Prosedur Upaya Hukum Keberatan dalam Penyelesaian

c. Berdasarkan bank data pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak menimbulkan pertanyaan bahwa SPT tidak benar; d. SPT menetapkan lebih bayar. Terhadap SPT yang akan dilakukan penetapan jumlah pajak yang terutang tersebut maka outputnya adalah surat ketetapan pajak yang terdiri dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Tagihan Pajak. Ketatapan pajak sebagai suatu ketetapan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak selaku pejabat administrasi negara dapat menimbulkan sengketa antara wajib pajak dan aparatur pajak, dan salah satu upaya hukum yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa ini adalah upaya hukum keberatan.

2.1.4. Prosedur Upaya Hukum Keberatan dalam Penyelesaian

Sengketa Pajak Berikut adalah prosedur penyelesaian sengketa pajak melalui upaya hukum keberatan sesuai dengan ketentuan PMK Nomor 9 Tahun 2013. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak. Dalam hal terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi dari surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak, alasan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan. Keberatan diajukan oleh Wajib Pajak dengan menyampaikan Surat Keberatan. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat 1 PMK Nomor 9 Tahun 2013, pengajuan keberatan untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 2. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan; 3. 1 satu keberatan diajukan hanya untuk 1 satu surat ketetapan pajak, untuk 1 satu pemotongan pajak, atau untuk 1 satu pemungutan pajak; 4. Diajukan dalam jangka waktu 3 tiga bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak diterbitkan; atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga; 5. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 3 Undang-Undang KUP; dan 6. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP. Pengajuan keberatan untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, memiliki ketentuan yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1, namun terdapat tambahan dimana Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 3 Undang-Undang KUP. Dalam hal Surat Keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan tersebut, Wajib Pajak dapat melakukan perbaikan atas Surat Keberatan tersebut dan menyampaikan kembali sebelum jangka waktu 3 tiga bulan. Berdasarkan ketentuan Pasal 7, Surat Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan. Wajib Pajak kemudian menyampaikan Surat Keberatan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar danatau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan yang dapat dilakukan: 1. Secara langsung 2. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau 3. Melalui cara lain. Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal Pajak berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat 1 meminta Wajib Pajak untuk hadir guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Untuk Hadir yang dilampiri dengan pemberitahuan daftar hasil penelitian keberatan dan formulir surat tanggapan hasil penelitian keberatan. Apabila Wajib Pajak tidak menggunakan haknya untuk hadir maka sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat 4, Wajib Pajak dibuat berita acara ketidakhadiran dan proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran Wajib Pajak. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 dua belas bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Keputusan atas keberatan yang diajukan diterbitkan berdasarkan laporan penelitian keberatan, yang dapat berupa mengabulkan seluruhnya, mengabulkan sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar yang dituangkan dalam Surat Keputusan Keberatan.

2.2. Tinjauan Umum tentang Sengketa Pajak dan Peradilan Pajak