PENGARUH PEMBERIAN KLOROFIL DARI TUMBUHAN ALFALFA (Medicago sativa L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL LDL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
commit to user
i
PENGARUH PEMBERIAN KLOROFIL DARI TUMBUHAN
ALFALFA
(Medicago sativa L.)
TERHADAP KADAR KOLESTEROL
LDL TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
MEYNITA PUTRI RAMADHANY
G.0007212
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2010
(2)
commit to user
(3)
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul : Pengaruh Pemberian Klorofil dari Tumbuhan Alfalfa (Medicago sativa L.) terhadap Kadar Kolesterol LDL Tikus Putih (Rattus
norvegicus)
Meynita Putri Ramadhany, G.0007212, Tahun 2010
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari ..., Tanggal... 2010
Pembimbing Utama Penguji Utama
Suhanantyo, drg., MSi. Med. Widardo, Drs., MSc.
NIP : 1951 0606 198601 1 001 NIP : 1963 1216 199003 1 002
Pembimbing Pendamping Anggota Penguji
Mujosemedi, Drs., MSc. Tri N. Susilawati, dr., M.Med
NIP : 1960 0530 1989 031 NIP : 1980 1130 200604 2 001
Tim Skripsi
Muthmainah, dr., MKes.
(4)
commit to user
iv
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta,...2010
Nama. Meynita Putri Ramadhany
(5)
commit to user
v
ABSTRAK
Meynita Putri Ramadhany, G0007212, Tahun 2010. Pengaruh Pemberian
Klorofil dari Tumbuhan Alfalfa (Medicago sativa L.) terhadap Kadar Kolesterol
LDL Tikus Putih (Rattus norvegicus), Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Tujuan Penelitian : Peningkatan kadar kolesterol LDL mempunyai peranan
penting dalam pembentukan atherosklerosis. Salah satu pengobatan alternatif yang tidak menimbulkan efek samping adalah dengan memanfaatkan klorofil yang berasal dari tumbuhan Alfalfa. Penelitian ini bertujuan mengetahui
pengaruh klorofil dari tumbuhan Alfalfa (Medicago sativa L.) terhadap penurunan
kadar kolesterol LDL darah tikus putih (Rattus norvegicus).
Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan
pretest and posttest control group design. Subjek adalah tikus putih jantan (Rattus
norvegicus) strain Wistar, umur 3 bulan, berat badan ± 200 gram, sebanyak 32
ekor, dibagi menjadi empat kelompok. Semua kelompok diberi induksi pakan hiperkolesterolemik selama 7 hari, kemudian diperiksa kadar kolesterol LDL
darahnya sebagai data pretest. Kelompok I sebagai kontrol hanya diberi pakan
hiperkolesterolemik; sedangkan kelompok II, III dan IV sebagai kelompok perlakuan, selain diberi pakan hiperkolesterolemik secara berturut-turut juga diberi klorofil dosis 1,8 mg; 2,7 mg; dan 3,6 mg per 200 gr BB. Perlakuan ini diberikan selama 21 hari. Setelah masa perlakuan, semua kelompok diperiksa
kadar kolesterol LDL darahnya sebagai data posttest. Data kadar kolesterol LDL
darah tikus dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis, dilanjutkan uji Mann-Whitney.
Hasil Penelitian : Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan perbedaan bermakna dengan nilai p = 0,001. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kelompok I (kontrol) dengan kelompok II, III dan IV serta kelompok II terhadap kelompok III dan IV dengan nilai p <0,05. Sebaliknya, tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kelompok III terhadap kelompok IV dengan nilai p = 0,916.
Simpulan Penelitian : Klorofil dari tumbuhan Alfalfa dapat menurunkan kadar
kolesterol LDL darah tikus putih jantan yang dibuat hiperkolesterolemik.
(6)
commit to user
vi
ABSTRACT
Meynita Putri Ramadhany, G 0007212, Year 2010. The Effect of Chlorophyll
of Alfalfa Plants (Medicago sativa L.) on Serum LDL Cholesterol Level of White
Rats (Rattus norvegicus), Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.
Objective : Increased a level of LDL cholesterol plays an important role in the formation of atherosklerosis which is a cause of coronary heart desease. One of the alternative therapy is utilized chlorophyll of Alfalfa plants. This experiment
was aimed to determine the effect of chlorophyll of Alfalfa plants (Medicago
sativa L.) on serum LDL cholesterol level of white rats (Rattus norvegicus).
Methods : This research was an experimental laboratoric research with pretest
and posttest control group design. Subject was 28 male white rats, Wistar strain, 3
months old, with 200 gr body weight each. Rats were divided into 4 groups. All groups were induced by hypercholesterolemic food within 7 days, then LDL
cholesterol level of all rats was measured for pretest. Treatment was conducted
within 21 days: Group I as control was only treated with hypercholesterolemic food; group II, III and IV as treated groups, in addition to be fed with hypercholesterolemic food, they were continued treated with chlorophyll 1,8 mg; 2,7 mg; and 3,6 mg/200 gr body weight. LDL cholesterol level of all rats was measured once more after treatment period. The data of LDL cholesterol level were analyzed with Kruskal-Wallis test, continued with Mann-Whitney test.
Result : The result of Kruskal-Wallis test showed that there were significance difference with p = 0,001. Mann-Whitney test showed significance difference between group I (control), II, III and IV; and between group II, III and IV p <0,05. While between group III and IV showed that no significance difference with p = 0,916.
Conclusion : Chlorophyll of Alfalfa plants there were decreseased the serum LDL cholesterol level of male white rats induced hiperkolesterolemic food.
(7)
commit to user
vii
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segenap karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Klorofil Dari
Tumbuhan Alfalfa (Medicago sativa) Terhadap Kadar Kolesterol LDL Tikus
Putih (Rattus norvegicus)”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., MKes. selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Suhanantyo, drg., M.Si,. Med. Selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Mudjosemedi, drs., M.Sc. selaku Pembimbing Pendamping yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Widardo, Drs., MSc. selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran dan
melengkapi kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Tri N. Susilawati, dr., M.Med. selaku Penguji Pendamping yang telah
memberikan saran dan melengkapi kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Budiyanti Wiboworini, dr., MKes, SpGK. yang telah memberikan saran dan
melengkapi kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Kepada kedua orangtuaku tercinta (Koes H. Santosa dan Muchrida),
kedua adikku (Bowo dan Enggar) serta segenap keluarga tercinta atas doa serta motivasi yang telah diberikan oleh mereka;
9. Teman-teman tercinta (Indria, Yudo, Anggra, Rahma, Tofan, Nanda,
(8)
commit to user
viii
tanpa dorongan serta motivasi dari kalian semua mungkin skripsi ini belum tentu selesai.
10.Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan karya ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi banyak pihak terutama ilmu kedokteran pada umumnya dan bagi pembaca pada khususnya.
Surakarta, 2010
(9)
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 4
B. Kerangka Pemikiran ... 18
C. Hipotesis ... 18
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 19
B. Lokasi Penelitian ... 19
C. Subyek Penelitian ... 19
D. Teknik Sampling ... 19
E. Identifikasi Variabel Penelitian ... 20
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 21
G. Rancangan Penelitian ... 26
H. Alat dan Bahan Penelitian ... 27
I. Cara Kerja ... 28
(10)
commit to user
x
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 31 BAB V PEMBAHASAN ... 36 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ... 39 B. Saran ... 39 DAFTAR PUSTAKA ... 40 LAMPIRAN
(11)
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman Alfalfa ... 10
Gambar 2. Struktur Kimia Klorofil dan Hemoglobin ... 13
Gambar 3. Histogram Rerata Kadar Kolesterol LDL Darah Tikus
(12)
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah Mineral dan Vitamin dalam Satu Tanaman Alfalfa ... 11
Tabel 2. Tabel Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus norvegicus ... 31
Tabel 3. Tabel Rerata Kadar Kolesterol LDL Darah Tikus Putih (pretest
dan posttest ... 32
(13)
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Tabel Konversi Dosis untuk Manusia dan Hewan
Lampiran B. Tabel Volume Maksimum Larutan Obat yang Dapat
Diberikan pada Berbagai Hewan
Lampiran C. Komposisi Pakan
Lampiran D. Surat Hasil Data Perhitungan Kadar Kolesterol LDL
Darah Tikus Putih (pretest dan posttest)
Lampiran E. Tabel Hasil Kadar Kolesterol LDL Darah Tikus Putih
(pretest, posttest, dan selisih)
Lampiran F. Uji Statistik Kadar Kolesterol LDL Darah Tikus Putih
Lampiran G. Dokumentasi Penelitian
Lampiran H. Surat Ijin Penelitian
Lampiran I. Surat Bukti Penelitian
(14)
commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gaya hidup yang berubah dalam ritme yang semakin cepat, menyebabkan kebanyakan orang cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji yang umumnya kaya lemak (Wajizah, 2004). Cara hidup yang modern seperti makanan yang kurang serat, kurang melakukan olahraga, merokok dan lain-lain membawa akibat timbulnya faktor-faktor risiko aterosklerosis, yang manifestasinya terutama ialah Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan penyakit pembuluh darah otak (Pratanu, 1995).
Hasil Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan tiga dari 1.000 penduduk Indonesia menderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) (Priyana, 2007). Atherosklerosis merupakan gangguan pembuluh darah
koroner akibat penimbunan plak lipid di dinding arteri (Tsalissavrina et al.,
2006). Pembentukan ini sangat dipengaruhi oleh tingginya kadar kolesterol
total, Low Density Lipoprotein (LDL) dan tekanan sistolik (Sargowo dan
Retty, 2002).
Penurunan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida dapat dilakukan dengan diet, olahraga, maupun dengan obat-obatan hipolipidemia. Mahalnya harga obat-obatan hipolipidemia membuat pencarian obat hipolipidemia yang berasal dari alam semakin giat dilakukan.
(15)
commit to user
Obat-obatan dari alam ini selain murah dan mudah didapat, juga relatif aman
jika dibandingkan dengan obat-obatan kimiawi (Dachriyanus et al., 2007).
Berbagai penelitian masa kini sudah membuktikan bahwa mereka yang lebih banyak mengkonsumsi makanan tinggi klorofil memiliki kualitas kesehatan yang lebih baik (Elizabeth, 2005). Ketersediaannya yang tinggi di alam serta khasiat biologis yang dimilikinya menjadikan klorofil berpeluang besar untuk dikembangkan sebagai bahan suplemen makanan atau pangan fungsional (Endang, 2007).
Daun Alfalfa merupakan salah satu sumber klorofil yang kadarnya empat kali lebih tinggi daripada sayuran biasa (Elizabeth, 2005). Telah
dilaporkan bahwa ekstrak klorofil Alfalfa (Medicago sativa L.) digunakan
sebagai zat pembersih, pembentuk sel darah merah, membantu sistem imunitas tubuh, memiliki aktivitas biologis sebagai antioksidan dan antikanker (Endang, 2007; Limantara, 2009). Berkaitan dengan hal tersebut, klorofil dalam beberapa studi dilaporkan memiliki kapasitas dapat
menurunkan kolesterol. Penelitian Alsuhendra et al. (2003) menunjukkan
bahwa konsumsi klorofil dari daun singkong secara nyata menurunkan kadar
total kolesterol dan LDL serum kelinci New Zealand White jantan setelah 4
minggu diintervensi.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis ingin meneliti lebih lanjut
adakah pengaruh pemberian klorofil dari tumbuhan Alfalfa (Medicago sativa
L.) dalam penurunan kadar kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) pada
(16)
commit to user
3
B. Perumusan Masalah
Apakah pemberian klorofil dari tumbuhan Alfalfa (Medicago sativa
L.) berpengaruh terhadap penurunan kadar kolesterol LDL pada tikus putih
(Rattus norvegicus) ?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pemberian klorofil dari tumbuhan Alfalfa
(Medicago sativa L.) terhadap penurunan kadar kolesterol LDL pada tikus
putih (Rattus norvegicus).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
pengaruh pemberian klorofil dari tumbuhan Alfalfa (Medicago sativa L.)
terhadap kadar kolesterol LDL pada tikus putih (Rattus norvegicus).
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bagi tahap penelitian lebih lanjut sebagai upaya memanfaatkan klorofil tumbuhan Alfalfa sebagai alternatif diet bagi penderita hiperkolesterolemia.
(17)
commit to user
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein)
a.Definisi
Lipid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen yang umumnya hidrofobik: tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik (Sacher dan McPherson, 2004). Agar lemak dapat larut dalam cairan darah, maka perlu bergabung dengan suatu fraksi protein. Gabungan lemak dan protein yang disebut lipoprotein berfungsi sebagai pengangkut lemak dan kolesterol dalam darah (Soeharto, 2002). Ada
empat jenis lipoprotein yaitu : (1) Very Low Density Lipoprotein
(VLDL) yang kaya akan trigliserida, (2) Low Density Lipoprotein
(LDL) yang mengandung kolesterol paling banyak (60-70%), (3) High
Density Lipoprotein (HDL) kaya akan protein dan sangat sedikit
mengandung kolesterol, dan (4) Kilomikron (Adam, 2007; Soeharto, 2002).
Low Density Lipoprotein (LDL) merupakan derivat dari VLDL.
Perubahan VLDL menjadi LDL terjadi dengan adanya enzim-enzim tertentu. VLDL akan mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase segera setelah keluar dari hepar dan masuk ke dalam sirkulasi, sehingga
(18)
commit to user
5
Density Lipoprotein (IDL). IDL akan mengalami hidrolisis lagi dan
terbentuklah LDL. LDL kemudian akan diambil oleh reseptor LDL dalam hepar dan jaringan ekstrahepatik. Pengambilan LDL dari sirkulasi terutama melalui reseptor LDL di permukaan sel. Hampir semua jaringan tubuh mampu mensintesis reseptor LDL dan hepar merupakan organ dengan tingkat aktivitas reseptor paling tinggi (Mayes, 2003a).
LDL diambil oleh jaringan, terutama oleh sel-sel hati, melalui
dua proses : (1) reseptor dependent yaitu melibatkan interaksi Apo
B100 – reseptor LDL spesifik di permukaan sel dan (2) reseptor
independent yaitu non saturable dan tidak diregulasi, uptake melalui
proses ini menjadi lebih besar bila kadar LDL plasma meningkat (Mayes, 2003a; Soeharto, 2002; Suthardio, 2006).
Kolesterol LDL bersifat aterogenik. Setiap partikel pada permukaannya mempunyai satu molekul Apoprotein 100 (Apo B-100), yang mana dapat berinteraksi dengan reseptor LDL yang ada di hati dan mengangkut kolesterol yang jumlahnya bervariasi (Suthardio, 2006).
Reseptor LDL (Apo B-100, E) terdapat pada permukaan sel di dalam lekukan yang terkait pada sisi sitosol membrane sel dengan
sebuah protein yang dinamakan klatrin. Reseptor tersebut merupakan
glikoprotein yang berpengaruh terhadap membran sel, dan daerah pengikatan Apo B-100 terletak pada ujung terminal yang terpajan.
(19)
commit to user
Setelah berikatan dengan reseptor, LDL diambil dalam keadaan utuh melalui endositosis. Kemudian LDL dipecah oleh lisosom di dalam sel, yang melibatkan hidrolisis apoprotein dan ester kolesteril yang diikuti oleh translokasi kolesterol ke dalam sel. Reseptor tersebut tidak dihancurkan tetapi kembali ke permukaan sel. Aliran masuk kolesterol ini menghambat kerja HMG-KoA reduktase dengan cara terkoordinasi, dan demikian menghambat sintesis kolesterol serta menstimulasi aktivitas ACAT (asil-KoA: kolesterol asiltransferase) yaitu enzim yang mengkatalisis esterifikasi kolesterol dan mengurangi sintesis reseptor LDL. Jadi, aktivitas reseptor LDL akan diatur turun oleh kadar kolesterol sel yang tinggi dan peningkatkan aktivitas reseptor LDL, terjadi apabila adanya deplesi kolesterol (Mayes, 2003b).
Low Density Lipoprotein (LDL) telah diprediksikan sebagai
penyebab PJK (Penyakit Jantung Koroner) dalam berbagai penelitian. Penurunan kadar LDL darah dengan terapi statin mengurangi risiko
PJK hingga 50%. Small dense LDL adalah partikel LDL berukuran
kecil yang dicerminkan dengan peningkatan Apo B. Small dense LDL
diperkirakan lebih berisiko menimbulkan PJK dibandingkan dengan
LDL berukuran besar. Small dense LDL meningkatkan risiko PJK
karena lebih mudah menembus endotel dinding arteri dan menimbulkan plak serta lebih mudah dioksidasi (Cedust de Jakarta, 1995; Murphy, 2004).
(20)
commit to user
7
b. Distribusi
Distribusi lipoprotein di dalam darah dapat melalui jalur endogen dan jalur eksogen. Pada jalur eksogen, mula-mula trigliserida dan kolesterol makanan di epitel usus diubah menjadi kilomikron. Melalui saluran limfe, kilomikron masuk ke dalam sirkulasi darah hingga kapiler jaringan adiposa dan otot rangka, kemudian trigliserida
pada inti kilomikron akan dihidrolisis oleh enzim Lipoprotein Lipase
(LPL) menjadi asam lemak yang akan masuk ke dalam
jaringan-jaringan, serta kilomikron remnant yang nantinya akan diambil oleh
hati melalui reseptor yang terdapat di hati (Suthardio, 2006).
Pada jalur endogen, trigliserida disintesis di dalam hati
kemudian diekskresikan ke dalam darah dalam bentuk Very Low
Density Lipoprotein (VLDL). VLDL kemudian akan dimetabolisme
oleh enzim lipoprotein lipase menjadi Intermediate Density Lipoprotein
(IDL). Kemudian, melalui serangkaian proses, IDL akan diubah
menjadi Low Density Lipoprotein (LDL) yang kaya akan kolesterol.
LDL ini berfungsi mengangkut kolesterol dari hati ke jaringan-jaringan dalam tubuh (Mayes, 2003a; Suthardio, 2006).
c. Interaksi Lipoprotein dalam Dinding Arteri
Miller (1987) mengemukakan tentang proses interaksi lipoprotein dalam dinding arteri. Semua lipoprotein dari plasma memasuki dinding arteri, melalui lapisan sel endotel. LDL mangalami perubahan kimia akibat interaksi dengan sel-sel endotel, proteoglikan
(21)
commit to user
atau oleh makrofag melalui reseptor scavenger. Otot polos dalam
intima juga akan menangkap LDL melalui proses yang tidak
diperantarai oleh reseptor. Mekanisme utama untuk membersihkan
kolesterol dalam makrofag dan sel otot polos adalah melalui
pemindahan kolesterol bebas ke High Density Lipoprotein (HDL). HDL
yang kaya akan kolesterol akan berdifusi keluar dari dinding arteri menuju kelenjar limfe atau plasma melalui pinositosis balik oleh sel-sel
endotel. Foam cell akan terbentuk jika kolesterol yang masuk ke dalam
makrofag melebihi kolesterol yang keluar dari makrofag.
Ketidakseimbangan influks dan efluks kolesterol pada sel otot polos pun
akan menyebabkan terbentuknya foam cell otot polos. Beberapa sel otot
polos menimbun kolesterol dalam jumlah kecil, tetapi lebih banyak mensekresi komponen matrik jaringan ikat kolagen dan proteoglikan. Peningkatan sekresi komponen-komponen jaringan ikat tersebut dapat memperberat lesi atherosklerosis yang terjadi.
2. Tumbuhan Alfalfa (Medicago sativa)
a. Klasifikasi Alfalfa (Medicago sativa)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
(22)
commit to user
9
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Medicago
Spesies : Medicago sativa L.
Nama umum : Alfalfa, buffalo herb, lucerne, purple medic, jatt,
kaba yonca, mielga, mu su, sai pi li ka, dan yonja. (Plantamor, 2008; Rahmayanti dan Sitanggang, 2008) Alfalfa merupakan tanaman kacang-kacangan yang tumbuh di berbagai kondisi iklim dengan kemampuan adaptasi cukup baik, sehingga tersebar di berbagai belahan dunia. Tanaman Alfalfa dapat hidup tiga hingga 12 tahun, tergantung varietas dan iklim di mana tanaman itu hidup. Tingginya bisa mencapai satu meter, memiliki akar yang sangat panjang hingga mencapai 4,5 meter (Astawan, 2008).
Alfalfa (Medicago sativa L.) termasuk golongan famili fabaceae
yang ditandai dengan adanya bintil-bintil akar akibat asosiasi dengan
bakteri Rhizobium sp sehingga mampu memfiksasi nitrogen atmosfer
secara efektif. Hasil penelitian di luar negeri telah berhasil membuktikan berbagai zat yang terkandung di dalam tanaman Alfalfa tersebut. Kandungan protein tanaman Alfalfa yang tinggi dan klorofil tinggi, sampai empat kali lipat dibandingkan dengan tanaman sayuran yang lain, sehingga sangat bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan manusia dan hewan ternak (Parman, 2007).
(23)
commit to user
Gambar 1. Tanaman Alfalfa (Rahmayanti dan Sitanggang, 2008)
b. Kandungan Alfalfa
Alfalfa dikenal sebagai salah satu tumbuhan dengan kandungan gizi sangat tinggi. Kandungan kalsium, klorofil, karoten, dan vitamin K yang cukup tinggi, menjadikan alfalfa sebagai salah satu suplemen yang sering dikonsumsi manusia. Seluruh bagian tanaman ini mengandung
komponen yang bersifat fungsional bagi tubuh, seperti saponin, sterol,
flavonoid, kumarin, alkaloid, vitamin, asam amino, gula, protein, mineral, dan komponen gizi lainnya. Selain itu juga mengandung serat
(dietary fiber) dalam jumlah cukup banyak dan dapat berfungsi sebagai
antikolesterol (Astawan, 2008). Salah satu komponen paling dominan adalah saponin yang banyak ditemukan pada bagian daun Alfalfa (Parman dan Harnina, 2008). Komponen saponin pada Alfalfa mencapai 2-3 persen. Penelitian pada hewan percobaan terdahulu menunjukkan bahwa saponin bisa membantu menurunkan kadar kolesterol (Astawan, 2008).
(24)
commit to user
11
Keunggulan lain dari daun Alfalfa yaitu memiliki kandungan vitamin dan mineral cukup lengkap. Vitamin yang terkandung dalam Alfalfa adalah vitamin A, thiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), niasin (vitamin B3), vitamin B5, vitamin B6, vitamin C, vitamin K, dan asam folat. Dan mineral unggulan, yakni kalsium, besi, magnesium, fosfor, tembaga, dan seng. Kandungan gizi tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi dalam Satu Tanaman Alfalfa (Astawan, 2008)
Zat Gizi Kadar
Energi
Karbohidrat total Serat Pangan Lemak Total Protein Vitamin A Vitamin C Vitamin K Asam folat
23 kal 2,1 gr 2,9 gr 0,7 gr 4,0 gr 155 IU 8,2 mg 30,5 mg
36 Kg
3. Klorofil
Klorofil berasal dari bahasa Yunani, chloros (hijau kekuningan)
dan phyllon (daun). Klorofil pertama kali didokumentasikan oleh Palletier
dan Caventow dan diisolasi oleh Sorby pada tahun 1873 (Vargas dan Lopez, 2003). Secara struktural, klorofil merupakan porfirin yang mengandung cincin dasar tetrahidrol, di mana keempat cincin berikatan
(25)
commit to user
dekat dengan cincin pirol ketiga. Pada cincin keempat, subtituen asam propionat diesterifikasi oleh gugus fitol, suatu diterpen alkohol
(C20H39OH), yang bersifat hidrofobik. Jika gugus ini dihilangkan dari
struktur intinya maka klorofil berubah menjadi turunannya yang bersifat hidrofilik (Gross, 1991).
Klorofil adalah pigmen utama berwarna hijau pada semua makhluk hidup yang mampu melakukan fotosintesis. Klorofil terletak dalam badan-badan plastid yang disebut kloroplas (Clydesdale dan Francis, 1976). Klorofil dibagi menjadi 2 jenis, yaitu klorofil a dan klorofil b. Kedua bentuk ini identik, kecuali klorofil a mempunyai suatu gugus metil pada C-3 dari cincin II dan klorofil b mempunyai suatu gugus formil pada posisi itu (Amstrong, 1995). Struktur utama dari klorofil adalah cincin porfirin yang menyerupai heme pada hemoglobin (gambar 2), hanya saja atom sentral pada klorofil adalah magnesium, sedangkan pada heme adalah besi (Jane, 2005).
Klorofil alami bersifat lipofilik (larut lemak) karena keberadaan gugus fitolnya. Hidrolisis dengan asam atau klorofilase terhadap gugus tersebut akan mengubah klorofil menjadi turunannya yang larut air (hidrofilik) antara lain klorofilid dan klorofilin. Klorofil alami, seperti klorofil-a dan klorofil-b, bersifat lipolifik karena keberadaan gugus
fitolnya (C20H39OH). Hidrolisis terhadap gugus tersebut akan mengubah
(26)
commit to user
radik Kam kloro koles ming dalam antib Fung dapa serta lympkal scavenge
mat et al., 200
Penelitian ofil dari
sterol dan L ggu diinterve Klorofil m komposis bakteri, antip gsi klorofil y at menjalank a meningka
phosit T-help
Gamb
er terhadap * 00). n Alsuhendr daun singk LDL serum ensi. memiliki ha si seimbang. parasit, dan yang terpent kan fungsi m atkan sistem
per (Sargowo
bar 2. Strukt
*
OH, ROO*,
ra et al. (200
kong secara
kelinci New
ampir semu Klorofil ju zat-zat berk ting adalah metabolisme m imun de o dan Retty,
tur klorofil d
O2 dan H2O
03) menunju nyata men
w Zealand W
ua zat gizi y uga kaya aka khasiat lainn
memperbaik makanan d engan mera
2002).
dan hemoglo
O2 (Kumar e
ukkan bahwa nurunkan k
White jantan
yang diperlu an zat antip nya (Limanta ki fungsi hat dan detoksifi angsang pem
obin (Jane, 20
13
t al., 2001;
a konsumsi kadar total n setelah 4
ukan tubuh peradangan, ara, 2009). ti sehingga ikasi racun mbentukan 005)
(27)
commit to user
4. Peranan Tumbuhan Alfalfa (Medicago sativa) dalam Proses
Penurunan Kadar Kolesterol LDL
Berikut beberapa senyawa-senyawa fitokimia yang terkandung dalam tumbuhan Alfalfa yang dapat menurunkan kadar kolesterol LDL:
a. Saponin
Menurut Oleszek (2000) saponin pada tumbuhan Alfalfa memiliki kemampuan mengikat kolesterol diet dan membatasi penyerapannya, selain itu saponin Alfalfa meningkatkan ekskresi asam empedu dan meningkatkan konversi kolesterol menjadi asam empedu.
b. Klorofil
Klorofil mampu menstimulasi fungsi hati untuk menurunkan kadar
kolesterol darah dengan cara meningkatkan jumlah dan aktivitas reseptor LDL di hati dan sel, serta meningkatkan ekskresi asam empedu, menurunkan kadar renin dan melebarkan pembuluh darah sehingga tidak terjadi penyumbatan pembuluh darah oleh lemak (Limantara, 2009; Mayes, 2003a). Klorofil terbukti mempunyai aktivitas biologis sebagai antioksidan yang dapat melindungi kolesterol LDL agar tidak mudah teroksidasi (Limantara, 2009; Endang, 2007).
Penurunan kadar LDL berhubungan dengan penurunan kadar total
kolesterol. Hal ini karena sekitar 65% total kolesterol adalah LDL. Mekanisme penurunan LDL diduga karena adanya hambatan terhadap reabsorpsi asam empedu oleh klorofil yang mengakibatkan peningkatan
(28)
commit to user
15
katabolisme LDL untuk pembentukan asam empedu, sehingga kadar
LDL menjadi rendah (Muchtadi et al., 1993).
c. Flavonoid
Sebagai antioksidan flavonoid akan melindungi LDL kolesterol hingga tidak teroksidasi oleh radikal bebas (Buhler dan Cristobal, 2000). Selain sebagai antioksidan flavonoid juga dapat menurunkan kadar kolesterol darah dengan cara meningkatkan ekskresi asam empedu (Carvajall-Zarrabal et al., 2005).
d. Fitosterol
Berbagai penelitian menunjukkan asupan fitosterol berbanding terbalik dengan jumlah kolesterol dalam darah. Peningkatan asupan fitosterol akan meningkatkan penggunaan betakaroten untuk membentuk protein yang diperlukan pada proses metabolisme tubuh serta menurunkan kadar kolesterol LDL. Mekanismenya yaitu dengan menurunkan kelarutan kolesterol dalam fase minyak dan menekan reabsorpsi asam empedu (Ikeda dan Sugano, 1998).
e. Serat
Serat mempunyai mekanisme penurunan kolesterol darah sebagai
berikut: 1) peningkatan asam empedu di dalam usus halus yang menyebabkan meningkatnya ekskresi asam empedu fekal; 2) penurunan absorpsi lemak dan kolesterol; 3) penurunan laju insulin serum sehingga
(29)
commit to user
5. Tikus Putih (Rattus novergicus)
Tikus putih jantan dapat digunakan sebagai hewan percobaan
karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil. Tikus putih jantan tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan (hormonal) seperti pada tikus putih betina. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme yang lebih cepat dan kondisi biologi yang lebih stabil dibanding dengan tikus putih betina (Sugiyanto, 1995).
Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik
seperti halnya mencit (Mus musculus) dan kecenderungan untuk
berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Tikus Laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibanding dengan mencit. Sehingga, untuk percobaan laboratorium tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit (Mangkoewidjojo, 1988).
6. PTU (Propiltiourasil)
Tikus relatif resisten terhadap perubahan profil lipid karena tikus cenderung hipertiroid. Hormon tiroid akan mengaktifkan hormon sensitif lipase sehingga proses katabolisme lipid dalam tubuh tikus tinggi. Peningkatan induksi hiperkolesterol dengan menggunakan pakan
(30)
commit to user
17
hiperkolesterolemik dipermudah dengan menurunkan aktivitas hormon tiroid tikus putih. Pemberian Propiltiourasil (PTU) yang dicampur air
minum tikus secara ad libitum dapat menurunkan produksi hormon tiroid
sehingga kondisi hiperkolesterolemia mudah tercapai (Midian, 1993). Propiltiourasil (PTU) adalah zat kimia yang dapat menekan aktivitas kelenjar tiroid, berupa tablet yang dihaluskan dan dilarutkan dalam air. Propiltiourasil diberikan pada tikus melalui air minumnya. Air minum dicampur dengan PTU sehingga didapatkan konsentrasi PTU adalah 0,01%, artinya dalam satu liter air terlarut 100 mg PTU. Air minum
tersebut disediakan dalam tempat air minum tikus dan diberikan ad libitum
(31)
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis
Klorofil tumbuhan Alfalfa (Medicago sativa L.) memiliki efek
menurunkan kadar kolesterol LDL tikus putih (Rattus norvegicus).
Meningkatkan ekskresi as.empedu Menghambat
reabsorpsi as.empedu
Meningkatkan jumlah dan aktivitas reseptor LDL di hati dan sel
Meningkatkan Katabolisme LDL
Penurunan Kadar kolesterol LDL
Alfalfa
(32)
commit to user
19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan desain
penelitian Pretest and PosttestControl Group Design (Pratikya, 2008).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 31 Mei sampai dengan tanggal 28 Juni 2010 di Laboratorium Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus), jantan,
strain Wistar, usia kurang lebih 3 bulan dengan berat badan ± 200 gram.
D. Teknik Sampling
Pemilihan sampel dipilih secara random sederhana (simple random
sampling) dengan pengundian dan besar sampel sebanyak 24 ekor, yang
dibagi dalam empat kelompok (satu kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan). Adapun cara perhitungan besar sampel yang dibutuhkan dengan rumus Federer, sebagai berikut (Arkerman, 2006) :
(33)
commit to user
Ket : n = jumlah tikus per kelompok t = jumlah kelompok
(n-1) (t-1) > 15 Æ (t = 4) (n-1) (4-1) > 15
(n-1) (3) > 15
3n-3 > 15 Æ 3n > 18 Æ n = 6 ekor
Dengan dasar ini, didapatkan jumlah tikus putih per kelompok adalah 6 ekor. Namun, untuk mengantisipasi jika terdapat tikus yang mati di tengah percobaan berlangsung, maka peneliti menyediakan 32 ekor tikus dengan 8 ekor tikus sebagai cadangan.
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : Dosis klorofil Alfalfa (Medicago sativa L.)
2. Variabel Terikat : Kadar LDL pada tikus putih (Rattus norvegicus)
3. Variabel Perancu
a.Terkendali
1) Makanan dan minuman
2) Karakteristik tikus putih (Rattus norvegicus) : galur/strain, umur,
jenis kelamin, dan berat badan
b.Tidak Terkendali
1) Kondisi psikologis tikus (dipengaruhi lingkungan sekitar)
(34)
commit to user
21
F. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Bebas
Dosis Klorofil
Klorofil yang digunakan dalam penelitian berbentuk serbuk
Klorofil dari tumbuhan Alfalfa (Medicago sativa L.), diperoleh dari High
Valley Manufacturing Sdn. Bhd., Selangor, Malaysia. Klorofil diberikan
pada subyek penelitian dengan mencampurkan serbuk klorofil dengan air dan diberikan per oral secara sonde lambung.
Dosis klorofil untuk terapi adalah 100 mg/kg BB/hari (Limantara,
2009). Faktor konversi manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus putih dengan berat badan 200 gr adalah 0,018 (Suhardjono, 1995; lihat Lampiran A), sehingga dosis satu kali pemberian klorofil pada tikus adalah 0,018 x 100 = 1,8 mg/200 gr BB tikus.
Selanjutnya untuk mengetahui dosis yang efektif dalam penurunan
kadar kolesterol darah, tikus putih dikelompokkan ke dalam empat kelompok perlakuan, sebagai berikut :
Kelompok I : Dosis 0 mg (kelmpok kontrol)
Kelompok II : Dosis 1,8 mg/200 gr BB/hari (Dosis 1x) Kelompok III : Dosis 2,7 mg/200 gr BB/hari (Dosis 1,5x) Kelompok IV : Dosis 3,6 mg/200 gr BB/hari (Dosis 2x) Skala pengukuran variabel menggunakan skala ordinal.
(35)
commit to user
2. Variabel Terikat
Kadar Low Density Lipoprotein (LDL)
Kadar LDL darah hewan uji diukur dengan alat spectrophotometer,
dilakukan 2 kali yaitu sebelum dan sesudah pemberian perlakuan setelah
subyek dipuasakan selama 12 jam dengan satuan mg/dl. Pengukuran
dilakukan dengan mengambil darah tikus melalui sinus orbitalis dengan
pipa mikrohematokrit lalu ditampung dalam tabung sentrifuge. Darah dipusingkan selama 10-15 menit dengan kecepatan 3000 rpm sehingga didapatkan serum darah untuk diperiksa kadar LDL darahnya. Sampel serum 10 µL ditambah reagen R1 1000 µL sebagai larutan standar,
diinkubasi selama 10 menit pada suhu 370 Celcius. Kemudian
dibandingkan dengan larutan blanko (kit-Reagen 1000 µL dicampur dengan 10 µL aquades). Warna hasil antara sampel dan reagen diperiksa
absorbansinya dengan spectrophotometer stardust pada panjang
gelombang 546 nm, kemudian dibandingkan dengan warna reagent blanko. Lalu hasil absorbansinya dibaca pada panjang gelombang 546 nm dalam waktu kurang dari 60 menit. Proses pengukuran kadar kolesterol LDL darah dilakukan di Laboratorium Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta.
(36)
commit to user
23
3. Variabel Terkendali
a. Pakan
Pakan yang digunakan ada dua macam :
1) Pakan Hiperkolesterolemia
Pakan yang terbuat dari campuran 5 ml kuning telur itik, 10 ml minyak babi, 1 ml minyak kelapa, dan 0,1 gram serbuk kolesterol (Phyto Medica, 1993). Pakan hiperkolesterolemik diberikan sebanyak 2,5 ml. Hal ini memenuhi syarat dari volume oral maksimum tikus putih yaitu sebesar 5 ml (Lampiran B). Pakan hiperkolesterolemik diberikan setelah masa adaptasi selama 7 hari dan juga pada masa perlakuan dengan klorofil selama 21 hari. Pemberian pakan hiperkolesterolemik sebanyak dua kali sehari secara oral menggunakan sonde lambung.
2) Pakan Biasa/Standar
Pakan yang digunakan adalah pakan buatan yang berupa pelet BR-2 yang diproduksi oleh PT. Sentral Proteinaprima, Surabaya.
b. Minuman
Minuman yang diberikan diperoleh dari air PDAM. Air minum tersebut dicampur dengan PTU sehingga didapatkan konsentrasi PTU
(37)
commit to user
c. Faktor Genetik
Faktor genetik/galur yang dimaksud di sini adalah faktor genetik
Rattus norvegicus. Hal ini diatasi dengan pemilihan subyek penelitian
yang berasal dari galur yang sama (galur Wistar) dan menggunakan sistem randomisasi sehingga diharapkan distribusi dari faktor genetik ini merata pada tiap kelompok penelitian.
d. Umur, Jenis Kelamin dan Berat Badan
Umur merupakan variabel perancu yang dapat dikendalikan
dengan cara digunakan tikus putih (Rattus norvegicus) berumur 3
bulan untuk membuat sampel homogen dan menghindari peningkatan kolesterol LDL darah karena faktor umur.
Penelitian ini menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus) jantan
supaya sampel bersifat homogen serta menghindari adanya pengaruh hormon esterogen. Hormon esterogen pada tikus betina dapat berpengaruh terhadap penurunan kadar kolesterol total darah.
Berat badan akan mempengaruhi dosis klorofil yang digunakan. Berat badan dapat dikendalikan dengan cara menggunakan tikus putih
(Rattus norvegicus) yang beratnya berkisar antara 189-210 gram (tabel
2).
4. Variabel Tidak Terkendali
a. Kondisi Psikologis Tikus
Kondisi psikologis tikus dapat dipengaruhi oleh pemberian klorofil melalui sonde oral yang berulang dan imobilisasi tikus. Pengaruh ini
(38)
commit to user
25
dapat dikurangi dengan adanya waktu adaptasi sebelum percobaan dan pemisahan subyek penelitian dalam kandang yang terpisah, di mana satu kelompok perlakuan diberi satu kandang.
b. Hormon dan Penyakit Hati
Penyakit hati dapat menimbulkan kelainan pada kadar kolesterol. Penyakit hati dan faktor hormonal pada tikus merupakan variabel yang tidak sepenuhnya dapat dikendalikan karena sulitnya pendeteksian dini dan membutuhkan pemeriksaan yang membutuhkan biaya besar. Namun, untuk mengurangi pengaruh faktor penyakit hati dapat dipilih tikus yang sehat dan aktif.
(39)
commit to user
G. Rancangan Penelitian
Tikus putih dikelompokkan secara random
Klpk. I (Kontrol)
8 ekor
Diinduksi pakan
hiperkolesterolemik
7 hari
Kelompok III
8 ekor
Diinduksi pakan
hiperkolesterolemik
7 hari
Kelompok IV
8 ekor
Diinduksi pakan
hiperkolesterolemik
7 hari
Kelompok II
8 ekor
Diinduksi pakan
hiperkolesterolemik
7 hari
Pretest
kadar LDL
Pretest
kadar LDL
Pretest
kadar LDL
Pretest
kadar LDL
Perlakuan 21 hari
Hiperkolesterolemia
+ Klorofil dosis 0
Perlakuan 21 hari
Hiperkolesterolemia
+
Klorofil dosis
1,8 mg/200 gr BB
Perlakuan 21 hari
Hiperkolesterolemia
+ Klorofil dosis
2,7 mg/200 gr BB
Perlakuan 21 hari
Hiperkolesterolemia
+ Klorofil dosis
3,6 mg/200 gr BB
Dipuasakan 12
jam
Dipuasakan 12
jam
Dipuasakan 12
jam
Dipuasakan 12
jam Posttest
kadar LDL
Posttest
kadar LDL
Posttest
kadar LDL
Posttest
kadar LDL
Tikus putih 32 ekor, umur 3 bulan dan BB ± 200 gr,
diadaptasikan 7 hari dengan pakan standar Pelet BR‐2
Analisis Statistik
Dipuasakan 12
jam
Dipuasakan 12
jam
Dipuasakan 12
jam
Dipuasakan 12
(40)
commit to user
27
H.Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan :
1. Kandang hewan uji
2. Timbangan (Neraca Analitis Elektrik)
3. Tabung sentrifugasi
4. Pipa mikrohematokrit
5. Spuit injeksi/canul
6. Alat pencekok oral/sonde lambung
7. Pipet ukur
8. Gelas ukur
9. Pengaduk
10.Rak tabung reaksi
11.Sentrifuge
12.Spectrophotometer Stardust
Bahan yang digunakan :
1. Pakan buatan pelet BR-2
2. Pakan hiperkolesterolemia (serbuk kolesterol, kuning telur itik,
minyak babi, minyak kelapa)
3. Air minum ditambah PTU (Propiltiourasil) 0,01%
(41)
commit to user
I. Cara Kerja
Langkah 1 : Tikus putih sebanyak 32 ekor diadaptasikan selama 1
minggu. Dengan diberi pakan berupa pelet standar BR-2. Subyek penelitian dikelompokkan secara random.
Langkah 2 : Subyek penelitian dibagi dalam 4 kelompok
masing-masing 8 ekor. Kelompok kontrol (I), kelompok II, III dan IV berturut-turut sebagai kelompok perlakuan 1, 2 dan 3.
Langkah 3 : Kemudian tikus yang telah dikelompokkan diinduksi
pakan hiperkolesterolemik selama 7 hari. Pakan hiperkolesterolemik diberikan secara oral menggunakan sonde lambung dua kali sehari pada pukul 07.00 dan pada pukul 16.00, masing-masing sebanyak 2,5 ml.
Langkah 4 : Pada hari ke-8 semua subyek diambil darahnya untuk
pemeriksaan kadar LDL darah pretest. Semua tikus dipuasakan selama 12
jam sebelum diambil darahnya, dengan air minum tetap diberikan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengambilan darah guna pengukuran kadar LDL.
Langkah 5 : serbuk klorofil dicampur dengan air dan diberikan secara oral menggunakan sonde lambung dua kali sehari pada pukul 08.00 dan pukul 17.00. Dosis klorofil yang diberikan terbagi menjadi 3 dosis berturut-turut yaitu : 1,8 mg; 2,7 mg; 3,6 mg/200 gr BB untuk kelompok II, III dan IV.
(42)
commit to user
29
Kelompok I (Kontrol) : diinduksi pakan hiperkolesterolemik 2,5 ml dua kali sehari selama tiga minggu.
Kelompok II, III dan IV: ketiganya diinduksi pakan hiperkolesterolemik 2,5 ml dua kali sehari dan berturut-turut diberi klorofil 1,8 mg, 2,7 mg dan 3,6 mg dua kali sehari secara oral dengan menggunakan sonde lambung selama tiga minggu. Antara pemberian pakan hiperkolesterolemik dengan pemberian klorofil diberi jeda 1 jam.
Langkah 7 : Setelah 3 minggu, semua subyek penelitian diambil darahnya
untuk pemeriksaan kadar LDL darah posttest. Sebelumnya subyek
dipuasakan dulu selama 12 jam, dengan air minum tetap diberikan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengambilan darah guna pengukuran kadar LDL.
Langkah 8 : Kadar LDL diukur dengan metode langsung
menggunakan alat spectrophotometer stardust.
Langkah 9 : Kadar LDL darah tiap kelompok ditabulasi dan dianalisis.
J. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara statistik dengan
uji ANOVA (Analysis of Varians) dilanjutkan uji komparatif LSD Post Hoc
Test dengan derajat kemaknaan α = 0,05. Jika data tidak memenuhi syarat
(43)
commit to user
sama meskipun telah ditransformasi, digunakan uji alternatifnya yaitu uji Kruskal-Wallis untuk membandingkan perbedaan mean lebih dari dua kelompok. Analisis, dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney, untuk membandingkan perbedaan mean antarkelompok menggunakan program
(44)
commit to user
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan 32 ekor tikus putih (Rattus norvegicus)
strain Wistar, jantan, berumur ± 3 bulan dengan berat badan ± 200 gram. Berat badan tikus putih yang digunakan sebagai sampel adalah berkisar antara 189 sampai dengan 210 gram. Adapun rerata berat badan tikus dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2. Tabel Rerata Berat Badan Tikus Putih Sebelum Diberi Perlakuan
Kelompok N Rerata Berat Badan (g) + SD
I 8 196 + 4,56
II 8 197,5 + 4,95
III 8 198 + 3,54
IV 8 199,5 + 1,06
Hasil uji statistik ANOVA untuk berat badan tikus putih sebelum diberi
perlakuan menunjukkan nilai p = 0,355, oleh karena p >0,05 maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan berat badan antara keempat kelompok tidak bermakna.
Pengukuran kadar kolesterol LDL dilakukan sebanyak dua kali, yaitu
sebelum diberi perlakuan (pretest) dan setelah diberi perlakuan (posttest).
Hasil pengukuran kedua kadar kolesterol LDL darah tikus putih (Rattus
(45)
commit to user
Tabel 3Kel
U
darah pr
dalam g Gamba P LDL d merupak perlakua penguku 0 20 40 60 80 100 120 140
3. Rerata Kad
ompok N
I 8
II 8 III 8 IV 8
Untuk lebih
retest dan po
gambar 3.
ar 3. Histog
Pada gambar arah pada kan gambar an yang d uran posttes
Kontrol (dosis 0)
dar Kolester N Rerata Pr 106,87 121,62 120,50 122,95 h memperje
osttest pada
gram Rerata K
r 3 di atas, d a kelompok ran mengena diharapkan
t inilah yang Kelompok II
(dosis 1,8 mg)
rol LDL Dar a Kadar Kole
retest
7 + 18,33 2 + 8,45 0 + 13,37 5 + 35,07
las hasil pe masing-mas
Kadar Koles
dapat dilihat perlakuan ai sejauh m dari masing g akan diuji
Kelompok III (dosis 2,7
mg) ah esterol LDL P 90,6 8,9 16,6 16,9
engukuran k sing kelompo
sterol LDL D
terjadi penu II, III dan mana efek hi g-masing k i secara stati Kelompok IV (dosis 3,6
mg)
Darah + SD
Posttest
5 + 46,82 5 + 3,59 5 + 6,13 7 + 3,53
kadar koles ok, dapat dig
Darah Tikus
urunan kadar n IV. Grafi ipokolestero kelompok. D
istik untuk m p p D sterol LDL gambarkan Putih r kolesterol ik tersebut olemik dari Data hasil mengetahui retest osttest
(46)
commit to user
33
efektivitas pemberian klorofil dari tumbuhan Alfalfa dalam menurunkan kadar kolesterol LDL darah dan diharapkan dapat diketahui dosis mana yang paling efektif dalam menurunkan kadar kolesterol LDL darah. Untuk hasil lebih lengkapnya terdapat pada lampiran F.
B. Analisis Data
Analisis data hasil penelitian yang telah diperoleh tersebut diuji statistik
dengan bantuan programSPSS for Windows Versi 17.0.
1. Uji Normalitas
Dari data tersebut dilakukan uji normalitas (test of normality)
untuk mengetahui sebaran data dari penelitian ini menggunakan uji
nonparametrik Shapiro-Wilk pada program SPSS for Windows Versi 17.0
dengan nilai signifikasi (p) >0,05. Uji Shapiro-Wilk ini digunakan karena jumlah sampelnya yang kurang dari 50 (Dahlan, 2008).
Hasil uji normalitas pretest dan posttest menunjukkan nilai
signifikansi (p) pada kelompok I (kontrol) sebesar 0,028 dan 0,022; kelompok II sebesar 0,216 dan 0,940; kelompok III sebesar 0,178 dan 0,985; serta kelompok IV sebesar 0,000 dan 0,085. Dari data tersebut terlihat terdapat perbedaan pada keempat kelompok untuk tiap pengukuran. Hasil uji normalitas pada kelompok II, III dan IV menunjukkan nilai p >0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa populasi berdistribusi normal, namun pada kelompok I (kontrol) menunjukkan nilai p <0,05 yang berarti populasi tidak berdistribusi normal.
(47)
commit to user
2. Uji Homogenitas
Hasil uji homogenitas varians menunjukkan nilai signifikansi (p)
data pretest dan posttest sebesar 0,241 dan 0,000, nilai p data selisih
(penurunan) kadar kolesterol LDL sebesar 0,011. Hasil nilai signifikansi
(p) untuk pretest saja yang memenuhi syarat p >0,05, sedangkan untuk
posttest dan selisih kadar kolesterol LDL tidak memenuhi syarat yaitu p
<0,05. Dapat disimpulkan bahwa variansi data tidak sama.
Karena tidak memenuhi syarat uji ANOVA dalam distribusi dan
homogenitas variansnya, sehingga data yang diperoleh dianalisis secara
statistik menggunakan uji alternatifnya yaitu Kruskall-Wallis.
3. Uji Kruskall-Wallis
Uji Kruskall-Wallis ini merupakan uji nonparametrik untuk membandingkan perbedaan mean lebih dari dua kelompok dengan distribusi data yang tidak normal (Dahlan, 2008).
Hasil uji Kruskall-Wallis diperoleh nilai signifikansi (p) sebesar
0,001. Nilai p= 0,001 (p <0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna dari kadar kolesterol LDL darah di antara keempat kelompok dalam penelitian ini. Hasil uji statistik selengkapnya dapat dilihat pada lampiran F.
4. Uji Mann-Whitney
Untuk mengetahui perbedaan mean antarkelompok tersebut
dilakukan uji Post Hoc dengan batas signifikansi (p) <0,05. Pada
(48)
commit to user
35
kelompok menunjukkan variansi yang tidak sama pada uji homogenitas
varians (Dahlan, 2008). Hasil uji Post Hoc bermakna menunjukkan adanya
perbedaan mean penurunan kadar kolesterol LDL yang signifikan serta adanya perbedaan pengaruh antarkelompok yang dibandingkan tersebut. Dengan melihat hasil analisis tersebut peneliti dapat melihat terdapatnya perbedaan penurunan kadar kolesterol LDL darah.
Berdasarkan perhitungan uji Mann-Whitney diperoleh perbedaan mean atau rerata penurunan kadar kolesterol LDL darah yang bermakna pada kelompok I (kontrol) terhadap kelompok II, kelompok III dan kelompok IV; serta untuk kelompok II terhadap kelompok III dan kelompok IV. Sedangkan kelompok III terhadap kelompok IV tidak terdapat perbedaan bermakna. Data hasil perhitungan uji Mann-Whitney antarkelompok dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4.Hasil Uji Mann-Whitney Antarkelompok
Kelompok p (α = 0,05) Kemaknaan
I dan II 0,001 Bermakna
I dan III 0,006 Bermakna
I dan IV 0,006 Bermakna
II dan III 0,014 Bermakna
II dan IV 0,002 Bermakna
(49)
commit to user
36
BAB V PEMBAHASAN
Hasil uji Kruskall-Wallis data pengukuran kadar kolesterol LDL darah
setelah pemberian perlakuan (posstest) didapatkan nilai p = 0,001 , sehingga dapat
disimpulkan terdapat perbedaan rerata kadar kolesterol LDL darah yang signifikan secara statistik di antara keempat kelompok hewan coba. Sedangkan hasil uji
Mann-Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok
I dengan kelompok II, III dan IV serta kelompok II dengan kelompok III dan IV
setelah pemberian perlakuan (posttest), namun antara kelompok III dengan IV
tidak terdapat perbedaan yang bermakna (tabel 4).
Hasil pengukuran kadar kolesterol LDL darah tikus putih yang tercantum pada tabel 3 maupun yang digambarkan pada gambar 3, menunjukkan adanya penurunan kadar kolesterol LDL darah pada kelompok yang diberikan perlakuan klorofil dari tumbuhan Alfalfa (kelompok II, III dan IV), dapat dikatakan pemberian klorofil dari tumbuhan Alfalfa dapat mempengaruhi kadar LDL darah tikus putih. Adapun hasil perhitungan penurunan yang bermakna terjadi pada kelompok II (klorofil dosis 1,8 mg/200 gr BB) dengan rerata penurunan sebesar 112,67 mg/dl. Sedangkan untuk kelompok III (klorofil dosis 2,7 mg/200 gr BB) dan IV (klorofil dosis 3,6 mg/200 gr BB) masing-masing rerata penurunannya sebesar 103,85 mg/dl dan 105,97 mg/dl. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa dosis 1,8 mg ini mungkin merupakan dosis optimal untuk menurunkan
(50)
commit to user
37
kadar kolesterol LDL darah tikus putih, sehingga penambahan/peningkatan dosis tidak berpengaruh secara bermakna terhadap kolesterol LDL darah tikus putih.
Adapun efek penurunan kadar kolesterol LDL pada tumbuhan Alfalfa tersebut didasarkan pada kandungan klorofilnya empat kali lebih banyak dibanding tumbuhan lain (Parman dan Hernina, 2008). Efek penurunan kadar kolesterol LDL ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Alsuhendra et al. (2003) yang menunjukkan konsumsi klorofil yang berasal dari
daun singkong secara nyata menurunkan total kolesterol dan LDL serum pada
kelinci New Zealand White jantan setelah 4 minggu diintervensi. Penelitian ini
juga didukung oleh Crayhon (2009) yang mengatakan bahwa klorofil pada
Chlorella (sejenis tumbuhan alga) telah terbukti dapat menurunkan kadar
kolesterol pada manusia. Dalam penelitian ini mekanisme penurunan kadar LDL diduga karena adanya penghambatan terhadap reabsorpsi asam empedu oleh klorofil yang mengakibatkan peningkatan katabolisme LDL untuk pembentukan
asam empedu (Muchtadi et al., 1993). Ferruzzi et al. (2002) mengatakan bahwa
klorofil termasuk senyawa porfirin yang di mana mempunyai kemampuan dalam mengikat asam empedu.
Dalam penelitian ini hubungan LDL dengan total kolesterol akan bersifat searah karena 65% kolesterol berada dalam bentuk LDL, artinya jika kolesterol turun LDL juga turun. Hal ini terjadi karena terhambatnya atau terganggunya proses penyerapan kolesterol di usus dan ekskresi asam empedu lebih besar. Oleh karena asam empedu terbuat dari kolesterol, maka rangsangan untuk ekskresi asam empedu berarti meningkatkan laju metabolisme kolesterol sehingga
(51)
commit to user
menurunkan total kolesterol dan kadar LDL plasma. Kemungkinan lain penurunan kadar LDL terjadi karena penurunan sintesis LDL itu sendiri dan penginduksian reseptor hepatik dalam hal ini reseptor LDL, akibatnya banyak LDL yang ditangkap reseptor hepatik sehingga konsentrasinya dalam darah menurun
(Muchtadi et al., 1993; Mayes, 2003b; Guyton dan John, 2008).
Terdapat hubungan kausal antara klorofil dari tumbuhan Alfalfa dengan kadar kolesterol LDL darah yang menunjukkan bahwa klorofil dari tumbuhan Alfalfa mempunyai potensi sebagai alternatif terapi yang dapat mencegah terjadinya atherosklerosis dan menurunkan kolesterol.
(52)
commit to user
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan pemberian klorofil dari tumbuhan
Alfalfa (Medicago sativa L.) mampu menurunkan kadar kolesterol LDL darah
secara bermakna pada tikus putih (Rattus norvegicus) strain Wistar model
hiperkolesterolemia. Pemberian klorofil dari tumbuhan Alfalfa dengan dosis 1,8 mg; 2,7 mg dan 3,6 mg per 200 gr BB mampu menurunkan kadar kolesterol LDL darah (112,67 mg; 103,85 mg dan 105,97 mg per dl).
B. SARAN
1. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut pada manusia agar dapat diketahui pengaruh klorofil dari tumbuhan Alfalfa terhadap kadar LDL darahnya.
2. Perlu dipertimbangkan budidaya tumbuhan Alfalfa di Indonesia, agar tumbuhan ini lebih dikenal dan mudah didapat oleh masyarakat sebagai alternatif terapi pencegahan atherosklerosis dan menurunkan kolesterol, serta dari segi ekonomi akan lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia.
(1)
2. Uji Homogenitas
Hasil uji homogenitas varians menunjukkan nilai signifikansi (p)
data pretest dan posttest sebesar 0,241 dan 0,000, nilai p data selisih
(penurunan) kadar kolesterol LDL sebesar 0,011. Hasil nilai signifikansi
(p) untuk pretest saja yang memenuhi syarat p >0,05, sedangkan untuk
posttest dan selisih kadar kolesterol LDL tidak memenuhi syarat yaitu p
<0,05. Dapat disimpulkan bahwa variansi data tidak sama.
Karena tidak memenuhi syarat uji ANOVA dalam distribusi dan
homogenitas variansnya, sehingga data yang diperoleh dianalisis secara
statistik menggunakan uji alternatifnya yaitu Kruskall-Wallis.
3. Uji Kruskall-Wallis
Uji Kruskall-Wallis ini merupakan uji nonparametrik untuk membandingkan perbedaan mean lebih dari dua kelompok dengan distribusi data yang tidak normal (Dahlan, 2008).
Hasil uji Kruskall-Wallis diperoleh nilai signifikansi (p) sebesar
0,001. Nilai p= 0,001 (p <0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna dari kadar kolesterol LDL darah di antara keempat kelompok dalam penelitian ini. Hasil uji statistik selengkapnya dapat dilihat pada lampiran F.
4. Uji Mann-Whitney
Untuk mengetahui perbedaan mean antarkelompok tersebut
dilakukan uji Post Hoc dengan batas signifikansi (p) <0,05. Pada
(2)
commit to user
35
kelompok menunjukkan variansi yang tidak sama pada uji homogenitas
varians (Dahlan, 2008). Hasil uji Post Hoc bermakna menunjukkan adanya
perbedaan mean penurunan kadar kolesterol LDL yang signifikan serta adanya perbedaan pengaruh antarkelompok yang dibandingkan tersebut. Dengan melihat hasil analisis tersebut peneliti dapat melihat terdapatnya perbedaan penurunan kadar kolesterol LDL darah.
Berdasarkan perhitungan uji Mann-Whitney diperoleh perbedaan mean atau rerata penurunan kadar kolesterol LDL darah yang bermakna pada kelompok I (kontrol) terhadap kelompok II, kelompok III dan kelompok IV; serta untuk kelompok II terhadap kelompok III dan kelompok IV. Sedangkan kelompok III terhadap kelompok IV tidak terdapat perbedaan bermakna. Data hasil perhitungan uji Mann-Whitney antarkelompok dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Mann-Whitney Antarkelompok
Kelompok p (α = 0,05) Kemaknaan
I dan II 0,001 Bermakna
I dan III 0,006 Bermakna
I dan IV 0,006 Bermakna
II dan III 0,014 Bermakna
II dan IV 0,002 Bermakna
(3)
BAB V PEMBAHASAN
Hasil uji Kruskall-Wallis data pengukuran kadar kolesterol LDL darah
setelah pemberian perlakuan (posstest) didapatkan nilai p = 0,001 , sehingga dapat
disimpulkan terdapat perbedaan rerata kadar kolesterol LDL darah yang signifikan secara statistik di antara keempat kelompok hewan coba. Sedangkan hasil uji
Mann-Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok
I dengan kelompok II, III dan IV serta kelompok II dengan kelompok III dan IV
setelah pemberian perlakuan (posttest), namun antara kelompok III dengan IV
tidak terdapat perbedaan yang bermakna (tabel 4).
Hasil pengukuran kadar kolesterol LDL darah tikus putih yang tercantum pada tabel 3 maupun yang digambarkan pada gambar 3, menunjukkan adanya penurunan kadar kolesterol LDL darah pada kelompok yang diberikan perlakuan klorofil dari tumbuhan Alfalfa (kelompok II, III dan IV), dapat dikatakan pemberian klorofil dari tumbuhan Alfalfa dapat mempengaruhi kadar LDL darah tikus putih. Adapun hasil perhitungan penurunan yang bermakna terjadi pada kelompok II (klorofil dosis 1,8 mg/200 gr BB) dengan rerata penurunan sebesar 112,67 mg/dl. Sedangkan untuk kelompok III (klorofil dosis 2,7 mg/200 gr BB) dan IV (klorofil dosis 3,6 mg/200 gr BB) masing-masing rerata penurunannya sebesar 103,85 mg/dl dan 105,97 mg/dl. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa dosis 1,8 mg ini mungkin merupakan dosis optimal untuk menurunkan
(4)
commit to user
37
kadar kolesterol LDL darah tikus putih, sehingga penambahan/peningkatan dosis tidak berpengaruh secara bermakna terhadap kolesterol LDL darah tikus putih.
Adapun efek penurunan kadar kolesterol LDL pada tumbuhan Alfalfa tersebut didasarkan pada kandungan klorofilnya empat kali lebih banyak dibanding tumbuhan lain (Parman dan Hernina, 2008). Efek penurunan kadar kolesterol LDL ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Alsuhendra et al. (2003) yang menunjukkan konsumsi klorofil yang berasal dari
daun singkong secara nyata menurunkan total kolesterol dan LDL serum pada
kelinci New Zealand White jantan setelah 4 minggu diintervensi. Penelitian ini
juga didukung oleh Crayhon (2009) yang mengatakan bahwa klorofil pada
Chlorella (sejenis tumbuhan alga) telah terbukti dapat menurunkan kadar
kolesterol pada manusia. Dalam penelitian ini mekanisme penurunan kadar LDL diduga karena adanya penghambatan terhadap reabsorpsi asam empedu oleh klorofil yang mengakibatkan peningkatan katabolisme LDL untuk pembentukan
asam empedu (Muchtadi et al., 1993). Ferruzzi et al. (2002) mengatakan bahwa
klorofil termasuk senyawa porfirin yang di mana mempunyai kemampuan dalam mengikat asam empedu.
Dalam penelitian ini hubungan LDL dengan total kolesterol akan bersifat searah karena 65% kolesterol berada dalam bentuk LDL, artinya jika kolesterol turun LDL juga turun. Hal ini terjadi karena terhambatnya atau terganggunya proses penyerapan kolesterol di usus dan ekskresi asam empedu lebih besar. Oleh karena asam empedu terbuat dari kolesterol, maka rangsangan untuk ekskresi asam empedu berarti meningkatkan laju metabolisme kolesterol sehingga
(5)
menurunkan total kolesterol dan kadar LDL plasma. Kemungkinan lain penurunan kadar LDL terjadi karena penurunan sintesis LDL itu sendiri dan penginduksian reseptor hepatik dalam hal ini reseptor LDL, akibatnya banyak LDL yang ditangkap reseptor hepatik sehingga konsentrasinya dalam darah menurun
(Muchtadi et al., 1993; Mayes, 2003b; Guyton dan John, 2008).
Terdapat hubungan kausal antara klorofil dari tumbuhan Alfalfa dengan kadar kolesterol LDL darah yang menunjukkan bahwa klorofil dari tumbuhan Alfalfa mempunyai potensi sebagai alternatif terapi yang dapat mencegah terjadinya atherosklerosis dan menurunkan kolesterol.
(6)
commit to user
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan pemberian klorofil dari tumbuhan
Alfalfa (Medicago sativa L.) mampu menurunkan kadar kolesterol LDL darah
secara bermakna pada tikus putih (Rattus norvegicus) strain Wistar model
hiperkolesterolemia. Pemberian klorofil dari tumbuhan Alfalfa dengan dosis 1,8 mg; 2,7 mg dan 3,6 mg per 200 gr BB mampu menurunkan kadar kolesterol LDL darah (112,67 mg; 103,85 mg dan 105,97 mg per dl).
B. SARAN
1. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut pada manusia agar dapat diketahui pengaruh klorofil dari tumbuhan Alfalfa terhadap kadar LDL darahnya.
2. Perlu dipertimbangkan budidaya tumbuhan Alfalfa di Indonesia, agar tumbuhan ini lebih dikenal dan mudah didapat oleh masyarakat sebagai alternatif terapi pencegahan atherosklerosis dan menurunkan kolesterol, serta dari segi ekonomi akan lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia.