Teori tentang Upaya Hukum

1.7.2 Teori tentang Upaya Hukum

Dalam UU Pengadilan Pajak dikenal empat upaya hukum dalam menyelesaikan sengketa yaitu keberatan, banding, gugatan dan peninjauan kembali. Yang dimaksud dengan keberatan dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi dikarenakan wajib pajak merasa kurang atau tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya, maupun atas pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga. Maka dalam hal ini wajib pajak dapat mengajukan keberatan. Upaya hukum banding merupakan kelanjutan dari upaya hukum keberatan. Dalam arti, tidak ada banding sebelum melalui keberatan karena yang diajukan banding adalah surat keputusan keberatan sebagai bentuk penyelesaian sengketa pajak di tingkat Lembaga Keberatan. Hukum acara peradilan pajak tidak hanya mengenal keberatan dan banding sebagai upaya hukum biasa, tetapi termasuk pula gugatan untuk melawan kebijakan fiskus yang terkait dengan penagihan pajak, seperti terbitnya surat tagihan pajak dan penagihan secara paksa. Gugatan dan banding keduanya merupakan upaya hukum biasa. 17 Pengadilan Pajak dalam menangani masalah gugatan kompetensinya diperluas sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat 2 UU KUP. Di samping terhadap pelaksanaan penagihan pajak, gugatan 17 Muhammad Djafar Saidi, 2007, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 183. dapat diajukan terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. 18 Bagi pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Berdasarkan Pasal 77 ayat 3 UU Pengadilan Pajak, terhadap putusan Pengadilan Pajak dapat diajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali oleh pihak-pihak yang bersengketa ke Mahkamah Agung berdasarkan alasan tertentu yang diatur dalam Pasal 91 UU Pengadilan Pajak. 1.7.3 Teori tentang Penegakan Hukum Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu berinteraksi dengan sesama sehingga memerlukan aturan untuk menjaga perilaku para pihak agar tidak terjadi gesekan antar individu selama berinteraksi di masyarakat. Dalam rangka menjaga ketentraman dan kedamaian di masyarakat selama berinteraksi, maka aturan atau norma-norma yang ada harus ditegakkan. Arti dari penegakan hukum di masyarakat terletak pada penyerasian hubugan antara nilai yang ada dalam kaidah atau norma dengan realisasi atau penerapan dalam tindakan sebagai penjabaran nilai tersebut untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian dalam pergaulan. 19 Dengan demikian 18 Widayatno Sastrohardjono dan TB. Eddy Mangkuprawira, 2002, dalam Makalah “Prosedur Beracara Dalam Pengajuan Banding dan Gugatan di Pengadilan Pajak”, Jakarta, hlm.2 19 Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, cet.XI, Rajawali Pers, Jakarta, selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I, h. 5. secara konsepsional penegakan hukum berkisar dalam hal penerapan kaidah atau norma sebagai pedoman bagi prilaku yang dianggap pantas aau yang seharusnya yang mana ditujukan untuk memelihara kedamaian. Kemudian penegakan hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut pembuatan keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum. 20 Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa dalam rangka penegakan hukum identik dengan penerapan hukum di masyarakat yang mana amat dipengaruhi berbagai faktor untuk dapat terselenggaranya penegakan hukum yang baik. Oleh karena itu dalam hal penegakan hukum di masyarakat sering kali dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a. Faktor hukumnya sendiri yakni yang berkaitan dengan undang- undang; b. Faktor penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk atau menerapkan hukum; c. Faktor sarana atau fasilitas yakni fasilitas yang mendukung penegakan hukum; d. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut diterapkan; 20 Soerjono Soekanto I, op.cit., h. 7. e. Faktor kebudayaan yakni hasil karya, cipta, dan rasa yang dirasakan manusia dalam pergaulan hidup. 21

1.7.4 Teori tentang Efektivitas Hukum