Hasil Uji Antagonisme Secara In vivo

kolam dan akan memperlihatkan tanda-tanda klinis yang dapat diamati secara eksperimental yaitu adanya perubahan warna kegelapan, aktivitas gerakan menurun dan adanya abnormalitas pada organ. Infeksi pada temperatur di bawah batas toleransi dapat mengakibatkan kematian dan gejala lesi yang parah Olufemi Robert., 1986. Ikan yang terinfeksi diambil dan diisolasi pada media SDA kemudian dilakukan pengamatan morfologi makroskopis dan mikroskopis. Reisolasi dilakukan untuk membuktikan bahwa suatu penyakit disebabkan oleh jasad renik tertentu. Hasil uji reisolasi pada ikan yang terinfeksi menunjukkan bahwa ikan tersebut yang terinfeksi oleh isolat yang sama dengan isolat jamur uji yang diinfeksikan. Hal ini menunjukkan ikan yang terinfeksi pada penelitian ini disebabkan karena isolat jamur uji pada perlakuan.

4.6 Hasil Uji Antagonisme Secara In vivo

Isolat bakteri Bacillus sp. BK17 dan Enterobacter sp. PB17 yang memiliki diameter zona hambat tertinggi terhadap penghambatan pertumbuhan jamur pada uji antagonisme secara in vitro dipilih untuk digunakan pada uji tantang secara in vivo. Isolat bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 dan Enterobacter sp. PB17 diuji tantang dengan Aspergillus sp.2 yang memilki tingkat patogenitas tertinggi pada uji patogenitas. Isolat bakteri diinokulasikan pada ikan nila ukuran 5 cm selama 48 jam kemudian diuji tantang dengan Aspergillus sp.2 selama masa pengamatan 10 hari dalam aquarium kaca dengan parameter pengamatan tingkat kematian mortalitas, tingkat terinfeksi dan tidak terinfeksi. Hasil uji menunjukkan bahwa isolat bakteri Bacillus sp. BK17 dan Enterobacter sp. PB17 mampu menurunkan tingkat infeksi dan mortalitas pada ikan nila dengan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan hasil uji patogenitas. Tingkat penghambatan infeksi jamur Aspergillus sp.2 yang diinokulasikan dengan bakteri potensial dapat dilihat seperti pada Gambar 4.6.1. Pada uji in vivo terlihat bahwa isolat Bacillus sp. BK17 dan Enterobacter sp. PB17 dapat membantu menekan infeksi serangan jamur Aspergillus. Hasil uji menunjukkan Bacillus sp. BK17 dan Enterobacter sp. PB17 mampu meningkatkan Universitas Sumatera Utara penghambatan infeksi oleh Aspergillus sp.2 dengan cara mengurangi tingkat mortalitas dan tingkat terinfeksi berturut- turut sebesar 92 dan 90 sampai pada hari terakhir pengamatan. Konsep pengendalian penyakit secara biologis terutama dengan menggunakan strain bakteri non pathogenic untuk mencegah penyakit telah dikembangkan sampai pada saat sekarang Gram et al., 1999. Gambar 4.6.1 Persentase Uji Evaluasiefek bakteri kitinolitik terhadap Aspergillus sp.2 Pada penelitian ini, Bacillus sp. BK17 dan Enterobacter sp. PB17 merupakan kandidat bakteri yang mungkin mampu menghasilkan metabolit tertentu seperti kitinase untuk menghambat infeksi yang disebabkan oleh jamur. Kandidat bakteri tersebut kemungkinan dapat menempel pada bagian mukus ikan dan mensekresikan senyawa anti jamur. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa penggunaan beberapa jenis bakteri mampu menurunkan infeksi penyakit pada ikan. Mekanisme penghambatan infeksi Aspergillus sp.2 oleh bakteri potensial yang di uji secara in vivo menunjukkan kemampuan dalam mengurangi tingkat infeksi dan mortalitas. Mekanisme ini mungkin saja terjadi melalui pengeluaran zat antagonis oleh bakteri. Mekanisme isolat bakteri dalam menghambat infeksi Aspergillus sp.2 kemungkinan disebabkan karena adanya kerja enzim hidrolitik yaitu kitinase dan glukanase. Kontrol - Bacillus sp. BK Enterobacter sp. PB Aspergillus sp. + Bacillus sp. BK Aspergillus sp. + Enterobacter sp. PB Aspergillus sp. P ers en tas e Perlakuan tidak terinfeksi terinfeksi mati Universitas Sumatera Utara Kemampuan bakteri dalam menghambat pertumbuhan Aspergillus menghasilkan enzim hidrolitik seperti glukanase dan kitinase. Pengujian enzim kitinase secara in vitro pada media agar MGMK menunjukkan bahwa bakteri potensial Bacillus sp. BK17 dan Enterobacter sp. PB17 mensekresikan enzim kitinase yang ditandai dengan terbentuknya zona bening pada sekitar koloni bakteri. Uji in vitro menunjukkan bahwa terdapat perubahan morfologi hifa ditandai dengan adanya abnormalitas yang menunjukkan adanya zat ekstraselular yang dikeluarkan bakteri untuk menghambat pertumbuhan Aspergillus. Adanya rambatan senyawa antijamur yang dihasilkan oleh mikroba antagonis menyebabkan terjadinya penekanan pada pertumbuhan jamur Dewi, 2011. Secara umum faktor-faktor yang terkait dengan timbulnya penyakit merupakan interaksi dari tiga faktor yaitu inang, patogen dan lingkungan atau stressor eksternal yaitu perubahan di lingkungan yang tidak menguntungkan, tingkat higienik yang buruk dan stress Austin Austin, 2007. Status imunitas dan kesehatan ikan mempengaruhi keberhasilan isolat bakteri potensial dalam menghambat infeksi Aspergillus sp. 2 pada ikan nila saat uji in vivo. Ikan yang digunakan memiliki mekanisme pertahananan yaitu mengeliminasi spora yang menempel pada kulit dengan peningkatan produksi mukus pada bagian tubuh ikan Dewi, 2011. Pada ikan sistem pertahanan itu berupa lendir mukus, sisik dan kulit Bruno Wood, 1999. Mukus dari C. batracus dari hasil uji antagonispengukuran zona hambat dengan jamur patogen A. niger, A. nidulans, C. albicans, Fusarium moniliforme, Thricoderma koningi dan beberapa bakteri patogen mununjukkan adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan yang kuat terhadap bakteri dan jamur tersebut Loganathan et al., 2011. Universitas Sumatera Utara

4.7 Hasil Uji Perlekatan Bakteri Pada Ikan Nila

Dokumen yang terkait

Perbandingan Lebar Enam Gigi Anterior Rahang Atas Dengan Jarak Interkantal Dan Lebar Interalar Pada Mahasiswa Indonesia Fkg Usu Angkatan 2011-2014

13 120 137

Perbedaan Proporsi Lebar Gigi Anterior Rahang Atas dengan Konsep Golden Proportion dan Konsep Recurring Esthetic Dental (RED) Proportion pada Mahasiswa FKG USU Angkatan 2010-2013

12 114 122

Lebar Mesiodistal Gigi Permanen Rahang Atas dan Rahang Bawah Pada Mahasiswa Malaysia FKG USU

2 83 79

Perbedaan Proporsi Lebar Gigi Anterior Rahang Atas Terhadap Konsep Golden Proportion, Preston’s Proportion, dan RED Proportion pada Mahasiswa Indonesia FKG USU Angkatan 2011 – 2014

5 45 82

Perbedaan Proporsi Lebar Gigi Anterior Rahang Atas Terhadap Konsep Golden Proportion, Preston’s Proportion, dan RED Proportion pada Mahasiswa Indonesia FKG USU Angkatan 2011 – 2014

0 0 4

Perbedaan Proporsi Lebar Gigi Anterior Rahang Atas Terhadap Konsep Golden Proportion, Preston’s Proportion, dan RED Proportion pada Mahasiswa Indonesia FKG USU Angkatan 2011 – 2014

0 0 6

PERBANDINGAN LEBAR ENAM GIGI ANTERIOR RAHANG ATAS DENGAN JARAK INTERKANTAL DAN LEBAR INTERALAR PADA MAHASISWA INDONESIA FKG USU ANGKATAN 2011-2014

0 0 42

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemilihan Anasir Gigitiruan Anterior Rahang Atas - Perbandingan Lebar Enam Gigi Anterior Rahang Atas Dengan Jarak Interkantal Dan Lebar Interalar Pada Mahasiswa Indonesia Fkg Usu Angkatan 2011-2014

0 0 22

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbandingan Lebar Enam Gigi Anterior Rahang Atas Dengan Jarak Interkantal Dan Lebar Interalar Pada Mahasiswa Indonesia Fkg Usu Angkatan 2011-2014

0 1 6

PERBANDINGAN LEBAR ENAM GIGI ANTERIOR RAHANG ATAS DENGAN JARAK INTERKANTAL DAN LEBAR INTERALAR PADA MAHASISWA INDONESIA FKG USU ANGKATAN 2011-2014

0 0 18