IDENTIFIKASI DAN ANALISIS EKONOMI KEANEKARAGAMAN HAYATI TUMBUHAN SOWANG (Tumbuhan Endemik di Pegunungan Cycloops Kabupaten Jayapura Papua)

(1)

IDENTIFIKASI DAN (Tumbuhan Endemik

INSTITUT PE

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS EKONOMI KEANEKARAGAMA HAYATI TUMBUHAN SOWANG

ndemik di Pegunungan Cycloops Kabupaten Jayapu

RISKY NOVAN NGUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

KARAGAMAN Cycloops Kabupaten Jayapura Papua)


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Dan Analisis Ekonomi Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Sowang (Tumbuhan Endemik di Pegunungan Cycloops Kabupaten Jayapura Papua) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Risky Novan Ngutra NRP H351090111


(3)

Abstract

RISKY NOVAN NGUTRA, 2011. Identification and Economic Analysis of Plant Biodiversity Sowang (Endemic Plants in Mountain Cycloops Jayapura Regency Papua). Supervised by EKA INTAN K. PUTRI as the leader and SAHAT MH.SIMANJUNTAK as member of supervisory commission.

Plant Sowang (Xanthosthemon Novaguineense Valet) is a plant endemic to the island of New Guinea. Population growth is increasing rapidly, causing pressure on the local economic development, resulting in the need for agricultural / farming increase, illegal logging by the company to take advantage of communities, settlements and infrastructure. Of the phenomenon resulted in the conversion of land to nature reserve Mountains region Cycloops be an option that can not be avoided and cause damage to areas including nature reserves have been damaged Sowang Plant species biodiversity. Total economic value (TEV) of plant Sowang IDR 19.284.348.053.906 ($ 2,142,705,339) per year, consists of the use of plants directly Sowang IDR 179.326.000, Willingness to Pay (WTP) Values of IDR 84.462.106, bequest value of IDR 34.182.274.440 and Existence value of IDR 19.249.901.991.360. The role of indigenous peoples is very important in preserving plant Sowang have rules that are used, because the forest is a "natural mother" of indigenous peoples.

Key words: customary rules, Indigenous peoples, environment services, total economic value, payment, discount factor.


(4)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar di IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa ijin IPB.


(5)

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS EKONOMI KEANEKARAGAMAN HAYATI TUMBUHAN SOWANG

(Tumbuhan Endemik di Pegunungan Cycloops Kabupaten Jayapura Papua)

RISKY NOVAN NGUTRA

Tesis

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

(7)

Judul Tesis : IDENTIFIKASI DAN ANALISIS EKONOMI KEANEKARAGAMAN HAYATI TUMBUHAN SOWANG

(Tumbuhan Endemik di Pegunungan Cycloops Kabupaten Jayapura Papua) Nama : Risky Novan Ngutra

NRP : H351090111

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.S Ir. Sahat M H Simanjuntak, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Tanggal Ujian: 21 Juli 2011 Tanggal Lulus: Ketua Program Studi

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana


(8)

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Amsal 1 : 7

“Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”

Amsal 2 : 6

“Karena TUHANlah yang memberikan hikmat, dari mulutNya datang pengetahuan dan kepandaian”

Tesis ini saya persembahkan buat :Tuhan Yesus Kristus,

Bapa, Sahabat Sejati yang selalu setia dalam hidup saya dan memberikan hikmat dan kepandaian

Mama dan Bapak

Kedua orang tua yang luar biasa buat saya. Buat semua cinta kasih yang diberikan  Kakak ku tercinta Deddy R Ngutra bersama keluarga

Adik-adik tercinta Laurens M Ngutra dan Ester P Korwa

Om Jannes Korwa dan Tante Elsyan Marlissa dan adik-adik ku tercinta Steny, Christian dan Stevi

Keluarga besar Ngutra & KorwaCharlota Stella Kakisina


(9)

PRAKATA

Segala pujian dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala peryertaan, kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Identifikasi dan Analisis Ekonomi Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Sowang (Tumbuhan Endemik di Pegunungan Cycloops Kabupaten Jayapura Papua)” dapat terselesaikan.

Dalam penyusunan tesis ini penulis menyadari sungguh, bahwa masih terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasannya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan untuk penyempurnaan tesis ini, dan tentunya akan menghasilkan suatu penelitian lanjut yang memberikan kontribusi sesuai dengan harapan bersama. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Juli 2011


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak ada arahan dan bimbingan dari komisi pembimbing, dan bantuan dari pihak-pihak lainnya. Untuk itu, di kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing yang penulis hormati atas segala ilmu dan semua arahan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Ir. Sahat M H Simanjuntak, M.Sc selaku pembimbing dan juga sebagai orang tua kepada penulis atas segala ilmu dan semua arahan serta semangat yang telah diberikan kepada penulis.

3. Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc selaku Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan – IPB yang selalu memberikan ilmu dan pelajaran kepada penulis selama menempuh dan menyelesaikan pendidikan pascasarjana.

4. Seluruh jajaran dosen dan staf Departemen ESL atas bantuannya selama penulis menempuh pendidikan pascasarjana.

5. Universitas Cenderawasih yang telah mengijinkan penulis untuk melanjutkan studi S2 di IPB.

6. Bapak Dekan dan Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Cenderawasih yang telah memberikan ijin untuk melanjutkan studi S2 di IPB.

7. Dr. Yundy Hafizrianda, SE.,M.Si beserta keluarga yang telah membantu penulis dan membimbing penulis selama ini.

8. Ondoafi / Ondofolo, Kepala Kampung Doyo Baru, Kepala Kampung Maribu, Ketua Dewan Adat Masyarakat Ormo, Kepala BKSDA Provinsi Papua dan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Jayapura beserta staf atas izin dan kemudahan yang diberikan ketika penulis melakukan penelitian di Pegunungan Cycloops.


(11)

9. Orang tua tercinta, Bapak Yosias M. Ngutra.,S.Th dan Mama Fransina Korwa (Alm), dan kakak tersayang Deddy R Ngutra.ST bersama keluarga dan adik-adik tersayang Laurens M Ngutra.ST dan Ester P Korwa atas doa, dukungan dan kasih sayangnya.

10. Orang tua tercinta Jannes G Korwa, SE.,MM dan Dr. Elsyan R. Marlissa, SE.,M.Si dan adik-adik tersayang Steny, Christian, Stevi dan Kak Engge atas doa, dukungan dan kasih sayangnya.

11. Keluarga Besar Ngutra dan Korwa atas doa, dukungan untuk penulis selama ini.

12. Charlota Stella Kakisina.ST.,M.Si yang telah memberikan cinta, semangat, serta mendampingi dan membantu penulis selama ini.

13. Rekan-rekan seperjuangan ESL dan ESK angkatan 2009 untuk kebersamaan yang dibangun selama ini.

14. Teman-teman dan sahabat penulis Charles I Wiyono, Kak Halamoan, kak Balthazar, Kak Dominggus Marei, Edoward R, Yesaya, Marsiadi, Oktovianus G, Edy dan teman-teman kos Wisma Galih atas bantuannya yang diberikan kepada penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga bantuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak yang turut memberikan andil dan dukungan dalam penyelesaian Tesis ini mendapatkan balasan dari Bapa disorga. Amin

Bogor, Juli 2011


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sorong pada tanggal 22 November 1984 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Yosias M Ngutra,S.Th dan Fransina Korwa (Alm). Pada tahun 2002 penulis menamatkan pendidikan tingkat menengah atas di SMU Negeri 1 Sentani Kabupaten Jayapura. Selanjutnya pada tahun yang sama, penulis diterima pada Program Studi Ekonomi Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Cenderawasih. Penulis mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada tahun 2006.

Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Universitas Cenderawasih. Saat ini penulis tercatat sebagai staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Cenderawasih. Pada tahun 2009, penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI……….. xiv

DAFTAR TABEL……… xvi

DAFTAR GAMBAR………. xvii

1 PENDAHULUAN………...………..………. 1

1.1.Latar Belakang ……….……. 1

1.2.Tumbuhan Sowang ……….… 3

1.3.Rumusan Masalah ……….… 7

1.4.Tujuan Penelitian ……….. 9

1.5.Manfaat Penelitian……….. 9

1.6.Ruang Lingkup Penelitian………... 10

2 TINJAUAN PUSTAKA………. 12

2.1. Pengertian Keanekaragaman Hayati dan Nilai Keanekaragaman Hayati ……….…………..………. 12

2.2. Keanekaragaman Hayati Indonesia dan Keanekaragaman Hayati Papua ………... 19

2.3. Kawasan Konservasi Cagar Alam ………..… 22

2.4. Penelitian Terdahulu yang Relevan ………....……….. 22

3 KERANGKA PEMIKIRAN……… 27

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis……… 27

3.1.1. Nilai Ekonomi Total untuk Keanekaragaman Hayati………… 27

3.1.2. Nilai Faktor Diskonto untuk Tumbuhan Sowang ……… 37

3.2 Kerangka Operasional………... 38

4 METODE PENELITIAN……….. 41

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………. 41

4.2 Jenis dan Sumber Data ……….………... 41

4.3 Metode Pengambilan Sampel ……….. 42

4.4 Metode Analisa Data ………... 44

4.4.1. Analisis Nilai Ekonomi Total………. 44

4.4.2. Analisis Nilai Willingness to PayTumbuhan Sowang…………. 45

4.4.3. Analisis Kesediaan Membayar untuk Nilai WTP……… 49

4.5 Pengujian Parameter ………... 51

4.5.1. Odds Ratio………. 51

4.5.2. Likelihood Ratio………..………. 51

4.5.1. Koefisien Determinasi (R2)………. 52


(14)

4.8 Asumsi-asumsi Ekonomi dalam pengelolaan Tumbuhan Sowang…... 56

5 GAMBARAN UMUM……….. 59

5.1 Kawasan Pegunungan Cycloops ………….………. 59

5.1.1 Letak Geografis………. 61

5.1.2 Profil Kampung Doyo Baru Distrik Waibu……….. 61

5.1.3 Profil Kampung Maribu Distrik Sentani Barat……….. 65

5.2 Karakteristik Responden dan Stakeholder……….. 68

6 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN, PENGELOLAAN DAN KEPUNAHAN TUMBUHAN SOWANG……… 78

6.1 Keanekaragaman Hayati di Kawasan Pegunungan Cycloops….……. 78

6.2 Identifikasi Pola Pemanfaatan Tumbuhan Sowang………. 83

6.3 Identifikasi Dampak Negatif Kepunahan Tumbuhan Sowang………… 91

7 NILAI EKONOMI TUMBUHAN SOWANG……… 99

7.1 Nilai Ekonomi Total Tumbuhan Sowang………..….……. 99

7.1.1 Analisis Nilai Ekonomi Secara Langsung….………... 99

7.1.2 Analisis WTP untuk Tumbuhan Sowang……… 102

7.1.3 Analisis WTP untuk Nilai Warisan……… 107

7.1.4 Analisis WTP untuk Nilai Keberadaan.……… 110

7.1.5 Analisis Variable yang Mempengaruhi Nilai WTP………. 115

7.2 Nilai Faktor Diskonto untuk Tumbuhan Sowang……… 118

8 PERAN MASYARAKAT ADAT SERTA IMPLIKASI KEBIJAKAN… 122 8.1 Masyarakat Adat Pada Kawasan Pegunungan Cycloops..…..….……. 122

8.2 Peran Masyarakat Adat Dalam Pengelolaan Tumbuhan Sowang…… 124

8.3 Penilaian Responden Terhadap Lingkungan Pegunungan Cycloops… 142 8.4 Implikasi Kebijakan Tumbuhan Sowang……… 155

9 KESIMPULAN DAN SARAN……….… 159

9.1 Kesimpulan………....…..….……. 159

9.2 Saran………..……… 160

DAFTAR PUSTAKA………. 162


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kelebihan dan Kelemahan Kelima Metode Penentuan Nilai WTP… 34

Tabel 2. Matriks Penelitian…………..……….. 58

Tabel 3. Jumlah Penduduk Kampung Doyo Baru……….. 63

Tabel 4. Penduduk Usia 15 Tahun ke-atas……….. 64

Tabel 5. Status Burung di Hutan Pegunungan Cycloops.……….. 81

Tabel 6. Manfaat dan Fungsi Hutan Pegunungan Cycloops..……….. 83

Tabel 7. Pengelolaan Tumbuhan Sowang……….……….. 89

Tabel 8. Jumlah Penduduk pada Kawasan Pegunungan Cycloops……….. 94

Tabel 9. Daftar Harga Penukaran Tumbuhan Sowang Dengan Alat Tradisional… 100 Tabel 10. Daftar Harga Tumbuhan Sowang yang Diperjualbelikan….………….. 102

Tabel 11. Total Ekonomi Penggunaan Langsung Tumbuhan Sowang………….. 102

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Nilai WTP……….. 103

Tabel 13. Persepsi Responden yang Tidak Ikut Memberikan Nilai WTP…..…….. 105

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kelompok Nilai WTP…….. 105

Tabel 15. Distribusi Nilai WTP Tumbuhan Sowang………..……….. 106

Tabel 16. Distribusi Kesediaan Membayar Nilai Warisan……….….……… 107

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Nilai Warisan….………….. 108

Tabel 18 Nilai Statistik dari WTP untuk Nilai Warisan…….…………..……….. 109

Tabel 19. Deskripsi Nilai WTP untuk Nilai Keberadaan……….……..……….. 111

Tabel 20. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Nilai Keberadaan.………….. 111

Tabel 21. Nilai Statistik dari WTP untuk Nilai Warisan………..……….. 112

Tabel 22. Estimasi Nilai Keberadaan (Existence Value) Indonesia.……….. 113

Tabel 23. Nilai Ekonomi Total Tumbuhan Sowang…….……….. 115

Tabel 24. Hasil Regresi Logit dengan Metode Enter……….………. 116

Tabel 25. Nilai Faktor Diskonto Tumbuhan Sowang….………….……..……….. 119

Tabel 26. Nilai Faktor Diskonto Tumbuhan Sowang Dalam Dollar ($)..………… 119


(16)

Tabel 28. Nilai Tumbuhan Sowang Waktu Tak Terhingga Dalam Dollar ($)…… 121

Tabel 29. Struktur Pemerintahan Adat Sentani………..…….……….. 126

Tabel 30. Struktur Pemerintahan Adat Mooi………..…….……….. 131

Tabel 31. Struktur Pemerintahan Adat Numbay..…………..…….……….. 135

Tabel 32. Penggunaan tumbuhan Sowang oleh masyarakat Adat.……….. 137

Tabel 33. Persentase Tingkat Keseringan Persoalan Lingkungan….……….. 142

Tabel 34. Distribusi frekuensi responden menurut kegiatan……..……….. 150

Tabel 35. Presentase Pernyataan responden………..……….. 152

Tabel 36. Matriks Komponen SWOT………..……….. 157

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tumbuhan Sowang………..… 4

Gambar 2. Bunga dan daun dari Tumbuhan Sowang…………..……….…. 5

Gambar 3. Tumbuhan Sowang untuk penyangga rumah..………. 6

Gambar 4. Nilai Ekonomi Total Terhadap Nilai Keanekaragaman Hayati…..… 28

Gambar 5. Kerangka Penelitian………..……….…. 40

Gambar 6. Lokasi Penelitian………. 41

Gambar 7. Teknik perhitungan Nilai Ekonomi Total ……….. 45

Gambar 8. Diagram komponen SWOT……….. 56

Gambar 9. Peta Sketsa Kampung Doyo Baru……….………. 62

Gambar 10. Peta Sketsa Kampung Maribu…..………. 65

Gambar 11. Distibusi Frekuensi Responden menurut Jumlah Keluarga.…………. 68

Gambar 12. Distibusi Frekuensi Responden menurut Kelompok Umur.…………. 69

Gambar 13. Distibusi Frekuensi Responden menurut Kelompok Pendidikan…… 70

Gambar 14. Distibusi Frekuensi Responden menurut Kelompok Pekerjaan.……. 71

Gambar 15. Distibusi Frekuensi Responden menurut Kelompok Pendapatan..…. 72

Gambar 16. Distibusi Frekuensi Responden menurut Kelompok Pengeluaran…… 73


(17)

Gambar 18. Distibusi Frekuensi Responden menurut Jarak……….…… 74

Gambar 19. Distibusi Frekuensi Responden menurut Umur ………..…...…… 75

Gambar 20. Distibusi Frekuensi Responden menurut Pendidikan ..………...…… 76

Gambar 21. Diagram fishbonepada Pengelolaan Tumbuhan Sowang………...…. 86

Gambar 22. Rumah Ondoafi……… 87

Gambar 23. Tambak Ikan yang Menggunakan Kayu Sowang……….……… 88

Gambar 24. Pengelolaan Tumbuhan Sowang untuk Kayu Arang…….…….……. 89

Gambar 25. Penebangan Liar dan Perladangan pada Kawasan CAPC.……… 93

Gambar 26. Kayu Sowang yang Ditebang untuk Diperjualbelikan….…….……… 95

Gambar 27. Pembangunan Ruas Jalan ……….……… 96

Gambar 28. Hewan yang diburu..………..……….…….……… 97

Gambar 29. Kerusakan pada kawasan CAPC………..……….……… 98

Gambar 30. Nilai WTP tumbuhan Sowang…………..……….…….……… 104

Gambar 31. Rumah masyarakat Sentani……….… 125

Gambar 32. Sistem pemerintahan Ondoafi Suku Sentani…..……….……… 126

Gambar 33. Harta Masyarakat Sentani dan Ondoafi Sentani Timur..…….……… 128

Gambar 34. Sistem pemerintahan Ondoafi Suku Mooi………...… 130

Gambar 35. Gambar Rumah Adat Suku Numbay………...…. 134

Gambar 36. Sistem pemerintahan Ondoafi Suku Numbay..……… 134

Gambar 37. Peran Masyarakat Adat Dalam Pengelolaan Tumbuhan Sowang…… 141

Gambar 38. Distribusi Frekuensi Masyarakat Adat menurut Persoalan Lingkungan………..….. 143

Gambar 39. Distribusi Frekuensi Masyarakat Adat Tentang Pengetahuan CAPC………..….… 145

Gambar 40. Distribusi Frekuensi Masyarakat Adat menurut Tujuan Penetapan CAPC……… 146

Gambar 41. Distribusi Frekuensi Masyarakat Adat menurut Persepsi Kondisi……… 147

Gambar 42. Distribusi Frekuensi Masyarakat Adat menurut Kunjungan..……….. 148

Gambar 43. Distribusi Frekuensi Masyarakat Adat menurut Lama kunjungan…… 149


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Jenis Anggrek di hutan dataran rendah Pegunungan Cycloops…..… 167 Lampiran 2. Jenis Burung di Hutan Rendah Pegunungan Cycloops……….…..… 168 Lampiran 3. Jenis Herpetofauna yang dijumpai di Pegunungan Cycloops…..…… 171 Lampiran 4. Jenis Kupu-kupu di Pegunungan Cycloops………..… 172 Lampiran 5. Jenis Ikan pada Pegunungan Cycloops………..…..… 174 Lampiran 6. Hasil Regresi Logit dengan Metode Enter……….…..… 172


(19)

BAB VI

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN, PENGELOLAAN DAN KEPUNAHAN TUMBUHAN SOWANG

6.1. Keanekaragaman Hayati di Kawasan Pegunungan Cycloop

Iklim tropis yang dimiliki oleh pulau Papua yang secara terus menerus, menyebabkan terjadinya kelembaban pada cagar alam Pegunungan Cycloops. Curah hujan bulanan rata-rata di kawasan Sentani dan kawasan Jayapura dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir adalah sebesar 164,6 mm. Curah hujan tertinggi tercatat sebesar 233,3 mm pada bulan April dan terendah sebesar 94,1 mm pada bulan September. Perbedaan antara musim penghujan dengan musim kemarau, serta musim angin barat dengan musim angin Timur relatif tidak nyata, hal itu disebabkan oleh hujan turun hampir sepanjang tahun. Jumlah hari hujan rata-rata tahunan tercatat sebesar 188 hari. Musim Barat berlangsung antara bulan November hingga Desember. Suhu udara bulanan rata-rata adalah sebesar 27,50C, kelembaban udara rata-rata bulanan tercatat sebesar 28,3%. Musim penghujan yang bertiup dari Barat Laut menurunkan hujan sepanjang Pantai Utara pulau Papua, selama musim ini gelombang laut semakin besar dan menghantam pantai membentuk rona pantai baru, Selain itu musim ini juga mengakibatkan tanah longsor, akibat curah hujan yang tinggi (BMG Jayapura, 2010).

Kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops terdiri dari vegetasi: hutan primer, hutan sekunder, padang rumput, rawa dan tanah tergenang dan hutan ultrabasik. Pada ketinggian lebih dari 600 meter dpl terdapat jenis flora, seperti Castanopis Acuminatisima, Lithocarpus, Quercus sp.

Pada ketinggian 800 meter dpl ditumbuhi lumut (moss) pada batang pohon, cabang-cabang bahkan pada daun. Jenis pohon dihutan sekunder ini termasuk

Artocarpus sp, Deplachea glabra, Octomeles sumatrana dan sebagainya. Pada ketinggian lebih dari 1.000 meter dpl, ditumbuhi Lithocarpus, Notofagus, dan berbagai jenis Anggrek. Di atas 1.200 meter dpl hutan Lithocarpussp digantikan oleh

Notofagus flaviramea (De Fretes et al, 2002). Aktivitas manusia di dalam hutan sangat rendah. Hutan dijadikan jalan alternatif menuju kampung tetangga yakni


(20)

kampung Ormu2bila perjalanan lewat laut tidak aman. Kameabun (2000) melakukan studi tentang keanekaragaman spesies pohon di hutan dataran rendah Yongsu Dosoyo di sisi Utara kawasan Pegunungan Cycloops. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa Xanthosthemon terdapat di hutan hujan dataran rendah tetapi sering juga terdapat di hutan savanna. Xanthosthemon sering terdapat di tanah berpasir dan berbatu serta tempat yang curam di sepanjang pesisir pantai. Xanthosthemon

umumnya berasosiasi dengan Shorea, Tristania, dan spesies Xanthosthemonlain. Dari data yang diperoleh dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Papua, jenis flora di Papua yang dikelompokkan menurut status:

a) Tumbuhan Endemik. b) Tumbuhan Eksotik.

c) Antropogenik

Selain itu di Cagar Alam Pegunungan Cycloops juga memiliki kekayaan fauna yang sangat banyak (BKSDA Papua,2011) antara lain:

a) Berbagai jenis burung kurang lebih 641 jenis b) Berbagai jenis mamalia kurang lebih 154 jenis c) Berbagai jenis reptilia kurang lebih 252 jenis d) 500 jenis insecta

Menurut kajian lapangan yang dilakukan tahun 1999 oleh Farid dan De Fretes (2000) di kawasan hutan Yemang keragaman flora yang dijumpai tidak kurang dari 125 jenis tumbuhan (per hektar) dengan tinggi pohon yang bervariasi bahkan dapat mencapai ketinggian hingga 40-50m dengan rata-rata tinggi pohon berkisar antara 20–30 m. Banyaknya pohon yang berukuran cukup tinggi (20 – 30 m) diduga disebabkan kerapatannya yang juga cukup tinggi yaitu 130 individu pohon per 0,25 hektar, sehingga di kawasan ini pohon tumbuh vertikal (Wompere dkk, 2000). Pada ketinggian (0–200 m dpl) kawasan hutan didominasi oleh flora dari kelompok Chrysobalanaceae dan Clusiaceae, sedangkan pada ketinggian 300–400 m dpl didominasi oleh tumbuhan dari kelompok Burseraceae atau dari jenis

2


(21)

Kenarian (ada 6 jenis). Dari ketinggian tersebut tumbuhan yang dominan adalah dari kelompok Myrticaceae atau Pala-Palaan dan Myrtaceae atau Jambu-Jambuan.

Di kawasan Pegunungan Cycloops terdapat tumbuhan berspora yang berbatang lembut termasuk jenis Paku Mulia (Cyathea sp), Rotan (Calamus sp) dan berbagai jenis Anggrek (lampiran 1). Pada ketinggian lebih dari 600m dpl dijumpai beberapa jenis flora seperti Castanopsis acuminatisima, Lithocarpus, Quercus sp, Berkella sp, Palaquium sp, Planconella sp, Callophyllum sp, Ficus sp dan Syzigium sp, di bagian Selatan terutama pada daerah miring dijumpai Araucaria cunninghamii.

Luas hutan primer di cagar alam Pegunungan Cycloops diketahui semakin berkurang dan berubah menjadi hutan sekunder dan tanaman campuran, yang antara lain diakibatkan oleh intensitas gangguan oleh aktivitas manusia, seperti pembukaan hutan untuk berladang dan berkebun. Pada kawasan ini dapat dijumpai pohon

Canarium sp (kenari), Araucaria sp, Octomeles sp, Artrocarpus sp, Cocos nucifera

(kelapa), Mangifera sp (mangga), Pometia sp, Eugenia sp(jambu-jambuan), Musa sp

(pisang), dan Callophyllum sp. Selain itu dijumpai juga Glychema sp, Caladium sp, Thysanotis sp, Deplanchea sp, dan tumbuhan semak lainnya.

Lahan bekas perladangan yang ditinggalkan umumnya berupa padang rumput atau padang ilalang yang ditumbuhi oleh ilalang (Imperata cylindrica), Temeda australis, Spathoglottis sp (Anggrek tanah), Thysanotis sp, Musa sp, dan semak lainnya, seperti Lantana sp. Di daerah berawa dijumpai Metroxylon sp (Sagu),

Pandanus sp (pandan), dan di daerah dekat sungai atau tepian sungai dijumpai tumbuhan berhizoma, seperti dari kelompok Zingiberaceae, Impatiens sp, dan

Begonia sp.

Keberadaan berbagai jenis flora di cagar alam Pegunungan Cycloops merupakan faktor yang penting bagi kelangsungan hidup fauna di kawasan tersebut. Tercatat tidak kurang dari 273 jenis burung di cagar alam Pegunungan Cycloops, dengan jenis avifauna yang penting adalah jenis burung yang dilindungi; jenis endemik Papua; jenis endemik Indonesia; jenis burung pengunjung (winter visitor),

dan masih dijumpai jenis burung yang termasuk kategori baru yang dideskripsikan


(22)

Kasuari(Casuarius casuarius), Rangkong, kelompok Merpati (Goura sp), Mambruk

(Goura victoria), Kakatua jambul kuning (Cacatua galerica), Kakatua raja/hitam

(Probuseiger oasuarius), Nuri merah kepala hitam (Lorius ivory), dan sebagainya. Jenis burung lainnya terdiri dari burung-burung pengisap madu, jenis-jenis dari kelompok Columbidae, jenis-jenis burung Betet (Parrot), dan sebagainya. Secara umum keragaman avifauna yang paling beraneka dijumpai di kawasan hutan dataran rendah. Berdasarkan kajian yang dilakukan di hutan dataran rendah Yemang saja, tercatat tidak kurang dari 78 jenis burung yang berhasil diidentifikaksi (lampiran 2). Sekitar 82% adalah burung endemik yang terdiri dari 42% jenis endemik Papua dan 40% jenis endemik Indonesia. Walaupun sebagian besar jenis burung ini termasuk endemik, namun baru 40% yang berstatus dilindungi (Tabel 5). Di kawasan hutan dataran rendah di Pegunungan Cycloops keragaman jenis merpati (Columbidae) adalah yang tertinggi, diikuti oleh kelompok burung paruh bengkok (Psittacidae) dan kelompok burung pengisap madu (Meliphagidae).

Tabel 5 Status Burung di Hutan Dataran Rendah Kawasan Pegunungan Cycloops

Status Jumlah Jenis Prosentase**)

Dilindungi 29 40

Endemik Papua 30 42

Endemik Indonesia 28 40

Sumber : Farid & De Fretes, 2000 Keterangan :

*) 0 – 400 m dp

**) Jumlah tidak 100%, oleh karena status endemik ada yang telah atau belum ditetapkan sebagai satwa dilindungi

Jenis mamalia di kawasan Pegunungan Cycloops relatif lebih terbatas dibandingkan jenis burung, diperkirakan tidak kurang dari 86 spesies meliputi 11 jenis kelelawar, 20 jenis mamalia berkantung (Marsupialia) dan sebagainya. Jenis kelelawar yang telah teridentifikasi adalah dari jenis Syconicteris australis, Nyctimene albiventer, Paranyctimene raptor, Rousettus ampexicaudatus, Dobsonia minor, Embalonura nigrescens,danHiposiderus diadema (Farid & De Fretes, 2000). Kawasan cagar alam yang di Kabupaten Jayapura secara umum dijumpai jenis


(23)

kelelawar endemik, yaitu Emballonura furax (kelelawar ekor trubus besar) dan

Hipposideros wollastoni(kelelawar ladam wollastoni) yang berstatus vulnerable. Selain fauna yang akrab dengan kehidupan manusia, seperti babi hutan dan tikus tanah, juga dijumpai spesies eksotik. Kehadiran fauna eksotik yang didatangkan dari daerah lain ke Papua adalah jenis rusa (Cervus timorensis) yang diinformasikan dijumpai di sekitar Sentani. Jenis herpetofauna di sekitar Yemang dan Yongsu Desoyo (Lampiran 3) dijumpai tidak kurang dari 21 jenis kadal, 3 jenis ular, 2 jenis penyu, dan 8 jenis kodok. Selain dijumpai di Yemang, di Kabupaten Jayapura tercatat juga adanya ular endemik Papua, yaitu Lialis jicari (ular kadal) dan Heurnia ventromaculata (ular sungai Memberamo). Jenis fauna terestrial lainnya yang menonjol adalah kelompok invertebrata, salah satunya adalah Kupu-Kupu sayap biru

(Papilio ulysses autolycus),Kumbang besar, Laba-Laba. Jenis Kupu-Kupu di sekitar Yemang tercatat tidak kurang dari 66 jenis (lampiran 4).

Di kawasan Jayapura tercatat jenis ikan asli endemik Papua, di antaranya adalah Kanseli (Hemipimelodus velutinus), Holiya (Neosilusnavae guinea),

Humen/Gabus (Ovyeleotris mierops),Gete-Gete (Apogon wichmani),Kaskado/Hewu

(Chailaterina sentaniensis), Kahilo (Anguilla australis), Hiu Gergaji (Pristis microdon), Barra (Carranv stelanus), Kaijako/Belanak (Mugil cephalus), dan Bandeng (Chanos chanos). Sedang di Yemang, Yongsu Desoyo, dan Spari. Cagar alam Pegunungan Cycloops tercatat tidak kurang dari 34 jenis ikan dari 15 famili berada dalam kawasan ini. Ikan Lentipes merupakan jenis yang baru dideskripsikan. Jenis ikan asli atau juga endemik akan terancam keberadaannya oleh hadirnya jenis ikan eksotik yang sengaja ditanam di perairan, misalnya jenis-jenis ikan di Danau Sentani (lampiran 5).

Keadaan saat ini yang terjadi pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops untuk beberapa populasi dan jenis flora dan fauna yang dimiliki oleh kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops, semakin hari semakin menurun populasinya, ini didukung dari beberapa kegiatan masyarakat yang berada disekitar kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Kegiatan seperti berburu, berladang, dan menebang pohon secara liar adalah faktor utama penurunan populasi dari beberapa jenis hewan,


(24)

tumbuhan yang mungkin sebagian dari jenis itu merupakan jenis endemik yang dimiliki oleh pulau Papua. Beberapa responden yang ditanyai dalam wawancara mengenai penurun populasi di cagar alam ini, mengatakan bahwa sebagian populasi di dalam kawasan ini sudah jarang dan bahkan sudah tidak lagi terlihat di pinggiran kawasan cagar alam ini. Oleh sebab itu, diharapakan dari pihak pengambil kebijakan supaya dapat berupaya bersama masyarakat agar dapat melindungi dan memerangi perburuan liar, penebangan kayu secara illegal, dan juga perkebunan dikawasan cagar alam Pegunungan Cycloops.

6. 2. Identifikasi Pola Pemanfaatan Tumbuhan Sowang

Secara umum hutan yang berada di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops jika dilihat manfaat dan fungsinya memiliki nilai yang sangat tinggi dan sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar, berikut beberapa manfaat dan fungsi yang terdapat dari hutan cagar alam Pegunungan Cycloops.

Tabel 6. Manfaat dan Fungsi Hutan Pegunungan Cycloops Sumber untuk Barang

dan Jasa

Manfaat sebagai Penampung

Limbah Fungsi bagi pendukung kehidupan

 Pohon

 Kayu bakar

 Produk usaha lainnya

 Produk bukan Kayu

 Produksi Pertanian

 Rekreasi dan Pariwisata

 Sebagai tempat penyerapan limbah

 Dapat mendaur ulang nutrisi

 Dapat melindungi Daerah Aliran Sungai

 Dapat melindungi kualitas tanah

 Dapat menahan laju erosi

 Sebagai tempat berkumpulnya makroorganisme

 Sebagai tempat pengaturan iklim

 Sebagai tempat untuk menyerap karbon

 Sebagai tempat untuk

kehidupan manusia, flora dan fauna

 Dapat memberikan Kesejukan udara, keindahan, sebagai tempat budaya masyarakat adat, sebagai tempat Spritual.

Sumber: Dikembangkan dari penelitian David P & Dominic M, 1994

Fungsi-fungsi yang didalam tabel 6 ada yang merupakan fungsi yang sulit dinilai dengan uang (Intangible) sehingga manfaat dan fungsi tersebut sering luput dari perhatian pemerintah maupun pihak-pihak yang berhubungan dengan hutan itu sendiri. Jika fungsi dan manfaat tersebut diatas tidak dapat ditangai dengan baik maka akan membawa kerusakan dan kehilangan fungsi hutan tersebut.


(25)

Pola pemanfaatan dari Tumbuhan Sowang bagi masyarakat asli dan pendatang sangatlah berbeda. Bagi masyarakat asli sebagai pemilik lahan atau yang memiliki hak ulayat hutan yang berada di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops ini memiliki aturan atau hukum yang sangat ditekankan bagi masyarakat asli, tetapi sebaliknya bagi masyarakat pendatang dalam penggunaan atau pemanfaatan Tumbuhan Sowang ini tidak dibatasi atau dilarang dari aturan adat setempat, sehingga dalam pola pemanfaatan Tumbuhan Sowang, sering kali masyarakat asli sebagai pemilik hak ulayat hutan seringkali dirugikan dengan terjadinya penebangan liar dan juga pencurian kayu yang diakibatkan oleh masyarakat pendatang.

Dalam pengambilan Tumbuhan Sowang di hutan yang telah ditentukan bagi masyarakat asli yang hendak mengambil atau menggunakan kayu ini, biasanya harus diketahui oleh Kepala adat (Ondofolo/Ondoafi) atau Tua-tua adat yang dipercayakan sebagai pemimpin masyarakat untuk memberikan izin pengambilan kayu tersebut. Pengambilan Tumbuhan Sowang, biasanya masyarakat asli tidak pergi mengambil sendirian tetapi dibantu oleh para tetangga atau sanak saudara yang diminta untuk membantu memikul atau membawa kayu tersebut dari dalam hutan.

Dalam pengambilan kayu ini, ada larangan atau aturan yang sangat ditegaskan bagi masyarakat disana. Saat pengambilan tumbuhan tersebut, para wanita dilarang untuk keluar rumah, karena dipercaya oleh masyarakat bahwa jika wanita keluar rumah saat pengambilan kayu, akan membawa kesialan bagi wanita tersebut (kemandulan) dan rumah tangga. Proses ini dipercaya khususnya bagi masyarakat Sentani yang hendak membangun sebuah rumah atau rumah adat. Selain itu, dalam proses pengambilan Tumbuhan Sowang, biasanya seseorang akan meminta bantuan dari para tetangga atau sanak saudara untuk menebang kayu Sowang di dalam hutan. Orang yang akan mengambil Tumbuhan Sowang ini biasanya diharuskan bersedia memenuhi apa saja permintaan dari para tetangga atau sanak saudara yang membantu. Jika ada beberapa hal yang tidak dapat dipenuhi maka akan terjadi suatu bencana bagi orang yang mengambil Tumbuhan Sowang dan juga membawa bencana bagi rumah yang hendak dibangunnya.


(26)

Dari data dan hasil wawancara dengan kepala Kampung Doyo Baru dan Maribu, didapatkan informasi bahwa proses pemanfaatan dari Tumbuhan Sowang, dipercaya hanya boleh digunakan oleh kepala adat atau Ondoafi dan Ondofolo yang memerintah atas suatu daerah di daerah kawasan Pegunungan Cycloops. Masyarakat yang tidak mendengarkan atau melanggar aturan tersebut akan dikenakan sanksi, yang mana masyarakat itu harus keluar dari kampung dan hidup di luar dari kawasan kekuasaan Ondofolo atau Ondoafi tersebut. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan jaman, maka aturan-aturan dalam pemanfaatan Tumbuhan Sowang ini bagi masyarakat sudah mulai hilang.

Dari hasil penelitian, nilai manfaat Tumbuhan Sowang pada kawasan hutan di cagar alam Pegunungan Cycloops memiliki manfaat yang sangat beragam. Manfaat ini dapat diuraikan dalam suatu diagram yang dapat menjelaskan secara terperinci fungsi dan manfaat dari Tumbuhan Sowang pada hutan di cagar alam Pegunungan Cycloops. Diagram yang dimaksud adalah Fishbone diagram, yakni sebuah diagram yang menunjukkan hubungan antara nilai manfaat dari Tumbuhan Sowang dengan dampak yang akan timbul jika terjadi kerusakan pada hutan dikawasan cagar alam Pegunungan Cycloops.


(27)

Gambar 21. Diagramfishbone pada Pengelolaan Tumbuhan Sowang

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa fungsi dan manfaat dari Tumbuhan Sowang pada kawasan hutan pada cagar alam Pegunungan Cycloops, sangatlah banyak untuk kehidupan manusia yang tinggal dan bermukim disekitar kawasan tersebut. Contohnya bila nilai manfaat langsung dan nilai manfaat tidak langsung diusik oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab, maka akan berdampak pada terjadinya gangguan-gangguan pada fungsi hutan tersebut. Demikian juga untuk nilai pilihan, nilai keberadaan dan nilai warisan dari Tumbuhan Sowang bila diusik maka akan mengalami degradasi lingkungan dan kerusakan bahkan kepunahan dari Tumbuhan Sowang pada hutan di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops.

Tumbuhan Sowang ini banyak digunakan untuk bahan konstruksi oleh masyarakat asli maupun pendatang, antara lain:

1. Membangun jembatan kampung

2. Membangun tiang rumah adat maupun rumah masyarakat 3. Pagar rumah maupun pagar dari hewan piaraan

4. Tiang untuk kurungan ikan di danau maupun di air laut. Nilai Manfaat

langsung Nilai Pilihan Nilai Keberadaan

Nilai Manfaat tidak langsung Nilai Warisan Dampak Penebangan liar Rumah Adat Perkakas Dapur

Barang” Tradisional

Erosi Deforestasi

Fungsi Ekologi Fungsi pengendali banjir Dapat digunakan dimasa depan Sebagai informasi untuk anak cucu Tempat Rekreasi Tempat Penelitian Keanekaragaman Hayati Fungsi Kebudayaan

Nilai guna dan non guna untuk anak cucu

Nilai Habitat untuk anak cucu Kehilangan Manfaat Kehilangan Fungsi Hutan pada Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloops


(28)

Selain dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi oleh masyarakat, Tumbuhan Sowang juga dimanfaatkan sebagai bahan dasar peralatan rumah tangga seperti; perkakas rumah tangga, peralatan seni tradisional, peralatan makan. Tumbuhan Sowang juga digunakan sebagai salah satu sumber energi sebagai kayu bakar oleh masyarakat asli maupun masyarakat pendatang. Seringkali digunakan oleh masyarakat asli yang mendiami kawasan Pegunungan Cycloop untuk upacara ritual adat.

Umumnya Tumbuhan Sowang banyak digunakan sebagai bahan bangunan (tiang rumah) dan jembatan oleh masyarakat asli yang berdomisili di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops maupun di daerah pinggiran Danau Sentani dan pesisir pantai di kawasan cagar alam ini. Tumbuhan Sowang dapat bertahan hingga puluhan tahun, dan dapat digunakan hingga turun temurun oleh anak cucu. Gambar di bawah ini adalah rumah kepala Kampung Asei, Bapak Ohee yang merupakan Ondoafi Ohee yang menggunakan Tumbuhan Sowang sebagai tiang raja dan tiang penyangga rumah. Rumah tersebut sudah ditempati secara turun temurun hingga generasi ketiga.

Gambar 22. Rumah Ondoafi

Masyarakat pendatang memanfaatkan Tumbuhan Sowang untuk pembuatan talud dan pagar untuk kondisi lingkungan yang tidak mendukung, yaitu bertopografi tinggi, curam dan curah hujan yang tinggi. Tumbuhan Sowang juga dimanfaatkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Danau Sentani maupun di kawasan pesisir pantai mulai dari kawasan Abe Pantai, Enggros/Tobati, Hamadi, hingga


(29)

Kampung Ormu sebagai tiang kurungan ikan yang dikombinasikan dengan kawat harmoni ataupun jaring keramba. Tumbuhan Sowang dianggap sangat kuat dan dapat tahan lama baik yang ditanam di dalam tanah maupun di dalam air dan tahan terhadap penggerek perusak kayu.

Gambar 23. Tambak Ikan yang Menggunakan Kayu Sowang

Masyarakat pendatang yang memanfaatkan Tumbuhan Sowang biasanya memiliki kemampuan dan daya rambah yang cukup tinggi. Selain penggunaannya untuk bahan bangunan, Tumbuhan Sowang biasanya digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan arang dan komoditas yang diperjualbelikan untuk rumah makan.


(30)

Tabel 7. Pengelolaan Tumbuhan Sowang

Sumber: Data Peneliti (2011)

Masyarakat pendatang biasanya menjual arang Sowang dalam karung beras yang berukuran 25 kg dengan harga Rp.25.000,-. Para pedagang mencari atau memesan kepada para penebang pohon Sowang dalam beberapa hari untuk dicarikan, karena saat ini, kondisi pohon Sowang sendiri sudah mulai susah ditemukan dan juga sudah mulai berkurang pada daerah sekitar kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops.

Gambar 24. Pengelolaan Tumbuhan Sowang untuk Kayu Arang

Masyarakat adat yang mendiami kawasan Pegunungan Cycloops pada umumnya telah memiliki konsep tradisional bagaimana mengelola hutan agar tetap

No Peralatan Kegunaan

1. Perkakas

 Hulu Penggaruk  Hulu Kapak  Tugal / Klenyem 2. Gagang

 Sekop  Parang  Pisau 3. Alat Makan

 Garpu / Hiloy  Sendok / Yanggalu  Sendok Nasi 4. Seni Tradisional

 Alat Musik  Patung  Tombak  Panah


(31)

lestari. Konsep tersebut telah digunakan oleh masyarakat adat yang mendiami wilayah Sentani, Tepera, dan Mooi. Sistem tersebut antara lain :

a. Masyarakat Adat Sentani

Weykla, Howangkla, Naukala, Hoplokala: artinya bahwa tempat untuk mengambil Tumbuhan Sowang yang digunakan sebagai bahan bangunan (Tiang Rumah adat, Pagar, tali noken, bahan baku pukat, obat-obatan tradisional). Pengelolaan hutan pada kawasan ini biasanya ada aturan-aturan untuk mengambil kayu Sowang, dimana apabila hutan tersebut dalam kondisi yang rawan, atau gundul maka biasanya masyarakat dilarang untuk mengambil kayu Sowang atau mengelola kawasan tersebut.

Poylo waybolokla: Hutan alam yang dilindungi dan berfungsi sebagai tempat bersemayam para dewa atau penguasa alam. Dalam kawasan ini masyarakat adat tertentu yang dapat memasuki daerah tersebut, karena dipercaya oleh orang tua dahulu, bahwa hutan tersebut telah dimiliki oleh para dewa atau para penguasa alam.

Nobukla/Faukla: Kawasan pemukiman kampung sekaligus dengan kebun tanaman jangka panjang. Kawasan ini biasanya dihuni oleh masyarakat adat dengan memanfaatkan lahan baik untuk berkebun maupun kegiatan lain yang dapat memberikan penghasilan/pendapatan untuk kehidupan masing-masing masyarakat.

Onggikla/Yalikla: tempat berkebun sewaktu-waktu, bila ada acara dikampung (berburu dengan menggunakan bantuan anjing, tanaman obat-obatan tradisional, berkebun dengan pola ladang berputar).

b. Masyarakat Adat Tepera

Yo/Buso: Pemukiman kampung dan ladang halaman.

Emiyere/Emiseke: Perladangan dengan sistem pertanian berputar. Seke: Bekas ladang yang ditinggalkan dan telah menjadi hutan alam. O’sena: Hutan alam yang dilingungi bagi kepentingan kebudayaan.


(32)

c. Masyarakat Adat Mooi

Kudben : Hutan dipuncak umumnya sebagai hutan alam yang dilindungi. Boynugum : Hutan bekas kebun yang bertumbuh menjadi hutan alam yang

dilindungi.

Busyo/Pay : Hutan perladangan pertanian berjalan Muay Knip : Kawasan pemukiman penduduk.

Masyarakat adat yang mendiami kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops khususnya di Kampung Doyo Baru dan Maribu sudah mempunyai pola pikir dan kemauan untuk menjaga serta melestarikan hutan dan semua yang ada di dalam kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Masyarakat adat mempunyai nilai orientasi bahwa hubungan manusia dengan alam harus terjaga baik. Dalam pandangan masyarakat tradisional, manusia adalah bagian yang integral dengan ekosistemnya. Pandangan dan keyakinan demikian menyebabkan terbentuknya norma-norma dan nilai-nilai tertentu yang berfungsi sebagai pengendali sosial bagi masyarakat pendukungnya untuk berinteraksi dengan ekosistem. Norma-norma itu menetapkan apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk hubungan-hubungan sosial maupun dalam pemanfaatan sumber-sumber daya alam yang ada, misalnya larangan-larangan untuk membunuh jenis-jenis hewan tertentu, menebang sembarangan pohon-pohon di kawasan hutan tertentu, merusak atau mencemarkan lingkungan alam tertentu atau melakukan perbuatan kurang baik di tempat-tempat tertentu. Perbuatan membunuh hewan, menebang hutan, merusak dan mencemarkan lingkungan yang dikeramatkan disamakan dengan membunuh masyarakat setempat.

6.3. Identifikasi Dampak Negatif Kepunahan Tumbuhan Sowang

Pengelolaan sumberdaya alam berkaitan dengan ekonomi, yang mana memerlukan biaya dan memberikan manfaat ekonomi, demikian juga sumberdaya hutan. Apabila areal hutan akan dikonversi ke penggunaan lain, maka akan mengakibatkan hilangnya fungsi ekologi dan sosial seperti keanekaragaman hayati, pengaturan tata air, tempat melakukan upacara adat dan sebagainya.


(33)

Masalah kerusakan hutan di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops saat ini merupakan salah satu penyebab kepunahan dari Tumbuhan Sowang pada kawasan tersebut. Masalah ini tidak hanya dilansir oleh masyarakat adat yang merupakan pemilik hak ulayat dari kawasan Pegunungan Cycloops, tetapi juga telah disampaikan oleh berbagai kalangan/lembaga pemerhati lingkungan yang berada di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Kecenderungan kerusakan hutan pada kawasan cagar alam menyebabkan kerusakan ekosistem yang berada di dalam hutan tersebut. Salah satunya, Tumbuhan Sowang yang akhir-akhir ini mengalami penurunan populasi dan bahkan di beberapa tempat sudah tidak ditemukan lagi. Masyarakat asli yang memiliki hak ulayat menilai bahwa jika keadaan ini tidak cepat diatasi maka keadaan yang terburuk yaitu hutan dan seluruh kehidupan didalamnya pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops akan habis dan menjadi bencana bagi masyarakat yang bermukim di kawasan Pegunungan Cycloops. Hal ini merupakan kenyataan yang sementara dihadapi oleh penduduk yang tinggal dan menetap di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops dan bila kecenderungan ini tidak dapat dihentikan maka pada akhirnya Pegunungan Cycloops yang semula hijau akan berubah menjadi pegunungan yang kehilangan baju dan menjadi telanjang akibat terjadi deforestasi. Selanjutnya dikatakan bahwa ketidak mampuan membalik atau menghambat kondisi ini akan menghasilkan sebuah fenomena pada tahun-tahun mendatang yaitu keberadan sebuah lahan hutan tanpa hutan (Forestland without forest) atau hutan tanpa pepohonan (Forest without trees)dan sektor publik kehutanan akan melakukan manajemen hutan untuk hutan yang tidak ada (Forest management of the non – existent forest).


(34)

Gambar 25. Penebangan Liar dan Perladangan pada Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloops

Beberapa faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kepunahan dari Tumbuhan Sowang dan kerusakan hutan pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops dan mengakibatkan kehilangan manfaat dan fungsi dari hutan, antara lain : 1. Pemukiman dan Pertambahan Penduduk

Seiring dengan pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi serta batas kawasan cagar alam yang begitu dekat dengan batas pemukiman masyarakat dibeberapa tempat, menyebabkan terjadinya pembangunan perumahan dan pemilikan tanah dalam berbagai bentuk dan sifat, sehingga ada sebagian kapling masyarakat yang letaknya telah masuk kawasan cagar alam dan sebagian yang berbatasan. Kapling-kapling yang telah menjadi milik masyarakat adalah pemukiman yang terletak disepanjang batas kawasan cagar alam antara lain Angkasapura, Bhayangkara, Kloofkamp, Polimak, Skyline, Waena, Ifar Gunung, Doyo Baru dan Maribu yang merupakan daerah dikawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Berikut data jumlah penduduk yang bermukim di daerah kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops.


(35)

Tabel 8. Jumlah Penduduk pada Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloops

Kelurahan/Kampung Jumlah (Jiwa)

Angkasapura 3938

Bhayangkara 12347

Kloofkamp 15555

Polimak 7,470

Skyline 6.629

Waena 10.139

Ifar Gunung 2007

Doyo Baru 3.620

Maribu 1020

Sumber: Data BKSDA Provinsi Papua (2010)

Dari data jumlah pemukiman didalam kawasan cagar alam sudah tidak sesuai dengan prosedur dan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura yang menyebabkan terjadinya pemukiman liar serta munculnya pemukiman baru disekitar maupun di dalam kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Tingginya angka pertambahan penduduk setiap tahun jika tidak diimbangi dengan tersedianya lahan maka akan menambah jumlah pemukiman liar didalam kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Jika masalah pemukiman masyarakat yang tidak teratur serta tidak sesuai dengan prosedur ini dibiarkan terus menerus dan tidak mendapat penanganan yang baik dari pihak terkait maka dikhawatirkan dalam jangka waktu beberapa tahun kedepan wilayah perbatasan kawasan cagar alam yang berfungsi sebagai zona penyangga kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops akan berubah menjadi pemukiman bahkan bisa jadi pemukiman tersebut masuk didalam zona inti kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops.

2. Perladangan

Hasil pengolahan data primer menunjukan bahwa rata-rata responden bermata pencaharian pokok sebagai petani/peladang yaitu 192 KK atau 55,81%. Pola perladangan masyarakat di beberapa lokasi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat dikatakan sangat aktif dan sebagian besar responden menggunakan sistem perladangan berpindah-pindah (shifting cultivation).

3. Penebangan Kayu

Kegiatan penebangan kayu didalam kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops dibeberapa lokasi hampir sebagian dilakukan oleh semua kelompok


(36)

masyarakat. Pada umumnya pengambilan/penebangan kayu yang dilakukan masyarakat didalam kawasan digunakan untuk keperluan memasak, bahan bangunan rumah serta untuk dijual. Hal ini disebabkan karena memasak dengan kayu bakar merupakan cara praktis dan membutuhkan biaya yang sedikit sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat yang terbatas yang mana kurang mampu membeli peralatan masak seperti kompor minyak sehingga menggunakan kayu bakar sebagai perlengkapan memasak sehari-hari.

Jenis-jenis pohon yang ditebang pada umumnya adalah kayu Matoa (Pometia sp), kayu besi (Intsia bijuga), kayu Merah (Homalium sp) dan kayu Sowang. Kayu Sowang merupakan jenis kayu yang mempunyai nilai ekonomis yaitu Rp.100.000,-hingga Rp.200.000,- perbatang.

Gambar 26. Kayu Sowang yang Ditebang untuk Diperjualbelikan

Hal lain yang turut mempengaruhi adalah langkanya BBM khususnya minyak tanah beberapa tahun terakhir ini. Akibatnya distribusi minyak tanah kepada masyarakat sangat sulit sehingga walaupun ada keluarga yang mempunyai kompor tetapi tidak bisa menggunakannya karena kelangkaan tersebut.

4. Pembangunan Jalan

Dari survei di lapangan, diperoleh informasi bahwa saat ini sedang dibuat jalan raya yang akan menghubungkan beberapa lokasi baik di Kabupaten maupun Kota Jayapura yang rutenya akan melewati bahkan masuk dalam kawasan cagar alam


(37)

Pegunungan Cycloops. Jalan tersebut diantaranya meliputi: a) Ruas Jalan Sentani – Waena, ruas jalan yang dibuat dari Sentani ke Waena dibangun pada zona penyangga hingga masuk dalam kawasan cagar alam. b) Pembangunan ruas jalan alternatif dari Waena ke Jayapura dan Pembangunan ruas jalan dari Pasir VI menuju Ormu. Pembangunan jalan ini masuk dalam kawasan cagar alam. Dampak yang ditimbulkan dari pembangunan jalan ini adalah rusaknya habitat dan satwa yang ada di kawasan tersebut serta banyak masyarakat yang akan bermukim disepanjang jalan tersebut dan sudah pasti melakukan aktifitas di dalam kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops.

Gambar 27. Pembangunan Ruas Jalan Raya 5. Penggalian Bahan Galian C

Kebutuhan akan bahan baku pembuatan jalan dan bangunan dari tahun ke tahun semakin meningkat, dan salah satu tempat yang memiliki peluang galian C adalah kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Kebutuhan bahan galian C tersebut telah banyak digali secara illegal dan dijual kepada setiap kendaraan yang masuk untuk membelinya. Selain secara ilegal juga digali oleh perusahaan yang memiliki ijin dari Dinas Pertambangan Provinsi Papua. Dari hasil survei dan wawancara dengan para pengumpul di beberapa lokasi penggalian, diperoleh informasi bahwa penggalian bahan material bangunan dilaksanakan dengan dasar kontrak bersama pemilik tanah atau Ondoafi sebagai pemilik hak ulayat setempat.


(38)

Yapis, Kali Kayabu, Kali Jabawi, Kali Ular, Waena, Harapan dan Hotel Sentani Indah.

6. Perburuan Satwa

Perburuan satwa secara liar juga tidak dapat dihindari, yang dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Jenis-jenis satwa yang menjadi sasaran buruan adalah; Kangguru pohon, Kus-Kus, Burung Cenderawasih, Burung Kakatua Raja, dan Burung Nuri Kepala Hitam.

Gambar 28. Hewan yang Diburu

Dari beberapa faktor diatas sebenarnya sedikit demi sedikit telah mengakibatkan kerusakan hutan dan mengurangi beberapa jenis hewan dan tumbuhan yang merupakan keanekaragaman hayati dengan nilai endemik pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Faktor-faktor tersebut juga membawa dampak yang negatif dimana berkurangnya populasi Tumbuhan Sowang yang berada dikawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Dampak dari Pengrusakan terhadap kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops telah dirasakan, dari jumlah sungai yang berhulu di Pegunungan Cycloops berjumlah 34 sungai, kini hanya tinggal 14 sungai yang masih dialiri oleh air, bahkan jumlah ini akan menurun jika keadaan dan beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dikawasan cagar alam Pegunungan Cycloops tidak dihentikan. Dari beberapa kegiatan pengrusakan hutan pada kawasan Pegunungan Cycloops diatas, dampaknya pada tahun 2006 dimana terjadi banjir batu dan lumpur


(39)

yang menghancurkan vegetasi tutupan lahan di punggung dan lembah Pegunungan Cycloops yang membawa korban harta dan jiwa di Kabupaten dan Kota Jayapura.


(40)

BAB VII

NILAI EKONOMI TUMBUHAN SOWANG 7. 1. Nilai Ekonomi Total Tumbuhan Sowang

Kelestarian dari keberadaan Tumbuhan Sowang di kawasan Pegunungan Cycloops ini perlu dijaga nilainya. Nilai ekonomi dari Tumbuhan Sowang diukur dari nilai manfaat (use value) maupun nilai bukan manfaat (non use value). Nilai manfaat Tumbuhan Sowang dihitung berdasarkan penggunaan secara langsung dan nilai penggunaan tidak langsung oleh masyarakat adat maupun masyarakat pendatang. Nilai bukan manfaat diukur dari setiap responden yang memberikan nilai untuk pelestarian dan perlindungan Sowang baik untuk nilai warisan maupun nilai keberadaan untuk Tumbuhan Sowang pada kawasan Pegunungan Cycloops.

7.1.1. Analisis Nilai Ekonomi Pengelolaan Tumbuhan Sowang Secara Langsung 1. Penggunaan oleh Masyarakat Adat

Penggunaan Tumbuhan Sowang secara langsung dalam kehidupan masyarakat adat yang bermukim di pinggiran kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops, dapat dilihat pada bangunan rumah adat maupun rumah tinggal sebagai tiang utama (tiang raja) dan tiang penyangga. Untuk mendapatkan Tumbuhan Sowang, masyarakat adat menebang di dalam hutan yang telah ditunjuk oleh Ondofolo atau pembantu-pembantu yang dipercayakan untuk mengarahkan masyarakat yang hendak menebang pohon tersebut. Selain menebang langsung, biasanya masyarakat adat juga mendapatkan Tumbuhan Sowang melalui pemberian dari sanak saudara atau orang tua yang memiliki kelebihan Tumbuhan Sowang. Terkadang juga dilakukan sistem pertukaran atau barter berupa benda-benda yang berharga (Tomako Batu, Gelang/Ebha, manik-manik/Hemboni, Batu keramat (Jha), manik-manik istimewa dan piring batu) yang ditukar dengan sejumlah Tumbuhan Sowang sesuai dengan kebutuhan dan persetujuan dari orang yang membutuhkan Tumbuhan Sowang dengan pemilik Tumbuhan Sowang. Pada tabel di bawah ini, dapat dilihat daftar jumlah dan jenis benda-benda sakral yang ditukarkan dengan Tumbuhan Sowang yang digunakan


(41)

oleh beberapa suku asli yang berada pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops yang jika dinilai dengan nilai rupiah.

Tabel 9. Daftar Harga Penukaran Tumbuhan Sowang dengan Alat Tradisional Suku Alat

tradisional Jumlah alat

Jumlah tumbuhan Sowang

Nilai yang dikonversikan kedalam nilai Rupiah Sentani

Tomako Batu (Rela)

1 buah

2 buah tiang utama (tiang raja) rumah

Ondofolo Rp.5.000.000,-/ batu 50 buah batang

penyangga rumah

Ondofolo Rp.5.000.000,- / batu Manik-manik

Nokho 1 buah (Rp.15.000,-)

biasanya disertakan dengan Tomako Batu (rela)

Rp.45.000,- /3 buah Hawa 1 buah

(Rp.7.000,-) Rp.21.000,-/3 buah

Haye 1 buah

(Rp.5.000,-) Rp.15.000,- /3 buah

Yoniki

(Ukiran kayu) 1 buah 1 meter Rp.200.000,- /1 buah Kholai

(gayung air minum)

1 buah 30 cm Rp.25.000,-/ 1 buah Hiloi (Garpu

Papeda) 1 buah 25 cm Rp.20.000,- / 1 buah Numbay / Humbolt

Batu Keramat 1 buah

2-3 buah tiang utama (tiang raja) rumah Done (tua-tua adat)

Rp.5.000.000,-/ batu 50-60 buah batang

penyangga rumah Done (tua-tua adat)

Rp.5.000.000,- / batu Manik-manik

istimewa 1 ikat

1 ikat = 4-5 buah

manik-manik Rp.500.000,-/ 1 ikat Ormu dan Tepera

Batu Keramat

(Jha) 1 buah

50-60 buah tiang

utama (tiang raja) Rp.5.000.000,-/ batu Piring Batu 1 buah Biasanya disertakan


(42)

Mooi

- - -

-Ket : masyarakat adat Mooi, mereka tidak melakukan pertukaran

atau penjualan kayu Sowang, dikarenakan mereka menjunjung tinggi pentingnya nilai hutan bagi kehidupan mereka. Sebab itu ada larangan-larangan bagi masyarakat adat untuk tidak menebang pohon atau mengadakan transaksi pasar dengan sebarangan di kawasan cagar alam pegunungan Cycloops.

Total Rp.

26.326.000,-Sumber: Data Olahan (2011)

Tabel perhitungan penggunaan langsung dari Tumbuhan Sowang oleh beberapa masyarakat yang mendiami kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops, dalam pertukaran benda-benda tradisional tersebut, harus melalui proses musyawarah masyarakat adat yang biasanya dipimpin oleh kepala suku besar atau Ondofolo. 2. Penggunaan oleh Masyarakat Pendatang

Masyarakat pendatang memiliki kemampuan dan daya rambah yang tinggi serta hidup yang nomaden, mereka mampu merambah dan berladang di daerah > 300 pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Masyarakat pendatang sering membakar hutan untuk dijadikan sebagai ladang. Tumbuhan Sowang dimanfaatkan oleh masyarakat pendatang sebagai bahan baku pembuatan arang dan komoditas yang diperjualbelikan khususnya kepada masyarakat yang berada di pesisir danau maupun pesisir pantai. Tumbuhan Sowang ditebang atau diperoleh oleh masyarakat pendatang dengan menebang menggunakan kapak, chainsaw, atau dibakar akarnya. Berikut daftar harga dari Tumbuhan Sowang yang diperjualbelikan oleh penduduk pendatang oleh masyarakat yang di pesisir pantai atau danau dan rumah makan yang menggunakan arang pembakaran dengan menggunakan Tumbuhan Sowang.


(43)

Tabel 10. Daftar Harga Tumbuhan Sowang yang Diperjualbelikan Penggunaan Ukuran Jumlah Waktu Harga

Tiang Penyangga

Rumah

1 batang = 3 - 4

meter 30 batang

Sowang 2 kali Rp.9.000.000,-1 batang =

150.000,-Arang

Pembakaran

karung 25 Kg

10 karung 15 hari Rp. 3.750.000,-1 karung =

25.000,-Total Rp. 12.750.000,-Total x 12 bulan Rp.153.000.000,-Sumber: Data Diolah (2011)

Dari penggunaan secara langsung Tumbuhan Sowang baik dari masyarakat adat maupun masyarakat pendatang dapat dihasilkan nilai ekonomi Tumbuhan Sowang secara langsung, nilai tersebut diperoleh dari penjumlahan penggunaan Tumbuhan Sowang oleh masyarakat adat maupun masyarakat pendatang.

Tabel 11. Total Ekonomi Penggunaan Langsung Tumbuhan Sowang

Penggunaan Nilai Ekonomi

Masyarakat Adat Rp.

26.326.000,-Masyarakat Pendatang Rp.

153.000.000,-Total Rp.

179.326.000,-Sumber: Data diolah (2011)

7.1.2. Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) untuk Tumbuhan Sowang

Skenario untuk kesediaan membayar untuk kelestarian Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops dibuat pada penelitian ini dengan menjelaskan kondisi Tumbuhan Sowang pada saat ini. Kondisi kelestarian dari Tumbuhan Sowang yang mempunyai fungsi cukup penting, yaitu nilai adat istiadat untuk masyarakat asli yang berada dikawasan Pegunungan Cycloop, nilai keanekaragaman hayati yang tinggi berupa tumbuhan endemik pada Pegunungan Cycloop, sebagai penyediaan dari kebutuhan adat-istiadat (pembuatan rumah adat suku sentani, pembuatan alat tradisional) yang penting bagi masyarakat asli, serta sebagai sistem penyangga kehidupan, penelitian dan pendidikan.


(44)

Ancaman terhadap kelestarian Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops saat ini terus berlangsung seperti illegal logging, perambahan, pembakaran, pertambangan, perkebunan. Jika ancaman tersebut terus berlangsung maka kelestarian Tumbuhan Sowang pada kawasan Pegunungan Cycloops akan terancam yang berakibat kurang atau punahnya Tumbuhan Sowang.

Tumbuhan Sowang saat ini sudah mulai berkurang dan dibeberapa bagian tempat di kawasan Pegunungan Cycloops sudah tidak ditemukan lagi dan hilang. Satu-satunya cara untuk tetap mempertahankan kelestarian Tumbuhan Sowang pada kawasan Pegunungan Cycloops adalah dengan dibiayai iuran/pajak khusus dari masyarakat untuk turut serta menjaga dan melestarikan dari Tumbuhan Sowang. Masyarakat diminta kesediaannya untuk membayar iuran tersebut yang akan digunakan untuk mempertahankan dan mengelola kelestarian Tumbuhan Sowang pada kawasan Pegunungan Cycloops. Selanjutnya dana tersebut akan dialokasikan sebagai dana operasional yang digunakan untuk biaya pelestarian dan menjaga Tumbuhan Sowang dari kepunahan dan kerusakan pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops.

Hasil survei menunjukkan bahwa nilai maksimum dari kesediaan responden untuk membayar (Willingness to Pay/WTP) untuk kelestarian dari Tumbuhan Sowang berkisar antara Rp.500,- hingga Rp 15.000. Distribusi frekuensi responden menurut nilai maksimumWTP-nya dapat dilihat pada tabel 12 berikut ini.

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Responden menurut Nilai WTP

WTP Jumlah Persentase (%)

Rp.500,- 24 6.98

Rp.1.000,- 150 43.60

Rp.1.500,- 42 12.21

Rp.2.000,- 22 6.40

Rp.2.500,- 11 3.20

Rp.3.000,- 4 1.16

Rp.5.000,- 8 2.33

Rp.10.000,- 4 1.16

Rp.15.000,- 1 0.29

Total 266 100,0


(45)

0 5000 10000 15000 20000 1 4

Berdasarkan tabel sebanyak 43,60% bersedia Tumbuhan Sowang pada sebanyak 6,98% respo responden bersedia memba Rp.2.000,-. berjumlah 6 sebanyak 3,20%. Sebanyak Sedangkan 2,33% responden bersedia membayar Rp.

bersedia membayar Rp.15.000 dalam penelitian ini sebanyak 22,67 jumlah responden cenderung dapat ditunjukan dengan gambar be

Gambar 30. Nilai WTP tu Hasil penelitian dari atau 22,67% responden terjaganya Tumbuhan Sowang mereka tidak bersedia memba cagar alam Pegunungan kelestarian dan terjagan Tumbuhan Sowang pada tanggung jawab pemerintah

8 11 22 24 42 150

tabel 12 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden bersedia membayar Rp.1.000,- untuk kelestarian dan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops,

responden bersedia membayar Rp.500,-. Sebanyak bersedia membayar Rp.1.500,-. Responden yang bersedia

6,40%. Sementara responden bersedia membayar Sebanyak 1,16% responden bersedia membayar

responden bersedia membayar Rp.5.000,-. Responden yar Rp.10.000,- sebanyak 1,16%. Dan sebanyak 0,29% yar Rp.15.000,-. Responden yang tidak memberikan nilai

sebanyak 22,67% atau 78 responden. Dari data ini terlihat b cenderung semakin sedikit seiring dengan peningkatan dapat ditunjukan dengan gambar berikut.

. Nilai WTP tumbuhan Sowang

dari 344 responden yang diteliti menunjukkan

responden yang tidak bersedia membayar untuk kelestarian Tumbuhan Sowang di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops

bersedia membayar untuk kelestarian Tumbuhan Sowang pada Pegunungan Cycloops, antara lain : adanya dana dari pemerintah

terjaganya Tumbuhan Sowang, pengelolaan untuk Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops

pemerintah Kabupaten maupun Kota Jayapura, terlalu 150

besar responden yaitu dan terjaganya ycloops, sedangkan Sebanyak 12,21% bersedia membayar membayar Rp.2.500,-membayar Rp.3.000,-.

esponden yang ebanyak 0,29% responden memberikan nilai (WTP = 0) a ini terlihat bahwa peningkatan nilai WTP

ada 78 orang untuk kelestarian dan ycloops. Alasan Sowang pada kawasan pemerintah untuk untuk kelestarian ycloops merupakan terlalu besarnya


(46)

Tabel 13. Persepsi Responden yang Tidak Ikut Memberikan Nilai WTP

No Alasan Responden Jumlah Persentase (%)

1 Pemerintah masih memiliki dana untuk kelestarian dan keterjagaan dari tumbuhan Sowang

21 26.93

2 Pengelolaan untuk kelestarian dan keterjagaan tumbuhan Sowang adalah tanggung jawab Pemerintah Kabupaten maupun Kota Jayapura

25 32.05

3 Besar tanggungan untuk keluarga 15 19.23 4 Besar pengeluaran rumah tangga 17 21.79

Total 78 100.00

Sumber: Data diolah (2011)

Berdasarkan pengelompokan nilai WTP menjadi 5 kelompok, dapat dilihat distribusi frekuensi responden seperti yang tampak pada tabel 14 berikut ini.

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kelompok Nilai WTP Interval Nilai WTP (Rp) Jumlah Persentase (%)

Rp. 500 – Rp. 1.000 174 65.41

Rp. 1.500 – Rp.2.000 64 24.06

Rp. 2.500 – Rp.3.000 15 5.64

Rp. 3.500 – Rp. 5.000 8 3.01

Rp. 10.000 – Rp.15.000 5 1.88

Total 266 100,00

Sumber: Data Diolah (2011)

Tabel 14 menunjukan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 65,41% hanya bersedia membayar Rp.500,- sampai Rp.1.000,- untuk kelestarian dari Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops, sedangkan 24,06% responden bersedia membayar sebesar Rp.1.500,- sampai dengan Rp.2.000,-; 5,64% responden bersedia membayar Rp.2.500,- sampai Rp.3.000,-; 3,01% responden bersedia membayar antar Rp.3.500,- sampai Rp.5.000,- dan 1.88% responden bersedia membayar sebesar Rp.10.000,- sampai Rp.15.000,-.

Hasil perhitungan untuk mengetahui nilai statistik dari rata-rata nilai WTP, median, maksimum, minimum, jumlah dan standar deviasi diperoleh hasil pada tabel 15 berikut:


(47)

Tabel 15. Deskripsi Nilai WTP Tumbuhan Sowang

Kisaran WTP Frekuensi Nilai WTP

Rp.500,- 24 12.000

Rp.1.000,- 150 150.000

Rp.1.500,- 42 63.000

Rp.2.000,- 22 44.000

Rp.2.500,- 11 27.500

Rp.3.000,- 4 12.000

Rp.5.000,- 8 40.000

Rp.10.000,- 4 40.000

Rp.15.000,- 1 15.000

Total WTP 403,500

Rata-rata WTP 1516.92

Median 1000

Max 15000

Min 500

Std. Dev 1573.57

Total 266

Sumber: Data Diolah (2011)

Tabel di atas menunjukan bahwa nilai rata-rata dari keseluruhan WTP responden adalah sebesar Rp. 1516.92. Berdasarkan nilai rata-rata WTP di atas, dapat dihitung nilai ekonomi Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops berdasarkan nilai WTP masyarakat.

Estimasi nilai ekonomi Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops diperoleh dari hasil kali nilai rata-rata WTP dalam satu bulan (sebesar Rp.1516.92,-) dengan jumlah populasi masyarakat di Kampung Doyo Baru dan Kampung Maribu yaitu sebanyak 4640 orang. Perhitungan estimasi nilai ekonomi WTP Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops dalam 1 tahun adalah:

WTP Tumbuhan Sowang = Rp. 1516.92/orang/bulan 4640 orang 12 bulan = Rp. 84.462.106 ,- / tahun

Nilai ekonomi ini dihitung berdasarkan jumlah kepala rumah tangga di Kampung Doyo Baru dan Kampung Maribu. Bila kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops ini dikenal lebih luas sampai ke luar Kabupaten Jayapura dapat menarik responden untuk menilai atau ikut bersedia dalam program pelestarian dari


(48)

Tumbuhan Sowang ini, maka dapat dipastikan nilai ekonomi akan lebih besar lagi sehingga pelaksanaan kelestarian dari Tumbuhan Sowang ini pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops dapat dilakukan lebih maksimal lagi.

7.1.3. Nilai Willingness To Pay/ WTP untuk Nilai Warisan

Dalam penelitian ini juga dilakukan suatu survei khusus untuk nilai warisan untuk Tumbuhan Sowang. Jumlah responden yang ditemui di lapangan sebanyak 56 responden yang berada di wilayah Kabupaten dan Kota Jayapura. Nilai minimum dan maksimum dari kesediaan responden untuk membayar (willingness to pay/WTP) untuk kelestarian dari Tumbuhan Sowang dari nilai warisan adalah antara Rp.500,-hingga Rp 30.000,-.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa ada responden yang bersedia dan juga ada responden yang tidak bersedia untuk ikut serta dalam pelestarian Tumbuhan Sowang. Tabel 16 berikut menunjukkan data dari responden yang bersedia dan tidak bersedia mengambil bagian dalam pelestarian Tumbuhan Sowang untuk nilai warisan.

Tabel 16. Deskripsi Kesediaan Membayar Nilai Warisan Tumbuhan Sowang Deskripsi Frekuensi Persentase%  Nilai Warisan

Bersedia Tidak Bersedia

50 6

89,29 10.71

Total 56 100.00


(49)

Distribusi frekuensi responden menurut nilai minimum dan maksimum WTP untuk nilai warisan dapat dilihat pada tabel 17 berikut ini.

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Nilai WTP Nilai Warisan

WTP Jumlah Persentase (%)

Rp. 500,- 1 2.0

Rp.1.000,- 14 28.0

Rp.1.500,- 3 6.0

Rp.2.000,- 6 12.0

Rp.2.500,- 3 6.0

Rp.5.000,- 3 6.0

Rp.10.000,- 7 14.0

Rp.15.000,- 6 12.0

Rp.20.000,- 3 6.0

Rp.25.000,- 3 6.0

Rp.30.000,- 1 2.0

Total 50 100,0

Sumber: Data Diolah(2011)

Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa dari responden yang bersedia ikut serta dalam program pelestarian dari Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops yaitu 28% responden hanya bersedia membayar Rp.1.000,-untuk nilai warisan. Kemudian sebanyak 2% responden memberikan masing-masing untuk nilai WTP sebesar Rp.500 dan Rp.30.000. Sebanyak 6% responden bersedia masing-masing membayar pada nilai Rp.1.500; Rp.2.500; Rp.5.000; Rp.20.000,- dan Rp.25.000,-., Sedangkan untuk nilai WTP sebesar Rp.2.000,- dan Rp.15.000,-sebanyak 12% responden yang bersedia membayar, dan Rp.15.000,-sebanyak 14% responden bersedia membayar pada nilai Rp.10.000- untuk nilai warisan dari Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops.

Dari 56 responden yang diteliti, ternyata ada 6 orang atau 10,71% yang tidak bersedia membayar untuk kelestarian dan terjaganya Tumbuhan Sowang untuk nilai keberadaan pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Alasan mereka tidak bersedia membayar untuk kelestarian Tumbuhan Sowang adalah:

 Tumbuhan Sowang merupakan tumbuhan asli Papua, tetapi yang tinggal di kawasan ini bukan hanya masyarakat Papua, sehingga yang nantinya


(50)

merasakan warisan bukan hanya orang asli yang memiliki tanah ini tetapi juga masyarakat pendatang.

 Pemerintah merupakan pihak yang memiliki kewajiban untuk menjaga kelestarian Tumbuhan Sowang

 Tidak memiliki pendapatan yang mencukupi.

Hasil perhitungan untuk mengetahui nilai statistik dari nilai Tumbuhan Sowang pada nilai warisan yaitu rata-rata dari nilai WTP, median, maksimum, minimum, jumlah dan standard deviasi, diperoleh hasil yang dapat dilihat tabel 18 berikut:

Tabel 18. Nilai Statistik dari WTP Tumbuhan Sowang untuk Nilai Warisan

Kisaran WTP Frekuensi Nilai WTP

Rp. 500,- 1

500,-Rp.1.000,- 14

14.000,-Rp.1.500,- 3

4.500,-Rp.2.000,- 6

12.000,-Rp.2.500,- 3

7.500,-Rp.5.000,- 3

15.000,-Rp.10.000,- 7

70.000,-Rp.15.000,- 6

90.000,-Rp.20.000,- 3

60.000,-Rp.25.000,- 3

75.000,-Rp.30.000,- 1

30.000,-Total WTP 378500

Rata-rata WTP 7570

Median 2500

Max 30.000

Min 500

Std. Dev 8204.65

Total 50

Sumber: Data Diolah (2011)

Nilai 0 (nol) tidak dimasukkan dalam perhitungan tersebut, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi bias yang disebabkan karena tanggapan/respon dari responden (protes respon). Tabel di atas menunjukan bahwa nilai rata-rata dari keseluruhan WTP responden adalah sebesar Rp.7.570,-. Berdasarkan nilai rata-rata WTP di atas dihitung nilai ekonomi Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops berdasarkan nilai WTP masyarakat.


(51)

Estimasi nilai ekonomi Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops diperoleh dari hasil kali nilai rata-rata WTP dalam satu bulan (Rp.7.570,-) dengan jumlah penduduk yang tinggal di wilayah Kabupaten Jayapura dan Kotamadya Jayapura yaitu 376.2913. Perhitungan estimasi nilai ekonomi Tumbuhan Sowang untuk nilai warisan pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops dalam 1 tahun adalah:

Nilai Warisan = Rp. 7.570,- /orang/bulan 376.291 orang 12 bulan = Rp.34.182.274.440,-/ tahun

Nilai ini dihitung berdasarkan total responden dalam penelitian ini yang menilai warisan Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops di Kabupaten Jayapura bagi generasi yang akan datang. Bila kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops ini dikenal lebih luas sampai ke luar negeri dan dapat menarik responden untuk menilai atau ikut bersedia dalam program pelestarian dari Tumbuhan Sowang bagi nilai warisan ini, maka dapat dipastikan nilai ekonomi akan lebih besar lagi sehingga usaha menjaga kelestarian dari Tumbuhan Sowang ini pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops dapat dilakukan lebih maksimal lagi. 7.1.4. Nilai Willingness To Pay/ WTP untuk Nilai Keberadaan

Penelitian ini juga menghitung nilai keberadaan Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Sebanyak 20 responden dari beberapa daerah di Provinsi Papua dan beberapa wilayah di Indonesia dijumpai di lapangan untuk memberikan penilaian terhadap nilai keberadaan Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Survei untuk nilai keberadaan ini dilakukan di luar kawasan cagar alam Pegunungan Cycloop dengan maksud untuk mendapatkan suatu nilai dari beberapa responden yang bersedia ikut berpartisipasi dalam pelestarian Tumbuhan Sowang. Nilai minimum dan maksimum dari kesediaan

3


(1)

49 Pschonotis caelis plitimus Papilionidae v

50 Pschonotis caelius Papilionidae v

51 Pithecops diomisius Papilionidae v v

52 Everes sp Papilionidae v

53 Hypochrysops sp 1 Papilionidae v

54 Hypochrysops sp 2 Papilionidae v

55 Candalides sp Papilionidae v

56 Micalesis terminus Satyridae v v

57 Micalesis ellia Satyridae v

58 Micalesis mahadeva Satyridae v

59 Micalesis mucia Satyridae v

60 Micalesis durga Satyridae v

61 Micalesis duponchelli Satyridae v v

62 Hypocysta asyris Satyridae v

63 Vois arctous Satyridae v

64 Elymnias trialis Satyridae v v

65 Elymnias paadova Satyridae v

66 Dicalleneura ostrina Riodinidae v


(2)

Lampiran 5. Jenis Ikan yang dijumpai di Kawasan Pegunungan Cycloop

No. Spesies Famili Nama Lokal

1 Anguilla marorata Anguilidae Tero

2 Microphis brachyurus Syngnatidae Tarikoko

3 Microphis sp1 Tarikoko

4 Microphis sp 2 Tarikoko

5 Apistes barbarus Apistidae

6 Ambassis miops Ambassidae Pripang

7 Mesoprion argenteus Terapontidae Koko

8 Mesoprion cancellatus

9 Kuhlia marginata Kuhliidae Eivo

10 Kuhlia rupestris Smansi

11 Apogon hyalosoma Apogonidae Krimbombou

12 Sillago sihama Sillaginidae

13 Carranv sevfaciatus Caranginidae Sawera

14 Lutjanus argentimaculatus Lutjanidae Saijo

15 Lutjanus fuscescens Yoripampang

16 Crenimugil heterocheilus Mugilidae Sipro

17 Liza subviridis Sipro

18 Belobranchus belobranchus Eleotrididae Nuntuke

19 Eleotris fusca Kisikasi

20 Ophiocara porocephala Kemarew

21 Awaous sp 2 Gobiidae Nuntuke

22 Glossogobius sp Siro

23 Mugiglobius sp Bukumberu

24 Schismatogobius marmoratus Siro

25 Sicyopterus lagochepalus Siro

26 Sicyopterus longifilis Siro

27 Sicyopterus mistav Siro

28 Stiphodon birdsong Siro

29 Stiphodon rutilaureus Siro

30 Stiphodon semoni Siro

31 Lentipes sp Siro

32 Stenogobius beauforti Siro

33 Scatophagus argus Scatophagidae Juai

34 Siganus vermiculatus Siganidae Niang


(3)

Lampiran 6.

Hasil Regresi Logit dengan Metode Enter

Logistic Regression

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value Tidak bersedia membayar

0

Bersedia membayar 1

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 31.589 16 .011

Block 31.589 16 .011

Model 31.589 16 .011

Model Summary Step

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 206.497 .389 .541

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 11.765 9 .162

Classification Table

Observed

Predicted

WTP Percentage

Correct Tidak bersedia

membayar

Bersedia membayar Step 1 WTP Tidak bersedia

membayar 62 26 70.5

Bersedia membayar 11 167 93.8

Overall Percentage 86.1


(4)

Variables in the Equation

B Wald df Sig. Exp(B)

Step 1 Jumlah Keluarga -0.400 6.401 1 0.011 0.670

Umur 0.007 0.001 1 0.970 1.007

Pendidikan 0.255 1.632 1 0.201 1.290

Pekerjaan(1) 0.136 0.177 1 0.674 1.146

Pekerjaan(2) 0.446 2.442 1 0.118 1.562

Pekerjaan(3) -0.542 4.150 1 0.162 0.581

Pendapatan(1) 0.330 0.081 1 0.776 1.391

Pendapatan(2) -0.105 0.118 1 0.532 0.900

Pendapatan(3) -0.405 2.341 1 0.033 0.667

Pendapatan(4) 0.590 3.637 1 0.046 1.803

Pengeluaran(1) -0.492 1.032 1 0.310 0.611

Pengeluaran(2) -0.326 1.482 1 0.223 0.722

Pengeluaran(3) 0.323 1.401 1 0.236 1.381

Pengeluaran(4) 0.460 1.154 1 0.283 1.583

Jarak 0.021 0.044 1 0.834 1.021

Asal1 -0.305 0.167 1 0.150 0.672

Asal2 0.315 0.140 1 0.240 1.488

Constant 1.199 1.344 1 0.246 3.318

Variable(s) entered on step 1: JK, UMUR, DIDIKN, KERJA1, KERJA2, KERJA3, PDPTN1, PDPTN2, PDPTN3, PDPTN4, PENGELUR1, PENGELUR2, PENGELUR3, PENGELUR4, JARAK, ASAL1, ASAL2.

Keterangan:

 Kerja 1 = PNS/TNI/Polisi

 Kerja 2 = Swasta & Pedagang

 Kerja 3 = Petani & Buruh

 Asal 1 = Penduduk asli

 Asal 2 = Penduduk pendatang

 Pendapatan(1) = Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000

 Pendapatan(2) = Rp. 1.100.000 - Rp.1.500.000

 Pendapatan(3) = Rp. 1.600.000 - Rp.2.000.000

 Pendapatan(4) = Rp.2.100.000 - ≥ Rp. 2.500.000

 Pengeluaran(1) = Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000

 Pengeluaran(2) = Rp. 1.100.000 - Rp.1.500.000

 Pengeluaran(3) = Rp. 1.600.000 - Rp.2.000.000


(5)

RINGKASAN

RISKY NOVAN NGUTRA, 2011. Identifikasi dan Analisis Ekonomi Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Sowang (Tumbuhan Endemik di Pegunungan Cycloops Kabupaten Jayapura Papua). Dibimbing oleh EKA INTAN K. PUTRI sebagai ketua dan SAHAT MH SIMANJUNTAK sebagai anggota komisi pembimbing.

Papua mencakup setengah dari pulau New Guinea, sebuah pulau tropis terbesar dan tertinggi di dunia. Papua merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Tumbuhan Sowang (Xanthosthemon Novaguineense Valet) merupakan tumbuhan endemik pulau New Guinea (Whitmore et al, 1997). habitat Tumbuhan Sowang adalah dataran rendah pada ketinggian 15 – 450 m dpl. Pertambahan penduduk yang semakin cepat, menyebabkan tekanan terhadap pembangunan ekonomi daerah, sehingga mengakibatkan kebutuhan lahan untuk kegiatan pertanian/perladangan meningkat, penebangan kayu secara ilegal oleh perusahaan dengan memanfaatkan masyarakat, pembangunan pemukiman serta infrastruktur. Fenomena tersebut mengakibatkan konversi lahan pada wilayah cagar alam Pegunungan Cycloops menjadi pilihan yang tidak dapat dihindari dan menyebabkan kerusakan kawasan cagar alam termasuk telah merusak jenis keanekaragaman hayati Tumbuhan Sowang.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan (1) Identifikasi pola pemanfaatan, pengelolaan dan kepunahan dari keanekaragaman hayati Tumbuhan Sowang di kawasan Pegunungan Cycloops. (2) Menganalisis nilai ekonomi Tumbuhan Sowang yang ada pada kawasan Pegunungan Cycloops. (3) Menghitung nilai faktor diskonto dari Tumbuhan Sowang pada waktu mendatang dengan melihat nilai ekonomi Tumbuhan Sowang saat ini. (4) Mengkaji peran masyarakat adat secara sosial-kultur dalam melestarikan nilai keanekaragaman hayati Tumbuhan Sowang, serta implikasi kebijakan pengelolaan Tumbuhan Sowang. Tujuan pertama dari penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk mengidentifikasi pola pemanfaatan dari Tumbuhan Sowang, dan pengelolaan serta mengetahui penyebab kepunahan dari Tumbuhan Sowang pada kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops. Tujuan kedua dan ketiga dijawab dengan menggunakan analisis nilai ekonomi total (NET) dengan menghitung nilai manfaat langsung dan nilai bukan manfaat langsung dan juga menghitung nilai Tumbuhan Sowang untuk jangka waktu 15, 20, 25, 50 dan untuk waktu tak terhingga menggunakan analisis faktor diskonto dan model faktor diskonto untuk waktu tak terhingga. Tujuan keempat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yakni deskriptif data hasil wawancara dan survei di beberapa daerah dikawasan Pegunungan Cycloops dengan melihat peran masyarakat adat yang secara sosial-kultur menggunakan Tumbuhan Sowang serta implikasi yang akan digunakan dalam


(6)

pengelolaan Tumbuhan Sowang dengan menggunakan analisis komponen SWOT. Hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa Masyarakat asli memiliki aturan atau hukum yang sangat tegas, sebaliknya masyarakat pendatang belum menghargai aturan-aturan yang berlaku, baik dari aturan adat maupun aturan negara. Pemanfaatan dari Tumbuhan Sowang dimanfaatkan untuk konstruksi, alat-alat kebutuhan rumah tangga, serta kebutuhan tradisional baik oleh masyarakat adat maupun pendatang. Nilai ekonomi total Tumbuhan Sowang sebesar Rp.19.284.348.053.906,-, ($ 2,142,705,339) terdiri dari nilai manfaat (penggunaan secara langsung sebesar Rp. 179.326.000,- ($19,925), nilai willingness to pay sebesar Rp.84.462.106,- ($ 9,385) dan nilai bukan manfaat (nilai warisan sebesar Rp. 34.182.274.440,-($ 3,798,030) dan nilai keberadaan sebesar Rp.19.249.901.991.360,-($ 2,138,877,999)). Nilai ekonomi untuk Tumbuhan Sowang dalam jangka waktu 15, 20, 25, 50 dan jangka waktu tak terhingga (~), dapat diketahui menggunakan nilai total Tumbuhan Sowang untuk saat ini dengan penggunaan faktor diskonto yang berlaku (5%, 10% dan 15%). Nilai ekonomi untuk Tumbuhan Sowang dalam jangka waktu kedepan dapat diketahui dengan nilai berdasarkan nilai Rupiah serta nilai dunia yang menggunakan nilai mata uang Dollar Amerika ($) jika nilai Tumbuhan Sowang dinilai sebagai keanekaragaman hayati yang dimiliki bumi kita. Peran serta masyarakat adat yang berada dikawasan cagar alam Pegunungan Cycloops ada 5 Suku besar yang bermukim dikawasan cagar alam Pegunungan Cycloops yang selama ini berkepentingan memelihara nilai keanekaragaman hayati Tumbuhan Sowang. Dengan implikasi kebijakan yang diperoleh hasil dengan menggunakan komponen SWOT (1) Harus adanya pemberdayaan institusi adat dan pemberdayaan Stakeholder guna mendukung kebijakan pemerintah dalam pengelolaan Tumbuhan Sowang. (2) Diperlukan peningkatan kualitas SDM dibidang konservasi, peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat adat serta pemerintah dan pementaan hak ulayat adat guna menentukan arah pengelolaan yang baik. (3) Pengelolaan Tumbuhan Sowang secara terpadu antar masyarakat adat, pemerintah, LSM, swasta dan perguruan tinggi. Diperlukan penetapan tata ruang dan wilayah bagi kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops serta penegakan hukum. (4) Diperlukan koordinasi lintas sektor/instansi baik adat dan pemerintah dalam pengelolaan Tumbuhan Sowang dan sumberdaya alam yang berada di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops, dan peningkatan manajemen kepemimpinan adat yang lebih baik lagi.