Pengertian Upaya Hukum Keberatan

mengenai ruang lingkup dari upaya hukum keberatan dan tata cara pengajuan upaya hukum keberatan, Pasal 26 yang menjelaskan mengenai keputusan keberatan, dan Pasal 26A yang menjelaskan bahwa tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan yang kemudian diatur berdasarkan PMK Nomor 9 Tahun 2013, antara lain mengatur tentang pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya. Apabila Wajib Pajak tidak menggunakan haknya, proses keberatan tetap dapat diselesaikan. Selain melalui PMK Nomor 9 Tahun 2013, dasar hukum dari upaya keberatan dalam penyelesaian sengketa pajak juga diatur secara khusus melalui PP Nomor 74 Tahun 2011, khususnya dalam Bab IV tentang Keberatan, Pembetulan, Pengurangan, Penghapusan, Pembatalan dan Gugatan. Tetapi mengenai upaya hukum keberatan dapat ditemukan pengaturannya di dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 33.

2.1.2. Pengertian Upaya Hukum Keberatan

Perihal keberatan perlu dipahami karena proses awal yang harus ditempuh jika terjadi persengketaan di bidang pajak untuk pengajuan banding adalah upaya keberatan. Artinya, sebelum seseorang wajib pajak atau penanggung pajak ke Pengadilan Pajak untuk mengajukan upaya hukum banding, ia terlebih dahulu melakukan upaya keberatan ini. 31 Kemudian, apabila putusan upaya keberatan ini ternyata tidak memuaskan wajib pajak atau penanggung pajak, pengajuan banding ke Pengadilan Pajak perlu dilakukan. Upaya keberatan merupakan upaya hukum yang diajukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak sebagai akibat dari adanya perbedaan penafsiran dan pendirian mengenai ketentuan hukum di bidang pajak terhadap suatu kasus tertentu. 32 Perbedaan ini terjadi antara wajib pajak atau penanggung pajak dan Direktur Jenderal Pajak dan jajarannya atas penetapan utang pajak untuk jenis Pajak Pusat yang pengelolaannya menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Pajak. Perbedaan persepsi juga dapat terjadi antara wajib pajak dan Kepada DaerahKepada Dinas Pendapatan Daerah dan jajarannya di daerah baik propinsi maupun kebupatenkota atas penetapan besarnya utang pajak untuk pajak daerah. Atau dapat pula terjadi perbedaan penafsiran antara wajib pajak dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan jajarannya atas penerapan bea masuk, bea keluar, cukai, dan sanksi administrasi. Pada hakikatnya, keberatan merupakan upaya hukum biasa yang berada diluar Pengadilan Pajak yang diperuntukkan untuk 31 Y. Sri Pudyatmoko, 2009, Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa di Bidang Pajak, PT Gramedia, Jakarta, h. 27. Selanjutnya disebut Sri Pudyatmoko I 32 Ibid., h. 27. memohon keadilan terhadap kerugian bagi wajib pajak. 33 Oleh karena wajib pajak tidak melakukan perbuatan hukum atau melakukan perbuatan, tetapi terjadi pelanggaran hukum pajak. Demikian pula terhadap pemotongan pajak atau pemungut pajak dalam kerangka menegakkan hukum pajak ternyata melakukan pelanggaran hukum pajak, karena tidak memenuhi kewajiban hukum yang melekat pada dirinya sebagai pemotong pajak atau pemungut pajak. Sebaliknya, pemotong pajak atau pemungut pajak berhak mengajukan keberatan tatkala mengalami kerugian atas tindakan hukum yang dilakukan oleh pejabat pajak dalam bentuk keberatan. Keberatan bukan merupakan kewajiban melainkan hak yang diberikan oleh hukum pajak kepada wajib pajak sebagai upaya untuk mendapatkan atau memperoleh perlindungan hukum melalui lembaga keberatan. 34 Sebagai suatu hak, penggunaan keberatan tergantung pada kehendak atau kemauan wajib pajak untuk menggunakan atau tidak hak tersebut karena tidak ada sanksi hukum yang boleh dikenakan bilamana tidak menggunakan upaya keberatan. Keberatan tidak boleh disalahgunakan oleh wajib pajak dalam kaitannya untuk memperoleh keadilan atas kerugian yang dialaminya. Hal ini didasarkan bahwa penggunaan hak untuk mengajukan keberatan, terlebih dahulu wajib diataati persyaratan yang ditentukan oleh UU KUP karena undang-undang ini mengatur 33 Muhammad Djafar Saidi, Op.cit., h. 43. 34 Ibid., h. 44. tentang substansi keberatan. 35 Tujuannya agar penggunaan keberatan oleh wajib pajak tepat pada sasarannya berupa memperoleh keadilan dalam penyelesaian sengketa pajak, baik terhadap pajak negara maupun pajak daerah. Dengan demikian, wajib diperhatikan dan dipenuhi persyaratan pengajuan keberatan sehingga dapat dikabulkan substansi tuntutan yang terkandung dalam keberatan yang dimaksud. Ketika terjadi pelanggaran hukum pajak di bidang pajak negara yang meliputi pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, dan pajak penjualan atas barang mewah, keberatan diajukan kepada direktur jenderal pajak. Dalam arti, direktur jenderal pajak memiliki kewengan untuk memeriksa dan memutuskan keberatan tersebut. 36 Akan tetapi, kewenangan direktur jenderal pajak telah dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan, misalnya kepala kantor wilayah atau kepala kantor pelayanan pajak. Kemudian yang berhak mengajukan keberatan adalah wajib pajak. Hal ini secara tegas diatur pada Pasal 25 ayat 1 UU KUP yang menegaskan bahwa, wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak. Keberatan sebagai upaya hukum biasa dalam hukum acara peradilan pajak, tidak boleh diajukan kepada lembaga keberatan ketika tidak mempunyai objek yang diperselisihkan. Keberadaan 35 Ibid. 36 Ibid. objek keberatan memberikan legalitas terhadap pihak-pihak yang bersengketa untuk dapat digunakan dalam kerangka memperoleh keadilan, kemanfaatan, atau kepastian hukum. 37 Dasar hukum objek sengketa bagi pajak negara diatur dalam Pasal 25 ayat 1 UU KUP yang meliputi atas suatu, a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; c. Surat Ketetapan Pajak Nihil; d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pasal 25 ayat 1 UU KUP menegaskan, apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada direktur jenderal pajak. keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi ketetapan pajak, yaitu: a. Jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan b. Jumlah besarnya pajak c. Pemotongan pajak, atau 37 Ibid., h. 60. d. Pemungutan pajak. Hukum pajak memiliki karakteristik yang berbeda dengan hukum lainnya, misalnya hukum administrasi maupun hukum perdata. Walaupun berada dalam kapasitas sebagai hukum positif yang mengikat para pihak yang bersengketa, baik diluar maupun didalam lembaga peradilan berdasarkan kompetensi absolut masing- masing. Karakteristik yang dimiliki hukum pajak tertuju pada pihak yang bersengketa, baik pada lembaga keberatan maupun pada pengadilan pajak. Hal ini didasarkan pada peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan yang memungkinkan terjadinya karakteristik tersebut, tetapi tidak boleh dikategorikan sebagai penyimpangan di bidang hukum pajak. 38 Oleh karena itu, pihak yang bersengketa kadangkala berada dalam identitas yang sama dalam suatu sengketa pajak pada salah satu lembaga peradilan pajak, seperti yang terjadi di lembaga keberatan.

2.1.3. Surat Ketetapan Pajak sebagai Dasar Upaya Hukum Keberatan