sampel (g) yang direndam didalam air selama 48 jam, Ms adalah massa sampel (g) yang dikeringkan pada 85oC selam 24 jam, Mg adalah massa sampel yang digantung didalam air dan Mk adalah massa kawat penggantung (g). Sedangkan untuk menentukan

seberapa besar kapasitas penyimpanan air atau derajat pengembangan (degree of swollen) pada suatu sampel dapat ditentukan melalui persamaan sebagai berikut.

….………..….…(6)

(Ghazali and Tram, 2004), (Suherman, 2009) Dimana,

% DS = Derajat pengembangan sampel (degree of swollen)

Ms = Massa sampel didalam air (g)

Md = Massa sampel kering (g)

2. Komposisi Kimia Bahan

Umumnya penggunaan bahan membran memiliki tujuan khusus dalam pemanfaatannya. Sehingga pada prakteknya dikenal suatu pembagian atau klasifikasi membran berdasarkan material penyusunnya yang dibedakan menjadi dua yaitu:


(42)

26 a. Membran biologis yang berasal dari sel makhluk hidup

b. Membran sintetis, yang berasal dari bahan polimer (membran organik) dan berasal dari keramik, zeolit, serat logam (membran anorganik).

3. Unjuk kerja membran

Dari segi pengoperasiannya, membran dapat dioperasikan secara

dead-end ataupun cross flow. Pada modul operasi dead-end, arah aliran umpan tegak lurus terhadap membran. Pada operasi ini, seluruh air umpan dipaksa melewati membran secara kontinu, dan tidak ada sirkulasi air didalam modul membran. Sedangkan pada pola aliran cross flow aliran umpan dengan arah sejajar dengan permukaan membran dan terjadi sirkulasi umpan.

Prinsip separasi membran seperti yang dikemukakan oleh Timoti (2005) dan Boussu (2007) adalah pemisahan antar dua bagian yang terpisah oleh membran untuk tujuan tertentu. Meskipun sebenarnya gaya tekan umpan juga dihasilkan akibat gaya beratnya atau lebih dikenal dengan tekanan hidrostatik.

Tekanan hidrostatik adalah berat kolom air yang biasa diukur dalam atmosfir (atm). Tekanan air pada setiap arah pada suatu badan air memiliki besaran yang sama, air akan bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan lebih rendah. Tekanan hidrostatik dapat dinyatakan dengan persamaan berikut (Resnick, 1985):

Phidrostatik = ρ. g. h ……….………..(7) Dimana:

Phidrostatik = Tekanan hidrostatik (tekanan/unit area) ρ = Massa jenis air (g/cm3)


(43)

27 g = Percepatan gravitasi (9,8 m/det2)

h = Kedalaman dibawah permukaan air (cm)

Tekanan hidrostatik bertambah secara konstan seiring dengan bertambahnya kedalaman air. Setiap kedalaman 10 m tekanan hidrostatik bertambah sebesar 1 atm yang setara dengan 1,03 kg/cm2. Meskipun begitu, umumnya operasi membran memerlukan gaya dorong dari luar (gradien tekanan) sehingga spesi tertentu mampu melewati membran dan spesi yang tidak diinginkan tetap tertahan pada permukaan membran secara efisien.

Selanjutnya untuk menentukan laju rata-rata filtrasi membran (average filtration rate) dapat ditentukan melalui persamaan berikut ini.

………(8)

Ahmad and Ismail (2001), (Liu, et.al.2008) Dimana W adalah massa dari permeat dalam satuan kg atau liter (L) jika dihitung dalam volume, A luas permukaan membran dalam satuan m2dan

t adalah waktu dalam satuan jam. Menurut Ghazali and Tram (2004) perhitungan laju filtrasi membran dapat disederhanakan menjadi.

………(9)

Dimana Q adalah berat (kg) atau volume (L) filtrat pada waktu tertentu dan A adalah luas efektif area membran (m2). Untuk penggunaaan aliran membran secara vertikal (dead end) dapat digambarkan pada Gambar 3. berikut ini:


(44)

28 Gambar 3. Prinsip aliran membran secara vertical (dead end filtration)

(kiri) dan grafik laju perpindahan massa persatuan waktu (kanan).

Menurut Zhong et.al (2009) untuk pengukuran efektifitas area membran dapat ditentukan melalui persamaan :

A = N . π. do. l ………(10)

Dimana,

A = Luas permukaan membran (m2)

do = Diameter luar membran (m) N = Jumlah lapisan membran

l = Ketebalan membran (m)

Selain ditentukan fluks membran atau laju filtrasi yang juga perlu diketahui adalah penentuan koefisien rejeksi (permselektivitas). Menurut Notodermoko dan Deniva (2004) koefisien rejeksi suatu membran merupakan ukuran kemampuan suatu membran untuk menahan suatu spesi (konsentrat) atau melewatkan suatu spesi (konsentrat) tertentu. Parameter yang digunakan untuk menggambarkan tingkat pemisahan membran terhadap suatu konsentrat tertentu, dapat diekspresikan melalui nilai adalah koefisien rejeksi (R) atau dapat pula disebut persen pemisahan (% Removal). Namun, seringkali nilai rejeksi atau pemisahan membran dapat dijadikan rujukan langsung untuk


(45)

29 menggambarkan efisiensi penyaringan suatu membran. Untuk mendapatkan persen efisiensi penyaringan dapat digunakan persamaan sebagai berikut:

...(11) (Las, 1989) dimana:

R = Persen pemisahan membran atau effisiensi penyaringan membran terhadap zat tertentu

Ct = Konsentrasi zat terlarut dalam permeat atau filtrate (ppm)

Co = Konsentrasi zat terlarut dalam umpan (ppm)

Penggunaan membran tidak selalu menguntungkan, kekurangan teknologi membran antara lain, dapat diidentifikasi melalui laju fluks dan selektifitas membran. Semakin tinggi fluks seringkali berakibat menurunnya selektifitas dan sebaliknya. Sedangkan hal yang diinginkan selama proses penyaringan adalah mempertinggi fluks dan selektifitas, seperti terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4. Selektifitas membran yang didasarkan atas ukuran partikel pada model aliran dead end.(Wilbert, 1999).

Kelemahan yang utama adalah terjadinya fouling, yaitu proses terakumulasinya komponen secara permanen akibat proses filtrasi itu sendiri. Kemungkinan terjadinya fouling sangat besar pada metode dead end filtration,


(46)

30 karena aliran larutan umpan mengalir secara vertikal. Namun begitu fouling

dapat dikurangi dengan melakukan pembilasan seperti back flow. Dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini, bahwa penyerapan sejumlah partikel dipermukaan membran selama periode penggunaan membran tertentu akan menghasilkan pemampatan membran (membrane fouling).

Gambar 5. Ilustrasi terjadinya proses penyerapan membran dan pemampatan yang terjadi selama periode tertentu (Williams, 2006).

2.3.3. Aplikasi Membran

Salah satu keuntungan dari aplikasi teknologi membran adalah rendahnya energi yang digunakan. Pemisahan yang berbasis membran tidak berdasarkan hasil kesetimbangan fasa yang menggunakan banyak energi. Selain itu aplikasi teknologi membran juga dapat dilakukan dalam kondisi normal sehingga perubahan fasa dapat dihindari. Perubahan fasa akan mempengaruhi kualitas bahan dan produk yang dihasilkan. Oleh karena itu teknologi membran sesuai untuk diterapkan di industri farmasi, kimia, dan makanan.

Menurut Notodarmojo dan Deniva (2004) teknologi membran dapat menghasilkan air bersih dengan syarat kualitas air minum. Air baku dimasukkan ke bejana yang berisi membran semipermeabel, dengan


(47)

31 memberikan tekanan. Ini merupakan proses fisis yang memisahkan zat terlarut dari pelarutnya. Membran hanya dilalui pelarut sedangkan zat terlarutnya seperti kontaminan dan koloid akan tertahan (rejeksi) oleh struktur pori yang berfungsi sebagai penyaring (siever).

Membran juga mampu mereduksi kesadahan, dan menyaring senyawa - senyawa anorganik dan organik tanpa melalui penambahan bahan - bahan kimia. Umpan dengan kualitas yang rendah juga mampu diolah dengan proses membran. Dari segi kebutuhan ruang, proses membran menggunakan ruang yang lebih kecil dibandingkan dengan proses konvesional.

2.3.4. Pendekatan Penelitian Membran Zeolit

Secara umum membran filter dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu filter dalam (depth filter) dan filter saringan (screen filter). Filter dalam terbuat dari matriks serat atau butiran yang tersusun secara acak sehingga membentuk suatu massa yang memiliki rongga-rongga dalam matriks filter. Sedangkan filter saringan memisahkan partikel-partikel di atas permukaannya seperti halnya saringan. Strukturnya lebih kuat, seragam dan sinambung dengan ukuran pori yang dapat diatur dengan baik pada waktu pembuatannya. Filter membran termasuk dalam golongan filter saringan. Dimana partikel akan terpisah dari cairan karena terperangkap. (Juansah dkk, 2009)

Membran zeolit (zeolite membrane) digolongkan ke dalam jenis membran anorganik karena bahan penyusunnya dan membran mikrofiltrasi karena proses separasinya. Membran mikrofilter berarti membran yang digunakan untuk memisahkan partikel berukuran 0,1-10 µm, sehingga


(48)

32 memiliki diameter pori yang relatif besar, karenanya ketahanan terhadap tekanan relatif kecil dan sebagai gaya dorong cukup digunakan tekanan rendah. Kombinasi antara zeolit dan bahan pengikat lainnya telah banyak dilakukan dengan tujuan yang sama, yaitu pemisahan gas dan pemisahan air. Beberap penelitian sejenis antara lain oleh Hennepe, et.al (1987) yaitu melakukan pemurnian alkohol menggunakan campuran antara zeolit sebagai medium pemisah dan karet silikon sebagai bahan pengikatnya (binder). Selain itu, Soyer, et. Al (2009) melakukan desalinasi air laut menjadi air minum menggunakan membran zeolit. Namun, penelitian yang benar-benar sejenis, yaitu pencampuran antara zeolit dan semen belum banyak diperoleh data. 2.4. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Metode analisa Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) adalah salah satu metode analisa kimia yang dilakukan berdasarkan pada pengukuran besaran sifat-sifat fisik yang timbul atau berubah akibat adanya interaksi materi dengan berbagai bentuk energi panas, radiasi, kimia dan listrik.

2.4.1. Prinsip Kerja SSA.

Larutan cuplikan diambil melalui kapiler dan disempurnakan sebagai kabut halus dalam nyala api yang berbentuk memanjang. Setelah cuplikan dalam kabut halus mengalami berbagai proses dalam nyala api, maka akhirnya unsur logam yang dianalisa timbul sebagai atom-atom netral yang masih berada dalam keadaan dasarnya. Atom-atom tersebut kemudian disinari dengan sinar pada panjang gelombang tertentu sehingga terjadi absorpsi sinar oleh atom logam. Absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi unsur logam yang di analisis.


(49)

33 Absorpsi sinar oleh atom-atom logam terjadi didalam nyala api. Sumber energi berupa lampu katoda berongga (Hollow Chathode Lamp). Sedangkan nyala pembakar berguna untuk mengaktivkan atom logam sebelum menyerap energi. 2.4.2. Skema Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Alat SSA merupakan gabungan dari beberapa instrumen utama seperti, sumber sinar, atomisasi, dan spektrofotometer (terdiri dari monokrometer, detektor dan rekorder) yang dirangkai sedemikian rupa hingga dapat digunakan sebagai alat analisis kadar logam. Berikut ini merupakan Gambar 6 yaitu diagram alir prinsip kerja alat Spektrofotometer Serapan Atom.

Gambar 6. Diagram sistem kerja alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). a. Sumber sinar

Sumber sinar yang digunakan untuk pengukuran secara spektrofotometri serapan atom adalah hollow cathode dan setiap pengukuran logam harus menggunakan hollow cathode khusus. Hollow cathode akan memancarkan energi radiasi yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron atom.

Hollow cathode terdiri dari tungsten (bermuatan positif) dan katoda silindris (bermuatan negatif). Kedua elektroda tersebut berada didalam sebuah tabung gelas yang berisi gas neon (Ne) atau gas argon (Ar) dengan tekanan 1-5 Torr.


(50)

34 b. Sistem Pengatoman.

Pada sistem pengatoman unsur yang akan dianalisa diubah bentuknya dari bentuk ion menjadi atom bebas. Proses ini juga dikendalikan oleh nebulizer, dimana uap larutan diberi panas (suhu) tinggi sehingga terjadi proses atomisasi. c. Monokromator.

Monokromator berfungsi untuk meneruskan panjang gelombang emisi dari lampu katoda berongga yang diabsorpsi paling kuat oleh atom-atom di dalam nyala api (panjang gelombang maksimum) dan menahan garis-garis emisi lain dari lampu katoda berongga yang tidak digunakan untuk analisa.

d. Detektor.

Detektor berfungsi mengubah energi sinar menjadi energi listrik. Energi yang dihasilkan dapat menggerakkan jarum (bila sistem pembacaannya merupakan sistem jarum), akan mengeluarkan angka digital, atau menggerakkan pen pada recorder maupun menampilkan angka pada layar monitor.

e. Sistem Pembacaan.

Sistem pembacaan pada SSA sangat bervariasi dan tergantung pada keperluan. Untuk analisis raksa maupun pengatoman dengan tungku grafik yang diperlukan adalah terutama sistem pembacaan rekorder atau monitor komputer. Dimana cuplikan telah diubah menjadi larutannya (pada umumnya pelarut yang digunakan adalah aquades berkualitas tinggi).

Menurut Asminar, dkk, (2008) hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi unsur logam yang dianalisis dinyatakan dengan hukum Lambert-Beer sebagai berikut :


(51)

35

……….………(12)

………..………(13)

Dimana,

Io = Transmitansi awal (candela) a

= koefisien serapan radiasi (L .M-1.cm-1) I = Transmitansi (candela) b = panjang medium yang dilewati

radiasi resonansi (cm)

A = Absorbansi c

= konsentrasi atom tingkat tenaga dasar (mol.L-1)

2.5. Turbidimeter

Pengukuran kekeruhan air dapat dilakukan melalui beberapa cara, seperti yaitu 1) Metoda Nefelometrik (satuan NTU atau FTU) dan Metoda visual. Metoda visual adalah cara kuno dan lebih sesuai untuk nilai kekeruhan yang tinggi, yaitu lebih dari 25 unit, sedangkan metode nefelometrik lebih sensitif dan dapat digunakan untuk segala tingkat kekeruhan.

Prinsip pengukuran kekeruhan menggunakan metode nefelometrik adalah membandingkan antara intensitas cahaya yang dihamburkan dari suatu sampel air dengan intensitas cahaya yang dihamburkan oleh sesuatu larutan standard kekeruhan pada kondisi yang sama (SIN: 06-6989.25-2005). Sebagai larutan standar kekeruhan dipergunakan suspensi polimer formazin. Larutan standar yang lain digunakan SiO2 yang setara dengan 1 mg/L untuk 1 NTU.

Prinsip kerja alat seperti yang tergambar pada Gambar 7 yaitu, sumber sinar memancarkan cahaya pada media atau sampel, dan cahaya tersebut akan diserap, dipantulkan atau menembus media tersebut.


(52)

36 Gambar 7. Prinsip kerja alat turbidimeter merek HACH (Anonim, 1999).

Cahaya yang menembus media akan diukur dan dikonversi kedalam bentuk angka. Nilai kekeruhan dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut ini:

T = ao . I90………..(14)

T = Turbiditas

ao = Koefisien kalibrasi

I90 = Nilai turbiditi terdeteksi pada angle 90o (Sadar, 1998)

Umumnya, padatan tersuspensi (suspended solid) dan kekeruhan

(turbidity) memiliki korelasi positif yaitu semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin tinggi pula nilai kekeruhan. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Air laut memiliki nilai padatan terlarut yang tinggi, tetapi tidak berarti kekeruhannya tinggi pula (Effendi, 2003).


(53)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tepatnya di Divisi Laboratorium Analisis Lingkungan. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama delapan (8) bulan terhitung sejak awal bulan Desember 2009 hingga akhir Juni 2010.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah zeolit alam diperoleh dari CV. Minatama-Zeo Kap Kan, Bandar Lampung dan semen Portland putih diperoleh dari PT Indocement Tunggal Prakarsa (produsen merek semen Tiga Roda). Untuk produk larutan kimia Mn(NO3)2 0,1 M; Fe(NO3)2 0,1 M; Mg(NO3)2 0,1 M; Ca(NO3)2 0,5

M dan NaNO3 0,5 M diperoleh dari perusahaan Merck (Germany). Berikut ini

merupakan Tabel 7 spesifikasi bahan zeolit dan semen: Tabel 7. Spesifikasi bahan penelitian. Spesifikasi Bahan Zeolit Alam

Klinoptilolit

Semen Portland Putih

Ukuran butir ± 87,5 µm ≥ 45 µm

(SNI 15-0129, 2004)

Warna Putih pucat Putih bersih

(SNI 15-0129, 2004)

Asal CV. Minamata, Lampung/

Zeo kap-kan

PT.Indocement Tunggal Prakarsa (Tigaroda) Peralatan yang digunakan adalah pengayak (test sieve) ukuran mesh 355 µm dan 180 µm (RETSCH, Germany); timbangan digital (Adventurer-OHAUS,

37 u


(54)

38 USA); oven (Memmert,USA) ; pH Meter (Mettler Toledo, USA); turbidimeter Portabel Type 2100P- HACH, USA dan análisis logam Spektrometer Serapan Atom (SSA) Type Analyst 700 (Perkin Elmer,USA).

3.3. Prosedur Kerja

Keseluruhan tahapan proses penelitian secara umum tergambar pada Gambar 8. Diagram alir penelitian sebagai berikut:


(55)

39 3.3.1. Preparasi Zeolit

Tahap pertama ditimbang 500 g zeolit, kemudian digerus menggunakan mortar. Disiapkan dua pengayak (test-siever) yang disusun dari lubang jala (mesh) besar-kecil yaitu, no.45 (Ǿ 355 µm) dan no. 80 (Ǿ 180 µm). Serbuk zeolit yang tergerus segera diayak hingga mendapatkan partikel zeolit yang lolos jala 355 µm dan tertahan pada jala 180 µm. Kemudian dipindahkan kedalam botol tertutup rapat. Sehingga didapatkan ukuran butir zeolit ± 87,5 µm.

Tahap kedua, pencucian zeolit menggunakan metode refluksi dengan

aquadest (perbandingan zeolit dan aquadest adalah 1:10). Ditimbang 200 g zeolit 355/180 µm, kemudian dimasukkan dalam labu alas bulat berukuran 1000 ml. Selanjutnya ditambahkan 2000 ml aquadest dalam tiga hari proses refluksi, dengan mengganti aquades yang baru sejumlah sejumlah 700 ml pada hari ke-1, 700 ml pada hari ke-2 dan 600 ml pada hari ketiga. Pemanasan dilakukan pada skala 5 (tertera pada alat isopad). Untuk mengurangi letupan-letupan selama pemanasan, maka kedalamnya ditambahkan sejumlah batu didih secukupnya. Setelah tiga hari proses refluksi, endapan zeolit dipisahkan dari pelarutnya, kemudian dilakukan pengeringan oven pada suhu 120 oC selama ± 8 jam. Setelah itu disimpan dalam botol tertutup rapat dan diletakkan didalam desikator (Las, 1989). 3.3.2. Pembentukan membran zeolit

Sejumlah 45 g ; 60 g dan 66 g zeolit ditimbang dalam wadah cawan porselin dan ditimbang pula semen sejumlah 45 g ; 30 g dan 22 g secara


(56)

40 berurutan masing-masing untuk tipe sampel membran Z1S ; Z2S dan Z3S. Ke

dalam kantong plastik berperekat, dicampurkan kedua bagian zeolit-semen dan lakukan homogenisasi. Selanjutnya dipindahkan kedalam gelas beaker

dan diberi label. Sebanyak 45 ml air ditambahkan kedalamnya (campuran zeolit dan semen), sedikit demi sedikit sampai habis, disertai dengan pengadukan hingga terbentuk pasta semen-zeolit. Sementara itu disiapkan pula kain perban yang digunting melingkar dengan diameter 4,3 cm sebagai rangka pada membran zeolit.

Selanjutnya pencetakan membran dilakukan dengan menuangkan pasta zeolit-semen ke dalam tutup botol (berbahan polietilen). Dipastikan tidak ada udara yang terperangkap didalamnya, caranya dengan mengetuk secara perlahan hingga merata. Setelah itu pindahkan ke dalam oven pada temperatur 29 oC selama 3 x 24 jam (oven dalam posisi turn off). Setelah itu, membran dikeluarkan dari cetakannya, kemudian dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 60 oC selama 6 jam dalam oven. Sehingga akan didapatkan tiga jenis tipe sampel berdasarkan % berat zeolit dalam membran, yaitu: 50 % zeolit sebagai tipe Z1S, 66,67 % zeolit sebagai tipe Z2S dan 75 %

zeolit sebagai Z3S.

3.3.3.Pembuatan alat uji membran

Pertama, disiapkan membran kering kemudian direkatkan dengan dudukannya. Kedua, membran dipasangkan pada modulnya (seperti terlihat pada Gambar. 9). Ketiga, dipasang modul membran dengan sel umpan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan kebocoran dengan merendam dalam air


(57)

41 jika muncul gelembung berasal dari tepi berarti terjadi kebocoran. Keempat, disiapkan pipa bersih sebagai sel umpan dan pasangkan modul membran kebagian bawah pipa. Dipastikan tidak terdapat kebocoran diantara bagian-bagian yang terhubung antara satu sama lain.

Gambar.9. Pembuatan alat uji membran (a) dan modul membran (b)

3.3.4. Unjuk kerja membran zeolit

Penentuan unjuk kerja membran dilakukan setelah proses penuaan atau pengerasan selama tiga hari (3 x 24 jam) yang dilanjutkan dengan pengeringan oven pada suhu 60 oC selama enam (6) jam. Sifat fisika membran yang diukur adalah densitas, porositas, kapasitas penyimpanan air, fluks membran, persen efisiensi penyaringan membran dan tingkat keasaman filtrat membran.


(58)

42 1. Pengukuran Densitas Membran

Pengukuran densitas membran dilakukan dengan cara sebagai berikut: membran zeolit yang telah dibentuk ditepatkan (fitting) kembali dengan cetakannya. Jika terdapat kelebihan volume atau ketebalan membran terhadap cetakan, maka dilakukan pengikisan atau penghalusan menggunakan amplas kertas. Setelah itu dihitung volume membran, yaitu dengan mengukur diameter membran dan ketebalan membran menggunakan mistar. Membran dalam keadaan kering disiapkan. Kemudian dilakukan penimbangan dan catat hasilnya sebagai massa kering membran (Mdry). Selanjutnya dilakukan hal

yang sama untuk masing-masing tipe sampel membran. Data hasil pengukuran volume dan massa kering membran selanjutnya diolah menjadi data densitas membran. Densitas membran dapat dihitung menggunakan Persamaan 3.

2. Pengukuran Porositas Membran

Langkah pertama yaitu menentukan massa basah membran caranya adalah sebagai berikut: Sejumlah 100 ml aquadest disiapkan kedalam gelas ukur 500 ml, setelah itu dimasukkan satu buah membran kedalamnya. Tunggu beberapa saat sampai hilang gelembung-gelembung udara yang berasal dari body membran. Sesekali guncangkan agar air terserap secara menyeluruh ke dalam permukaan membran menggantikan udara yang terperangkap dalam pori membran. Setelah itu biarkan proses perendaman selama 1 x 24 jam. Selanjutnya, membran ditimbang dalam keadaan basah, dipastikan tidak ada air yang masih menetes dan catat hasilnya sebagai massa


(59)

43 membran tersaturasi air (Msat). Lakukan hal yang sama untuk masing-masing

tipe sampel membran yang lainnya. Data hasil pengukuran massa kering membran dan massa basah membran diolah menjadi data persen porositas nyata membran (apparent porosity). Porositas membran penelitian ini didapat dari hasil perhitungan % void space seperti pada Persamaan 4.

3. Pengukuran kapasitas penyimpanan air

Penentuan kapasitas penyimpanan air didalam membran (degree of swollen), dilakukan dengan cara sebagai berikut: gunakan data hasil pengukuran massa kering membran (Md) dan massa membran tersaturasi air

(Mb). Setelah itu digunakan perhitungan kapasitas penyimpanan air dalam hal

ini % DS (degree of swollen) seperti pada persamaan 6. Selanjutnya dilakukan perhitungan yang sama untuk masing-masing tipe membran.

4. Pengukuran laju aliran membran (fluks membran)

Persiapkan sistem membran yang telah terpasang sesuai dengan skema pembuatan alat uji membran. Setelah itu, masukkan sejumlah 50 ml aquades kedalam sel umpan. Setelah itu, ukur filtrat setiap jangka waktu 50 menit, catat hasilnya sebagai nilai laju alir (Q). Pengukuran filtrat dihentikan pada menit ke 300, selanjutnya dibiarkan selama 2 x 24 jam agar umpan selesai terfiltrasikan secara keseluruhan. Setelah itu dilakukan perhitungan fluks membran menggunakan Persamaan 8 dan 9.

5. Penentuan efisiensi pemisahan ion Fe2+, Mn2+, Mg2+, Ca2+ dan Na+ Pertama, persiapkan larutan umpan, yaitu sebagai berikut: Disiapkan larutan induk 1000 mg/l dari masing-masing larutan yang mengandung ion


(60)

44 logam Na+, Mg2+, dan Ca2+. Dari larutan induk, dipipet sejumlah 5 ml ke dalam labu ukur 250 ml secara terpisah masing-masing untuk logam Na+, Mg2+, dan Ca2+, kemudian ditambahkan aquades hingga batas tera dan diberi label penanda.

Disiapkan pula larutan induk 1000 mg/l dari masing masing larutan yang mengandung ion Mn2+ dan Fe2+. Dari larutan induk dipipet sejumlah 2,5 ml kedalam labu ukur 250 ml secara terpisah, kemudian ditambahkan aquades hingga batas tera dan diberi label penanda.

Untuk pengukuran kekeruhan, kedalam labu ukur 250 ml dipipet sejumlah 6,25 ml dari larutan stándar kekeruhan 800 NTU, kemudian ditambahkan aquades sampai batas tera dan diberi label penanda.

Sehingga dari proses diatas diperoleh larutan umpan dengan konsentrasi awal 20 mg/l untuk masing-masing ion logam Na+, Mg2+, dan Ca2+ dan konsentrasi 10 mg/l untuk masing-masing ion logam Mn2+ dan Fe2+ serta 30 ml larutan umpan kekeruhan dengan konsentrasi 200 NTU, seperti tampak pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel. 8. Karakteristik larutan umpan yang digunakan membran zeolit.

Umpan

Larutan standar baku

Ca2+ Na+ Mg2+ Fe2+ Mn2+ Turbiditas

Kadar (mg/l) 20 20 20 10 10 200 NTU

Volume (ml) 20 20 20 20 20 30

Disiapkan tiga buah sistem membran seperti tampak pada Gambar 10, yang terdiri dari masing-masing tipe sampel membran berbeda.


(61)

45 Gambar 10. Rancangan penentuan efisiensi pemisahan membran.

Setelah itu larutan umpan (single solution) yang terdiri dari ion Ca2+, Na+, Mg2+, Fe2+, Mn2+ dan larutan sampel kekeruhan, dituangkan kedalam sel umpan kedalam masing-masing tipe membran yang berbeda. Setelah itu, tunggu hingga satu malam agar umpan terfiltrasikan semua. dalam botol filtrat yang telah diberi label sesuai dengan kandungan ion logam dan sampel kekeruhan sesuai dengan tipe membran yang digunakan. Setelah itu membran dibilas dengan satu liter aquadest, setelah itu dikeringkan didalam pengering oven pada suhu 60 oC selama satu malam. Selanjutnya diukur kadar konsentrasi filtrat hasil penyaringan, menggunakan Spektrometer Serapan Atom (SSA) terkalibrasi. Untuk pengukuran ion logam Mn2+, Fe2+, Ca2+, Na+ dan Mg+ menggunakan masing-masing panjang gelombang 279,5 nm, 248,3, 422,7, 589,0 dan 285,2. Proses ini dilakukan sebanyak dua kali untuk masing-masing tipe membran.

Disiapkan filtrat dari masing-masing membran. Setelah itu tentukan pula panjang gelombang cahayanya sesuai dengan logam yang ingin diukur. Selanjutnya, filtrat diinjeksikan melalui selang (klep) yang terhubung ke


(62)

46 bagian atomisasi, diikuti dengan pembakaran, kemudian tekan tombol pembacaan pada layar komputer, tunggu beberapa saat sampai detector dan

decoder menampilkan hasil pembacaan alat. Konsentrasi filtrat yang terbaca selanjutnya diambil nilai rata-rata dari kelompok membran a dan b, kemudian dikonversikan menjadi nilai % efisiensi pemisahan ion untuk Mn2+, Fe2+, Ca2+, Na+ dan Mg+ menggunakan Persamaan 11.

6. Penentuan efisiensi pemisahan kekeruhan air

Filtrat hasil penyaringan kekeruhan air diukur menggunakan alat turbidimeter, yaitu sebagai berikut. Sejumlah 15 ml filtrat dimasukkan kedalam botol kaca khusus kekeruhan, setelah itu bersihkan botol kaca dengan tisu kering untuk menghilangkan pengotor yang menempel selama pengisian filtrat sampel. Kemudian bersihkan lagi dengan tisu yang telah ditetesi minyak pembersih khusus (silicone oil). Setelah itu masukkan botolnya ke dalam sel input, kemudian tutup kembali penutupnya. Setelah itu hidupkan alatnya, tunggu beberapa saat, kemudian tekan tombol READ, tunggu beberapa saat kembali sampai muncul angka pada layar dan catat hasilnya. Proses ini dilakukan hingga tiga kali pengulangan pembacaan konsentrasi kekeruhan (NTU). Setelah itu lakukan proses serupa untuk filtrat sampel lainnya. Data yang diperoleh dihitung menggunakan Persamaan 11, yaitu persen efisiensi pemisahan kekeruhan air menggunakan sistem membran filtrasi. Untuk lebih jelasnya berikut ini ditampilkan gambar alur penentuan kekeruhan sampel air.


(63)

47 Gambar 11. Cara kerja pengukuran kekeruhan menggunakan alat

Turbidimeter portable HACH-2100P, (Anonim, 1999). 7. Pengukuran tingkat keasaman filtrat

Filtrat hasil penentuan fluks membran diukur tingkat keasamannya menggunakan alat pH Meter. Kedalam gelas beaker 25 ml, disiapkan sejumlah 15 ml dari masing-masing filtrat sampel, kemudian tancapkan batang elektroda pH Meter satu persatu kedalam masing-masing sampel


(64)

48 membran. Setelah itu tekan tombol READ. Goyangkan secara perlahan, hingga tidak terjadi lagi perubahan naik-turun nilai pH yang muncul pada layar, yang ditandai dengan angka yang tidak lagi berkedip. Setelah itu bilas batang elektrode dengan aquades yang dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan tisu. Selanjutnya catat hasilnya dan lakukan kegiatan yang sama pada filtrat sampel yang lain.


(1)

81 Gambar 17. Kurva kalibrasi pengukuran ion Fe2+.

3. Efisiensi membran untuk ion logam Mg2+

Tabel 22. Kalibrasi dan análisis konsentrasi ion Mg2+.

Larutan stándar kalibrasi

(mg/l)

Hasil Analisis (mg/l)

Filtrat sampel

Hasil análisis (mg/l) Efisiensi membran (Co-Ct)/Co

A b Rerata x

koef.lin

0 mg/l 0.00 Z1S 6.495 5.854 6.134 69 %

1 mg/l 1.20 Z2S 4.855 0.616 2.736 86 %

3 mg/l 2.9 Z3S 1.768 6.470 4.120 80 %

Linearitas = 0.9931


(2)

82 4. Efisiensi membran untuk ion logam Na+

Tabel 23. Kalibrasi dan análisis konsentrasi ion Na+.

Larutan stándar kalibrasi (mg/l) Hasil Analisis (mg/l) Filtrat sampel

Hasil análisis (mg/l) Efisiensi membran (Co-Ct)/Co

A B Rerata

x koef.lin

0 mg/l 0.0 Z1S 22.99 5.95 14.07 30 %

1 mg/l 1.4 Z2S 30.28 27.82 28.25 (-41)%

3 mg/l 3.5 Z3S 40.48 34.49 36.46 (-82) %

6 mg/l 5.5 Linearitas = 0.9727

Gambar 19. Kurva kalibrasi pengukuran ion Na+. 5. Efisiensi membran untuk ion Ca2+.

Tabel 24. Kalibrasi dan análisis konsentrasi ion Ca2+.

Larutan stándar kalibrasi (mg/l) Hasil Analisis (mg/l) Filtrat sampel

Hasil análisis (mg/l) Efisiensi membran (Co-Ct)/Co

A b Rerata x

koef.lin

0 mg/l 0.0 Z1S 35.82 64.26 49.53 -147 %

1 mg/l 1.4 Z2S 48.63 67.99 57.72 -188 %

3 mg/l 3.2 Z3S 57.55 49.93 53.20 -160 %


(3)

83 Gambar 20. Kurva kalibrasi pengukuran ion Ca2+.

6. Kurva Kalibrasi Alat Turbidimeter Portabel (2100P – HAACH) Tabel 25. Kalibrasi alat turbidimeter.

Konsentrasi larutan (NTU) 0 100 200 800

Hasil analisis (NTU) 0 95 190 746

Gambar 21. Kurva kalibrasi alat turbidimeter.

0 95 190 746 0 100 200 300 400 500 600 700 800

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

h a si l p e mba caa n (NT U )


(4)

84

LAMPIRAN 4

DOKUMENTASI PENELITIAN


(5)

85 Gambar 23. Cara kerja penyaringan membran zeolit/semen.


(6)

86 Gambar 24. Peralatan pendukung yang digunakan selama penelitian di PLT-UIN.