4. Faktor sosial politik langsung yang berupa situasi, yaitu keadaan yang
mempengaruhi aktor secara langsung ketika akan melakukan suatu kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga, kehadiran seseorang,
keadaan ruang, suasana kelompok dan ancaman dengan segala bentuk. Keempat faktor diatas saling mempengaruhi aktor politik dalam
kegiatan dan perilaku politiknya, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, perilaku politik seseorang tidak hanya didasarkan pada
pertimbangan politik saja, tetapi juga disebabkan banyak faktor yang mempengaruhinya.
1.5.2 Teori Pilkada
Wujud dari perjalanan demokrasi ditandai dengan adanya proses pemilu dan pilkada. Pasca reformasi pada tahun 1998, yang dimana otonomi
daerah merupakan asal mula lahirnya Pilkada secara langsung. Otonomi daerah berasal dari bahasa latin yaitu, kata autos dan namos. Autos berarti
sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan
untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah. Oleh sebab itu defenisi dari otonomi daerah itu adalah sebagai kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom oleh pusat untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
22
Pada pasca reformasi tersebut, demokrasi di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat baik dan pesat. Peningkatan partisipasi publik
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara disalurkan melalui pengaturan mekanisme yang semakin mencerminkan prinsip keterbukaan dan
persamaan bagi segenap warga negara .
23
. Mekanisme pilkada adalah bertujuan untuk melahirkan para pemimpin yang benar-benar menjadi
impian rakyat kebanyakan, yaitu pemimpin yang kuat, jujur, bersih dan dapat memberikan pelayanan secara prima phylosopher-king dalam rangka
menuju cita-citanya, hidup dibawah payung keadilan dan kemakmuran
24
Keberhasilan pilkada di daerah menjadi titik tolak terhadap peningkatan kualitas demokrasi itu dan menjadi modal dasar yang berharga ,
bagi proses-proses pembangunan di segala bidang .
25
22
. Pilkada dapat menjadi jaminan penguatan demokrasi yaitu dengan menguatkan kelembagaan
birokrasi, partai politik dan DPRD secara serius. Demokrasi hanya akan
http:otonomidaerah.compengertian-otonomi-daerah.html, diakses pada hari Sabtu 08 Februari 2014 pukul 15.00
23
Janedjri M. Gaffar. Politik Hukum Pemilu. Jakarta: Konstitusi Press. 2012, hal 92
24
Republika, 18 Mei 2005, dalam kutipan Hery, Susanto, dkk. Menggugat Demokrasi, Jakarta Selatan: Republika, 2005, hal 64
25
Hery, Susanto, dkk. Menggugat Demokrasi, Jakarta Selatan: Republika, 2005, hal 64
Universitas Sumatera Utara
menjadi berkualitas bila publik dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan.
Pilkada langsung sebagai proses pembelajaran demokrasi di tingkat lokal harus seiring dengan bergulirnya kebijakan otonomi daerah. Sehingga
pilkada langsung dan otonomi daerah harus maksimal, karena pilkada langsung adalah pintu masuk terciptanya demokrasi dengan adanya
pemberdayaan semua potensi masyarakat
26
Pilkada merupakan sarana manifestasi kedaulatan dan pengukuhan bahwa pemilih adalah masyarakat yang ada di daerah. Ketentuan tentang
. Salah satu wujud dari demokrasi tersebut adalah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah,
baik gubernur dan wakil gubernur maupun bupatiwakil bupati dan walikotawakil walikota secara langsung oleh rakyat merupakan perwujudan
pengembalian “hak-hak dasar” rakyat dalam memilih pemimpin di daerah. Dengan itu, rakyat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan
pemimpin daerah secara langsung, bebas dan rahasia tanpa intervensi otonom, seperti memilih Presiden dan Wakil Presiden dan Wakil-
Wakilnya di lembaga legislative Dewan Perwakilan Rakyat DPR, Dewan Perwakilan Daerah DPD, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DPRD dalam Pemilu 2004. Hal tersebut merupakan salah satu wujud dan mekanisme demokrasi di daerah adalah dengan pelaksanaan pemilihan
kepala daerah Pilkada secara langsung.
26
Ibid, hal 65
Universitas Sumatera Utara
Pilkada diatur di dalam Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945 yang menyatakan bahwa gubernur, bupati dan walikota dipilih secara demokratis. Ketentuan
tersebut ditetapkan dalam Perubahan Kedua UUD 1945. Rumusan Pilkada secara demokratis dicapai dengan maksud agar bersifat fleksibel atau lebih
teratur. Pilkada memiliki tiga fungsi penting di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu:
1. Memilih kepala daerah sesuai dengan kehendak bersama masyarakat
di daerah sehingga ia diharapkan dapat memahami dan mewujudkan kehendak masyarakat di daerah.
2. Melalui Pilkada diharapkan pilihan masyarakat di daerah didasarkan
pada misi, visi, program serta kualitas dan integritas calon kepala daerah yang sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan di daerah. 3.
Pilkada merupakan sarana pertanggungjawaban sekaligus sarana evaluasi dan kontrol secara politik terhadap seorang kepala daerah dan
kekuatan politik yang menopang. Melalui Pilkada, masyarakat di daerah dapat memutuskan apakah
akan menghentikan atau memperpanjang mandat seorang kepala daerah apabila kepala daerah tersebut kembali mencalonkan pada Pilkada
berikutnya, maka visi, misi dan program yang dimiliki dapat dilanjutkan apabila masyarakat daerah masih dapat percaya atau tidak. Oleh karena itu,
Pilkada harus dapat dijalankan dan dilaksanakan secara demokratis sehingga
Universitas Sumatera Utara
benar-benar dapat memenuhi peran dan fungsi tersebut. Namun, apabila hal tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, maka akan menciptakan berbagai
pelanggaran-pelanggaran dan konflik yang bahkan dapat menganggu jalannya Pilkada. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam proses
penyelenggaraan Pilkada tentu mempengaruhi kualitas demokrasi dan pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas calon terpilih dan penyelenggaraan
pemerintahan daerah
27
1. Pada tahap pendaftaran pemilih yang dimana sering data pemilih tetap
tidak valid sah. Seperti adanya warga yang memiliki hak pilih yang tidak terdaftar, adanya nama yang terdaftar sebagai pemilih tetapi
pemilih yang bersangkutan tidak ada atau telah meninggal, pemilih yang terdaftar lebih dari satu dan terdapatnya pemilih yang belum
cukup umur dari batas usia. Aturan batas usia tersebut diatur dalamUU No.42 Tahun 2008 Pasal 27 ayat 1 UU Pilpres dan UU
No. 8 Tahun 2012 Pasal 19 ayat 1 UU Pemilu Legilatif. Pasal 27 ayat 1 UU Pilpres, berisikan tentang Warga Negara Indonesia yang
pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 tahun atau sudah lebih atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. Pasal 19 ayat
1 UU Pemilu Legilatif, berisikan Warga Negara Indonesia yang pada .
Adapun bentuk pelanggaran dan kecurangan yang pada umumnya terjadi pada setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada, yaitu:
27
Ibid, hal 85 dan 87
Universitas Sumatera Utara
hari pemungutan suara telah genap berumur 17 tahun atau sudah lebih atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. Pelanggaran
seperti ini, dapat mempengaruhi hasil dan juga merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak konstitusi warga negara untuk memilih
28
2. Pada tahap awal juga terjadi pelanggaran dalam tahap verifikasi
pasangan calon yang menentukan pasangan yang akan lolos menjadi pasangan calon peserta Pilkada. Pelanggaran jenis ini adalah
memanipulasi data persyaratan bakal calon, baik berupa syarat administratif maupun syarat dukungan termasuk meloloskan pasangan
bakal calon tertentu yang sesungguhnya tidak memenuhi syarat atau sebaliknya tidak meloloskan pasangan calon tertentu yang
sesungguhnya telah memenuhi semua persyarat. .
3. Adanya politik uang, merupakan sebuah bentuk pelanggaran yang
paling banyak didalilkan atau dirumuskan dan menjadi materi pemeriksaan persidangan di MK. Pelanggaran ini terjadi bahkan
sebelum pendaftaran pasangan bakal calon kepala daerah dan terutama sering terjadi pada masa-masa kampanye, dengan tujuan untuk
membentuk persepsi masyarakat bahwa keberhasilan program itu adalah atas jasa orang tertentu yang akan mencalonkan diri sebagai
kepala daerah.
28
http:m.hukumonline.com.beritabacaIt51c951b24ed85aturan-batas-usia-hak-pilih=diuji-ke- mk, diakses pada hari Kamis 20 Maret 2014 pukul 08:00
Universitas Sumatera Utara
4. Pelanggaran berupa pengerahan atau mobilisasi organisasi
pemerintahan untuk memenangkan pasangan calon tertentu. Mobilisasi dalam hal ini dapat terjadi terhadap pegawai pemerintahan,
baik mulai dari tingkat atas hingga tingkat bawah di kelurahan atau desa, maupun mobilisasi sarana dan prasarana untuk kepentingan
pemenangan pasangan calon tertentu. Pelanggaran seperti ini hanya dapat dilakukan oleh pasangan calon yang memiliki kekuasaan atau
akses terhadap organisasi pemerintahan di daerah. 5.
Pelanggaran berupa ancaman atau intimidasi untuk memaksa warga masyarakat memilih pasangan calon tertentu dan hal ini dapat terjadi
dalam berbagai bentuk yang dilakukan oleh banyak pihak. Intimidasi dapat dilakukan oleh aparat pemerintahan daerah dalam bentuk
ancaman tidak akan mendapatkan layanan pemerintahan. Intimidasi juga dapat dilakukan oleh kelompok tertentu berupa ancaman
kekerasan. 6.
Pelanggaran berupa pemberian hak suara oleh orang yang tidak berhak, baik di tempat pemungutan suara. Hal tersebut sudah jarang
ditemui dan dilakukan sebab ketatnya pengawasan baik itu dari pengawas, antar pasangan calon, maupun oleh masyarakat. Akan
tetapi, hal demikian juga masih dapat ditemui pada daerah-daerah tertentu meskipun dengan mudah dapat diketahui.
Universitas Sumatera Utara
7. Pelanggaran berupa manipulasi penghitungan hasil perolehan suara.
Penghitungan suara secara bertingkat memungkinkan terjadinya manipulasi dengan mengurangi atau menambah perolehan suara calon
tertentu. Model pelanggaran ini dapat dikatakan sebagai model klasik yang saat ini sudah jarang terjadi karena tuntutan keterbukaan dan
saling kontrol antar pasangan calon. Pelangaran-pelanggaran Pilkada tersebut sangat jelas telah merusak
tatanan demokrasi dan merusak kualitas demokrasi di daerah. Akibatnya, kepala daerah yang terpilih bukan dari kehendak rakyat, akan tetapi
menimbulkan pemimpin yang haus akan kekuasaaan dan dengan sewenang- wenang menyalahgunakan kekuasaan. Hal tersebut sangat berdampak
kepada penyelenggaraan pemerintahan daerah dan orientasi pemerintahan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, bukan untuk rakyat di daerah
akan tetapi untuk kekuasaan belaka. Hal ini tidak dapat dibiarkan dengan demikian, perlunya mengambil tindakan untuk memperbaikinya, baik dari
sisi electoral system maupun electoral process. Penataan kelembagaan penyelenggara serta peningkatan kesadaran peserta Pilkada dan warga
negara tidak terjebak pada permainan dan pragmatisme kekuasaan yang merugikan bangsa
29
29
Janedjri M. Gaffar, Op. Cit, hal 88-91
.
Universitas Sumatera Utara
1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian