Sumber Bahan Baku Industri

41 Tabel 16 Deskripsi produk kayu merbau yang dihasilkan industri di Surabaya-Jawa Timur. No Produk Deskripsi 1 Flooring - Sortimen Papan lis yang telah dihaluskan keempat sisinya, dan telah dikeringkan menggunakan Kiln Dry sehingga memiliki MC ± 12, - TG pada empat sisinya - Harga jual berkisar Rp 10-12,5 juta per m 3 2 Mosaic - Sortimen Papan lis yang telah dihaluskan keempat sisinya, dan telah dikeringkan menggunakan Kiln Dry sehingga memiliki MC ± 12, - Bentuk penampang persegi empat dengan sudut 90 o - tanpa TG, - dirakit menggunakan lak ban atau kain pada permukaan atasnya. Lakban atau kain dilepas ketika mosaik sudah rapi terpasang pada lantai - Harga jual berkisar Rp 4,5-5,5 juta per m 3 . 2 Fingerjoint . - Merupakan papan yang terbuat dari sambungan potongan-potongan kayu merbau, - Sortimen Papan lis yang telah dihaluskan keempat sisinya, dan telah dikeringkan menggunakan Kiln Dry sehingga memiliki MC ± 12, - Bentuk penampang persegi empat dengan sudut 90 o - Harga jual berkisar Rp 7-8,5 juta per m 3 .

4.1.2.3 Sumber Bahan Baku Industri

Kebutuhan bahan baku industri primer hasil hutan di Surabaya selama ini dipenuhi dari daerah Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Maluku, Papua dan Papua Barat. Untuk kurun waktu tiga tahun terakhir, Papua dan Papua Barat merupakan merupakan pemasok terbesar dengan proporsi 63,7 dari total volume kayu bulat yang diterima di Surabaya. Pada periode yang sama pasokan dari kedua provinsi tersebut menunjukkan kecenderungan penurunan seperti yang ditampilkan pada Gambar 11. Volume pasokan tertinggi dicapai pada tahun 2007 dengan total volume pasokan kayu bulat mencapai 367 ribu m 3 . Total pasokan kayu bulat dari Provinsi Papua dan Papua Barat selama kurun waktu 2005 sampai awal tahun 2009 adalah sebesar 1,2 juta m 3 545 ribu m 3 Sumber: Dina Gambar 11 Kayu b Mimika, Na Barat di pa Sorong, Sor 4.1.3 Kelay Jayap Meliha perkembang besar yang industri ters Untuk m skenario ind yang dibeda hanya meng utama E2E memanfaatk , yang dip dari provin s Kehutanan P Grafik reali di Surabaya bulat yang abire dan Sar asok dari k rong Selatan yakan Indust pura, Kota Ja t kondisi gan industri dapat diman sebut di Papu memanfaatk dustri pengg akan berdasa ghasilkan pr E dan produ kan limbah p asok seban nsi Papua Ba rovinsi Jawa T isasi penerim a dalam ribu berasal dar rmi. Sedang abupaten Fa n dan Teluk tri Penggerg ayapura dan industri d di Jawa Ti nfaatkan pem ua. kan peluang t gergajian ka arkan produk roduk E2E d uk samping produksi yan nyak 636 r arat. Timur. maan kayu b u m 3 . ri Provinsi g kayu bulat akfak, Kaim Bintuni. gajian dan W Kab. Keero di Papua imur, terlih merintah dae tersebut, dal ayu merbau k akhir yang dan Skenari gan berupa ng ada. Kedu ibu m 3 dari bulat asal Pa Papua dipa yang berasa mana, Mano Woodworking om. dan memb hat adanya p erah Papua u lam penelitia dan woodw dihasilkan y io II yang m Fingerjoin ua skenario provinsi Pa apua dan Pap asok dari K al dari provin okwari, Raja g terintegras bandingkan peluang yan untuk penge an ini ditawa working ter yaitu Skenar menghasilkan t dan mosa ini dirancan 42 apua dan pua Barat Kabupaten nsi Papua a Ampat, si di Kab. dengan ng cukup mbangan arkan dua rintegrasi rio I yang n produk aic yang ng dengan 43 target produksi per tahun ≤ 6.000 m 3 . Dengan pertimbangan bahwa industri tersebut dapat dibuat dibanyak tempat dan proses administrasi industri dapat dilakukan di daerah. Berkaitan dengan pengembangan dua skenario tersebut maka dilakukan analisis kelayakan dengan perhatian pada beberapa aspek yang dipaparkan berikut ini : 4.1.3.1 Ketersediaan Bahan Baku Jatah Produksi Tebangan kayu bulat hutan alam yang diberikan Departemen Kehutanan kepada Provinsi Papua untuk tahun 2009, berdasarkan SK Dirjen BPK No. SK. 432VI-BPHA2008 tanggal 17 Desember 2008 adalah sebesar 1,225 juta m 3 . Dari jumlah tersebut, PT. Hanurata yang beroperasi pada wilayah Kabupaten Keerom mendapatkan jatah tebangan kayu bulat sebanyak 68 ribu m 3 untuk areal tebangan seluas tiga ribu hektar, dengan target produksi kayu bulat merbau sebanyak 36 ribu m 3 sesuai potensi lestari kayu merbau yang dapat ditebang pada areal konsesi PT. Hanurata sebesar 11,53 m 3 hektar. Selain IUPHHK PT. Hanurata, juga terdapat tiga IPK yang sedang dalam proses untuk memperoleh ijin prinsip dari Gubernur Papua, dengan luasan 3,6 ribu hektar di wilayah Kabupaten Keerom. Bila menggunakan nilai potensi kayu merbau yang sama dengan PT. Hanurata maka dapat memproduksi 41,5 ribu m 3 . Sehingga Total target produksi kayu bulat merbau untuk wilayah kabupaten Keerom pada tahun 2009 adalah sebesar 77,5 ribu m 3 . Untuk wilayah Kabupaten Jayapura pada tahun kegiatan 2009 tidak ada pengesahan Rencana Kerja Tahunan untuk IUPHHK. Apabila jumlah ini dapat dipanen secara keseluruhan belum juga dapat memenuhi kebutuhan bahan baku untuk seluruh unit industri yang telah menperoleh ijin operasi pada wilayah Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura yang memiliki total kebutuhan bahan baku kayu bulat sebesar 254 ribu m 3 . 44 Total volume kebutuhan ini akan terpenuhi apabila seluruh IUPHHK yang ada dilingkup kerja Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom beroperasi, dan total produksi kayu bulat dari ketiga wilayah dapat mencapai AAC maksimum yaitu 672 ribu m 3 . Mengacu pada JPT luasan areal konsesi yang telah didesain kembali oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua dari total luas 24.429 hektar menjadi 13.891 hektar untuk tujuh unit manajemen yang ada di Kabupaten Jayapura dan Keerom maka dapat dihitung besar potensi kayu bulat merbau yang dapat diproduksi IUPHHK tersebut dengan berdasarkan potensi per hektar kayu Merbau. Tokede et al., 2006, menyatakan potensi masak tebang kayu merbau di alam rata-rata sebesar 19,69 m 3 per hektar, nilai ini hampir sama dengan potensi kayu merbau di Kabupaten Keerom pada areal konsesi PT. Hanurata Jayapura yaitu sebesar 19,45 m 3 per hektar Tabel 1. Potensi rata-rata kayu merbau tersebut bila di hitung berdasarkan JPT per tahun sesuai redesign yang ditetapkan oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua Tabel 15, maka akan diperoleh sebesar 273 ribu m 3 kayu merbau per tahun. Jumlah ini dapat menutupi kebutuhan industri penggergajian kayu merbau yang ada di ketiga wilayah tersebut. 4.1.3.2 Ketersediaan Teknologi Pengolahan Penelitian terhadap proses produksi industri penggergajian kayu merbau pada lokasi penelitian dilakukan pada tujuh unit industri yang aktif berproduksi yaitu PT. Sumber Kayu Utama yang beroperasi di wilayah Kabupaten Keerom, PT. Datonan Jaya Perkasa dan PT. Mansinam Global Mandiri yang beroperasi di wilayah Kota Jayapura, PT. Victory Cemerlang Wood Industri, PT. Irian Hutama, PT. Sijas Express dan PT. Gizand Putra Abadi yang beroperasi di wilayah Kabupaten Jayapura. Keseluruhan industri pengolahan kayu merbau ini memiliki mesin pengolahan Multiripsaw, yang dipergunakan untuk membentuk sortimen akhir kayu gergajian sesuai standar ukuran yang diinginkan. Dari keseluruhan industri tersebut hanya empat unit yang memiliki bandsaw pada pabrik pengolahannya dan hanya dua unit yang mengoperasikan bandsaw un gergajian, s kayu bulat membentuk Gambar 12 Pengop Kota Jaya mengoperas yaitu : a. Proses mencap b. Ketepa c. Pengop dibandi d. Biaya i Satu ke lebih tebal tebal diban dengan men yang lebih tebal bilah l ntuk pembe ementara in t untuk se k sortimen ka Penggergaj menggunak perasian mul apura dan sikan bandsa produksi pai 15 meter atan ukuran s perasian ingkan band investasi lebi ekurangan y dibanding b ndingkan bil nggunakan kecil diband lebih tipis. A elahan kayu ndustri lain m lanjutnya d ayu gergajian ajian denga kan Bandsaw ltiripsaw ol Kabupaten aw dikarena yang cepa r per menit d sortimen kay multiripsaw dsaw . ih rendah dib ang dimiliki bilah gergaji lah gergaji alat ini aka dingkan den u bulat sam mengoperasi diolah deng n. an menggu w B eh pelaku i n Keerom akan alat in at, Kecepata dengan outpu yu gergajian w memerlu bandingkan i multiripsaw i bandsaw. D bandsaw, p an menghas ngan menggu mpai membe ikan chain s gan menggu unakan Mu industri di K lebih dis i memiliki b an feeding ut 4-6 batang yang baik, ukan lebih bandsaw. w adalah teb Dengan bila proses produ silkan rende unakan ban B entuk sortim saw untuk m unakan mu ultiripsaw Kabupaten J sukai diban beberapa keu multiripsa g per proses sedikit tena bal bilah gerg ah gergaji ya uksi kayu emen kayu dsaw yang 45 men kayu membelah ultiripsaw A dan Jayapura, ndingkan unggulan aw dapat s, aga kerja gaji yang ang lebih gergajian gergajian memiliki 46 Gambar 13 Tebal bilah gergaji multiripsaw A dan bandsaw B diukur menggunakan kaliper. Kenyataan ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Wade et al., 1992, yang menyatakan bahwa tebal keratan gergaji kerf adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi Lumber Recovery Factor LRF, dengan hubungan yang berbanding terbalik. Bila semua faktor yang mempengaruhi proses penggergajian dianggap konstan, pengurangan terhadap besarnya keratan gigi gergaji dengan menggunakan bilah yang lebih tipis akan meningkatkan LRF dikarenakan berkurangnya kayu yang terbuang dalam bentuk serbuk. Lebih lanjut Wade et al. 1992, menggambarkan hubungan antara tebal keratan gergaji dengan LRF seperti pada Gambar 14. Gambar 14 Grafik hubungan tebal keratan gergaji bandsaw dan circularsaw dengan LRF. Grafik menunjukkan bahwa bandsaw dengan ketebalan keratan gigi gergaji berkisar 0,12-0,18 inch atau sama dengan 3,05 – 4,57 mm dengan ketebalan A B 47 Tebal Lebar Pjg 1 Input Bantalan Merbau 14,0 14,0 180 0,0353 33 1,16 2 Double Planer 13,8 13,8 180 0,0343 33 1,13 97,16 3 Multi Ripsaw 2,0 13,8 180 0,0050 165 0,82 72,46 4 Moulding 1,9 13,2 180 0,0045 165 0,74 90,87 Total Rendemen 63,98 No Proses Produksi Ukuran cm Volbtg m 3 Jumlah batang Total Volume Rendemen Per Proses bilah gergaji 1,52 – 2,29 mm akan memberikan nilai LRF yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan circularsaw dengan ketebalan keratan gigi gergaji berkisar 0,26-0,32 inch atau sama dengan 6,60 – 8,13 mm dengan ketebalan bilah gergaji 3,30 – 4,06 mm. Selain tebal bilah gergaji, hal lain yang mempengaruhi efisiensi penggergajian adalah ukuran sortimen target produksi, dimana semakin besar sortimen target yang dihasilkan oleh proses penggergajian akan memberikan nilai rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan menghasilkan sortimen yang lebih kecil, hal ini dikarenakan banyaknya garis penggergajian Sawn lines untuk membuat sortimen yang lebih kecil lebih banyak Wade et al., 1992. Penggunaan multiripsaw sebagai mesin utama dalam proses produksi dengan input bantalan kayu merbau untuk target produksi produk E2E akan memberikan rendemen proses pengolahan sebesar 63,98, dengan perincian perhitungan rendemen disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Analisis rendemen pengolahan kayu merbau dengan menggunakan mesin utama multiripsaw Sumber : Diolah dari informasi beberapa industri di lokasi penelitian. Apabila rendemen proses produksi tersebut dihitung dari awal proses produksi yaitu pembelahan kayu bulat menggunakan chainsaw menjadi bantalan kayu merbau dengan rendemen proses sebesar 50 maka total rendemen proses produksi ini akan menjadi 32 atau sama dengan tiga meter kubik kayu bulat untuk menghasilkan satu meter kubik produk E2E. Dengan efisiensi proses produksi yang rendah ini, industri di ketiga lokasi dapat tetap beroperasi dikarenakan menggunakan sebagian bahan baku bantalan kayu merbau yang dapat diperoleh secara ilegal dengan harga Rp 1,8 – 2,2 juta per m 3 , tidak sepenuhnya menggunakan kayu bulat merbau dengan harga antara 48 No Item Harga Rp Vol m 3 Tot Biaya Rp Ket 1 Bantalan Merbau 2.200.000 1,00 2.200.000 Rendemen 63.98 2 Jasa Produksi 2.200.000 0,64 1.407.551 3 Harga Jual 9.800.000 0,64 6.262.722 4 2.655.171 Keuntungan per m 3 input 3-1+2 Tebal Lebar Pjg 1 Kayu Gergajian 2,0 13,4 180 0,0048 207 1,00 2 Moulding 1,8 13,2 180 0,0043 207 0,89 Total Rendemen 89 Jumlah batang Total Volume Rendemen Proses No Proses Produksi Ukuran cm Volbtg m 3 Rp 1,5 – 2,5 juta per m 3 yang diproduksi IUPHHK atau IPK. Analisis biaya secara umum proses produksi produk E2E menggunakan input bantalan kayu merbau disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Tabel analisis biaya pengolahan kayu merbau dengan menggunakan mesin utama multiripsaw Sumber : Diolah dari informasi beberapa industri di lokasi penelitian. Bila menggunakan bandsaw sebagai mesin utama dalam proses produksi dengan input kayu bulat merbau untuk target produksi produk E2E, total rendemen proses produksi dapat mencapai 48.86. Hal ini dapat dicapai kerena dengan menggunakan bandsaw proses pembelahan kayu sudah dilakukan secara mekanis dengan besarnya keratan gigi gergaji jauh lebih tipis dibandingkan dengan menggunakan chainsaw sehingga rendemen proses produksi ini dapat mencapai 55. Adapun rendemen pengolahan kayu gergajian output bandsaw menjadi E2E melalui mesin moulding dapat mencapai 89, karena dalam mesin moulding hanya akan mengurangi ukuran satu milimeter pada setiap sisi sortimen. Dengan demikian total rendemen proses produksi akan mencapai 48.86, atau sama dengan dua meter kubik kayu bulat untuk menghasilkan satu meter kubik produk E2E sehingga penggunaan bahan baku kayu bulat merbau akan lebih efisien. Tabel 19 Analisis rendemen pengolahan kayu merbau output bandsaw dengan menggunakan Moulding Sumber : Diolah dari informasi beberapa industri di lokasi penelitian. 49 Manfaat lain yang bisa diperoleh dari penggunaan bandsaw adalah termanfaatkannya limbah sebetan kayu bulat merbau yang dapat diolah lagi menjadi sortimen sampai dengan ukuran ketebalan dua sentimeter. Sortimen ini bisa digunakan sebagai bahan mozaic ataupun laminating. Sehingga bahan baku benar termanfaatkan dengan semaksimal mungkin. Dari pengalaman industri yang telah mengoperasikan sistim ini didaerah Jawa Timur, rendemen akhir proses produksi dari kayu bulat dengan produk utama flooring dan produk sampingan berupa mozaic dan fingerjoint dapat mencapai rendemen 60 dengan perincian 45 Flooring, 5 Fingerjoint dan 10 mozaic. Industri woodworking merupakan proses pengolahan kayu lanjutan sehingga penerapan teknologi pengolahan untuk pengembangan industri woodworking mensyaratkan adanya ketersediaan SDM yang terampil. Oleh karena itu penyediaan SDM yang terampil haruslah menjadi prioritas pemerintah daerah dengan melakukan pelatihan, sehingga pengembangan industri pengolahan kayu merbau nantinya dapat menyerap tenaga kerja lokal sebagaimana yang diharapkan. 4.1.3.3 Peluang Pemasaran Woodworking Produk woodworking merbau produksi Indonesia beberapa tahun terakhir telah mengisi pasar produk kayu olahan di beberapa Negara seperti China, Jepang, Uni Eropa, Australia, Amerika dan lain-lain. Produk woodworking merbau lebih disukai karena sifat kayu merbau yang khas dan memberikan kesan mewah serta bisa digunakan untuk penggunaan interior maupun exterior. Badan Revitalisasi Industri Kehutanan BRIK mencatat perkembangan harga dan volume ekspor produk woodworking Indonesia selama kurun waktu tahun 2004 sampai 2009, dengan pola yang menunjukkan kecenderungan yang berlawanan dimana volume ekspor cenderung menurun sedangkan harga ekspor per satuan unit meningkat per tahunnya seperti yang ditampilkan dalam Gambar 15 dan 16. Sumber. www Gambar 15 Sumber. www Gambar 16 Kondis yang tinggi mengakibatk akan adanya dan dapat di w.brikonline.com Grafik vo dengan tri w.brikonline.co Grafik ha dengan tri si ini menunj yang tidak kan terjadin a peluang pa ikembangka m olume ekspor iwulan 3 tah om arga ekspor iwulan 3 tah jukkan suatu dibarengi ke nya kenaikan asar produk an. r woodworki hun 2009 da woodworkin hun 2009 da u gambaran a etersediaan j n harga pro woodworkin ing Indonesi alam ribu m 3 ng Indonesia alam US akan adanya jumlah paso oduk, dan m ng Indonesia ia tahun 200 3 a tahun 2004 a permintaan kan produk merupakan g a yang masih 50 04 sampai 4 sampai n pasokan sehingga gambaran h terbuka 51 4.1.4 Kelayakan Finansial Kelayakan Finansial industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi dilakukan terhadap dua Skenario industri berdasarkan kombinasi produk akhir yaitu : a. Skenario I, Industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi dengan satu jenis output produk yaitu E2E dengan rendemen proses produksi dari kayu bulat adalah 45. b. Skenario II, Industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi , dengan tiga jenis output produk yaitu E2E, Fingerjoint dan Mosaic dengan rendemen proses produksi dari kayu bulat adalah 45, 5 dan 10 untuk masing-masing produk. Dalam analisis ini harga-harga yang dipakai adalah harga yang berlaku di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom yaitu harga kayu bulat merbau adalah Rp 2,5 juta per m 3 dan harga produk E2E, fingerjoint dan mosaic kayu merbau masing-masing adalah Rp 9,8 juta per m 3 , Rp 7 juta per m 3 dan Rp 4,5 juta per m 3 . Simulasi perusahaan penggergajian merbau dan woodworking yang terintegrasi dibuat dengan daftar aset dan peralatan seperti pada Lampiran 7 untuk Skenario I dan Lampiran 17 untuk Skenario II. Harga peralatan-peralatan ini telah diperhitungkan berikut biaya pengiriman dari Jawa dan pemasangan alat di Kabupaten Jayapura atau Kota Jayapura atau Kabupaten Keerom. Biaya pengadaan peralatan untuk ketiga lokasi tersebut relatif sama karena jarak ketiganya yang berdekatan. Total investasi untuk infrastruktur dan peralatan untuk industri dengan output produk E2E saja adalah sebesar Rp 10,2 milyar, sedang untuk industri dengan produk E2E , fingerjoint dan mosaic adalah sebesar Rp 10,75 milyar. Berdasarkan jenis dan jumlah peralatan tersebut dihitung jumlah kebutuhan tenaga kerja yang akan mengoperasikan peralatan pada masing-masing industri Lampiran 12 dan 18. Berdasarkan jumlah tersebut dihitung biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, gaji karyawan dibedakan antara yang karyawan tetap yang bekerja di kantor sebanyak 12 orang dan karyawan pabrik sebanyak 100 orang. 52 Untuk karyawan pabrik besar gaji yang diberikan perbulan adalah Rp 1,7 juta per orang per bulan, dengan perincian Rp 1,1 juta rupiah sebagai upah kerja ditambah Rp 0,6 juta uang makan per bulan. Sedangkan untuk gaji karyawan kantor berkisar Rp 1,5-10 juta per orang per bulan, dari satpam kantor sampai direktur, dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 2,4 milyar per tahun Lampiran 12 dan 18. Dalam analisis ini perusahaan dirancang untuk kapasitas produksi kayu olahan merbau sebanyak 6.000 m 3 per tahun dengan target kebutuhan kayu bulat merbau sebanyak 12.000 m 3 per tahun. Proses produksi dirancang meningkat secara bertahap yaitu pada tahun 1-3 hanya berproduksi 50 dari target kapasitas ijin, pada tahun 4-6 hanya 75 dari target kapasitas ijin dan pada tahun ke 7 beroperasi dengan kapasitas penuh Lampiran 12 dan 18. Biaya BBM, diperhitungkan untuk operasional pabrik dan alat-alat transportasi. Untuk pabrik dioperasikan dua buah genset dengan kapasitas 650 kva dan 450 kva. Genset pertama yang dipergunakan untuk memasok listrik bagi seluruh peralatan bandsaw dan genset kedua untuk memasok listrik peralatan woodworking dan Kiln Dry dengan menggunakan harga BBM solar industri sebesar Rp 6.000 per liter. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan umur investasi 25 tahun, dan bunga modal dihitung untuk tiap-tiap peralatan yang dipasang. Bunga Modal dihitung berdasarkan umur pakai dan harga aset pada saat pengadaan Lampiran 11 dan 21. Asuransi diperhitungkan sebagai biaya operasional dengan perhitungan jumlah premi untuk seluruh aset perusahaan adalah sebesar 2,5 dari total nilai aset per tahun. Dari nilai-nilai diatas maka dibuat proyeksi arus kas Lampiran 14 dan 24 dengan menggunakan dasar harga nilai konstan pada tahun pertama pembangunan proyek. Proyek ini diasumsikan dibiayai menggunakan dana sendiri dan pinjaman bank dengan komposisi 40 dan 60 dengan bunga pinjaman Bank sebesar 15 per tahun yang pengembaliannya diangsur selama 3 tahun dan dimulai pada tahun ke-2 , kurs yang dipakai adalah US 1 = Rp 10.000. 53 Item Skenario I Skenario II Target Produksi Per tahun m 3 E2E 4.500 4.500 Fingerjoint 600 Mosaic 1.200 Total Karyawan Produksi 100 orang 112 orang Total Investasi juta rupiah 10.175 10.753 Total Penjualan per tahun juta rupiah 52.920 62.520 Total Biaya operasional per tahun juta rupiah 38.833 39.843 Total Pembayaran Pajak per tahun juta rupiah 4.556 7.539 Total Pendapatan per tahun juta rupiah 9.531 15.138 Total Biaya produksi per meter kubik E2E juta rupiah 7,39 7,39 Tambahan Biaya produksi per meter kubik juta rupiah Fingerjoint - 1,49 Mosaic - 0,15 Harga Jual produk juta rupiah E2E 9,8 9,8 Fingerjoint - 7 Mosaic - 4,5 Hasil Analisa Kelayakan Finansial NPV juta rupiah 23.543,39 50.079,37 IRR 31,40 47,11 BCR 1,10 1,19 Berdasarkan harga-harga diatas dihitung proyeksi arus kas untuk Industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi dengan satu output produk yaitu E2E dan industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi dengan tiga output produk yaitu E2E, Fingerjoint dan Mosaic. Nilai NPV, IRR dan BCR untuk masing-masing skenario kemudian dihitung dan hasilnya disajikan pada Tabel 20. Dari Tabel 20 dapat disimpulkan bahwa industri penggergajian merbau dan woodworking terintegrasi dengan output produk E2E maupun kombinasi E2E, fingerjoint dan mosaic secara finansial layak untuk dilaksanakan karena NPV positif 0, IRR lebih besar dari bunga bank 15 dan nilai BCR yang lebih besar dari satu 1. Tabel 20 Perbandingan Industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi Skenario I dan II 54 Perubahan Harga Beli Kayu Bulat NPV IRR BCR NPV IRR BCR 20 3.207 17,36 1,01 29.743 34,35 1,11 10 13.819 24,88 1,06 40.355 41,16 1,15 23.543 31,40 1,10 50.079 47,11 1,19 -10 35.043 39,68 1,15 61.578 55,15 1,25 -20 45.654 47,26 1,21 72.190 62,36 1,3 Harga Jual Produk E2E NPV IRR BCR NPV IRR BCR 20 58.466 56,63 1,23 85.002 71,28 1,31 10 41.448 44,23 1,17 67.984 59,48 1,25 23.543 31,40 1,10 50.079 47,11 1,19 -10 7.413 20,38 1,03 33.949 37,04 1,14 -20 -9.604 7,19 0,96 16.932 26,17 1,07 Bunga Bank NPV IRR BCR NPV IRR BCR 20 16.565 32,03 1,08 38.099 47,82 1,18 10 20.169 32,14 1,09 44.000 47,95 1,19 23.543 31,40 1,10 50.079 47,11 1,19 -10 29.510 32,37 1,11 59.259 48,22 1,21 -20 35.615 32,48 1,12 69.214 48,35 1,22 Produk E2E Produk E2E + Fingerjoint Mosaic Untuk mengetahui kepekaan kelayakan finansial terhadap perubahan harga kayu bulat merbau, harga jual produk E2E dan bunga bank, maka dilakukan analisis kepekaan dan hasilnya disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Hasil Analisis Kepekaan Tabel 21 menunjukkan bahwa industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi ini sensitif terhadap perubahan harga jual produk E2E . 4.1.5 Kelayakan Ekonomi Dalam analisis kelayakan ekonomi harga-harga yang dipakai adalah harga bayangan opportunity price dari penjualan kayu olahan maupun kayu bulat merbau. Sementara untuk biaya dan harga lain yang berkaitan dengan proses produksi diasumsikan sama dengan nilai yang pakai pada analisis finansial. LSM Telapak pada tanggal 28 Agustus 2008 melaporkan bahwa harga kayu bulat merbau di China mencapai US 700 per m 3 atau sama dengan Rp 7 juta per m 3 . Sedangkan harga per m 3 kubik kayu bulat merbau di PNG US 425 dan di Malaysia berkisar antara US 330-360. Dalam analisis Ekonomi, harga kayu bulat merbau yang dipakai adalah Rp 3,5 juta per m 3 dengan asumsi sesuai rata-rata harga jual ke pasar internasional. Semetara untuk produk akhir menggunakan harga Rp 13 juta per m 3 dengan asumsi sesuai rata-rata harga jual 55 I II NPV dalam juta rupiah 92.457 155.419 IRR 62,98 93,16 BCR 1,27 1,44 Skenario Kriteria produk flooring merbau adalah US 1.300 per m 3 . Tong et.al 2009, menyatakan bahwa rata-rata harga flooring dengan ketebalan 15-18 mm adalah US 70.7 per m 2 , dengan kisaran harga US 37,4 per m 2 sampai US 211,8 per m 2 . Untuk harga di Indonesia, rata-rata harga ekspor flooring merbau dari Surabaya adalah US 1.300 per m 3 . Dalam analisis ekonomi ini nilai bunga bank yang dipakai adalah 12 dan pajak tidak dimasukkan dalam perhitungan karena dianggap bukan pengeluaran. Untuk upah karyawan produksi dipakai Upah Minimum Regional UMR Provinsi Papua tahun 2009 yaitu Rp 1,05 juta per bulan. Proyeksi Arus kas analisis ekonomi industri kayu gergajian merbau dan woodworking terintegrasi ditampilkan dalam Lampiran 27. Berdasarkan proyeksi arus kas dihitung Nilai NPV, IRR dan BCR untuk masing-masing Skenario. Hasil perhitungan Tabel 22, menunjukkan bahwa NPV positif 0, IRR lebih besar dari social rate 12 dan nilai BCR yang lebih besar dari satu 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa industri penggergajian merbau dan woodworking terintegrasi secara ekonomi layak untuk dilaksanakan. Tabel 22 Hasil Analisis Ekonomi Industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi Skenario I dan II

4.2 Pembahasan