Universitas Sumatera Utara
masyarakat untuk menanam sayur dan tidak boros dalam
membelanjakan uang Desa Hutauruk
Tabel 4.7 Peran Opinion Leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk
4.2.6 Gaya Komunikasi Opinion Leader di Desa Hutauruk
Berdasarkan tujuan penelitian, maka peneliti akan membahas hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan terkait dengan gaya
komunikasi dari empat informan tadi.
Informan I Bidang Adat Batak
Nama : Manimbul Hutauruk
Tanggal Wawancara : 31 Januari 2015
Tempat : Rumah Bapak Manimbul Hutauruk
Waktu : Pukul 13.00 WIB
Peneliti bertanya kepada Bapak Manimbul apa yang akan beliau lakukan jika ada seseorang yang datang untuk bertanya kepadanya dan meminta pendapatnya.
Kemudian beliau menjawab : “Saya akan mendengarkan dia cerita dulu, kalau sudah siap baru saya akan
kemukakan dulu akar dari permasalahannya. Setelah itu, maka saya akan memberikan pendapat saya berdasarkan apa yang saya sudah alami dan
memberitahukan kepadanya. Persoalan dia mau terima atau tidak, itu biarlah jadi urusan dia. Saya hanya dapat memberikan dia masukan untuk mengatasi
masalahnya.”
Peneliti kemudian mengamatinya berbicara kepada masyarakat sekitar. Saat ada yang datang kepada beliau untuk meminta saran atau pun pendapat mengenai
adat, beliau menjawab apa yang ditanyakan oleh penanya. Selanjutnya, dia juga berusaha meyakinkan penanya bahwa pendapatnya benar tetapi tidak terlalu
memaksakan. Beliau juga menjelaskan dengan tenang dan sedikit sekali menggunakan komunikasi non verbal, seperti gerak-gerik tangan.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian peneliti juga bertanya, bagaimana cara beliau untuk mengkomunikasikan sebuah pesan, pesan dalam bidang adat yang penting
disampaikan misalnya kepada seluruh masyarakat di desa. Beliau menerangkan bahwa beliau akan menemui masyarakat di desa dan mengajak mereka berbincang
ringan terlebih dahulu. Setelah itu, barulah Bapak Manimbul mengutarakan maksud dan tujuannya. Dia kemudian menyampaikan pesan kepada masyarakat
tersebut. Beliau juga mengatakan akan melihat reaksi orang yang dia sampaikan pesannya. Jika terlihat respon positif dari orang tersebut, maka beliau akan
meneruskan pembicaraannya. Jika sebaliknya, beliau mengatakan akan menghentikan pembicaraan.
Beliau menjelaskan bahwa ketika menyampaikan sebuah pesan, dia berusaha menyampaikannya dengan tidak terlalu menekankan pada keharusan
orang lain untuk menerima apa yang dia sampaikan. “Kalau saya disuruh memberitahu kepada masyarakat tentang sesuatu hal,
yah saya akan mengajak mereka berbincang-bincang atau ngobrol-ngobrol dulu. Biar lebih enak jadi harus ada basa-basi dulu, ga langsung ngomong ke
mereka. Jadi dibawa santai, setelah kira-kira mereka nyaman dengan saya, lalu saya akan sampaikan pesan yang harus saya sampaikan, tapi itu pun
saya lihat lagi responnya, kalau positif yah saya lanjutin, kalau engga saya akhiri saja, baru besok-besok dicoba lagi katakan ke mereka. Tapi sejauh ini
banyak yang tidak sependapat dengan saya, mungkin karena beda jaman, jadi pemikiran pun sudah beda, ga sama lagi kayak dulu jadinya banyak ga
sependapat. Kalau saya biasa saja, wajar kalau mereka tidak sependapat dengan saya, maka saya akan terima itu, tidak apa-apa kalau mereka tidak
mau menerima apa yang saya sampaikan. Tapi kalau mereka juga minta pendapat saya, akan saya kasih juga.”
Dari wawancara dan pengamatan yang dilakukan peneliti, dapat dilihat bahwa Bapak Manimbul Hutauruk dalam berkomunikasi kepada masyarakat
menggunakan gaya komunikasi The Equalitarian Style. Dimana beliau berkomunikasi kepada masyarakat dengan gaya yang santai dan non formal, lebih
mengutamakan kesamaan pikiran dan tidak memaksakan kehendak kepada masyarakat.
Informan II Bidang Pendidikan
Nama : Torang Hutauruk
Tanggal Wawancara : 01 Februari 2015
Universitas Sumatera Utara
Lokasi Wawancara : Rumah Bapak Torang Hutauruk
Waktu Wawancara :Pukul 09.00 WIB
Bapak Torang merupakan informan kedua yang peneliti amati dan wawancarai. Peneliti kemudian bertanya kepada beliau tentang bagaimana dia
menyikapi atau berkomunikasi ketika ada orang yang datang kepadanya. Beliau kemudian mengatakan kalau ketika ada yang datang kepadanya dan menanyakan
pendapatnya, maka dia akan mendengarkan permasalahannya terlebih dahulu. Setelah semua diceritakan, barulah kemudian beliau akan menyampaikan solusi
atas permasalahan orang tersebut. Bapak Torang mengaku akan memilih kata-kata yang ebrsifat mempengaruhi atau mengubah pikiran orang tersebut, tetapi dengan
perlahan dan melalui pembicaraan yang santai. “Jika ada yang bertanya kepada saya dan meminta pendapat saya
ataupun nasehat dari saya, maka saya akan mencari tahu dulu masalahnya apa dan akar permasalahannya. Setelah itu, saya akan sampaikan pendapat
dan pandangan saya terhadap masalah tersebut, baru kemudian saya berikan solusi kepada dia. Saya tidak tahu dia mau terima atau engga, tapi dari
sikapnya saya bisa liat dia mau terima atau tidak. Kalaupun dia tidak mau terima, yah tidak apa-apa, tidak masalah bagi saya, tetapi jika dia terima pun
juga tidak masalah buat saya. Saya akan ajak dia ngobrol dengan santai, karena kalau kita santai maka akan lebih mudah menyampaikan maksud dan
tujuan kita kepadanya. Melalui pembicaraan yang santai pun pasti akan lebih mudah membuat mereka semua terbuka dan menerima apa yang akan kita
sampaikan kepadanya.”
Dari pengamatan peneliti, ada sekitar 2-3 orang yang datang menemui beliau hanya untuk sekedar menanyakan pendapatnya. Dari hasil pengamatan peneliti
juga didapatkan bahwa Bapak Torang cenderung menggunakan proses komunikasi yang santai dan informal. Peneliti pernah mengamati Bapak Torang
sedang berusaha menyelesaikan masalah orang yang berkonflik dengan saudara kandungnya di lapo tuak. Hal ini menunjukkan kalau beliau menggunakan jenis
komunikasi yang tidak formal. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa Bapak Torang Hutauruk menggunakan gaya komunikasi The Equalitarian Style.
Informan III Bidang Keagamaan
Nama : St. Amser Hutauruk
Universitas Sumatera Utara
Tanggal Wawancara : 01 Februari 2015
Tempat : Rumah Bapak St. Amser Hutauruk
Waktu : Pukul 14.00 WIB
Bapak Amser merupakan informan ketiga dari penelitian ini. Peneliti kemudian bertanya kepada beliau mengenai bagaimana beliau akan
mengkomunikasikan suatu pesan, dalam keagamaan misalnya atau menasehati seseorang. Beliau pun kemudian menjawab:
“Ketika dia meminta pendapat saya, saya akan berikan, namun saya pun tidak bisa mengatur, saya hanya sekedar mendengarkan dia cerita, lalu
memberitahukan dia bagaimana pandangan gereja dan Alkitab tentang hal- hal tersebut. Kalau saya ingin menyampaikan pesan atau saya ingin
mengubah pandangan orang, saya lebih suka kalau melakukannya lewat khotbah ataupun ceramah. Biasanya disitu saya bisa lebih banyak
menjangkau dan mengubah pandangan orang. Saya termasuk orang yang pendiam, karena itu saya akan berbicara ketika ceramah atau menjadi
pembicara. Akan tetapi, jika dia meminta pendapat saya, maka akan saya berikan.”
Peneliti juga mengamati kegiatan Bapak Amser Hutauruk, tampak ada beberapa orang, tetapi kebanyakan berasal dari kaum muda yang meminta
pendapat kepada Bapak Amser untuk kondisinya saat itu. Peneliti melihat bahwa Bapak Amser memberikan saran setelah si penanya memberitahukan kondisinya.
Kasus atau masalah paling banyak yang diceritakan kepada beliau adalah mengenai masalah hubungan dalam keluarga dan hubungan-hubungan sosial.
Kebanyakan para penanya menanyakan kepada beliau mengenai pendapat dalam sudut pandang keagamaan mengenai hubungan-hubungan sosial mereka yang
kurang baik. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara peneliti, tampak bahwa
Bapak Amser dalam proses mengkomunikasikan pesan-pesan, dalam bidang keagamaan misalnya, menggunakan gaya berkomunikasi The Controlling Style.
Universitas Sumatera Utara
Informan IV Bidang Pembangunan
Nama : Parluhutan Hutauruk
Tanggal Wawancara : 02 Februari 2015
Tempat : Rumah Bapak Parluhutan Hutauruk
Waktu : Pukul 19.30 WIB
Informan terakhir dalam penelitian ini adalah Bapak Parluhutan Hutauruk. Wawancara yang berlangsung dan berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti
lakukan terhadap beliau mengarahkan bahwa beliau lebih menggunakan gaya penyampaian pesan komunikasi dengan berorientasi pada tindakan. Bapak
Parluhutan mengatakan bahwa beliau pernah mencoba untuk mengkomunikasikan menggunakan komunikasi verbal dalam berbagai cara, namun hal tersebut selalu
menjadi suatu hal yang hanya masyarakat terima selama lima menit dan setelah itu hilang dari pikiran masyarakat.
“Untuk menyampaikan dan menggerakkan masyarakat disini, menurut saya kita yang harus melakukan dan memberikan mereka contoh terlebih dahulu.
Pernah waktu saya ingin membangun saluran air dari bukit di atas sana, saya yang duluan membawa cangkul dan memulai mencangkul, beberapa hari
kemudian sudah banyak sekali warga disini yang ikut membantu bahkan tanpa saya minta. Saya juga udah coba ngobrol sebelumnya sama mereka,
tapi tidak ada tanggapan, nihil, jadinya saya yang inisiatif memulaui duluan. Begitu juga waktu saya mau membantu para petani memberitahukan kepada
mereka tentang bagaimana penanaman yang benar, pupuk apa yang digunakan, mengatasi banjir di sawah, saya terjun langsung membantu
mereka. Bukan hanya kata-kata yang saya ucapkan, soalnya udah pernah dicoba ngomong baik-baik, dengan santai sambil becandaan, tapi ga mempan
juga. Mereka ga menjalankan seperti apa yang kita katakan. Sejak itu saya lihat kalau masyarakat disini harus diberikan contoh dulu, bukan sekedar
kata-kata.”
Setelah beberapa hari mengamati beliau, peneliti tampak kalau beliau aktif pergi ke sawah hampir setiap hari. Hanya untuk sekedar mengobrol dan tidak
jarang juga peneliti melihat beliau iku tmembantu para petani. Beberapa hari peneliti mengamati beliau beserta aktivitasnya, ada 3-5 orang yang datang kepada
Universitas Sumatera Utara
beliau dengan bermacam-macam kepentingan, mulai dari meminta bibit tanaman sampai meminjam uang beliau untuk mengobati anaknya yang sedang sakit.
Bapak Parluhutan Hutauruk lebih menggunakan gaya komunikasi The Reliquinsing Style. Beliau lebih menekankan kepada komunikasi yang
berorientasi pada tindakan-tindakan untuk mengajak atau mempersuasi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh
beliau dan hasil wawancara yang dilakukan terhadap beliau. Berdasarkan pemaparan hasil wawancara dan pengamatan peneliti, maka
dapat dilihat karakteristik atau gaya komunikasi yang dilakukan oleh opinion leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk sebagai berikut.
No Nama Opinion Leader
Gaya Komunikasi yang Digunakan Opinion Leader di Desa Hutauruk
1 Manimbul Hutauruk
The Equalitarian Style: Gaya komunikasi yang didasarkan pada kesamaan pikiran dan
mengupayakan bentuk komunikasi yang ringan, sederhana, santai, dan umumnya
informal. Bapak Manimbul menggunakan bentuk komunikasi seperti ini dalam proses
penyampaian pesa kepada masyarakat Desa Hutauruk.
2 Torang Hutauruk
The Equalitarian Style: Sama halnya seperti Bapak Manimbul, Bapak Torang Hutauruk pun
menggunakan gaya komunikasi ini. Kondisi masyarakat yang berlatar belakang pendidikan
rendah membuat Bapak Torang lebih menyukai untuk menyampaikan pesan dengan
efektif melalui pembicaraan santai dan informal.
3 St. Amser Hutauruk
The Controlling Style: Bapak Amser lebih cenderung menyukai gaya komunikasi yang
bersifat satu arah. Bapak amser menggunakan cara-cara, seperti khotbah atau pun ceramah
Universitas Sumatera Utara
sebagai suatu sarana untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat, khususnya
masyarakat di gereja. 4
Parluhutan Hutauruk The Reliquinsing Style: Melalui tindakan atau
sikap yang ditunjukkan, Bapak Parluhutan mencoba mengkomunikasikan apa yang
menjadi tujuannya kepada masyarakat. Tindakan akan lebih efektif bagi beliau untuk
menyampaikan kepada masyarakat dan mendapatkan hasil yang lebih konkret dan
nyata baginya.
Tabel 4.8 Gaya Komunikasi yang Digunakan Opinion Leader di Desa
Hutauruk
4.2.7 Masalah Dalam Masyarakat Desa Hutauruk dan Peran Opinion Leader