yakni dalam bentuk pasif tanpa tindakan nyata atau konkrit, dan dalam bentuk aktif dengan tindakan konkrit, Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala
perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup Soekidjo Notoatmodjo,
1987:1. Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan
terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan
menghasilkan perilaku tertentu pula. “Robert Y. Kwick 1972 menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan
bahkan dipelajari”.
15
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo 2003, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.
Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-
O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
1.5.2.3 Definisi Pemilih
Menurut Joko J Prihatmoko, pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para consensus untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar
mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat
pada umumnya. Konstituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh
15
http:dewasastra.wordpress.com20120311konsep-dan-pengertian-perilaku diakses pada 30 April 2013, pukul 13.15 WIB.
Universitas Sumatera Utara
suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestai dalam institusi politik seperti partai politik. Disamping itu pemilih merupakan bagian masyarakat luas yang bias
saja tidak menjadi konstituen partai politik tertentu. Masyarakat terdiri dari beragam kelompok, terdapat kelompok masyarakat
yang memang non-partisan, dimana ideologi dan tujuan politik mereka tidak dikatakan terkait dengan partai politik tertentu. Mereka menunggu sampai ada suatu
partai politik yang bisa menawarkan program kerja terbaik menurut mereka, sehingga partai tersebutlah yang akan mereka pilih.
16
Menurut UU Nomor 102008, pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berumur 17 tahun atau sudah pernah kawin. Tetapi dalam pelaksanaan
pemilihan umum, yang berhak memberikan hak pilihnya adalah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap DPT yang telah ditetapkan oleh Komisi
Pemilihan Umum KPU.
1.5.2.4 Definisi Perilaku Pemilih
Menurut Ramlan Surbakti perilaku memilih adalah keikutsertaan warga dalam pemilu sebagai rangkaian pembuatan keputusan. Perilaku memilih menjawab
pertanyaan apakah warga masyarakat menggunakan hak pilih atau tidak? Apakah memilih partai X atau Y? Mengapa memilih partai X atau Y?
16
Firmanzah. 2007. Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Untuk memahami kecenderungan perilaku memilih mayoritas masyarakat secara akurat dapat dikombinasikan dalam beberapa pendekatan yang relevan,
yaitu:
17
1. Pendekatan Sosiologis Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik social dan
pengelompokan-pengelompokan social mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Pendekatan sosiologis dilandasi
oleh pemikiran bahwa determinan pemilih dalam respon politiknya adalah status ekonomi, afiliasi religius. Dengan kata lain, pendekatan ini didasarkan
pada ikatan social pemilih dari segi etnik, ras, agama, keluarga dan pertemanan yang dialami oleh agen pemilih secara historis.
2. Pendekatan Psikologis Pendekatan ini pada dasarnya melihat sosialisasi sebagai determinasi dalam
menentukan perilaku politik pemilih, bukan karakter sosiologis. Pendekatan ini menjelaskan bahwa sikap seseorang menjadi variable yang cukup menentukan
dalam mempengaruhi perilaku politik seseorang, karena itu pendekatan ini menekankan pada tiga aspek psikologis sebagai kajian utama, yaitu ikatan
emosional pada suatu partai politik, isu-isu dan kandidat-kandidat. 3. Pendekatan Rasional
Pendekatan ini menempatkan pemilih pada suatu keadaan yang bebas, di mana pemilih melaksanakan perilaku politik dengan pikiran rasionalnya dalam
menilai calon kandidat yang terbaik menurut rasionalitas yang dimilikinya. Model ini ingin melihat pemilih sebagai produk kalkulasi untung rugi.
Mayoritas pemilih biasanya selalu mempertimbangkan factor untung rugi dalam menentukan pilihannya terhadap calon yang dipilih. Seorang pemilih
rasional adalah pemilih yang menghitung untung rugi tindakannya dalam memilih calon.
Pada pendekatan rasional, perilaku politik dapat terjadi kapan saja dan dapat berubah sesuai dengan rasionalitasnya, bahkan keputusan dalam menentukan
pilihan dapat berubah di bilik suara. 4. Pendekatan Domain Kognitif
Menurut model ini, perilaku pemilih ditentukan oleh tujuh domain kognitif
yang berbeda, yaitu: • Isu dan Kebijakan Publik
Komponen ini mempresentasikan kebijakan atau program yang diperjuangkan dan dijanjikan oleh partai atau kandidat politik jika kelak
menang pemilu.
17
Adman Nursal. 2004. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. hlm. 54.
Universitas Sumatera Utara
• Citra Sosial Komponen ini adalah citra kandidat dalam pikiran pemilih mengenai
“berada” di dalam kelompok social mana atau tergolong sebagai sebuah partai atau kandidat politik. Citra social dapat terjadi oleh banyak factor,
diantaranya demografi meliputi usia, gender dan agama. Sosio ekonomi meliputi pekerjaan dan pendapatan, kultural dan etnik, dan politis-ideologi.
• Perasaan Emosional Perasaan emosional yaitu emosional yang terpancar dari sebuah kontestan
atau kontestan yang ditujukan oleh kebijakan politik yang ditawarkan. • Citra Kandidat
Citra kandidat yaitu mengacu pada sifat-sifat pribadi yang penting dan dianggap sebagai karakter seorang kandidat.
• Peristiwa Mutakhir Ini mengacu pada himbauan peristiwa, isu dan kebijakan yang berkembang
menjelang dan selama kampanye. • Peristiwa Personal
Ini mengacu pada kehidupan pribadi dan peristiwa yang dialami secara pribadi oleh seorang kandidat, misalnya skandal seksual, bisnis, dll.
• Faktor-faktor Epistemis Faktor-faktor epistemis yaitu isu-isu pemilihan yang spesifik yang dapat
memicu keingintahuan para pemilih mengenai hal-hal baru.
1.5.2.5 Tipe-tipe Pemilih