Hasil Patogenitas Jamur KESIMPULAN DAN SARAN

bahwa beberapa jamur patogen Alternaria alternate, Aspergillus niger, Fusarium oxysporum, Helminthosporium sp. dan Culvularia sp. dapat dihambat oleh Serratia marcescens yang ditanam pada media CA dan PDA. Serratia marcescens mampu menghambat pertumbuhan miselia Aspergillus niger hingga mencapai 66,5 dan Fusarium oxysporum 64,4 pada medium agar kitin. Serratia marcescens merupakan salah satu bakteri yang paling efektif dalam mendegradasi kitin dan dapat diaplikasikan sebagai agen biokontrol jamur dan serangga Brurberg et al., 2000.

4.5 Hasil Patogenitas Jamur

Uji Patogenitas jamur dilakukan untuk mengetahui kemampuan isolat tersebut menyebabkan penyakit mikosis pada ikan nila. Dari hasil uji patogenitas diperoleh bahwa isolat yang memiliki tingkat patogenitas paling tinggi adalah Aspergillus sp. 2 yang diinokulasikan pada ikan nila kelompok perlakuan dengan persentase tingkat infeksi sebesar 70. Aspergillus sp. 1,Sp1dan Rhizopus sp. memiliki persentase tingkat infeksi yang sama sebesar 50. Perbedaan tingkat patogenitas yang dimiliki jamur Rhizopus sp., Sp. 1, Aspergillus sp. 1 dengan Aspergillus sp. 2 menunjukkan bahwa tingkat kekuatan menginfeksi ikan uji berbeda. Rerata persentase tingkat infeksi dan tingkat kematian pada kelompok perlakuan, Aspergillus sp. 2 menunjukkan perbedaan dengan kelompok kontrol dengan nilai total terinfeksi dan mati mencapai 70. Hal ini menunjukkan bahwa isolat Aspergillus sp.2 yang diisolasi dari ikan nila bersifat patogen pada ikan nila Gambar 4.5.1. Aspergillus sp. merupakan jamur yang pada saat sekarang ini diakui mampu menyebabkan penyakit sistemik pada kolam budidaya ikan nila Oreohromis niloticus Olufemi Roberts, 1983. Irianto 2004 menyatakan bahwa beberapa genus Aspergillus telah diketahui merupakan patogen pada ikan. A. flavus merupakan contoh jenis jamur Aspergillus yang dapat menyebabkan aspergillomikosis pada ikan nila Olufemi Robert, 1986. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.5.1. Persentase tingkat patogenitas tingkat terinfeksi dan mortalitas isolat jamur Rhizopus sp., Sp. 1, Aspergillus sp.1 dengan Aspergillussp.2 terhadap ikan nila selama pengamatan 10 hari Rifai et al. 2010 telah melaporkan bahwa dari hasil isolasi jamur yang dilakukan pada 240 ekor ikan Oreocrhomis dan 120 ekor Clarias gariepinus didapat 1658 isolat jamur. Aspergillus merupakan genus terbanyak yang diperoleh dengan tingkat persentase 43,0 sedangkan Rhizopus hanya 4,2. Dari hasil uji patogenitas yang dilakukan genus Aspergillus yang paling patogen adalah A. flavus, kemudian diikuti oleh A. niger,A. fumigatus dan A. terreus. Pada penelitian ini gejala klinis yang tampak terdapat pada ikan yang terserang oleh jamur adalah adanya penempelan hifa pada bagian tubuh ikan yang berwarna putih, abu-abu dan kekuningan Gambar 4.5.2. Battacharya et al 1988 mengatakan infeksi A. terreus pada ikan ditandai dengan adanya warna putih abu-abu pada seluruh permukaan tubuh. Serangan infeksi yang diakibatkan oleh jamur pada awalnya akan menginfeksi bagian epidermis dari tubuh ikan. Shrivastava 1996 melaporkan bahwa gejala klinis yang disebabkan oleh infeksi A. terreus menunjukkan adanya lesi kulit putih abu-abu pada insang dan kulit. Pertumbuhan jamur dari kulit dan insang diamati secara mikroskopis dengan menggunakan cotton blue dan kemudian ditanam pada Sabouraunds agar medium Battacharya et al., 1988. Hal yang sama juga dilaporkan Kontrol - Rhizopus sp. Aspergillus sp. Aspergillus sp. Sp. P ers en ta se Isolat Jamur Universitas Sumatera Utara oleh Bruno Wood 1999 menyebutkan bahwa gejala klinis infeksi awal adalah lesi kulit berwarna putih atau abu-abu yang kemudian dapat berkembang cepat menyebabkan kerusakan pada kulit dan otot sehingga ikan akan lemah dan kehilangan keseimbangan. Gambar 4.5.2 Ikan terinfeksi Jamur Aspergillus sp.2 pada uji patogenitas. A Penempelan miselium pada bagian tubuh ikan B Lesi pada bagian sisik ikan Secara umum Aspergillus sulit menghasilkan tingkat infeksi dan mortalitas yang tinggi karena dipengaruhi beberapa faktor seperti suhu, pH dan aerasi. Aspergillomycosis dapat terjadi pada ikan karena pengaruh faktor lingkungan, inang dan patogen. Olufemi Roberts 1986 melaporkan bahwa induksi Aspergillomycosis pada ikan nila dilakukan dengan cara pemberian kontaminasi pada makanan dengan kontaminasi oleh A. flavus. Secara alami dalam kolam budidaya, penyakit mikosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis jamur yang berasosiasi dalam kelompok tertentu dan pada saat kondisi lingkungan yang kurang baik, jamur tersebut terlihat menjadi patogen. Menurut Srivastava 1996 A. terreus merupakan jamur yang ditemukan berasosiasi dengan beberapa ikan air tawar seperti Channa punctatus, Heteropneustesfossilis dan clarius batrachus yang dibudidayakan pada kolam dan dapat menjadi patogen. Infeksi oleh jamur tersebut mengakibatkan kematian pada ikan. Okaeme et al. 1988 melaporkan bahwa diantara jamur yang berhasil diisolasi, Aspergillus dan Saprolegnia diketahui merupakan jamur yang berasosiasi dan mengakibatkan wabah penyakit pada ikan. Serangan infeksi oleh Aspergillus pada ikan mungkin saja disebabkan oleh adanya kontaminasi dari makanan. Makanan yang terkontaminasi dengan A. flavus dapat menginduksi infeksi sistemik ikan nila pada A B Universitas Sumatera Utara kolam dan akan memperlihatkan tanda-tanda klinis yang dapat diamati secara eksperimental yaitu adanya perubahan warna kegelapan, aktivitas gerakan menurun dan adanya abnormalitas pada organ. Infeksi pada temperatur di bawah batas toleransi dapat mengakibatkan kematian dan gejala lesi yang parah Olufemi Robert., 1986. Ikan yang terinfeksi diambil dan diisolasi pada media SDA kemudian dilakukan pengamatan morfologi makroskopis dan mikroskopis. Reisolasi dilakukan untuk membuktikan bahwa suatu penyakit disebabkan oleh jasad renik tertentu. Hasil uji reisolasi pada ikan yang terinfeksi menunjukkan bahwa ikan tersebut yang terinfeksi oleh isolat yang sama dengan isolat jamur uji yang diinfeksikan. Hal ini menunjukkan ikan yang terinfeksi pada penelitian ini disebabkan karena isolat jamur uji pada perlakuan.

4.6 Hasil Uji Antagonisme Secara In vivo

Dokumen yang terkait

Perbandingan Lebar Enam Gigi Anterior Rahang Atas Dengan Jarak Interkantal Dan Lebar Interalar Pada Mahasiswa Indonesia Fkg Usu Angkatan 2011-2014

13 120 137

Perbedaan Proporsi Lebar Gigi Anterior Rahang Atas dengan Konsep Golden Proportion dan Konsep Recurring Esthetic Dental (RED) Proportion pada Mahasiswa FKG USU Angkatan 2010-2013

12 114 122

Lebar Mesiodistal Gigi Permanen Rahang Atas dan Rahang Bawah Pada Mahasiswa Malaysia FKG USU

2 83 79

Perbedaan Proporsi Lebar Gigi Anterior Rahang Atas Terhadap Konsep Golden Proportion, Preston’s Proportion, dan RED Proportion pada Mahasiswa Indonesia FKG USU Angkatan 2011 – 2014

5 45 82

Perbedaan Proporsi Lebar Gigi Anterior Rahang Atas Terhadap Konsep Golden Proportion, Preston’s Proportion, dan RED Proportion pada Mahasiswa Indonesia FKG USU Angkatan 2011 – 2014

0 0 4

Perbedaan Proporsi Lebar Gigi Anterior Rahang Atas Terhadap Konsep Golden Proportion, Preston’s Proportion, dan RED Proportion pada Mahasiswa Indonesia FKG USU Angkatan 2011 – 2014

0 0 6

PERBANDINGAN LEBAR ENAM GIGI ANTERIOR RAHANG ATAS DENGAN JARAK INTERKANTAL DAN LEBAR INTERALAR PADA MAHASISWA INDONESIA FKG USU ANGKATAN 2011-2014

0 0 42

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemilihan Anasir Gigitiruan Anterior Rahang Atas - Perbandingan Lebar Enam Gigi Anterior Rahang Atas Dengan Jarak Interkantal Dan Lebar Interalar Pada Mahasiswa Indonesia Fkg Usu Angkatan 2011-2014

0 0 22

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbandingan Lebar Enam Gigi Anterior Rahang Atas Dengan Jarak Interkantal Dan Lebar Interalar Pada Mahasiswa Indonesia Fkg Usu Angkatan 2011-2014

0 1 6

PERBANDINGAN LEBAR ENAM GIGI ANTERIOR RAHANG ATAS DENGAN JARAK INTERKANTAL DAN LEBAR INTERALAR PADA MAHASISWA INDONESIA FKG USU ANGKATAN 2011-2014

0 0 18