Latar Belakang Analisis kelayakan finansial dan ekonomi perusahaan kayu gergajian merbau dan woodworking terintegrasi di Papua studi kasus di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Papua merupakan bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak di bagian paling timur gugusan kepulauan Nusantara. Papua memiliki potensi kekayaan alam yang berlimpah berupa hutan yang luas yang penuh dengan potensi hasil hutan kayu dan non kayu serta kekayaan keanekaragaman hayati dan hasil tambang dalam kandungan tanah dibawahnya. Total luas kawasan hutan Provinsi Papua dan Papua Barat adalah 31 juta hektar yang terbagi atas kawasan konservasi 44,8 dan kawasan hutan produksi 52,6, sedangkan sisanya 2,6 berupa Areal Penggunaan Lain APL. Sampai dengan tahun 2007 untuk wilayah Provinsi Papua tercatat sebanyak 38 unit IUPHHK yang mengusahakan areal seluas 6,77 juta hektar Dishut Papua, 2007. Produksi kayu bulat Provinsi Papua pada kurun waktu tahun 2002-2007 sebesar 2,84 juta m 3 dengan produksi rata-rata per tahun sebesar 474 ribu m 3 Dishut Papua, 2007. Produksi tersebut telah mengisi kebutuhan bahan baku bagi industri yang beroperasi di Papua maupun industri yang beroperasi di luar Papua, bahkan untuk industri yang beroperasi di luar negeri. Tahun 2005, LSM Telapak melaporkan bahwa sebanyak 300 ribu m 3 kayu bulat merbau per bulan diselundupkan ke luar negeri Newman dan Lawson, 2005, meskipun pada tahun 2001 pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan melarang ekspor kayu bulat. Dengan produksi kayu bulat yang tinggi, pada kenyataannya kegiatan eksploitasi kayu bulat dari hutan di Papua oleh Pemerintah Daerah dinilai tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Bahkan lebih jauh Pemerintah Daerah menilai aktifitas ekstraksi kayu bulat dari hutan Papua merupakan proses pemiskinan rakyat Papua selaku pemilik Sumber Daya Alam SDA tersebut, dimana nilai yang didapatkan masyarakat selaku pemilik proporsinya sangat kecil dan bahkan dinilai tidak ada apa-apanya dibandingkan nilai yang diperoleh pedagang kayu, terlebih yang diperoleh dari perdagangan kayu ilegal. Selain itu dengan menjual langsung 2 SDA berupa produk kayu bulat menggambarkan suatu proses pembodohan, karena penjualan dalam bentuk bahan baku seolah-olah menunjukkan bahwa rakyat Papua tidak mampu untuk mengolah kayu bulat menjadi suatu produk akhir yang mempunyai nilai tambah lebih tinggi dengan mengembangkan industri pengolahan kayu. Oleh karena alasan tersebut, pada tanggal 22 Desember 2008, Gubernur Provinsi Papua menetapkan Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua yang mana pada pasal 52 ayat 1 menyatakan bahwa kayu bulat dan hasil hutan lainnya wajib diolah di Provinsi Papua untuk optimalisasi industri kehutanan, meningkatkan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, menambah peluang usaha, meningkatkan pengetahuan dan teknologi. Tujuan dikeluarkannya keputusan ini adalah untuk mendorong pengembangan industri pengolahan kayu di Tanah Papua, sehingga SDA yang ada dapat dimanfaatkan dengan maksimal dan memberikan kontribusi yang besar bagi kesejahteraan masyarakat Papua. Dengan potensi SDA berupa kayu merbau yang selama ini dijadikan bahan baku oleh industri di luar Papua, maka Papua pada saat ini memiliki peluang besar untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih besar dari kayu merbau dengan mendirikan industri pengolahan kayu di Bumi Cenderawasih. Newman dan Lawson 2005 menyatakan bahwa kayu merbau asal Papua yang diseludupkan ke China telah mendorong berdirinya lebih dari 500 pabrik lantai kayu flooring dan 200 penggergajian hanya dalam waktu lima tahun di Kota Nanxun- satu kota yang terletak beberapa jam perjalanan ke arah selatan Zhangjiagang. Sekitar 70 dari kayu merbau yang diimpor ke China diolah menjadi lantai kayu. Kota ini menghasilkan sedikitnya 2,5 juta m 2 flooring berwarna gelap setiap tahunnya dengan nilai lebih dari US 200 juta. Kenyataan ini membuka peluang untuk mengembangkan industri pengolahan kayu merbau berupa penggergajian yang terintegrasi dengan woodworking di Papua. Industri penggergajian kayu merbau di Papua selama lima tahun terakhir telah beroperasi dan terkonsentrasi di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan 3 Kabupaten Keerom. Karena itu pengembangan industri penggergajian dengan mengintegrasikan woodworking di ketiga wilayah tersebut perlu dikaji guna memanfaatkan peluang yang ada untuk kesejahteraan masyarakat Papua. 1.2.Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis kelayakan finansial dan ekonomi perusahahaan kayu gergajian merbau dan woodworking terintegrasi di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom - Provinsi Papua.

1.3. Manfaat Penelitian