d. Pemungutan pajak.
Hukum pajak memiliki karakteristik yang berbeda dengan hukum lainnya, misalnya hukum administrasi maupun hukum
perdata. Walaupun berada dalam kapasitas sebagai hukum positif yang mengikat para pihak yang bersengketa, baik diluar maupun
didalam lembaga peradilan berdasarkan kompetensi absolut masing- masing. Karakteristik yang dimiliki hukum pajak tertuju pada pihak
yang bersengketa, baik pada lembaga keberatan maupun pada pengadilan pajak. Hal ini didasarkan pada peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan yang memungkinkan terjadinya karakteristik tersebut, tetapi tidak boleh dikategorikan sebagai
penyimpangan di bidang hukum pajak.
38
Oleh karena itu, pihak yang bersengketa kadangkala berada dalam identitas yang sama dalam
suatu sengketa pajak pada salah satu lembaga peradilan pajak, seperti yang terjadi di lembaga keberatan.
2.1.3. Surat Ketetapan Pajak sebagai Dasar Upaya Hukum Keberatan
Sistem Perpajakan yang dianut oleh Indonesia dan telah diundangkan adalah Self Asessment System, yang berarti suatu sistem
pemungutan pajak yang memberi kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri
pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. Dengan demikian penentuan besarnya pajak
38
Ibid., h. 52.
yang terutang berada pada wajib pajak sendiri, sedangkan tugas aparatur perpajakan adalah melaksanakan pengendalian tugas,
pembinaan, penelitian, pengawasan dan penetapan sanksi.
39
Y. Sri Pudyatmoko mengatakan bahwa sistem self assessment ini umumnya
diterapkan pada jenis pajak yang memandang wajib pajaknya cukup mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitung dan
menetapkan utang pajaknya sendiri.
40
Dalam rangka penerimaan negara melalui pajak tentu saja self assessment system harus diawasi agar wajib pajak menghitung
danatau melaporkan pajak yang terutang dengan benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu ada
instumen berupa berkas yang digunakan untuk menghitung dan menetapkan pajak tersebut. Intrumen yang dimaksud adalah Surat
Pemberitahuan SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan danatau pembayaran pajak, objek
pajak danatau bukan objek pajak danatau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
41
Setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan menandatangani serta menyampaikan ke
39
Djamaludidin Gede, 2002, Hukum Pajak, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, h. 32.
40
Y. Sri Pudyatmoko, 2009, Pengantar Hukum Pajak, Lembaga Penerbit Andi, Yogyakarta, h. 145. Selanjutnya disebut Sri Pudyatmoko II.
41
Ibid., h. 133.
kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan. Sebagai salah satu bentuk diterapkannya self assement
system, dimana wajib pajak tidak lagi dilayani dan bersifat pasif, melainkan sudah harus bersikap aktif, yang dalam hal ini bahkan
mengambil sendiri blanko SPT tersebut di tempat yang ditetapkan. Blanko SPT yang telah diambil oleh wajib pajak itu harus diisi
dengan lengkap, jelas dan benar. Setelah SPT diisi, wajib pajak menandatangani SPT tersebut
untuk kemudian menyampaikannya kembali ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan. SPT
yang sudah diisi dapat dikembalikan secara langsung oleh wajib pajak atau disampaikan kembali melalui pos. kebenaran ini SPT
sangat penting karena merupakan dasar penetapan utang pajak dari wajib pajak yang bersangkutan. oleh karena itu kesalahan dalam
pengisian SPT yang menimbulkan kerugian negara di dalam undang- undang dianggap sebagai sebuah tindakan pidana.
42
Untuk kepentingan tax compliance tersebut pemerintah melakukan evaluasi SPT, setidaknya dalam hal:
a. Terdapat data dari pihak luar tentang ketidakbenaran SPT;
b. System score pengisian SPT mengindikasikan SPT tidak
benar;
42
Ibid., h. 136.
c. Berdasarkan bank data pemerintah dalam hal ini Direktorat
Jenderal Pajak menimbulkan pertanyaan bahwa SPT tidak benar;
d. SPT menetapkan lebih bayar.
Terhadap SPT yang akan dilakukan penetapan jumlah pajak yang terutang tersebut maka outputnya adalah surat ketetapan pajak
yang terdiri dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Tagihan Pajak. Ketatapan pajak sebagai suatu ketetapan yang dikeluarkan oleh
Direktur Jenderal Pajak selaku pejabat administrasi negara dapat menimbulkan sengketa antara wajib pajak dan aparatur pajak, dan
salah satu upaya hukum yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa ini adalah upaya hukum keberatan.
2.1.4. Prosedur Upaya Hukum Keberatan dalam Penyelesaian