agensia pengendali hayati dengan patogen target Indratmi, 2008. Menurut El- katatnya et al. 2000 suatu kelompok organisme yang memiliki potensi sebagai agen
pengendali hayati jamur berasal dari kelompok mikroorganisme penghasil kitinase. Pengendalian hayati jamur dengan menggunakan mikroorganisme kitinolitik
didasarkan pada kemampuannya menghasilkan kitinase d an β-1,3-glukanase yang
dapat melisiskan sel jamur
.
Woo et al 1996 melaporkan bahwa Bacillus sp.WY22 memproduksi sejumlah besar kitinase ekstraselluler dan menunjukkan aktivitas yang
tinggi terhadap beberapa jamur. Velusamy Kim 2011 juga melaporkan bahwa Enterobacter sp. KB3 dapat mensekresikan enzim kitinase yang digunakan untuk
menekan jamur patogen Rhizoctonia solani yang menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan hifa pada uji dual plate assay. Hidrolisis hifa jamur oleh kitinase akan
menghasilkan pelepasan GlcNAc dengan kemampuan tersebut, Enterobacter sp telah dianggap sebagai agen kontrol biologis yang ideal dan telah banyak dievaluasi untuk
produksi kitinase Chernin, 1995.
4.4 Pengamatan Struktur Hifa Abnormal Jamur Rhizopus sp, Sp. 1, Aspergillus
sp. 1 dan Aspergillus sp. 2 setelah Uji Antagonisme
Pengamatan mikroskopis untuk melihat hifa abnormal jamur dilakukan pada hari ketujuh. Dari uji antagonis yang dilakukan dengan menggunakan Rhizopus sp, Sp. 1,
Aspergillus sp.1 dan Aspergillus sp.2 yang diisolasi dari ikan nila sakit yang diduga terserang jamur dengan keenam bakteri kitinolitik. Mekanisme antagonis yang terjadi
antara bakteri kitinolitik dengan jamur memiliki penghambatan yang bervariasi, memiliki aktivitas antagonis yang ditandai dengan penghambatan pertumbuhan
miselium. Efek aktivitas antagonis bakteri kitinolitik menyebabkan hifa jamur mengalami abnormalitas yaitu berupa hifa terputus, hifa mengalami pembengkokan,
hifa menggulung, lisis pada dinding sel dan lisis pada ujung hifa Gambar 4.4.1.
Dinding sel jamur merupakan struktur kompleks yang biasanya terdiri dari kitin, 1,3-
β d an 1 ,6-β glukan dan komponen lainnya. Hidrolisis dinding sel jamur sangat dipengaruhi oleh enzim kitinase dan glukanase Adams, 2004; Matsumoto,
Universitas Sumatera Utara
2006. Aspergillus merupakan salah satu genus jamur yang memiliki komponen dinding sel kitin yang tinggi dan mampu menginduksi kitin Escott et al., 1998.
Gambar 4.4.1. Perubahan morfologi hifa jamur setelah uji antagonisme dengan bakteri kitinolitik. Hifa bengkok A ; B, hifa terputus C, hifa
bengkok berlipat D ; E, hifa menggulung F, hifa terputus disertai lisis G, lisis pada ujung hifa H, lisis pada dinding sel
hifa I, Hifa normal
Aspergillus sp.,Rhizopus sp. dan Sp. 1J,K,Lperbesaran 400X
Menurut Rajarathanam et al, 1998, kitin pada jamur berbentuk mikrofibril yang memiliki panjang yang berbeda tergantung pada spesies dan lokasi selnya.
Mikrofibril merupakan struktur utama dari dinding sel jamur dan terdiri atas jalinan rantai-rantai polisakarida yang saling bersilangan membentuk anyaman. Jalinan ini
kuat berikatan pada matriks. Kandungan kitin pada jamur bervariasi dari 4-9 berat kering sel, tergantung spesies atau strain jamurnya. Parani Saha 2009 melaporkan
A B
C
D E
F
G H
I
J K
L
Universitas Sumatera Utara
bahwa beberapa jamur patogen Alternaria alternate, Aspergillus niger, Fusarium oxysporum, Helminthosporium sp. dan Culvularia sp. dapat dihambat oleh Serratia
marcescens yang ditanam pada media CA dan PDA. Serratia marcescens mampu menghambat pertumbuhan miselia Aspergillus niger hingga mencapai 66,5 dan
Fusarium oxysporum 64,4 pada medium agar kitin. Serratia marcescens merupakan salah satu bakteri yang paling efektif dalam mendegradasi kitin dan dapat
diaplikasikan sebagai agen biokontrol jamur dan serangga Brurberg et al., 2000.
4.5 Hasil Patogenitas Jamur