Fungsi Pementasan PERUBAHAN FUNGSI KESENIAN WAYANG ORANG

commit to user b. Wayang orang di istana Mangkunegaran dialog dan alur ceritanya tidak ditulis serta wayang orang tidak pernah mendominasi budaya istana, sedangkan yang terjadi di keraton Yogyakarta sebaliknya. Sikap keberanian Mangkunegara V terhadap pementasan wayang orang ialah mengadakan perubahan fungsi pementasan. Pementasan wayang orang yang mulanya hanya difungsikan untuk hiburan para bangsawan istana, kemudian dapat disaksikan oleh masyarakat umum di luar istana, keadaan ini dapat membangkitkan minat orang- orang yang ikut menyaksikan, untuk membentuk kelompok-kelompok wayang orang diluar tembok istana dengan meniru wayang orang di istana, yang dianggapnya merupakan seni pertunjukan yang sangat menarik. Pramila saben ing Pura Mangkunegaran wonten gebyagan ringgit tiyang ingkang sami ningali prasasat ngebeki pelataran. Nanging dangu-dangu saking kathahipun tiyang, lajeng wonten ingkang paben, dados kerengan. Malah wonten ingkang ketaton. Pramila tetingalan ringgit tiyang wau lajeng kabibaraken. Sabibaring ringgit tiyang ing Mangkunegaran, tetiyang alit ingkang sawaunipun ngabdi dados ringgit tiyang kangge barangan sarana kabayaraken dhateng tiyang-tiyang ingkang ningali. 2 Yang artinya adalah: setiap di istana Mangkunegaran di pentaskan wayang orang, banyak orang yang melihat bagaikan memenuhi halaman muka “Pendapa Agung”. Namun lama-lama karena banyaknya orang, kemudian ada yang cekcok, hingga terjadi konflik fisik. Bahkan sampai ada yang terluka. Maka pementasan wayang orang tadi dibubarkan. Dengan bubarnya wayang orang di istana Mangkunegaran, orang kebanyakan yang tadinya menjadi pemain wayang orang, mencoba-coba membuat kelompok-kelompok wayang orang untuk barangan dengan jalan dikomersilkan pada orang-orang yang melihat.

A. Fungsi Pementasan

Istana Mangkunegaran dapat diletakkan pada kerangka teratas dari pada istana-istana di vorstenlanden, hal tersebut dikarenakan sikap istana Mangkunegaran terhadap budaya asing. Sikap istana Mangkunegaran menghadapi budaya asing 2 Sayid, Babad Sala, Surakarta: Rekso Pustoko, 1984, hlm; 110. B. 291 commit to user adalah menganggap budaya tersebut sebagai bentuk budaya baru. Hal-hal tersebut mempengaruhi pembaharuan-pembaharuan budaya di istana Mangkunegaran di kemudian hari termasuk didalamnya seni pertunjukan wayang orang. Istana Mangkunegaran mendapat banyak keistimewaan dari Pemerintah Belanda. Karena kedekatan dan hubungan yang baik istana Mangkunegaran dengan Pemerintah Belanda, memungkinkan terjadinya proses akulturasi budaya di antara keduanya. Proses akulturasi yang merupakan pertemuan antara budaya Jawa dengan budaya Barat terutama Belanda sebagai budaya baru, sangat mendukung terjadinya pembaharuan dan perubahan di istana Mangkunegaran. Apalagi di pertengahan abad ke-19 mulai diperkenalkannya era baru di wilayah Hindia Belanda oleh Pemerintah Belanda. Perubahan penting terjadi pada Istana Mangkunegaran yaitu perubahan sikap, yakni para bangsawan istana Mangkunegaran lebih terbuka terhadap dunia dan budaya luar, selanjutnya dapat mengarahkan pada tata kehidupan di Mangkunegaran di masa-masa berikutnya. Sikap terbuka terhadap kesenian yang dicetuskan oleh Mangkunegara I, dan semakin diperluas lagi oleh Mangkunegara V. Mangkunegara V berpandangan bahwa seni pertunjukan tidak hanya diperuntukkan bagi kalangan bangsawan saja tetapi juga untuk abdi dalem dan rakyatnya. Pandangan Mangkunegara V yang demikian sangat mempengaruhi perubahan fungsi seni-seni pertunjukan istana Mangkunegaran khusunya wayang orang. Fungsi seni-seni pertunjukan istana Mangkunegaran pada awalnya hanya dinikmati kerabat keraton saja, kemudian mengalami pergeseran kearah fungsi hiburan. Karena seni-seni pertunjukan di istana Mangkunegaran mengalami pergeseran fungsi yaitu dari fungsi sakral ke fungsi hiburan, maka istana Mangkunegaran tidak commit to user lagi mendominasi seni-seni pertunjukan. Kenyataan di istana Mangkunegaran ini bila dibandingkan dengan kondisi yang terjadi di keraton Yogyakarta merupak suatu yang kontroversial. Keraton Yogyakarata sengaja mengemas seni-seni pertunjukan sedemikian rupa, sehingga fungsi-fungsi sakralnya tetap lestari. Sehubungan dengan maksud melegitimasi kekuasaannya, keraton Yogyakarta dalam segala kegiatannya, termasuk di dalamnya usaha pengembangan seni-seni pertunjukan. Di keraton Yogyakarta seni-seni pertunjukan menjadi kiblat kehidupan masyarakatnya. Dengan demikian, seni-seni pertunjukan terutama wayang orang benar-benar didominasi oleh keraton. 3 Penyebab bergesernya fungsi pementasan wayang orang di istana Mangkunegaran adalah masuknya era pembaharuan yang disertai dengan keberadaan Mangkunegara V sebagai seorang seniman yang sangat memperhatikan unsur dramatis. Pergeseran fungsi sajian wayang orang Mangkunegaran dari fungsi sakral ke fungsi hiburan, secara tidak langsung dalam pementasan wayang oarng lebih menekankan pada daya tarik penonton. Untuk menambah daya tarik sajian wayang orang di istana Mangkunegaran, salah satu usahanya adalah Mangkunegara V menampilkan penari wanita dalam wayang orang. Dengan tampilnya penari wanita yang berwatak halus, luwes, lebih romantis, serta dapat mengekspresikan diri sesuai dengan tokoh yang diperankan, maka pentas wayang orang akan lebih hidup dan memikat para penonton sebagai bentuk seni hiburan. Penekanan pada unsur dramatis seperti telah disebutkan dimuka, 3 R. M. Soedarsono, Wayang Wong “Drama Tari Ritual Kenegaraan Di Keraton Yogyakarta” , Yogyakarta: UGM Press, 1997, hlm; 40 commit to user menyebabkan tertutupnya nilai seni sebagai fungsi sakral. Karena wanita sering mengalami tidak suci haid, untuk wayang orang karaton Yogyakarta merupakan pantangan. Sedangkan hal itu untuk istana Mangkunegaran telah diabaikan, dengan mengingat fungsi hiburan yang dipentingkan. Jadi dengan tampilnya penari wanita dalam wayang orang di istana Mangkunegaran, salah satu penyebabnya ialah bahwa pentas wayang orang di istana Mangkunegaran tidak lagi difungsikan untuk fungsi sakral tetapi untuk sajian hiburan. Di samping itu sajian wayang orang cenderung digunakan sebagai saluran komunikasi sosial antara Mangkunegara V dengan masyarakat, terutama di wilayah Surakarta.

B. Wayang orang di luar Istana Mangkunegaran