Perilaku Politik Guru (Studi Kasus: Perilaku Politik Ermalina Purba Sebagai Guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam Pemilihan Bupati Dairi Tahun 2013)

(1)

PERILAKU POLITIK GURU

(Studi Kasus : Perilaku Politik Ermalina Purba SebagaiGuru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam Pemilihan Bupati

Dairi Tahun 2013)

SKRIPSI

JUWITA THEODORA 100906082

Dosen Pembimbing : Dr. Muryanto Amin. S.Sos, M.Si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

JUWITA THEODORA (100906082) PERILAKU POLITIK GURU

(Studi Kasus: Perilaku Politik Ermalina Purba Sebagai Guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam Pemilihan Bupati Dairi Tahun 2013) Rincian isi Skripsi, 80 halaman, 1 surat kabar, 8 buku, 2 Perundang-undangan, 1 Skripsi dan 5 situs internet serta 3 wawancara .

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan tentangperilaku politik guru. Perilaku politik pada dasarnya adalah mengambil, membuat dan menerima keputusan ataupun melaksanakan keputusan dari peraturan pemerintahan daerah merupakan bagian dari perilaku politik yang baik. Tingkah laku maupun kebiasan sehari-hari masyarakat di dalam bermasyarakat seperti turut serta di dalam proses bernegara, turut serta di dalam organisasi maupun perkumpulan di masyarakat yang terjadi secara alami, berperan serta dalam pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan kepala daerah (pilkada), melaksanakan kewajiban sebagai warga negara yang baik dan sebagainya, merupakan sebagai bentuk perilaku politik dari masyarakat.

Perilaku politik yang diartikan sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Perilaku politik juga merupakan salah satu aspek dari perilaku secara umum karena disamping perilaku politik masih ada perilaku yang lain seperti perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku keagamaan dan sebagainya. Dikeluarkannya perintah oleh satu pihak atau instansi dan perintah itu ditaati oleh pihak lain, merupakan suatu kondisi dimana terdapatnya penerimaan, keberatan dan penolakan perintah atau keputusan tersebut. Kondisi tersebut menggambarkan berbagai perilaku yang berhubungan satu sama lain.

Turut berpartisipasi seperti memberikan suara dalam Pilkada yang merupakan pesta demokrasi masyarakat, memperlihatkan bentuk perilaku politik masyarakat secara langsung. Berpartisipasi dalam Pilkada hanyalah sebatas turut memberikan suara dalam Pilkada bukan terlibat atau turut serta menjadi bagian dalam Pilkada tersebut seperti menjadi Tim Sukses atau tidak turut serta di dalam politik maupun partai politik. Terutama kepada PNS yang pada dasarnya adalah suatu lembaga pemerintahan yang dituntut untuk bersikap netral, tidak memihak kepada salah satu lembaga atau perorangan.

Di dalam Pilkada Dairi yang telah melaksanakan dua kali pemilihan kepala daerah yaitu pada tahun 2009 pada 10 Oktober 2013, selalu diwarnai dengan berbagai permasalah dan pelanggaran yang selalu terjadi pada setiap momen


(3)

Pilkada. Permasalahan dan pelanggaran tersebut diantaranya adalah DPT yang bermasalah sehingga menimbulkan kerusuhan dikalangan masyarakat, dugaan adanya penggelembungan suara. Permasalahan dan pelanggaran yang terjadi pada menjelang Pilkada Dairi yang paling menonjol dan menyita perhatian masyarakat Dairi dan media lokal tersebut, yaitu pada setiap momen Pilkada Dairi adalah peran serta PNS, yaitu dengan melibatkan PNS di dalam kampanye dan pemutasian terhadap pejabat struktural dan pejabat fungsional menjelang 6 (enam) bulan Pilkada.

Di dalam Pasal 61, memang melarang adanya keterlibatan PNS dalam Pilkada. Akan tetapi, bila dilihat pada ayat (2), yaitu larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila pejabat tersebut menjadi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sebab pejabat yang dimaksud disini yaitu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kembali mencalonkan diri kembali atau yang disebut dengan pasangan petahana (incumbent) pada Pilkada Kabupaten Dairi. Sehingga peran serta PNS dalam kampanye di Kabupaten Dairi adalah karena adanya suatu perintah dari atasan dan karena suatu bentuk keloyalitasan anatar seorang bawahan terhadap atasan, bukan karena suatu tindakan yang sengaja dilanggar akan tetapi hal tersebut merupakan suatu perintah.

Terkait dengan permasalahan lainnya di dalam Pilkada Kabupaten Dairi yaitu permutasian yang terjadi dinilai merupakan suatu bentuk pelanggaran. Hal tersebut dikatakan sebagai sebuah pelanggaran karena pemutasian tersebut terjadi pada menjelang 6 (enam) Pilkada. Pemutasian yang tersebut terkesan dan rentan akan adanya unsur politisasi didalamnya. Sebab di Pasal 28 huruf a UU Nomor 32 Tahun 2004, kepala dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Terutama merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan lain. Sehingga para kepala daerah tidak boleh melakukan mutasi jabatan struktural menjelang 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan Pilkada karena akan rentan dan terkesan akan adanya unsur politisasi.

Demikianlah hal tersebut menimpa Ermalina Purba selaku pejabat fungsional yang dimutasi menjelang 6 (enam) bulan pelaksanaan Pilkada Kabupaten Dairi. Pemutasiannya terjadi pada bulan Agustus dengan disertai adanya SK (Surat Keputusan) nomor 820/326/VIII/2013 dari BKD Dairi dengan atas perintah dari kepala kepegawaian daerah yaitu kepala daerah (bupati). Bentuk pemutasian tersebut selain rentan akan adanya unsur politisasi, pemutasian yang dialami Ermalina Purba tersebut adalah karena suaminya merupakan TS dari calon/kandidat nomor urut 4 yaitu Luhut Matondang dan Maradu Gading Lingga. Sehingga pemutasian menurut Ermalina Purba tersebut dirasakan sebagai sebuah bentuk pemutasian yang tidak wajar dan tidak biasa.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

JUWITA THEODORA (100906082) POLITICAL BEHAVIOR OF TEACHER

(Case study: Ermalina Purba Political Behavior as a teacher of CIVIL

SERVANTS in Kelurahan, Kecamatan Sidikalang Beruh Stems in the selection of Regents Dairi 2013)

Details of the contents of the thesis, 80 pages, 1 newspaper, 8 book, 2 legislation, 1 Theses and 5 internet sites as well as 3 of the interview.

ABCTRACT

This research outlines the political behavior of the teacher. Political behavior is basically the take, make and receive decisions or implement decisions of the Government regulation is part of a good political behavior. Behaviour and customs of everyday people in the community such as participating in the process of State, participate in the Organization as well as a bevy of prominence that occurs naturally, participate in elections (the election) or regional head election (elections), carry out the duties as good citizens and so forth, is as a form of political behavior from the community.

Political behavior that is defined as an activity relating to the manufacturing process and the implementation of political decisions. Political behavior is also one of the aspects of behaviour in general because there are still political behavior as the behavior of others such as behavioral economics, cultural behavior, religious behavior and so on. The promulgation of orders by one party or agency and the order was obeyed by other parties, is a condition where there is acceptance, objections and rejection order or the decision. These conditions describe the various behaviors that relate to each other.

Participate as voting in Elections is a democratic society party, showing the shape of the political behavior of society directly. Participating in the elections is limited to voting in Elections is not involved or participated in these Elections became a part of such a Successful Team or did not participate in politics or political parties. Mainly to CIVIL SERVANTS which is essentially an agency of Government which claimed to be neutral, impartial to any institution or individual.

In the elections the Dairi was carrying twice the area head election in 2009 on October 10, 2013, always tinged with a variety of offences and the problem always happens at every moment of the election. The problems and the violation of which is INTERCHANGEABLE with problems giving rise to unrest among


(5)

the public, the alleged existence of inflating votes. Problems and violations that occurred on the eve of Elections of the most prominent and Dairi seized public attention of the local media and Dairi, in every moment of the elections is the role of CIVIL SERVANTS as well as the Dairi, namely by involving CIVIL SERVANTS in the campaign and pemutasian of the structural and functional officials ahead of the 6 (six) months of the elections.

In Chapter 61, it banned the involvement of CIVIL SERVANTS in the elections. However, when viewed on a subsection (2), the prohibition referred to in subsection (1) does not apply if the officer was candidate for the head of the region and Deputy Head of the region. Because the officials in question here, namely the head region and Deputy Head of the Region back to run again or the so-called place of death with a partner (incumbent) in the election District of the Dairi. So the role of CIVIL SERVANTS in the campaign in the Dairi was due to an order from superiors and as a form of keloyalitasan to obtain a subordinate against superior, not because an action that intentionally violated would be but that is a command.

Associated with other problems in the Electoral District of permutasian Dairi happened is rated is a form of trespass. It is said to be a violation because the pemutasian occurred on the eve of 6 (six) of the elections. The Pemutasian were impressed and vulnerable elements of politicking inside. For in Article 28 a of the ACT No. 32 of 2004, head and Deputy Head of the region are prohibited from making a decision that specifically provide an advantage for yourself, a family member, or a particular group of cronies, political groups in opposition to the legislation. Especially detrimental to the public interest, a group of community, or troubling discriminate citizens and other groups. So that the heads of the regions should not do structural position by mutation of 6 (six) months prior to the implementation of the elections because it would be vulnerable and impress any element of politicking.

Thus it befell Ancient Ermalina as functional demoted officials ahead of the 6 (six) months of the implementation of the election District of the Dairi. Pemutasiannya took place in August with commensurate DECREE (Decree) No. 820/326/VIII/2013 of BKD, Dairi and on the orders of the head of the head of the regional staffing (Regent). Form of the pemutasian in addition to any vulnerable elements of politicking, the Ancient Ermalina pemutasian was because her husband was a TS of the candidate/candidates number sort 4 i.e. Luhut Matondang Maradu and Ivory Lingam. According to the ancient Ermalina pemutasian so that it is perceived as a form of pemutasian that are unnatural and unusual.


(6)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh : Halaman Persetujuan

Nama : Juwita Theodora NIM : 100906082 Departemen : Ilmu Politik

Judul : Perilaku Politik Guru(Studi Kasus: Perilaku Politik Ermalina Purba Sebagai Guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam Pemilihan Bupati Dairi Tahun 2013)

Menyetujui :

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing

(Dra. T. Irmayani, M.Si)

NIP. 196806301994032001 NIP. 197409302005011002

(Dr. Muryanto Amin. S. Sos, M. Si)

Mengetahui : Dekan FISIP USU

NIP. 196805251992031002 (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)


(7)

Karya Ini Dipersembahkan Kepada Ayahanda dan Ibunda Tercinta


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Bapa di Surga untuk setiap penyertaan, kekuatan dan kemampuan yang dianugerahkan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Ada begitu banyak tantangan yang peneliti alami dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Akan tetapi, Tuhan tetap sertai, berkati dan mampukan penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata satu (S1) di Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “PERILAKU POLITIK GURU(Studi Kasus: Perilaku Politik Ermalina Purba Sebagai Guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam Pemilihan Bupati Dairi Tahun 2013)”

Proses penyelesaian skripsi ini berlangsung ketika penulis berada pada semester kedelapan di Departemen Ilmu Politik, FISIP, USU. Hal ini terlaksana karena banyak pihak yang turut mendukung penyelesaian skripsi ini. Oleh karenanya peneliti ingin berterimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si, sebagai Dekan FISIP USU. Kepada Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si sebagai Ketua Jurusan Departemen Ilmu Politik, Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si, sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Politik FISIP USU dan Dosen Pembimbing Akademik yang sudah mendukung peneliti selama perkuliahan dan memberikan banyak bimbingan.

Peneliti juga berterimakasih kepada Bapak Dr. Muryanto Amin. S. Sos, M. Sisebagai Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan waktu dan banyak bimbingan berupa masukan dan kritik yang sangat membangun dalam penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya, peneliti ingin berterimakasih kepada seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Politik yang telah membimbing, menambah wawasan dan pengetahuan peneliti selama perkuliahan. Terimakasih kepada pegawai Departemen Ilmu Politik dan FISIP USU yang membantu penulis dalam urusan administratif kampus, peneliti berterimakasih untuk semuanya.


(9)

Dalam penulisan skripsi ini, secara khusus peneliti menyampaikan rasa terima kasih kepada orangtua tercinta, Ayahanda John Aritonang dan Ibunda Marsintauli Purba yang telah membesarkan, mendidik, menyayangi, mendukung dan mendoakan peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada kakak tersayang Joanne Manuella Aritonang dan abang tercinta Josua David Ringbeng Aritonang yang telah memberi dukungan, semangat, nasehat dan doadan juga kepada seluruh keluarga besar peneliti yang tidak dapat di sebutkan satu persatu.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada atas dukungan dari sahabat-sahabat terkasih, Chen Lorida Saragih, Weny Deviana Ginting, Meva Mariati, Elizabeth Girsang, Ira Purnamasari Tambunan, Maria Olivia Sembiring,Cindy Tobing, Sally Frelin Meliala, Christyn Nainggolan, Fitri Rumahorbo, Gloria Natalina, Rinaldi Sitio dan teman-teman Ilmu Politik stambuk 2010 yang tidak dapat di sebutkan satu persatu namanya dan sukses buat kita semua.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya peneliti mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan studi Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Medan, Juli 2014

Juwita Theodora 100906082


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

1.5 Kerangka Teori ... 12

1.5.1 Teori Perilaku Politik... 12

1.5.2 Teori Pilkada... 18

1.6 Metode Penelitian ... 26

1.6.1 Jenis Penellitian ... 26

1.6.2 Lokasi Penelitian ... 26

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ... 27

1.6.4 Teknik Analisis Data ... 28


(11)

BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN

2.1Deskripsi Lokasi Penelitian ... 30

2.1.1 Kabupaten Dairi ... 30

2.1.2 Kecamatan Sidikalang ... 35

2.1.3 Kelurahan Batang Beruh ... 40

2.2Profil Ermalina Purba sebagai Guru PNs ... 46

BAB III PERILAKU POLITIK GURU PNS DI DALAM PEMILIHAN BUPATI DAIRI 2013 3.1 Perilaku Politik Guru PNS ... 49

3.2 Perilaku Politik Ermalina Purba sebagai Guru PNS dalam Pilkada Dairi ... 58

3.3 Analisis Perilaku Politik Ermalina Purba sebagai Guru PNS dalam Pilkada Dairi ... 65

3.4 Evaluasi Perilaku Politik Ermalina Purba sebagai Guru PNS dalam Pilkada ... 68

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 71

4.2 Saran ... 74


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.1Jumlah Sekolah, Jumlah Murid dan Jumlah Guru ... 34

Tabel 2.1.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Jumlah Dusun Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2012 ... 39

Tabel 2.1.3 Jumlah penduduk berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

Tabel 2.1.4 Jumlah penduduk berdasarkan Pekerjaan ... 43

Tabel 2.1.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 44


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Kabupaten Dairi ... 35 Gambar 3.2 Baliho yang Terpampang di Depan Rumah Ermalina Purba


(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

JUWITA THEODORA (100906082) PERILAKU POLITIK GURU

(Studi Kasus: Perilaku Politik Ermalina Purba Sebagai Guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam Pemilihan Bupati Dairi Tahun 2013) Rincian isi Skripsi, 80 halaman, 1 surat kabar, 8 buku, 2 Perundang-undangan, 1 Skripsi dan 5 situs internet serta 3 wawancara .

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan tentangperilaku politik guru. Perilaku politik pada dasarnya adalah mengambil, membuat dan menerima keputusan ataupun melaksanakan keputusan dari peraturan pemerintahan daerah merupakan bagian dari perilaku politik yang baik. Tingkah laku maupun kebiasan sehari-hari masyarakat di dalam bermasyarakat seperti turut serta di dalam proses bernegara, turut serta di dalam organisasi maupun perkumpulan di masyarakat yang terjadi secara alami, berperan serta dalam pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan kepala daerah (pilkada), melaksanakan kewajiban sebagai warga negara yang baik dan sebagainya, merupakan sebagai bentuk perilaku politik dari masyarakat.

Perilaku politik yang diartikan sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Perilaku politik juga merupakan salah satu aspek dari perilaku secara umum karena disamping perilaku politik masih ada perilaku yang lain seperti perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku keagamaan dan sebagainya. Dikeluarkannya perintah oleh satu pihak atau instansi dan perintah itu ditaati oleh pihak lain, merupakan suatu kondisi dimana terdapatnya penerimaan, keberatan dan penolakan perintah atau keputusan tersebut. Kondisi tersebut menggambarkan berbagai perilaku yang berhubungan satu sama lain.

Turut berpartisipasi seperti memberikan suara dalam Pilkada yang merupakan pesta demokrasi masyarakat, memperlihatkan bentuk perilaku politik masyarakat secara langsung. Berpartisipasi dalam Pilkada hanyalah sebatas turut memberikan suara dalam Pilkada bukan terlibat atau turut serta menjadi bagian dalam Pilkada tersebut seperti menjadi Tim Sukses atau tidak turut serta di dalam politik maupun partai politik. Terutama kepada PNS yang pada dasarnya adalah suatu lembaga pemerintahan yang dituntut untuk bersikap netral, tidak memihak kepada salah satu lembaga atau perorangan.

Di dalam Pilkada Dairi yang telah melaksanakan dua kali pemilihan kepala daerah yaitu pada tahun 2009 pada 10 Oktober 2013, selalu diwarnai dengan berbagai permasalah dan pelanggaran yang selalu terjadi pada setiap momen


(15)

Pilkada. Permasalahan dan pelanggaran tersebut diantaranya adalah DPT yang bermasalah sehingga menimbulkan kerusuhan dikalangan masyarakat, dugaan adanya penggelembungan suara. Permasalahan dan pelanggaran yang terjadi pada menjelang Pilkada Dairi yang paling menonjol dan menyita perhatian masyarakat Dairi dan media lokal tersebut, yaitu pada setiap momen Pilkada Dairi adalah peran serta PNS, yaitu dengan melibatkan PNS di dalam kampanye dan pemutasian terhadap pejabat struktural dan pejabat fungsional menjelang 6 (enam) bulan Pilkada.

Di dalam Pasal 61, memang melarang adanya keterlibatan PNS dalam Pilkada. Akan tetapi, bila dilihat pada ayat (2), yaitu larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila pejabat tersebut menjadi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sebab pejabat yang dimaksud disini yaitu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kembali mencalonkan diri kembali atau yang disebut dengan pasangan petahana (incumbent) pada Pilkada Kabupaten Dairi. Sehingga peran serta PNS dalam kampanye di Kabupaten Dairi adalah karena adanya suatu perintah dari atasan dan karena suatu bentuk keloyalitasan anatar seorang bawahan terhadap atasan, bukan karena suatu tindakan yang sengaja dilanggar akan tetapi hal tersebut merupakan suatu perintah.

Terkait dengan permasalahan lainnya di dalam Pilkada Kabupaten Dairi yaitu permutasian yang terjadi dinilai merupakan suatu bentuk pelanggaran. Hal tersebut dikatakan sebagai sebuah pelanggaran karena pemutasian tersebut terjadi pada menjelang 6 (enam) Pilkada. Pemutasian yang tersebut terkesan dan rentan akan adanya unsur politisasi didalamnya. Sebab di Pasal 28 huruf a UU Nomor 32 Tahun 2004, kepala dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Terutama merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan lain. Sehingga para kepala daerah tidak boleh melakukan mutasi jabatan struktural menjelang 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan Pilkada karena akan rentan dan terkesan akan adanya unsur politisasi.

Demikianlah hal tersebut menimpa Ermalina Purba selaku pejabat fungsional yang dimutasi menjelang 6 (enam) bulan pelaksanaan Pilkada Kabupaten Dairi. Pemutasiannya terjadi pada bulan Agustus dengan disertai adanya SK (Surat Keputusan) nomor 820/326/VIII/2013 dari BKD Dairi dengan atas perintah dari kepala kepegawaian daerah yaitu kepala daerah (bupati). Bentuk pemutasian tersebut selain rentan akan adanya unsur politisasi, pemutasian yang dialami Ermalina Purba tersebut adalah karena suaminya merupakan TS dari calon/kandidat nomor urut 4 yaitu Luhut Matondang dan Maradu Gading Lingga. Sehingga pemutasian menurut Ermalina Purba tersebut dirasakan sebagai sebuah bentuk pemutasian yang tidak wajar dan tidak biasa.


(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

JUWITA THEODORA (100906082) POLITICAL BEHAVIOR OF TEACHER

(Case study: Ermalina Purba Political Behavior as a teacher of CIVIL

SERVANTS in Kelurahan, Kecamatan Sidikalang Beruh Stems in the selection of Regents Dairi 2013)

Details of the contents of the thesis, 80 pages, 1 newspaper, 8 book, 2 legislation, 1 Theses and 5 internet sites as well as 3 of the interview.

ABCTRACT

This research outlines the political behavior of the teacher. Political behavior is basically the take, make and receive decisions or implement decisions of the Government regulation is part of a good political behavior. Behaviour and customs of everyday people in the community such as participating in the process of State, participate in the Organization as well as a bevy of prominence that occurs naturally, participate in elections (the election) or regional head election (elections), carry out the duties as good citizens and so forth, is as a form of political behavior from the community.

Political behavior that is defined as an activity relating to the manufacturing process and the implementation of political decisions. Political behavior is also one of the aspects of behaviour in general because there are still political behavior as the behavior of others such as behavioral economics, cultural behavior, religious behavior and so on. The promulgation of orders by one party or agency and the order was obeyed by other parties, is a condition where there is acceptance, objections and rejection order or the decision. These conditions describe the various behaviors that relate to each other.

Participate as voting in Elections is a democratic society party, showing the shape of the political behavior of society directly. Participating in the elections is limited to voting in Elections is not involved or participated in these Elections became a part of such a Successful Team or did not participate in politics or political parties. Mainly to CIVIL SERVANTS which is essentially an agency of Government which claimed to be neutral, impartial to any institution or individual.

In the elections the Dairi was carrying twice the area head election in 2009 on October 10, 2013, always tinged with a variety of offences and the problem always happens at every moment of the election. The problems and the violation of which is INTERCHANGEABLE with problems giving rise to unrest among


(17)

the public, the alleged existence of inflating votes. Problems and violations that occurred on the eve of Elections of the most prominent and Dairi seized public attention of the local media and Dairi, in every moment of the elections is the role of CIVIL SERVANTS as well as the Dairi, namely by involving CIVIL SERVANTS in the campaign and pemutasian of the structural and functional officials ahead of the 6 (six) months of the elections.

In Chapter 61, it banned the involvement of CIVIL SERVANTS in the elections. However, when viewed on a subsection (2), the prohibition referred to in subsection (1) does not apply if the officer was candidate for the head of the region and Deputy Head of the region. Because the officials in question here, namely the head region and Deputy Head of the Region back to run again or the so-called place of death with a partner (incumbent) in the election District of the Dairi. So the role of CIVIL SERVANTS in the campaign in the Dairi was due to an order from superiors and as a form of keloyalitasan to obtain a subordinate against superior, not because an action that intentionally violated would be but that is a command.

Associated with other problems in the Electoral District of permutasian Dairi happened is rated is a form of trespass. It is said to be a violation because the pemutasian occurred on the eve of 6 (six) of the elections. The Pemutasian were impressed and vulnerable elements of politicking inside. For in Article 28 a of the ACT No. 32 of 2004, head and Deputy Head of the region are prohibited from making a decision that specifically provide an advantage for yourself, a family member, or a particular group of cronies, political groups in opposition to the legislation. Especially detrimental to the public interest, a group of community, or troubling discriminate citizens and other groups. So that the heads of the regions should not do structural position by mutation of 6 (six) months prior to the implementation of the elections because it would be vulnerable and impress any element of politicking.

Thus it befell Ancient Ermalina as functional demoted officials ahead of the 6 (six) months of the implementation of the election District of the Dairi. Pemutasiannya took place in August with commensurate DECREE (Decree) No. 820/326/VIII/2013 of BKD, Dairi and on the orders of the head of the head of the regional staffing (Regent). Form of the pemutasian in addition to any vulnerable elements of politicking, the Ancient Ermalina pemutasian was because her husband was a TS of the candidate/candidates number sort 4 i.e. Luhut Matondang Maradu and Ivory Lingam. According to the ancient Ermalina pemutasian so that it is perceived as a form of pemutasian that are unnatural and unusual.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum yang kemudian disebut sebagai pemilu dan pemilihan kepala daerah atau pilkada yang merupakan sarana kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 19451

Mengambil, membuat dan menerima keputusan ataupun melaksanakan keputusan dari peraturan pemerintahan daerah merupakan bagian dari perilaku politik yang baik. Tingkah laku maupun kebiasan sehari-hari masyarakat di dalam

. Sama halnya dengan pemilu, Pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan dengan tujuan menentukan pemimpin atau kepala dari pemerintahan di suatu daerah yang ditentukan oleh rakyat, karena rakyatlah yang memiliki kekuasaan sepenuhnya untuk menentukan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pemilihan kepala daerah terjadi karena adanya pemberian kekuasaan sepenuhnya kepada pemerintahan daerah oleh pusat agar daerah tersebut dapat lebih signifikan di dalam mengatur rumah tangga daerahnya, atau yang disebut sebagai suatu pola pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralistik. Adanya desentralisasi tersebut, maka daerah dapat mengatur rumah tangganya sendiri serta mengambil dan membuat keputusan di pemerintahan daerah maupun membuat Peraturan Pemerintahan Daerah.

1

Undang-Undang No. 10 Tahun 2001 Bab 1 Pasal 1 Ayat (1), tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.


(19)

bermasyarakat seperti turut serta di dalam proses bernegara, turut serta di dalam organisasi maupun perkumpulan di masyarakat yang terjadi secara alami, berperan serta dalam pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan kepala daerah (pilkada), melaksanakan kewajiban sebagai warga negara yang baik dan sebagainya, merupakan sebagai bentuk perilaku politik dari masyarakat. Selain masyarakat yang memiliki sikap dalam berperilaku politik di masyarakat, para kaum birokrat yang disebut sebagai orang atau pelaksana dari birokrasi termasuk di dalamnya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), juga memiliki sikap perilaku politik seperti membuat proses keputusan, menerima keputusan dan melaksanakan keputusan politik juga termasuk ke dalam perilaku politik2

Perilaku politik yang diartikan sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Perilaku politik juga merupakan salah satu aspek dari perilaku secara umum karena disamping perilaku politik masih ada perilaku yang lain seperti perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku keagamaan dan sebagainya. Dalam kehidupan politik masyarakat sehari-hari, adanya interaksi antar individu baik individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok tersebut dengan hubungan secara vertikal dan horizontal. Dikeluarkannya perintah oleh satu pihak atau instansi dan perintah itu ditaati oleh pihak lain, merupakan suatu kondisi dimana terdapatnya keberatan dan penolakan perintah atau keputusan tersebut. Kondisi tersebut menggambarkan

.

2

Ramlan, Surbakti. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Widya Sarana, 1992, hal 131 dalam kutipan Sastroatmodjo, Sudijono. Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995, hal 2


(20)

berbagai perilaku yang berhubungan satu sama lain, baik itu dilakukan oleh satu lembaga tertentu maupun individu dalam beperilaku politik.

Turut berpartisipasi dalam Pilkada memperlihatkan bentuk perilaku politik masyarakat secara langsung. Akan tetapi peran serta dalam Pilkada disini adalah dengan memberikan suara pada saat pemilihan, baik masyarakat yang bekerja di sebuah lembaga pemerintahan (PNS) maupun yang non-pemerintahan. Sebuah lembaga yang non-pemerintahan yaitu para kelompok pengusaha atau wiraswasta yang telepas dari ikatan peraturan pemerintah. Kelompok tersebut dapat melibatkan diri di dalam politik sebagai tim sukses atau menjadi pendukung calon/kandidat kepala daerah seperti pemilihan bupati. Namun, bagi masyarakat yang bekerja sebuah lembaga pemerintahan (PNS) yang memiliki keterikatan dengan Undang-Undang dan peraturan pemerintah, dilarang dan tidak diperbolehkan terlibat di dalam kampanye Pilkada atau berpolitik praktis, sebab mereka dituntut untuk mengabdi kepada negara bukan kepada satu pihak atau pada suatu lembaga.

Perilaku politik Pegawai Negeri Sipil maupun guru PNS dituntut harus bersikap netral di dalam pemerintahan, seperti tidak turut serta di dalam politik maupun partai politik. Sikap netral yang dituntut dari PNS tersebut dapat dilihat dari pengertian pegawai negeri menurut Pasal 1 (a) Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian3

3

C. S. T Kansil, Christine S. T Kansil. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hal 160

. Oleh sebab itu PNS yang telah diangkat oleh negara dituntut untuk mengabdi kepada negara dan bersikap netral


(21)

dalam pemerintahan daerah. Di dalam PP No. 53 Tahun 2010 mengatur tentang disiplin pegawai dalam Bagian Kedua Larangan Pasal 4 ayat (14) yaitu, dilarang memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan dan dalam Pasal 4 ayat (15)4

Peran serta PNS pada satu pihak, kepada suatu lembaga maupun pada masa kampanye dan masa menjelang Pilkada sudah melanggar peraturan MENPAN No. SE/08.A/M.PAN/5/2005 tentang netralitas PNS di dalam Pilkada yang berisikan bagi PNS dan Pegawai Honorer yang bukan Calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah, dilarang terlibat dalam kegiatan kampanye, untuk mendukung salah satu Partai Politik, Calon Presiden dan Wakil Presiden, serta Calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah, dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kampanye, serta dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan dan merugikan salah satu Partai Politik atau pasangan calon selama kampanye

.

5

4

Lihat PP No. 53 Tahun 2010, Bagian Kedua Larangan Pasal 4 ayat (14) dan ayat (15)

. Seperti halnya pada Pasal 28 huruf a UU No.32/2004, yaitu kepala dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Terutama merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat,

10.40


(22)

atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan lain6

Kabupaten Dairi telah melaksanakan dua kali pemilihan kepala daerah yaitu pada tahun 2009, yang dimenangkan oleh Kra. Johnny Sitohang Adinegoro dan Irwansyah Pasi, SH dan pada tahun 2013 pasangan tersebut kembali mencalonkan diri pada Pilkada 2013 untuk menjadi bakal calon bupati/wakil bupati pada periode 2013-2018. Pilkada Dairi pada periode berikutnya yang berlangsung di Kabupaten Dairi pada 10 Oktober 2013 tersebut, kembali dimenangkan oleh pasangan petahana dengan nomor urut satu yaitu Kra. Johnny Sitohang Adinegoro dan Irwansyah Pasi, SH. Hal ini memperlihatkan perilaku politik masyarakat Dairi pada Pilkada sangat tinggi. Namun, berdasarkan sumber berita dan praktik dilapangannya pilkada di Kabupaten Dairi yang diikuti oleh empat pasangan calon ini, dinilai sebagai sebuah Pilkada yang tidak sehat. Di dalam setiap rangkaian menjelang Pilkada ini banyak ditemukannya berbagai permasalahan yang dilakukan oleh para calon maupun para tim sukses. Berbagai permasalahan yaitu permasalahan, seperti penyusunan DPT yang bermasalah, yakni penggelembungan suara dan ada ditemui keterlibatan Pegawai Negeri Sipil di dalam tahapan pilkada Dairi

. Adapun tujuan dibuatnya Pasal 28 huruf a UU No.32/2004 tersebut adalah untuk mencegah terjadinya pemutasian pada masa-masa Pilkada.

7

dan yang paling menonjol adalah turut melibatkan

7

Dairi Pers, Nomor 391 Tahun VII Tanggal 03-09 November 2013. Gugatan MK Bertabur Video Kampanye PNS.


(23)

beberapa oknum PNS8 dan pemutasian terhadap PNS, hal inipun diakui juga oleh beberapa masyarakat di Dairi. Adapun pendapat dari masyarakat yang menyatakan adanya peran serta PNS tersebut adalah sekda Dairi JG9

Perilaku politik Pegawai Negeri Sipil maupun guru PNS dituntut harus bersikap netral di dalam pemerintahan, seperti tidak turut serta di dalam politik maupun partai politik. Sikap netral yang dituntut dari PNS tersebut dapat dilihat dari pengertian pegawai negeri menurut Pasal 1 (a) Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

, Dra. ALS, RLS, Drs. JSG, dan EP yang mempunyai jabatan pada institusi pemerintahan.

10

. Oleh sebab itu PNS yang telah diangkat oleh negara dituntut untuk mengabdi kepada negara dan bersikap netral dalam pemerintahan daerah. Di dalam PP No. 53 Tahun 2010 mengatur tentang disiplin pegawai dalam Bagian Kedua Larangan Pasal 4 ayat (14) yaitu, dilarang memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan11

Sebagai warga negara yang baik PNS memang memiliki hak untuk memberikan suara pada saat pemilihan, akan tetapi tidak berarti dapat turut terlibat di dalam memberikan dukungan terhadap kepada pasangan calon

.

8

Dairi Pers, Nomor 391 Tahun VII Tanggal 03-09 November 2013. Video PNS Terlibat Pilkada Diadukan Ke Mendagri dan Menpan.

9

Ibid

10

C. S. T Kansil, Christine S. T Kansil. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hal 160

11


(24)

bupati/wakil bupati yang mereka dukung. Selain displin tentang pegawai negeri dalam memberikan dukungan, larangan terhadap PNS juga dapat dilihat dalam pasal 2 PP No. 37 Tahun 2004, yang melarang PNS menjadi anggota partai politik ataupun menjadi pengurus partai politik dan dituntut untuk netral. Apabila PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada PP No. 53 Tahun 2010 Pasal 4 ayat (14), maka akan dijatuhi hukuman dispilin PNS12

Pemutasian yang marak pada setiap momen Pilkada terutama pada Pilkada Dairi yang banyak memutasi guru PNS, telah banyak meresahkan warga masyarakat Dairi terutama kalangan guru PNS dan hal ini secara hukum tidak dijalankan secara serius. Sehingga pemutasian terutama pada guru sebagai pejabat fungional saat enam bulan menjelang Pilkada mengandung sifat politisasi. Pengungkapan mengenai pemutasian hingga kepada sistem peradilan maupun Pengadilan Tata Usaha Negara tidak pernah terjadi. Oleh sebab itu kasus-kasus tersebut hanya dapat dirasakan tetapi sulit untuk dibuktikan. Guru yang seharusnya melakukan fungsinya seperti dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005,

.Akan tetapi, implementasi Undang-Undang PP No. 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri dan aturan pada Pasal 28 Huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di dalam praktiknya tidak dijalankan secara serius. Sehingga disetiap momen Pilkada terutama di Dairi selalu diwarnai oleh adanya dugaan turut serta PNS di dalam Pilkada dan pemutasian bagi PNS yang tidak mendukung pasangan petahana.

12

PP No. 53 Tahun 2010 Bab III tentang hukuman disiplin bagian kedua, pasal tujuh, dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Ketentuan Pelaksanaan, Bandung: Fokus Media, 2011, hal 8


(25)

menjadi waspada karena adanya ancaman mutasi. Kedudukan guru di dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005, Bab 1 tentang ketentuan umum, pasal 1 ayat (1) tertulis bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah13 dan di dalam Bab II mengenai kedudukan, fungsi, dan tujuan, pasal 2 ayat (1) dan ayat (2)14

Guru sebagai tenaga pendidik diwajibkan untuk memberikan pengajaran bagi anak bangsa dan sebagai tenaga pendidik yang bertujuan untuk memajukan pendidikan tanpa memandang suku, agama dan ras. Guru yang memiliki status sebagai Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu bagian dari birokrasi pemerintah dibidang pendidikan yang memiliki status netral didalam pemerintahan, dilarang untuk ikut berpolitik, ikut serta di dalam partai politik dan sebagai tim sukses di dalam pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah atau tidak diperbolehkan untuk memihak kepada satu pihak, sebab tugas mereka adalah mengabdi kepada negara. Walaupun di dalam praktiknya masih ada terdapat beberapa dari antara guru PNS tersebut yang mendukung secara terselubung di dalam Pilkada, hal demikian juga dinyatakan oleh masyarakat di Dairi.

. Kini, di dalam Pilkada Dairi guru turut menjadi korban politik praktis dan pelaksanaan kedudukan guru tersebut tidak berjalan dengan baik.

13

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, 2008, Guru dan Dosen, Indonesia Legal center Publising, hal 2

14


(26)

Keterlibatan guru PNS dalam Pilkada Kabupaten Dairi 2013, bisa dilihat dalam contoh kasus guru PNS Ermalina Purba yang telah dimutasi yang oleh karena suami dari Ermalina Purba tersebut berprofesi sebagai wiraswasta dan merupakan tim sukses dari salah satu calon/kandidat Bupati Dairi yang didukungnya yaitu Luhut Matondang dan Maradu Gading Lingga15

Hal tersebut dapat dimasukkan ke dalam politik kekerabatan, yaitu lebih mengutamakan kepentingan keluarga dekat atau lebih mementingkan hubungan kerabat untuk mencapai kepentingan kelompok, karena suami dari Ermalina Purba tersebut turut mendukung calon/kandidat bupati Dairi maka dapat disimpulkan bahwa Ermalina Purba juga turut menudukung calon/kandidat bupati tersebut. Hubungan kekerabatan di dalam politik dinilai sangat merusak citra demokrasi dan menimbulkan berbagai permasalahan baik di dalam hubungan keluarga dan di

. Adapun alasan mereka mendukung calon/kandidat bupati tersebut, karena mereka menilai calon/kandidat Bupati Dairi tersebut memiliki visi misi yang benar-benar membangun dan membawa perubahan untuk Kabupaten Dairi. Mengingat bahwa posisi ataupun kedudukan dari Ermalina Purba tersebut adalah seorang guru PNS, maka hal itu sangat berpengaruh dan berdampak luas kepada status PNS yang disandangnya. Hal ini dilihat dari adanya baliho yang terpampang di pekarangan rumah Ermalina Purba, menguatkan bahwa ia turut serta mendukung ataupun menjadi TS pada pasangan calon/kandidat Pasangan Nomor Urut 4 (empat) Luhut Matondang-Maradu Gading Lingga.


(27)

dalam hubungan dengan lingkungan politik. Oleh sebab itu Ermalina Purba dimutasi dengan dugaan bahwa telah mendukung calon/kandidat Bupati Dairi. Akan tetapi, menurut Ermalina Purba itu sendiri pemutasian yang dialami olehnya tersebut dirasakan bahwa sebagai pemutasian yang tidak biasa atau ada unsur politisasi. Ermalina Purba selaku guru PNS menengarai, bahwa mutasi dilakukan karena suaminya menjadi tim sukses dari pasangan calon/kandidat bupati yang mereka dukung. Pemutasian tersebut dinyatakan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan diterima melalui kepala sekolah di tempat guru PNS tersebut mengajar sebelumnya.

Berdasarkan penjelasan dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melihat perilaku politik Ermalina Purba sebagai guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang, sehingga hal inilah yang menjadi masalah yang diteliti apakah memang benar ada keterlibatan Ermalina Purba sebagai guru PNS dalam Pilkada dan peneliti mengangkat judul skripsi ini tentang “Perilaku Politik Guru, Studi Kasus: Perilaku Politik Ermalina Purba sebagai guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam Pemilihan Bupati Dairi Tahun 2013”.

1.2 Perumusan Masalah

Pilkada secara langsung telah dilaksanakan oleh masyarakat di Kabupaten Dairi pada tahun 2009 dan tanggal 10 Oktober 2013 yang lalu, banyak ditemui


(28)

berbagai permasalahan. Adanya pemutasian yang terjadi pada masa menjelang pilkada turut mewarnai pilkada di Kabupaten Dairi. Kerabat ataupun suami dari Ermalina Purba yang merupakan tim sukses ataupun pendukung pasangan calon/kandidat yang didukung mereka, menyebabkan ada anggapan guru PNS tersebut dimutasi dalam bentuk pemindahan SMA 1 Sidikalang ke SMAN Silalahi yang berjarak 75 km ke arah pinggiran Danau Toba. Adapun bukti pemutasian tersebut adalah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) dengan nomor pada bulan Agustus 2013 kepada Ermalina Purba oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) saat menjelang Pilkada. Oleh sebab itu dengan berpijak pada rumusan masalah, maka pertanyaan peneliti yang hendak dijawab dan dianalisis dalam penelitian ini adalah apakah Ermalina Purba diberikan SK mutasi dengan nomor 820/326/VIII/2013 oleh BKD, terkait dengan dukungan kepada salah satu pasangan calon bupati dalam pemilihan kepala daerah di Kabupaten Dairi tahun 2013?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, adalah:

1. Melihat bagaimana perilaku politik Ermalina Purba sebagai guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang di dalam pemilihan Bupati Dairi 2013.

2. Mengetahui hal-hal yang menyebabkan Ermalina Purba sebagai guru PNS dapat dimutasi.


(29)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bermanfaat kepada semua pihak yang secara umum, yaitu:

1. Secara teoritis maupun metodologis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pemahaman tentang kedudukan ataupun peranan dari PNS dan menambah pengetahuan yang baru dalam bidang politik khususnya dalam kajian perilaku politik.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada para guru PNS dalam bersikap maupun berperilaku di dalam Pilkada.

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi manfaat bagi kalangan mahasiswa Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

1.5 Kerangka Teori

1.5.1 Teori Perilaku Politik

Kehidupan sehari-hari masyarakat maupun setiap individu akan selalu berhubungan dengan persoalan politik, seperti menaati peraturan pemerintah. Perilaku politik berkaitan erat dengan perilaku pemilih. Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan alasan seseorang untuk menggunakan ataupun tidak menggunakan hak pilihnya, pada pemilihan umum. Namun, jika seseorang itu menggunakan hak pilihnya maka yang


(30)

akan dilihat adalah alasan yang mendasari seseorang itu untuk memilih partai ataupun calon yang dipilihnya16. Perilaku politik diartikan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Pelaku dari kegiatan tersebut adalah pemerintah dan masyarakat, kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan fungsi-fungsi pemerintah dan fungsi-fungsi politik yang dipegang oleh masyarakat17

Perilaku politik berhubungan dengan suatu tujuan masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang

. Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antarlembaga pemerintah dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Perilaku politik merupakan salah satu aspek dari perilaku secara umum karena disamping perilaku politik masih ada perilaku yang lain yaitu, seperti perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku keagamaan dan sebagainya. Perilaku politik merupakan perilaku yang menyangkut persoalan politik. Perilaku sehari-hari warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya merupakan perilaku ekonomi. Perilaku warga masyarakat mengirimkan anak-anaknya ke sekolah merupakan perilaku budaya dan kegiatan menjalankan ibadah yang dilakukan oleh para pemeluk agama merupakan perilaku keagamaan.

16

Rolas Nainggolan, Skripi: Perilaku Pemilih Etnis Batak Toba pada Pemilihan Umum Gubenur/Wakil Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2008, Studi Kasus: Kelurahan Toba, Kecamatan Siantar Selatan, Kota Pematangsiantar, Medan: 2009, hal 14

17

Ramlan Surbakti.. Memahami Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia Widiaswara Indonesia, 1982, hal 16


(31)

memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat ke arah pencapaian tujuan yang ingin dicapai. Perilaku politik juga merupakan tindakan yang dilakukan oleh suatu subjek. Subjek dapat berupa pemerintah dan dapat juga masyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah berupa pembuatan keputusan-keputusan politik dan upaya pelaksanaan keputusan politik tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat berupaya untuk dapat mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik oleh pemerintah sesuai dengan kepentingannya.

Seorang individu/kelompok masyarakat diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik, diantaranya adalah18

1. Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat atau pemimpin, :

2. Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik, mengikuti organisasi masyarakat/LSM,

3. Ikut serta dalam pesta politik,

4. Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas, 5. Berhak untuk menjadi pemimpin politik,

6. Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik yang bertujuan untuk melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh UUD dan perundangan hukum yang berlaku.

18


(32)

Perilaku politik dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, seperti ada pihak yang memerintah dan ada pihak lain yang diperintah. Tanggapan yang diberikan oleh pihak yang diperintah seperti terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ada yang setuju dan ada yang kurang setuju dan hal ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat menolak dan menerima suatu kebijakan. Keluarga sebagai suatu kelompok melakukan berbagai kegiatan, termasuk di dalamnya adalah kegiatan politik. Para anggota suatu keluarga secara bersama memberikan dukungan pada organisasi politik tertentu, memberikan iuran, ikut berkampanye menghadapi pemilu, keluarga yang bersangkutan telah berperan dalam kegiatan politik dan disamping kegiatan lain.

Perilaku politik tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, akan tetapi memiliki hubungan atau keterikatan dengan hal-hal lain. Perilaku politik yang ditunjukkan oleh individu merupakan hasil pengaruh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal yang menyangkut lingkungan alam maupun lingkungan sosial budaya. Perilaku politik berhubungan erat dengan sikap politik, walaupun keduanya memiliki kaitan yang erat, perilaku politik dan sikap politik memiliki perbedaan. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Sikap belum tentu merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan kecenderungan atau pre-disposisi. Sebab, dari sikap tertentu dapat dikatakan


(33)

tentang tindakan yang akan dilakukan berkenaan dengan objek yang dimaksud. Sikap memiliki tiga komponen yaitu kognisi, afeksi dan konasi:

1. Kognisi berkenaan dengan ide dan konsep, 2. Afeksi menyangkut kehidupan emosional dan 3. Konasi merupakan kecenderungan bertingkah laku.

Sehingga sikap politik dapat dinyatakan sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap objek tertentu, dengan menerima ataupun ketidaksetujuan terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah seperti ketidaksetujuan dan keberatan akan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) mengenai pemutasian (pemindahan)19. Sehingga di dalam kehidupan politik kita bisa melihat adanya berbagai macam gejala akan terhadap suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang sering muncul berbagai macam reaksi, misalnya ada yang menerima kebijakan tersebut, ada yang menolak, ada yang melakukan protes secara halus, ada yang melakukan unjuk rasa dan ada yang memilih untuk berdiam diri tanpa memberikan reaksi apa-apa. Ketidaksetujuan terhadap kebijakan pemerintah menaikkan pajak pendapatan, juga merupakan suatu sikap politik20

Perilaku politik aktor politik seperti perencanaan, pengambilan keputusan dan penegakan keputusan dipengaruhi oleh berbagai dimensi latar belakang yang merupakan bahan dalam pertimbangan politiknya. Warga

.

19

Mar’at. Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya, Jakarta: Gramedia Widya Sarana, 1992. Hal 131 dalam kutipan Sastroatmodjo, Sudijono. Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995, hal 4

20


(34)

negara biasa dalam berperilaku politik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan latar belakang. Ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku politik aktor politik, yaitu:21

1. Lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem budaya dan media massa.

2. Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor politik seperti keluarga, agama, sekolah dan kelompok pergaulan. Lingkungan sosial politik langsung memberikan bentuk-bentuk sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma masyarakat pada aktor politik, serta memberikan pengalaman-pengalaman hidup.

3. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Ada tiga basis atau dasar fungsional sikap dalam memahami struktur kepribadian tersebut. Pertama, didasarkan pada minat dan kebutuhan seseorang terhadap objek itu. Kedua, atas dasar penyesuaian diri, yaitu penilaian seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi keinginan untuk menjaga keharmonisan dengan objek itu. Ketiga, ialah sikap yang didasarkan pada fungsi eksternalisasi diri dan pertahanan diri. Pada basis ini penilaian seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh keinginan untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan diri dan eksternalisasi diri.

21


(35)

4. Faktor sosial politik langsung yang berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika akan melakukan suatu kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga, kehadiran seseorang, keadaan ruang, suasana kelompok dan ancaman dengan segala bentuk. Keempat faktor diatas saling mempengaruhi aktor politik dalam kegiatan dan perilaku politiknya, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, perilaku politik seseorang tidak hanya didasarkan pada pertimbangan politik saja, tetapi juga disebabkan banyak faktor yang mempengaruhinya.

1.5.2 Teori Pilkada

Wujud dari perjalanan demokrasi ditandai dengan adanya proses pemilu dan pilkada. Pasca reformasi pada tahun 1998, yang dimana otonomi daerah merupakan asal mula lahirnya Pilkada secara langsung. Otonomi daerah berasal dari bahasa latin yaitu, kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah. Oleh sebab itu defenisi dari otonomi daerah itu adalah sebagai kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom oleh pusat untuk mengatur dan mengurus sendiri urusa


(36)

masyarakat setempat menur guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan22

Pada pasca reformasi tersebut, demokrasi di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat baik dan pesat. Peningkatan partisipasi publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara disalurkan melalui pengaturan mekanisme yang semakin mencerminkan prinsip keterbukaan dan persamaan bagi segenap warga negara

.

23

. Mekanisme pilkada adalah bertujuan untuk melahirkan para pemimpin yang benar-benar menjadi impian rakyat kebanyakan, yaitu pemimpin yang kuat, jujur, bersih dan dapat memberikan pelayanan secara prima (phylosopher-king) dalam rangka menuju cita-citanya, hidup dibawah payung keadilan dan kemakmuran24

Keberhasilan pilkada di daerah menjadi titik tolak terhadap peningkatan kualitas demokrasi itu dan menjadi modal dasar yang berharga , bagi proses-proses pembangunan di segala bidang

.

25

. Pilkada dapat menjadi jaminan penguatan demokrasi yaitu dengan menguatkan kelembagaan (birokrasi, partai politik dan DPRD) secara serius. Demokrasi hanya akan

2014 pukul 15.00

23

Janedjri M. Gaffar. Politik Hukum Pemilu. Jakarta: Konstitusi Press. 2012, hal 92

24

Republika, 18 Mei 2005, dalam kutipan Hery, Susanto, dkk. Menggugat Demokrasi, Jakarta Selatan: Republika, 2005, hal 64

25


(37)

menjadi berkualitas bila publik dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan.

Pilkada langsung sebagai proses pembelajaran demokrasi di tingkat lokal harus seiring dengan bergulirnya kebijakan otonomi daerah. Sehingga pilkada langsung dan otonomi daerah harus maksimal, karena pilkada langsung adalah pintu masuk terciptanya demokrasi dengan adanya pemberdayaan semua potensi masyarakat26

Pilkada merupakan sarana manifestasi kedaulatan dan pengukuhan bahwa pemilih adalah masyarakat yang ada di daerah. Ketentuan tentang . Salah satu wujud dari demokrasi tersebut adalah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, baik gubernur dan wakil gubernur maupun bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota secara langsung oleh rakyat merupakan perwujudan pengembalian “hak-hak dasar” rakyat dalam memilih pemimpin di daerah. Dengan itu, rakyat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan pemimpin daerah secara langsung, bebas dan rahasia tanpa intervensi (otonom), seperti memilih Presiden dan Wakil Presiden dan Wakil-Wakilnya di lembaga legislative (Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)) dalam Pemilu 2004. Hal tersebut merupakan salah satu wujud dan mekanisme demokrasi di daerah adalah dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung.

26


(38)

Pilkada diatur di dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa gubernur, bupati dan walikota dipilih secara demokratis. Ketentuan tersebut ditetapkan dalam Perubahan Kedua UUD 1945. Rumusan Pilkada secara demokratis dicapai dengan maksud agar bersifat fleksibel atau lebih teratur. Pilkada memiliki tiga fungsi penting di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu:

1. Memilih kepala daerah sesuai dengan kehendak bersama masyarakat di daerah sehingga ia diharapkan dapat memahami dan mewujudkan kehendak masyarakat di daerah.

2. Melalui Pilkada diharapkan pilihan masyarakat di daerah didasarkan pada misi, visi, program serta kualitas dan integritas calon kepala daerah yang sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

3. Pilkada merupakan sarana pertanggungjawaban sekaligus sarana evaluasi dan kontrol secara politik terhadap seorang kepala daerah dan kekuatan politik yang menopang.

Melalui Pilkada, masyarakat di daerah dapat memutuskan apakah akan menghentikan atau memperpanjang mandat seorang kepala daerah apabila kepala daerah tersebut kembali mencalonkan pada Pilkada berikutnya, maka visi, misi dan program yang dimiliki dapat dilanjutkan apabila masyarakat daerah masih dapat percaya atau tidak. Oleh karena itu, Pilkada harus dapat dijalankan dan dilaksanakan secara demokratis sehingga


(39)

benar-benar dapat memenuhi peran dan fungsi tersebut. Namun, apabila hal tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, maka akan menciptakan berbagai pelanggaran-pelanggaran dan konflik yang bahkan dapat menganggu jalannya Pilkada. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam proses penyelenggaraan Pilkada tentu mempengaruhi kualitas demokrasi dan pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas calon terpilih dan penyelenggaraan pemerintahan daerah27

1. Pada tahap pendaftaran pemilih yang dimana sering data pemilih tetap tidak valid (sah). Seperti adanya warga yang memiliki hak pilih yang tidak terdaftar, adanya nama yang terdaftar sebagai pemilih tetapi pemilih yang bersangkutan tidak ada atau telah meninggal, pemilih yang terdaftar lebih dari satu dan terdapatnya pemilih yang belum cukup umur dari batas usia. Aturan batas usia tersebut diatur dalamUU No.42 Tahun 2008 Pasal 27 ayat (1) UU Pilpres dan UU No. 8 Tahun 2012 Pasal 19 ayat (1) UU Pemilu Legilatif. Pasal 27 ayat (1) UU Pilpres, berisikan tentang Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 tahun atau sudah lebih atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. Pasal 19 ayat (1) UU Pemilu Legilatif, berisikan Warga Negara Indonesia yang pada

.

Adapun bentuk pelanggaran dan kecurangan yang pada umumnya terjadi pada setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada, yaitu:

27


(40)

hari pemungutan suara telah genap berumur 17 tahun atau sudah lebih atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. Pelanggaran seperti ini, dapat mempengaruhi hasil dan juga merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak konstitusi warga negara untuk memilih28 2. Pada tahap awal juga terjadi pelanggaran dalam tahap verifikasi

pasangan calon yang menentukan pasangan yang akan lolos menjadi pasangan calon peserta Pilkada. Pelanggaran jenis ini adalah memanipulasi data persyaratan bakal calon, baik berupa syarat administratif maupun syarat dukungan termasuk meloloskan pasangan bakal calon tertentu yang sesungguhnya tidak memenuhi syarat atau sebaliknya tidak meloloskan pasangan calon tertentu yang sesungguhnya telah memenuhi semua persyarat.

.

3. Adanya politik uang, merupakan sebuah bentuk pelanggaran yang paling banyak didalilkan atau dirumuskan dan menjadi materi pemeriksaan persidangan di MK. Pelanggaran ini terjadi bahkan sebelum pendaftaran pasangan bakal calon kepala daerah dan terutama sering terjadi pada masa-masa kampanye, dengan tujuan untuk membentuk persepsi masyarakat bahwa keberhasilan program itu adalah atas jasa orang tertentu yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah.


(41)

4. Pelanggaran berupa pengerahan atau mobilisasi organisasi pemerintahan untuk memenangkan pasangan calon tertentu. Mobilisasi dalam hal ini dapat terjadi terhadap pegawai pemerintahan, baik mulai dari tingkat atas hingga tingkat bawah di kelurahan atau desa, maupun mobilisasi sarana dan prasarana untuk kepentingan pemenangan pasangan calon tertentu. Pelanggaran seperti ini hanya dapat dilakukan oleh pasangan calon yang memiliki kekuasaan atau akses terhadap organisasi pemerintahan di daerah.

5. Pelanggaran berupa ancaman atau intimidasi untuk memaksa warga masyarakat memilih pasangan calon tertentu dan hal ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk yang dilakukan oleh banyak pihak. Intimidasi dapat dilakukan oleh aparat pemerintahan daerah dalam bentuk ancaman tidak akan mendapatkan layanan pemerintahan. Intimidasi juga dapat dilakukan oleh kelompok tertentu berupa ancaman kekerasan.

6. Pelanggaran berupa pemberian hak suara oleh orang yang tidak berhak, baik di tempat pemungutan suara. Hal tersebut sudah jarang ditemui dan dilakukan sebab ketatnya pengawasan baik itu dari pengawas, antar pasangan calon, maupun oleh masyarakat. Akan tetapi, hal demikian juga masih dapat ditemui pada daerah-daerah tertentu meskipun dengan mudah dapat diketahui.


(42)

7. Pelanggaran berupa manipulasi penghitungan hasil perolehan suara. Penghitungan suara secara bertingkat memungkinkan terjadinya manipulasi dengan mengurangi atau menambah perolehan suara calon tertentu. Model pelanggaran ini dapat dikatakan sebagai model klasik yang saat ini sudah jarang terjadi karena tuntutan keterbukaan dan saling kontrol antar pasangan calon.

Pelangaran-pelanggaran Pilkada tersebut sangat jelas telah merusak tatanan demokrasi dan merusak kualitas demokrasi di daerah. Akibatnya, kepala daerah yang terpilih bukan dari kehendak rakyat, akan tetapi menimbulkan pemimpin yang haus akan kekuasaaan dan dengan sewenang-wenang menyalahgunakan kekuasaan. Hal tersebut sangat berdampak kepada penyelenggaraan pemerintahan daerah dan orientasi pemerintahan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, bukan untuk rakyat di daerah akan tetapi untuk kekuasaan belaka. Hal ini tidak dapat dibiarkan dengan demikian, perlunya mengambil tindakan untuk memperbaikinya, baik dari sisi electoral system maupun electoral process. Penataan kelembagaan penyelenggara serta peningkatan kesadaran peserta Pilkada dan warga negara tidak terjebak pada permainan dan pragmatisme kekuasaan yang merugikan bangsa29

29

Janedjri M. Gaffar, Op. Cit, hal 88-91


(43)

1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif lebih didasarkan filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan. Oleh sebab itu penelitian ini, peneliti ingin melihat dan menganalisis fenomena ataupun hal-hal yang terjadi pada perilaku politik Ermalina Purba sebagai guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam pemilihan Bupati Dairi 2013 dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan dan menganalisisnya dengan peraturan PNS berdasarkan kepada Badan Kepegawaian Daerah di Kabupaten Dairi. Analisis kasus menggunakan teori-teori, data-data dan Undang-Undang sebagai kerangka acuan untuk menjelaskan hasil penelitian dan menjawab persoalan penelitian. Penelitian kualitatif dilakukan dengan tujuan atau dalam situasi yang wajar dan data yang dikumpulkan bersifat kualitatif.

1.6.2 Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Dairi, di Ki Hajar Dewantara Nomor 1 di samping kantor SMP Negeri 2 Sidikalang dan disamping kantor Kesejahteraan Sosial Sidikalang, Kabupaten Dairi, di SMA Negeri 1 Sidikalang dan di rumah


(44)

Ermalina Purba di Jalan F.L Tobing, Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini dengan menggunakan data primer dan sekunder.

1. Data Primer

Pada penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara. Wawancara yang dilakukan pada responden maupun narasumber kepada pihak terkait yaitu Ermalina Purba sebagai guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Dairi, Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Dairi dan Kepala Sekolah SMAN 1 Sidikalang.

2. Data Sekunder

Pada penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan penelaan berbagai data atau sumber berupa literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, jurnal, artikel, peraturan, Undang-Undang, media online dan bahan-bahan lainnya yang relevan dalam penelitian ini.


(45)

1.6.4 Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif dengan menggunakan tipologi, yaitu dengan mengumpulkan data dan kemudian data yang telah dikumpulkan dianalisis dan dikelompokkan, sehingga dari semua informasi ataupun data telah terkumpul secara lengkap, maka dibuatlah suatu kesimpulan dari jawaban permasalahan dalam penelitian ini.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas ataupun penjabaran mengenai rencana penelitian, untuk mempermudah di dalam penulisan karya ilmiah. Oleh sebab itu, penulis membagi penulisan ke dalam 4 (empat) bab, yaitu:

BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2 : DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN

Pada bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai profil dari Kabupaten Dairi, Kecamatan Sidikalang, Kelurahan Batang Beruh yang terdiri dari Sejarah singkat Kelurahan Batang Beruh, Sarana dan Prasarana, Struktur Organisasi dalam Kelurahan Batang


(46)

Beruhdan profil dari Ermalina Purba sebagai guru PNS di dalam pemilihan Bupati Dairi.

BAB 3 : PERILAKU POLITIK GURU PNS DI DALAM PEMILIHAN BUPATI DAIRI 2013

Pada bab ini, akan membahas secara garis besar permasalahan dari hasil penelitian yang diperoleh tentang perilaku politik Ermalina Purba sebagai guru PNS yang menerima Surat Keputusan mutasi oleh BKD Kabupaten Dairi terkait asumsi pemberian dukungan terhadap salah satu calon/kandidat bupati dalam pemilihan Bupati Dairi 2013 dan hal-hal apa yang menyebabkan Ermalina Purba dimutasi dengan berdasarkandata dari lapangan dengan berlandaskan kepada teori-teori, perundang-undangan dan menyajikan pembahasan dan analisis dari data serta fakta yang ada. BAB 4 : PENUTUP

Bab terakhir ini, akan memuat kesimpulan dan saran dari keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis.


(47)

BAB 2

DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN

2.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 2.1.1 Kabupaten Dairi

Berdasarkan kepada pengamatan yang dikutip dari berbagai dokumen resmi serta penjelasan dari pemuka masyarakat di daerah Kabupaten Dairi, pemerintahan di daerah ini telah ada sebelum tiba penjajahan Belanda di Dairi yaitu sekitar tahun 1852 s/d 1942. Kabupaten Dairi (Tanoh Pakpak) adalah sebuah Kabupaten Dairi berdasarkan dari pengamatan yang dikutip dari berbagai dokumen resmi serta penjelasan dari pemuka masyarakat di daerah Kabupaten Dairi, pemerintahan di daerah ini telah ada sebelum tiba penjajahan Belanda di Dairi yaitu sekitar tahun 1852-1942. Kabupaten Dairi terletak disebelah barat daya Provinsi Sumatera Utara dan merupakan pintu keluar-masuk dari/ke Provinsi Aceh dari sebelah Barat. Secara geografis Kabupaten Dairi berada pada koordinat 98 00’ – 98 30’ BT dan 2 15’ 00’’ 3 00’ 00’’ LU, berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh

Sebelah Selatan : Kabupaten Pakpak Bharat Sebelah Timur : Kabupaten Samosir Sebelah Barat : Provinsi Aceh


(48)

Kabupaten Dairi berada di Dataran Tinggi Bukit Barisan dengan ketinggian sekitar 400-1700 meter diatas permukaan laut (dpl) atau sekitar 200 meter diatas permukaan DanauToba, dengan karakter topografi yang spesifik dan bervariasi, memiliki curah (ceruk) yang cukup dalam dimana pada musim hujan berfungsi sebagai saluran drainase alami. Secara ekologis Kabupaten Dairi merupakan penyangga ekosistem Danau Toba melalui belasan sungai-sungainya. Letak Kabupaten Dairi yang strategis dengan jarak sekitar 153 km dari kota Medan dengan waktu tempuh sekitar empat jam membuat aksessibilitas keluar/masuk Kabupaten Dairi relatif tinggi baik dari/ke Kota Medan sebagai Primary City

Provinsi Sumatera Utara maupun Secondary City lainnya, bahkan lintas Provinsi Aceh. Luas wilayah Kabupaten Dairi 192.780 Ha atau sekitar 2,69 % dari luas provinsi Sumatera Utara dengan Ibukota Kabupaten adalah Sidikalang.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan keleluasaan penggunaan potensi kepada daerah yang bersangkutan dan mengarahkan pada sistem pembangunan yang berakar dari daerah (bottom up).

2.1.1.1 Kependudukan

Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 sebesar 12.834.371 jiwa tersebar di 28 Kabupaten/kota. Dari jumlah penduduk tersebut, sebesar 268.780 jiwa atau sekitar 2.09 % berada di Kabupaten Dairi. Selama periode 22 tahun, terhitung tahun 1985-2007, jumlah penduduk Kabupaten Dairi mengalami peningkatan sebesar 7158 jiwa. Penduduk terbanyak di Kabupaten


(49)

Dairi berada di Kecamatan Sidikalang yaitu sebesar 44.202 jiwa atau sekitar 16,45 % dari penduduk keseluruhan Kabupaten Dairi. Kepadatan penduduk Kabupaten Dairi sekitar 1 jiwa/Ha, tertinggi berada di Kecamatan Sidikalang sedangkan kepadatan terendah berada di Kecamatan Silahisabungan dan Kecamatan Tanah Pinem.

Kecenderungan pertumbuhan rata-rata penduduk Kabupaten Dairi selama periode tahun 1990-2007 relatif stabil, yaitu sekitar 1.04 % hanya saja pada tahun 2003 terjadi penurunan drastis sehubungan dengan pemekaran Kabupaten Dairi dengan Kabupaten Pakpak Bharat. Penduduk Kabupaten Dairi pada akhir Juni 2012 berjumlah 273.394 jiwa dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 99,69 %. Dari jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dapat dihitung Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP). Pada pengambilan tahun dasar perhitungan laju pertumbuhan penduduk (LPP) adalah tahun 2010 dimana pada tahun tersebut dilakukan sensus penduduk. LPP Kabupaten Dairi tahun 2012 sebesar 0,59 %.

Jumlah penduduk menurut kelompok umur secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok yaitu Kelompok Umur 0-14 tahun sebesar 107,406 jiwa atau sekitar 40 %; Kelompok Umur 15-64 tahun sebesar 150,387 jiwa atau sekitar 56 %; Kelompok Umur 65 tahun keatas sebesar 10,987 jiwa atau sekitar 4 %. Berdasarkan rata-rata tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat ketergantungan hidup usia non-produktif terhadap usia produktif di Kabupaten Dairi masih dalam kategori relatif rendah dimana total persentase usia produktif sebesar 56% sedangkan persentase usia non-produktif sekitar 44 %.


(50)

Kabupaten Dairi pada tahun 2007 mengadakan pemekaran terhadap desa/kelurahan. Pemekaran desa/kelurahan dan kecamatan yang pada prinsipnya bertujuan untuk mempercepat laju pembangunan sehingga beberapa desa/kelurahan di mekarkan. Jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Dairi tahun 2012 sebanyak 169 desa dengan luas wilayah 1.927,80 Km². Bila ditinjau dari sudut kelompok umur, penduduk Kabupaten Dairi tergolong dalam penduduk muda, hal ini disebabkan oleh penduduk usia 0-14 tahun masih sebanyak 36,98 % dimana 19,01 % laki-laki dan 17,97 % perempuan. Persentase penduduk usia muda tesebut merupakan beban yang sangat berarti bagi penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang berjumlah 159.580 jiwa (58,37 %).

2.1.1.2 Pendidikan

Salah satu sumber daya pembangunan adalah manusia, untuk dapat membentuk SDM yang handal diperlukan adanya peningkatan mutu pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam mendukung proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan disegala aspek bidang kehidupan masyarakat. Upaya peningkatan kecerdasan dan keterampilan penduduk melalui proses pendidikan sangat bergantung pada sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia yaitu gedung sekolah dan kualitas guru/tenaga pengajar. Informasi berikut akan menyajikan pendidikan di Kabupaten Dairi mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai tingkat menengah atas.


(51)

Tabel 2.1.1

Jumlah Sekolah, Jumlah Murid dan Jumlah Guru Jenjang

Pendidikan

Jumlah Siswa (Jiwa)

Jumlah Sekolah (Unit)

Jumlah Guru (Jiwa)

SD 45.965 269 2.710

SMP 19.437 62 1.283

SMA 15.586 38 999

Sumber:Dairi dalam Angka 2013

Pada jenjang pendidikan di Kabupaten Dairi, jenjang pendidikan SD adalah rasio tertinggi baik di dalam hal jumlah siswa, jumlah unit sekolah dan jumlah guru. Sedangkan pada jenjang pendidikan SMA merupakan rasio pendidikan di Kabupaten Dairi yang terendah. Hal ini menunjukkan bahwa presentasi jenjang pendidikan di Kabupaten Dairi mengalami penurunan pada setiap jenjang pendidikannya dan menunjukkan bahwa minat untuk mengenyam pendidikan di Kabupaten Dairi rendah30

30

Dairi Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi.


(52)

Gambar 2.1 Peta Kabupaten Dairi

Sumber:

2.1.2 Kecamatan Sidikalang

Kecamatan Sidikalang terbentuk sejak 1 Oktober 1947 dan terdiri dari 11 desa/kelurahan, 41 lingkungan dan 34 dusun dengan luas kecamatan 70,67 km² atau 4,20% dari total luas kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang memanjang dari arah Utara ke Tenggara yang sebagian besar arealnya terdiri dari pegunungan yang bergelombang dan hanya sebagian kecil yang datar/rata.

Luas kemiringan lahan Kecamatan Sidikalang adalah kemiringan 0-25. Ketinggian Kecamatan Sidikalang berkisar 700-1.100 m di atas permukaan laut dan ketinggian ibukota Kecamatan Sidikalang yang sekaligus ibukota Kabupaten


(53)

Dairi adalah 1.066 m diatas permukaan laut. Wilayah Kecamatan Sidikalang diapit empat kecamatan dengan perbatasan sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kecamatan Siempat Nempu Sebelah Timur : Kecamatan Sitinjjo

Sebelah Selatan : Pakpak Bharat Sebelah Barat : Kecamatan Berampu

Kantor Kecamatan Dairi yang beralamat di Jalan Merdeka Nomor 2 (dua) Sidikalang Kabupaten Dairi, memiliki visi dan misi, yaitu

1. Visi (Dinas); “Masyarakat Kecamatan Sidikalang yang partisipatif untuk mewujudkan Kecamatan Sidikalang yang bersih, indah, aman, dan tertib dengan dukungan aparatur dalam memberikan pelayanan prima.”

2. Misi (Dinas);

a. Menjadikan Kecamatan Sidikalang menjadi Kecamatan percontohan,

b. Meningkatkan SDM Aparatur Kecamatan, Kelurahan dan Desa, c. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan dan

kewajibannya,

d. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelayanan pemerintahan.

Kantor Kecamatan Sidikalang dalam menjalankan tugas, pokok dan fungsinya di dalam menjalankan roda pemerintahan memiliki beberapa tugas


(54)

pokok kedinasan, yaitu melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatandi wilayah kecamatan serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya yang dilimpahkan olehBupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah di kecamatan, diantaranya adalah

1. Menetapkan program , rencana kegiatan dan anggaran Kecamatan; 2. Mengkordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas Sekretaris dan

Kepala Seksi;

3. Mengkordinasikan dan mengarahkan seluruh staf agar dapat melaksanakan tugas denganbaik;

4. Mengkoordinasikan peneyelengaraan kegiatan pemerintahan di Tingkat Kecamatan;

5. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;

6. Mengkoordinasikan upaya penyelengaraan ketentraman dan ketertiban umum;

7. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang – undangan;

8. Mengkoordinasikan pemeliharan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;

9. Melaksanakan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan / atau kelurahan;


(55)

10. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya atau yangbelum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan;

11. Mengkoordinasikan penyusunan laporan penyelengaraan tugas – tugas di Kecamatan;

12. Memberikan petunjik kepada bawahan baik secara lisan maupun tertulis;

13. Menetapkan dan menerbitkan DP-3 untuk kelancaran dan disiplin kerja pegawai bawahan;

14. Mengkoordinasikan tugas pembinaan dengan instansi terkait di Kecamatan;

15. Melaporkan seluruh pelaksanaan tugas kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah;

16. Melaksanakan tugas – tugas lain yang diberikan oleh atasan, sesuai dengan tugas danfungsinya.

Pada tingkat perkembangan desa menurut klasifikasi desa terdapat 11 Desa Swasembada, yaitu 11 Desa/Kelurahan semua sudah dapat dilalui kendaraan bermotor roda empat31.

31


(56)

Tabel 2.1.2

Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Jumlah Dusun Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2012

No Desa/Kelurahan Luas (Km²) Jumlah Penduduk Jumlah Dusun

1 Sidiangkat 16,00 4,473 -

2 Batang Beruh 6,48 10,615 -

3 Bintang Hulu 6,50 2,000 -

4 Kalang Simbara 5,25 3,371 7

5 Bintang 8,75 1,982 5

6 Kalang 6,00 3,065 6

7 Kota Sidikalang 4,00 10,461 -

8 Belang Malum 4,39 2,184 5

9 Kuta Gambir 2,60 2,885 -

10 Huta Rakyat 4,45 6,337 6

11 Bintang Marsada 6,25 2,056 5

Sumber:Koordinator Statistik Kecamatan Sidikalang dalam kutipan Kecamatan Sidikalang dalam Angka


(57)

Struktur Organisasi Pemerintahan Kecamatan Sidikalang

2.1.4 Kelurahan Batang Beruh

Kelurahan adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia dibawah kecamatan. Di dalam konteks otonomi daerah di Indonesia, kelurahan merupakan wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten atau kota. Kelurahan dipimpin oleh seorang Lurah yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Kelurahan merupakan unit pemerintahan terkecil setingkat dengan desa. Berbeda dengan desa, kelurahan memiliki hak mengatur wilayahnya lebih terbatas. Dalam pekembangannya sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan.

Berdasarkan Permendagri 31/2006 tentang pembentukan, penghapusan kelurahan dan Permendagri 28/2006 tentang perubahan status desa menjadi kelurahan, maka syarat-syarat pembentukan suatu kelurahan adalah:


(58)

1. Wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 4.500 jiwa atau 900 KK, dengan luas paling sedikit 3 km²,

2. Wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 2.000 jjiwa atau 400 KK, dengan luas paling sedikit 5 km², dan

3. Wilayah Kalimantan, NTB, NTT Maluku, Papua paling sedikit 900 jiwa atau 180 KK, dengan luas paling sedikit 7 km².

Adanya fasilitas yang dimiliki seperti kantor pemerintahan, memiliki jaringan perhubungan yang lancar, sarana komunikasi yang memadai, dan fasilitas umum yang memadai. Namun, apabila di kelurahan tersebut tidak memenuhi kondisi diatas dapat dihapuskan atau digabungkan dengan kelurahan yang lain, berdasarkan hasil penelitian dan pengkajian yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan pemekaran kelurahan dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit lima tahun penyelenggaraan pemerintahan di kelurahan tersebut32

Kelurahan Batang Beruh dahulu adalah suatu desa namun sering bertambahnya jumlah penduduk di Batang Beruh dan diangkatnya status desa menjadi kelurahan oleh Presiden Soeharto pada 1 Januari 1981, desa berubah menjadi kelurahan. Kelurahan Batang Beruh termasuk kedalam 11 desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Sidikalang yang terletak di dalam Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Kelurahan Batang Beruh merupakan kelurahan yang memiliki

.


(1)

yang merupakan pilihan dari kerabatnya. Hal dibuktikan dari hasil wawancara dengan narasumber bahwa dia telah memberikan suaranya kepada calon/kandidat yang lain berdasarkan rasionalitasnya bukan dipengaruhi oleh pilihan dari adanya hubungan kekarabatan

Sehingga, hal tersebut dapat menjadi pelajaran bagi PNS ataupun guru PNS untuk bersikap dalam Pilkada, agar lebih berhati-hati dan tidak terkesan mendukung atau memberikan dukungan kepada salah seorang calon kepala daerah. Mengingat negara Indonesia ini merupakan negera hukum dan memiliki peraturan yang mengikat, apapun hal yang bersifat melanggar hukum dan disertai dengan bukti yang akurat akan ditindak sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

4.4 Implikasi Teori

Penerapan atau penggunaan teori perilaku politik di dalam penelitian ini terhadap studi kasus mengenai pemutasian Ermalina Purba dengan menerima SK mutasi dapat menjawab dan menggambarkan permasalahan terhadap kasus pemutasian Ermalina Purba yang sesuai dengan fakta. Dimana Ermalina Purba yang menerima kebijakan atau keputusan pemerintah terhadap dikeluarkannya SK mutasi oleh BKD Dairi dan atas perintah dari kepala kepegawaian yaitu bupati Dairi dan Ermalina Purba melaksanakan pemutasian dari SK mutasi yang telah ditetapkan tersebut. Meskipun pemutasian yang dialamiErmalina Purba terkesan mengandung unsur politisasi. Pengimplikasian terhadap teori perilaku politik juga


(2)

memperlihatkan perilaku lainnya selain disamping perilaku politik seperti perilaku ekonomi, yang didalam perilaku tersebut menjadi bahan dasar pertimbangan karena jarak tempuh yang begitu jauh yang harus dilalui dan mahalnya biaya transportasi serta biaya hidup bila Ermalina Purba berdomisili di daerah Silalahi. Perilaku budaya dalam menyekolahkan ke empat anaknya yang masih menjadi tanggunganErmalina Purba. Asumsi mengenai pemberian dukungan Ermalina Purba terhadap salah satu calon/kandidat bupati Dairi nomor urut 4 (empat), teori mengenai perilaku politik tidak sesuai dengan fakta yang ada, karena Ermalina Purba sama sekali tidak memberikan dukungan calon/kandidat bupati Dairi tersebut seperti yang dikabarkan oleh masyarakat di kelurahan Batang Beruh, karena suami dari Ermalina Purba tersebut yang merupakan TS dari calon/kandidat bupati Dairi tersebut. akan tetapi penentuan sikap dari Ermalina Purba tersebut dalam melaksanakan SK mutasi dan memberikan suara dalam Pilkada termasuk suatu tindakan politik dan merupakan perilaku politik.

Pengimplementasian terhadap teori Pilkada yaitu dengan pelaksanaan Pilkada Dairi dapat menjawab permasalahan yang sesuai dengan fakta yang ada, termasuk pelaksanaan Pilkada Dairi sebagai wujud dari demokrasi di Indonesia dan melihat bagaimana gambaran pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Dairi oleh masyarakat Dairi yang memberikan suaranya dalam pesta demokrasi untuk memilih kepala daerah atau bupati termasuk pada PNS dan Ermalina Purba selaku guru PNS yang turut serta memberikan suaranya di dalam Pilkada Dairi. Serta menjawab permasalahan ataupun pelanggaran di dalam Pilkada Dairi yang


(3)

permasalahannya hampir sama pada setiap momen Pilkada dan pelanggaran pada pelaksanaan pemutasian pada enam bulan menjelang Pilkada yang tidak diperbolehkan seperti yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 28 huruf a dan UU tersebut juga ditegaskan oleh Mendagri Gamawan Fauzi dalam Jakarta (Lampost.co). Sehingga teori Pilkada di dalam penelitian ini sesuai dengan fakta yang terjadi dalam Pilkada di Kabupaten Dairi.

Adapun yang dapat menjadi saran adalah perlunya payung hukum yang diberikan kepada PNS di Kabupaten Dairi terkhususnya kepada pejabat fungsional, yang bukan hanya melindungi pejabat struktural saja, dimana pejabat fungsional inilah yang sering menimpa pejabat fungsional dan menjadi sasaran pemutasian menjelang Pilkada serta menjadi ketakutan dan keresahan para guru PNS dan apabila hal tersebut terjadi secara berulang maka dapat merusak karir PNS yang bersangkutan. Penerapan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 28 huruf a, harus dipertegas dan dikaji ulang, agar pengimplementasian Undang-Undang tersebut dapat berjalan dengan baik dan hasilnya dapat maksimal dan dalam mengatasi masalah pemutasian menjelang Pilkada.

Oleh sebab itu pemerintah harus dapat bertindak tegas apabila ada kepala daerah yang tidak mengikuti peraturan yang ditetapkan pemerintah sehingga tidak hanya berfungsi sebagai pembuat kebijakan atau peraturan saja, akan tetapi dapat menjadi pelindung bagi masyarakat dan terkhusus bagi pejabat fungsional. Sebab kebijakan tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya campur tangan dari


(4)

pemerintah dan dalam menyelesaikan masalah mutasi dan diharapkan adanya partisipasi dari semua masyarakat untuk bersama-sama mengawasi. Sebab pemerintah berfungsi untuk membuat kebijakan dan mengayomi masyarakat, namun pemerintah tidak dapat melakukannya tanpa adanya partisipasi dan bantuan dari segenap lapisan masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Gaffar M. Janedjri. Politik Hukum Pemilu. Jakarta: Konstitusi Press. 2012

Kansil C. S. T, Christine, Kansil. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2008

Prihatmoko, Joko. Pemilhan Kepala Daerah Langsung “Filosofi, Sistem dan Problema Penerapan Di Indonesia”, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2005

Prihatmoko, Joko. Mendemokratiskan Pemilu dari Sistem sampai Elemen Teknis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008

Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Ketentuan Pelaksanaan, Bandung: Fokus Media, 2011

Sastroatmodjo, Sudijono. Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995 Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia Widiaswara

Indonesia, 1982

Susanto, Hery, dkk. Menggugat Demokrasi, Jakarta Selatan: Republika, 2005 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, 2008, Guru dan

Dosen, Indonesia Legal center Publising

Undang-Undang No. 10 Tahun 2001 Bab 1 Pasal 1 Ayat (1), tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


(6)

Skripsi:

Nainggolan C. Rolas, Skripi: Perilaku Pemilih Etnis Batak Toba pada Pemilihan Umum Gubenur/Wakil Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2008, Studi Kasus: Kelurahan Toba, Kecamatan Siantar Selatan, Kota Pematangsiantar, Medan: 2009

Web:

hhtp://id.m.wikipedia.org/wiki/Politik

Koran:

Dairi Pers, Nomor 290 Tahun VII Tanggal 21-27 Juli 2013. Pelangaran Pilkada Semakin Menjadi, Waspadai Kecurangan Gaya Orde Baru.

Dairi Pers, Nomor 391 Tahun VII Tanggal 03-09 November 2013. Gugatan MK Bertabur Video Kampanye PNS.


Dokumen yang terkait

Partisipasi Politik Dan Pemilihan Umum (Suatu Studi tentang Perilaku Politik Masyarakat di Kelurahan Dataran Tinggi Kecamatan Binjai Timur Pada Pemilihan Presiden tahun 2009)

1 46 105

Preferensi Politik (Studi Tentang Perilaku Pemilih di Lingkungan IV Kelurahan Perkebunan Sipare-Pare pada Pemilihan Kepala Daerah (Bupati) Tahun 2008)

3 43 89

Perbedaan Kepedulian Orang Tua Pada Kegiatan Belajar Anak Sekolah Dasar Di Desa Dan Di Kota (Studi Komparasi di Kelurahan Batang Beruh dan Kota Sidikalang,Kabupaten Dairi)

2 54 160

Politik Transaksional Antara Calon Bupati Dengan Masyarakat Pemilih Di Kecamatan Kotabumi Selatan Pada Pemilihan Bupati Lampung Utara Tahun 2013

2 23 99

AGAMA SEBAGAI MEDIA KONTESTASI POLITIK : STUDI KAMPANYE POLITIK SAMBARI-QOSIM DALAM PEMILIHAN BUPATI GRESIK TAHUN 2015 DALAM TINJAUAN INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER DI DESA LOWAYU KECAMATAN DUKUN KABUPATEN GRESIK.

0 2 105

PARTISIPASI POLITIK PADA PENDUDUK SIRKULER DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH TAHUN 2013 (Studi di Kelurahan Bulukerto Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri)

0 0 13

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN 2.1 Deskripsi Lokasi Penelitian - Perilaku Politik Guru (Studi Kasus: Perilaku Politik Ermalina Purba Sebagai Guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam Pemilihan Bupati Dairi Tahun 2013)

0 0 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Perilaku Politik Guru (Studi Kasus: Perilaku Politik Ermalina Purba Sebagai Guru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam Pemilihan Bupati Dairi Tahun 2013)

0 0 29

PERILAKU POLITIK GURU (Studi Kasus : Perilaku Politik Ermalina Purba SebagaiGuru PNS di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang dalam Pemilihan Bupati Dairi Tahun 2013) SKRIPSI JUWITA THEODORA

0 0 13

PERILAKU POLITIK MASYARAKAT: Kajian perilaku Politik pada kasus pemilihan Bupati Sampang Tahun 2000-2005 Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 102