Peran Opinion Leader Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok Dalam Pilkada Kota Depok 2015
PERAN OPINION LEADER MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) KOTA DEPOK DALAM PILKADA KOTA DEPOK 2015
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh: Fitri Permata Sari NIM: 1112051000151
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1437 H/ 2016 M
(2)
(3)
(4)
(5)
i ABSTRAK
Fitri Permata Sari (1112051000151)
“Peran Opinion Leader Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok dalam Pilkada Kota Depok 2015”
Indonesia melaksanakan Pilkada Serentak pada tanggal 9 Desember 2015 yang diikuti oleh 269 daerah, salah satunya adalah Kota Depok, Jawa Barat. Pilkada sebagai perhelatan bangsa merupakan kerjasama kolektif dan menjadi tanggung jawab bersama untuk menyukseskannya. Untuk menyukseskan pilkada Kota Depok 2015, diperlukan peran dari opinion leader atau pemuka pendapat. Peran opinion leader menjadi salah satu unsur yang mempengaruhi arus komunikasi dalam pilkada. Pertanyaan mayornya adalah peran apa yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok dalam Pilkada Kota Depok 2015? Kemudian minornya adalah bagaimana sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok dalam Pilkada Kota Depok 2015?
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Model Alir Dua Tahap (Two Step Flow Model). Teori yang dikemukakan oleh Paul Felix Lazardfeld (1944) ini mengasumsikan bahwa pesan-pesan media massa tidak seluruhnya langsung mengenai audience. Ada pihak-pihak tertentu yang membawa pesan dari media untuk diteruskan kepada masyarakat, yang disebut sebagai opinion leader (pemuka pendapat).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran umum/lukisan, secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sfat-sifat serta hubungan-hubungan antar fenomena yang diselidiki. Pemilihan penelitian kualitatif dalam penelitian ini didasari bahwa peneliti bermaksud menggambarkan dan mendeskripsikan bagaimana peran dan sikap MUI dalam menyikapi dan menyukseskan pilkada Kota Depok 2015.
Di Pilkada Kota Depok 2015, peran opinion leader menjadi salah satu unsur yang mempengaruhi kesuksesan pelaksanaan kegiatan tersebut, yang salah satunya adalah peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok. Peran MUI Kota Depok yaitu sebagai pengayom masyarakat, yang bertujuan untuk meyakinkan masyarakat agar antusias mengikuti pilkada Kota Depok 2015. MUI berperan sebagai pengayom masyarakat. MUI menjaga independensi atau netralisasi.
(6)
ii
ِمْيِحَرلا ِنَم ْحَرلا ِ هّ ِمْسِب
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah, serta inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Peran Opinion Leader Majelis Ulama Indonesi (MUI) Kota Depok
dalam Pilkada Kota Depok 2015”. Shalawat serta salam semoga selalu
dilimpahkan kepada junjungan alam yaitu Nabi besar Muhammad SAW, yang mana beliau telah merubah akhlak manusia yang biadab menjadi beradab, membebaskan manusia dari ras diskriminasi, dan merubah zaman jahiliah menjadi zaman terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini.
Skripsi ini patut penulis syukuri dan banggakan, karena penulis berusaha menyajikan dengan sebaik-baiknya. Namun, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada hal-hal yang belum sempurna dan luput dari perhatian penulis. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian demi perbaikan skripsi ini kedepannya.
Penulis juga menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari doa, bantuan, dan bimbingan berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi waktu, pemikiran, data, dan semangat hingga penulisan skripsi ini terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
(7)
iii
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A. Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Suparto, PhD. Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Ibu Dr. Roudhonah, M.Ag. Serta, Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr. Suhaimi, M.Si.
2. Bapak Drs. Masran, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, dan Ibu Fita Faturrahman, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3. Bapak Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan kepada penulis.
4. Bapak Dr. Sihabuddin Noor, M.A, sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia membimbing, mengarahkan, dan meluangkan waktunya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberi ilmu kepada penulis selama perkuliahan.
6. Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak H. Khairullah Ahyari, sebagai Sekretaris MUI Kota Depok yang telah bersedia meluangkan waktunya kepada penulis untuk diwawancarai.
(8)
8. Kedua orang tua beserta keluarga besar. Bapak Mufid Abdullah dan Mama Marhamah yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat yang tiada henti-hentinya demi kesuksesan penulis. Abangku Rizki Apriansyah yang selalu memberi dorongan dan dukungan demi lancarnya penyusunan skripsi ini.
9. Thabitha, Mudillah, Sarah, Aisyah, Syifa, Dityan, Bilqis, dan teman-teman KPI E angkatan 2012 lainnya yang telah sama-sama berbagi ilmu, canda, tawa, kebahagiaan selama ini.
10.Teman-teman KKN Almalika.
11.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Ciputat, 18 Agustus 2016
(9)
v DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Tinjauan Pustaka ... 7
E. Metodologi Penelitian ... 9
F. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Peran ... 15
B. Opinion Leader 1. Sejarah Opinion Leader ... 17
2. Pengertian. ... 17
3. Karakteristik ... 18
4. Peran... 22
C. Pilkada... 24
D. Teori Alir Model Dua Tahap... 26
BAB III GAMBARAN UMUM A. Profil Majelis Ulama Indonesia Kota Depok ... 30
(10)
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Peran Opinion Leader Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok dalam menyukseskan pilkada Kota Depok 2015 ... 51 B. Sikap MUI Kota Depok dalam Pilkada Kota Depok 2015 ... 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 62 B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN-LAMPIRAN
(11)
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Daftar Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ... 32
Tabel 3.2. Visi dan Misi MUI ... 35
Tabel 3.3. Pengurus MUI Kota Depok periode 2014-2019 ... 39
(12)
viii
Gambar 2.1. Model Arus Komunikasi Massa Satu Tahap ... 27
Gambar 2.2. Model Arus Komunikasi Massa Dua Tahap ... 27
Gambar 3.1. Logo/Lambang Majelis Ulama Indonesia ... 35
Gambar 3.2. Logo/Lambang Kota Depok ... ... 42
Gambar 4.1. Karakterstik Opinion Leader... .... 52
Gambar 4.2. Peran Opinion Leader ... ... 55
Gambar 4.3. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok dalam upayanya saat ini melengkapi kebutuhan logistik untuk acara pemungutan surat suara di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Depok... ... 58
(13)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Euforia penyelenggaraan pesta demokrasi pemilihan kepala daerah secara langsung menjadi fenomena yang sangat menarik untuk diulas. Kehebohan-kehebohan dalam penyelenggaraan pilkada menjadi suatu kelaziman yang terjadi tanpa disadari oleh semua pihak. Masyarakat sibuk dengan dukungan untuk memenangkan pasangan calon kepala daerah yang mereka usung. Kemudian deretan spanduk dan baliho pasangan calon kepala daerah di sepanjang jalan dan fasilitas umum menjadi pemandangan biasa. Pemandangan yang tentunya kurang “menyejukkan mata” bagi orang yang melihatnya. Dinding-dinding bangunan ataupun ruang kosong lainnya menjadi target utama untuk pemasangan poster pasangan calon kepala daerah.1
Presiden Jokowi mengesahkan dua Undang-Undang (UU selanjutnya) terkait pemilihan kepala daerah (pilkada selanjutnya) serentak pada 18 Maret 2015. Pengesahan itu tercantum dalam UU nomor 8/2015 dan UU nomor 9/2015. UU Nomor 8/2015 tentang perubahan atas UU nomor 1/2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1/2014 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota menjadi UU. Sedangkan UU Nomor 9/2015 tentang pemerintahan daerah. Kedua UU itu sebelumnya telah disetujui secara aklamasi dalam rapat paripurna DPR, di ruang sidang paripurna DPR, Jakarta, pada Selasa (17/2), yang dipimpin oleh wakil ketua
1
Rahmat Hollyson Mz, Sri Sundari, Pilkada Penuh Euforia, Miskin Makna (Jakarta: Penerbit Bestari, 2015), h.13
(14)
DPR Fadli Zon. Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dilaksanakan setiap 5 tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah NKRI. "Pemilihan diselenggarakan melalui 2 tahapan, yaitu tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan," bunyi pasal 5 ayat (1) UU tersebut seperti dilansir di website Setkab, Kamis (26/3/2015).1
Pilkada merupakan kegiatan bersama yang menuntut peran masyarakat secara keseluruhan, pilkada sebagai pesta demokrasi dan perhelatan bangsa merupakan kerjasama kolektif nasional dan menjadi tanggung jawab bersama untuk menyukseskannya. Keberhasilan penyelenggaraan pilkada adalah apabila dilaksanakan tepat pada waktunya, berlangsung dalam keadaan aman dan tertib, serta ikut berperannya masyarakat dalam pelaksanaannya secara langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil.
Bukan hanya masyarakat yang berperan penting dalam pelaksanaan pilkada, namun lembaga pemerintah dan non-pemerintahan juga mempunyai peran dalam pelaksanaan pilkada tersebut. Peran lembaga non pemerintahan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI selanjutnya) sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pilkada Kota Depok. MUI sebagai lembaga swadaya masyarakat
yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan islam di Indonesia
dimaksudkan untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia.2
Partai-partai politik mulai disibukkan untuk membuat strategi khusus untuk memenangkan kadernya pada perebutan kekuasaan di daerah, baik itu
1
http://news.detik.com/berita/2870142/jokowi-sahkan-uu-pilkada-serentak diakses pada
tanggal 4 Maret 2016.
2
(15)
3
pada jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Wali Kota dan Wakil Wali Kota atau pun Bupati dan Wakil Bupati. Dengan diberlakukannya pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara serentak bagi mereka, partai besar khususnya, pilkada sangat menentukan nasib partainya kedepan. Namun, mereka kadang kurang jeli, bahwa budaya masyarakat dan tradisi yang dimiliki suatu daerah juga bisa mempengaruhi proses politik di daerah tersebut. Daerah-daerah yang masyarakatnya sering menempatkan opinion leader sebagai posisi teratas dalam kehidupan berbangsa. Opinion leader (pemimpin opini, pemuka pendapat) tidak bisa dianggap remeh bagi partai-partai yang akan memenangkan calonnya untuk menduduki jabatan kepada daerah. Sebab, ditangan merekalah perubahan masyarakat sering kali menjadi penentu. Ini berarti dalam pilkada serentak tahun 2015, peran opinion leader tidaklah sedikit.
Melalui pilkada diharapkan adanya penguatan dan peningkatan kualitas seleksi kepemimpinan nasional yang berbasis dukungan riil rakyat, menguatkan akuntabilitas dan legitimasi elit lokal, optimalisasi partisipasi masyarakat serta kualitas keterwakilan rakyat, yang pada akhirnya terjadi pemberdayaan politik masyarakat secara keseluruhan. Pilkada yang merupakan agenda politik bangsa yang dilaksanakan dari, untuk dan oleh rakyat merupakan kesinambungan proses demokratisasi politik. Dengan itu diharapkan akan melahirkan kebijakan politik dan pembangunan dengan memberikan bobot partisipasi masyarakat. Pilkada pada hakekatnya harus juga dilihat dalam konteks yang lebih luas yakni membangun tradisi politik yang menitikberatkan pemberdayaan politik masyarakat, sebagai sarana pendidikan
(16)
politik, pematangan berdemokrasi, komunikasi dan jaring politik dalam mempertemukan berbagai aspirasi masyarakat melalui kepemimpinan yang terpilih yang pada akhirnya akan membangun budaya politik yang bermartabat.
Seperti yang diketahui, tanggal 9 Desember 2015 lalu Indonesia melaksanakan Pilkada Serentak. Ada 269 daerah yang melaksanakan Pilkada Serentak, yakni yang terdiri atas 9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten. Daftar ini sudah memasukan kembali tiga daerah yang semula pelaksanaan Pilkada-nya akan ditunda hingga ke Februari 2017, yakni: Kabupaten Timor Tengah Utara (NTT), Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), dan Kota Surabaya (Jawa Timur).3 Salah satunya yaitu di provinsi Jawa Barat yakni Kota Depok.
Untuk menyukseskan pilkada Kota Depok 2015, maka diperlukan peran dari opinion leader atau pemuka pendapat. Seorang pemuka pendapat juga berperan aktif dalam penyampaian suatu informasi di masyarakat. Yang peneliti maksud opinion leader disini adalah para kiai, sultan (pemimpin kerajaan), pastur, romo, kepala suku dan tokoh-tokoh kelompok masyarakat yang mempunyai massa yang tidak sedikit. Saat ini masyarakat kebanyakan masih menempatkan pemimpin opini sebagai tokoh panutan. Kiai misalnya ditempatkan pada posisi yang sangat menentukan dalam kehidupan masyarakat. Jika kiai dicitrakan sebagai representasi simbolik dari kekuatan keagamaan, maka kiai mempunyai pengaruh besar di masyarakat.
3
http://www.komnasham.go.id/Pilkada%202015/penyelenggara.html diakses pada
(17)
5
Melihat permasalahan diatas, maka peneliti memilih untuk meneliti tentang “Peran Opinion Leader Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota
Depok dalam Pilkada Kota Depok 2015”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya sebatas membahas peran MUI terkait pilkada Kota Depok 2015 dari tanggal 24 Agustus 2015, sampai dengan masa tenang sebelum pemilihan yaitu tanggal 6 Desember 2015 di media www.hariandepok.com dan www.depoknews.id.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka perlu dibuat rumusan permasalahan yang diangkat dari objek penelitian. Maka dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
a. Peran apa yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok dalam menyukseskan Pilkada Kota Depok 2015? b. Bagaimana sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok
(18)
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah untuk menjawab rumusan masalah terkait peran opinion leader MUI dalam menyikapi dan menyukseskan Pilkada Kota Depok 2015.
a. Untuk mengetahui peran apa yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok dalam menyukseskan Pilkada Kota Depok 2015.
b. Untuk mengetahui bagaimana sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok dalam menyukseskan Pilkada Kota Depok 2015.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Segi Akademis
Kegiatan penelitian ini merupakan stimulus dan kesempatan bagi penulis untuk mengeksplorasi lebih jauh materi-materi yang didapatkan di bangku perkuliahan yang kemudian diaktualisasikan dalam sebuah tulisan ilmiah yang mudah-mudahan bisa menambah pengetahuan serta wawasan untuk mempelajari langsung langkah dan peran opinion leaders MUI dalam membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat
yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Serta sebagai referensi kepustakaan di bidang ilmu komunikasi massa, khususnya media cetak.
(19)
7
b. Segi Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan wacana ideal khususnya untuk penulis dan umumnya untuk masyarakat luas yang menggeluti di bidang komunikasi yang kemudian direalisasikan dalam bentuk tindakan yang konkret dari konsep dan wacana yang disajikan.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini tentang “Peran Opinion Leader Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dalam Pilkada Kota Depok 2015”. Dalam melakukan penelitian ini,
penulis melakukan observasi terhadap hasil penelitian lain yang mempunyai kemiripan dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Peneliti menemukan jurnal di internet.
Dalam jurnal Peran Nahdhatul Ulama’ Sebagai Opinion Leader
Dalam Membangun Politik Demokrasi Di Indonesia yang ditulis oleh Hafis Muaddab dijelaskan bahwa peran politik NU sebagai opinion leader, tersebut dibangun dalam tiga fungsi (1) fungsi kultur sosial, (2) fungsi advokasi dan literasi politik, (3) fungsi jejaring sosial. Fungsi-fungsi tersebut merupakan suatu rangkaian yang saling terkait satu dengan yang lain. Bekerjanya salah satu fungsi perlu didukung oleh fungsi lain sehingga peran politik nyata terjadi. Pelaksanaan peran politik NU tidak boleh meninggalkan fungsi sosialnya sebagai ormas keagamaan di Indonesia. Meninggalkan pelaksanaan fungsi sosial NU tidak hanya mengingkari khittah 1926 tetapi juga membuat rapuhnya bangunan peran politik NU itu sendiri. Dengan demikian fungsi sosial NU adalah merupakan landasan atau pondasi
(20)
keorganisasian NU sebagai ormas keagamaan sedangkan peran NU dalam politik lebih merupakan upaya untuk melindungi tatanan sosial kemasyarakatan yang dibangun berdasarkan nilai-nilai Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah.4
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hafis Muaddab memiliki persamaan dengan permasalahan yang penulis teliti yaitu sama-sama berada dalam kajian komunikasi politik, sedangkan perbedaannya adalah pada subjek penelitiannya. Jika Hafis mengambil NU, maka penulis meneliti MUI. Perbedaan berikutnya pada objek penelitiannya, jika Hafis meneliti peran NU sebagai opinion leader dalam membangun politik demokrasi di Indonesia, sedangkan penulis meneliti tentang peran opinion leader MUI dalam pilkada Kota Depok 2015.
Kemudian skripsi yang ditulis oleh Anis Ismullah mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Surabaya pada tahun 2009 yang berjudul “Peran Kiai Sebagai Opinion Leader: Studi Kasus Pada Pemilihan Kepala Desa Ngaban Kecamatan Tanggulangin Kabupaten
Sidoarjo”. Penelitian tersebut menemukan bahwa peranan kiai di desa Ngaban Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo tidak hanya pada aspek keagamaan, melainkan bisa lebih luas seperti sosial politik, sehingga kiai menjadi figus panutan masyarakat Desa Ngaban Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo dalam hal ini peran kiai bisa menjadi begitu positif terhadap perkembangan masyarakat yang lebih luas. Demikian halnya ketika
4
(21)
9
menghadapi masa pemilihan Kepala Desa Ngaban, kiai memberikan petunjuk (biasanya menyampaikan dalam bentuk ceramah) siapa yang pantas (menurut kiai) untuk menjadi Kepala Desa Ngaban selanjutnya.5
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anis Ismullah memiliki persamaan dalam kajian ilmunya, yaitu sama-sama dalam kajian komunikasi politik, sedangkan perbedaannya adalah pada subjek penelitiannya. Jika Anis mengambil kiai, maka penulis mengambil lembaga MUI sebagai lembaga swadaya masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia. Perbedaannya selanjutnya pada objek penelitiannya, jika Anis meneliti peranan kiai dalam pemilihan kepala desa, sedangkan peneliti meneliti tentang peranan MUI dalam pemilihan kepala daerah yang cakupan wilayahnya lebih luas.
E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif ini berdasarkan pada data-data penelitian melalui pengamatan dari orang-orang dan prilaku yang diamati oleh peneliti.6 Menurut Whitney, penelitian deksriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran umum/lukisan, secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sfat-sifat serta hubungan-hubungan antar fenomena yang diselidiki.7
5
http://digilib.uinsby.ac.id/7555/
6
Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda, 2002), h. 3.
7
(22)
Pemilihan penelitian kualitatif dalam penelitian ini didasari bahwa peneliti bermaksud menggambarkan dan mendeskripsikan bagaimana peran opinion leader MUI dalam menyikapi dan menyukseskan pilkada Kota Depok 2015.
Metode yang diambil peneliti adalah dengan menggunakan metode
“indeph interview”. Yaitu wawancara secara mendalam dengan sumber
atau responden. wawancara dengan cara mendalam ini dimaksudkan untuk lebih memfokuskan persoalan yang menjadi pokok dari minat penelitian. Sebagai bentuk metode ilmiah, metode wawancara secara umum dan wawancara secara khusus, lazim digunakan untuk melacak berbagai gejala tertentu dan perspektif orang-orang yang terlibat di dalamnya.8
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kota Depok sejak tanggal 1 April Maret 2016 sampai dengan 2 Juni 2016 yang beralamat di Jl. Nusantara Raya No.2 Kelurahan Depok Jaya, Depok.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ini penulis menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sering di gunakan untuk penelitian kualitatif.9 Observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk
8
Pawito, Penelitian Komunikasi Politik Kualitatif (Yogyakarta: Lkis, 2007), h.133
9
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 186.
(23)
11
menghimpun data penilitian melalui pengamatan dan pengindraan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.10
Pada tahap awal observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data atau informan sebanyak mungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang terfokus, yaitu mulai menyempitkan data atau informan yang diperlukan sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus menerus terjadi. Jika hal itu sudah diketemukan, maka peneliti dapat menemukan tema-tema yang akan diteliti.11
Peneliti mewawancarai langsung pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok, untuk memperoleh data-data mengenai peran opinion leader MUI Kota Depok dalam Pilkada Kota Depok 2015.
b. Wawancara
Teknik wawancara dalam penelitian kualitatif dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1). Wawancara dengan cara melakukan pembicaraan informal, 2). Wawancara umum yang terarah, dan 3). Wawancara terbuka yang standar.12
Wawancara atau interview adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan informan yang akan
memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Disini peneliti
10
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),h. 115
11
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif&Kualitatif (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2006), h.224
12
(24)
menggunakan metode indeph interview. Informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dianggap perlu dan mewakili dalam penelitian ini.
Peneliti mewawancarai beberapa pengurus dan kyai MUI Kota Depok karena dianggap dapat memberikan informasi ataupun data yang dibutuhkan oleh peneliti.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah meliputi buku-buku, literatur, artikel-artikel, alat-alat peraga serta dari sumber-sumber yang berkaitan dengan permasalahan penelitian tersebut. Peneliti mengambil dan mengumpulkan data berdasarkan tulisan-tulisan berbentuk catatan dari hasil wawancara, buku-buku dan dokumen-dokumen internal MUI Kota Depok.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen yang dikutip dari buku Metodologi Penelitian Kualitatif karangan Moleong adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistenskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.13
Untuk menganalisa data, penulis menjelaskan bagaimana menjalankan peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok
13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 186
(25)
13
sebagai lembaga swadaya masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia dalam menyikapi pilkada Kota Depok 2015.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran dan penjelasan yang jelas dan terarah, maka penulis membagi pembahasan dalam lima bab dangan urutan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Penulis menguraikan latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
Penulis menguraikan teori teori yang menjadi landasan dalam kerangka pemikiran dalam penelitian ini. Pertama, konseptualisasi mengenai pengertian peran. Kedua, konseptualisasi mengenai opinion leader, mencakup pengertian, karakteristik dan peran dari opinion leader. Ketiga penjelasan mengenai pilkada. Dan keempat kerangka teori model alir dua tahap.
(26)
BAB III : GAMBARAN UMUM
Penulis menguraikan sejarah berdirinya, latar belakang, dan struktur organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok. Kemudian dijabarkan juga biografis serta sejarah Kota Depok.
BAB IV : ANALISA HASIL TEMUAN PERAN OPINION LEADER MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) KOTA DEPOK DALAM PILKADA KOTA DEPOK 2015
Dalam bab ini penulis menguraikan hasil observasi yang telah diperoleh, mulai dari data-data, kemudian hasil wawancara. Kemudian analisis data dari sumber-sumber yang telah penulis peroleh dalam lokasi penelitian.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini membahas secara singkat mengenai kesimpulan berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian, hasil analisa dan pengolahan data dan saran-saran yang relevan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.
(27)
15
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Peran
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia “peran adalah bagian dari tugas utama yang harus dilakukan”.1
Peran (role) merupakan istilah sosiologi yang mengandung pengertian yang memiliki aspek dinamis (kedudukan dan status). Apabila seorang (lembaga) melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan.2
Menurut Soekanto, peran (role) merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan. Kemudian menurut Krech, peran dapat dipandang sebagai tugas dan kewajiban suatu posisi yang harus dilaksanakan.3
Sedangkan Gress Massan dan A. W. MC Eachern sebagaimana dikutip oleh David Berry berpendapat bahwa peranan adalah seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu, harapan tersebut merupakan hubungan norma-norma sosial dan oleh
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998) h. 1667.
2
Soerdjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar(Jakara: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. Ke-35, h. 243.
3
Dr. Eko Harry Susanto, Komunikasi Politik; Pesan, Kepemimpinan dan Khalayak
(28)
karena itu dapat dikatakan bahwa peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat.4
Teori peran (role theory) adalah teori yang merupakan sebuah perpaduan teori orientasi maupun disiplin ilmu. Pada dasarnya peran tidak bisa dipisahkan dengan status kependudukan, walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya, karenanya peran diibaratkan sisi mata uang yang berbeda.5
Dari pengertian peran diatas, terlihat suatu gambaran bahwa peran merupakan kewajiban, keharusan, seseorang ataupun lembaga karena mempunyai kedudukan tertentu di masyarakat sehingga membawa pengaruh untuk menjalankan sesuatu sesuai dengan aturan dan norma-norma yang berlaku.
Di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu : 1). Harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran, dan 2). Harapan-harapan yang dimiliki oleh si
pemegang peran terhadap “masyarakat” atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya.6
5
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori Psikologi Sosial (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h.214
6
(29)
17
B. Opinion Leader
1. Sejarah Opinion Leader
Istilah opinion leader menjadi perbincangan dalam literatur komunikasi sekitar tahun 1950-1960an. Sebelumnya dalam istilah komunikasi sering digunakan istilah influentials, influence atau tastemakers untuk menyebut opinion leader. Kata opinion leader kemudian menjadi lebih lekat dengan kondisi masyarakat di pedesaan karena tingkat media exposure-nya dan tingkat pendidikannya yang masih rendah. Akses dari media lebih memungkinkan dari mereka yang mempunyai tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Melalui seorang opinion leader-lah informasi yang datangnya dari media diketahui oleh masyarakat awam. Secara tidak langsung, opinion leader merupakan perantara berbagai informasi yang diterima dan diteruskan kepada masyarakat setempat. Pihak yang sering menjadi media exposure di masyarakat desa kadang diperankan oleh seorang opinion leader. Mereka ini sangat dipercaya dan dijadikan panutan serta menjadi tempat bertanya dan meminta nasehat dalam segala hal.7
2. Pengertian
Opinion leader adalah orang yang secara informal dapat
mempengaruhi tindakan atau sikap dari orang-orang lain. Opinion leader merupakan sumber informasi atau opini, sedangkan followers sebagai penerima-penerima informasi atau opini (receivers).8 Para pemuka pendapat
7
https://jurnalpolitika.files.wordpress.com/2014/12/2-nu-sebagai-opinion-leader-hafis-muadab.pdf diakses pada tanggal 15 Maret 2016.
8
(30)
selain mempunyai kharisma dan mempunyai kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh masyarakat yang kebanyakan, hal ini yang membuatnya lekat dapat menjadi pembentuk opini yang ada dalam masyarakat. Bahwa tidak semua masyarakat dapat berperan menjadi seorang opinion leader dikarenakan tidak mudah pada kenyataannya menjadi panutan dan contoh bagi semua pihak yang ada di dalam wilayah masyarakat desa.
3. Karakteristik Opinion Leader
Opinion leader dalam kelompok mempunyai cara yang berbeda-beda
dalam menyampaikan pesannya kepada komunikan untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi tertentu pula. Kesesuaian maksud dari opinion leader ini tergantung dari isi pesan dan feedback yang diharapkan dari komunikan. Selain itu faktor psikologis masing-masing opinion leader juga menentukan gaya dan caranya dalam mengelola penyampaian pesan. Dalam sebuah komunikasi, umpan balik merupakan bentuk khas dari sebuah pesan. Komunikasi disebut efektif jika umpan balik yang didapatkan sesuai dengan harapan komunikator. Oleh karena itu perlu seorang komunikator yang berkemampuan untuk mendapatkan kategori komunikasi efektif. Untuk itu karakteristik opinion leader dapat dibagi menjadi 6 (enam), yaitu:9
a. The Controlling Style
Dalam karakter opinion leader yang pertama adalah bersifat mengendalikan. Gaya mengendalikan ini ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur baik
9
(31)
19
perilaku, pikiran dan tanggapan komunikan. Gaya ini dapat dikategorikan sebagai one step flow. Oleh karena itu opinion leader tidak berusaha untuk membicarakan gagasannya, namun lebih pada usaha agar gagasannya ini dilaksanakan seperti apa yang dikatakan dan diharapkan tanpa mendengarkan pikiran dari komunikan.10
b. The Equalitarian Style
Gaya ini lebih megutamakan kesamaan pikiran antara opinion leader dan komunikan. Dalam gaya ini tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya setiap anggota dapat mengkomunikasikan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dengan kondisi yang seperti ini diharapkan komunikasi akan mencapai kesepakatan dan pengertian bersama. Opinion leader yang menggunakan pola two step flow ini merupakan orang-orang yang memiliki sikap kepedulian tinggi serta kemampuan membina hubungan baik dengan orang lain dalam lingkup hubungan pribadi maupun hubungan kerja. Oleh karena itu akan terbina empati dan kerjasama dalam setiap pengambilan keputusan terlebih dalam masalah yang kompleks.11
c. The Structuring Style
Poin dalam gaya ini adalah penjadwalan tugas dan pekerjaan secara terstuktur. Seorang opinion leader yang menganut gaya ini lebih memanfaatkan pesan-pesan verbal secara lisan maupun tulisan agar memantapkan instruksi yang harus dilaksanakan oleh semua anggota
10
https://jurnalpolitika.files.wordpress.com/2014/12/2-nu-sebagai-opinion-leader-hafis-muadab.pdf diakses pada tanggal 15 Maret 2016.
11
(32)
komunikasi. Seorang opinion leader yang mampu membuat instruksi terstuktur adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal untuk memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan yang muncul.12
d. The Relinquising Style
Gaya ini lebih dikenal dengan gaya komunikasi agresif, artinya pengirim pesan atau komunikator mengetahui bahwa lingkungannya berorientasi pada tindakan (action oriented). Komunikasi semacam ini sering kali dipakai untuk mempengaruhi orang lain dan memiliki kecenderungan memaksa. Tujuan utama komunikasi dinamis ini adalah untuk menstimuli atau merangsang orang lain berbuat lebih baik dan lebih cepat dari saat itu. Untuk penggunaan gaya ini lebih cocok digunakan untuk mengatasi persoalan yang bersifat kritis namun tetap memperhatikan kemampuan yang cukup untuk menyelesaikan persoalan tersebut bersama-sama.13
e. The Dynamic Style
Dalam sebuah komunikasi kelompok tidak semua hal dikuasai oleh
opinion leader, baik dalam percakapan hingga pengambilan keputusan.
Bekerja sama antara seluruh anggota lebih ditekankan dalam model komunikasi jenis ini. Komunikator tidak hanya membicarakan permasalahan tetapi juga meminta pendapat dari seluruh anggota komunikasi. Komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat atau
12
https://jurnalpolitika.files.wordpress.com/2014/12/2-nu-sebagai-opinion-leader-hafis-muadab.pdf diakses pada tanggal 15 Maret 2016.
13
(33)
21
gagasan orang lain. Komunikator tidak memberi perintah meskipun ia memiliki hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain. Untuk itu diperlukan komunikan yang berpengatahuan luas, teliti serta bersedia bertanggung jawab atas tugas yang dibebankan.14
f. The Withdrawal Style
Deskripsi konkret dari gaya ini adalah independen atau berdiri sendiri dan menghindari komunikasi. Tujuannya adalah untuk mengalihkan persoalan yang tengah dihadapi oleh kelompok. Gaya ini memiliki kecenderungan untuk menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat dan produktif. Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antar pribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.15
Menurut Everett M. Rogers ada tiga cara mengukur dan mengetahui adanya opinion leader yaitu:16
1) Sosiometric Method
Dalam metode ini, masyarakat ditanyakan kepada siapa mereka meminta nasihat atau mencari informasi atau nasehat mengenai masalah kemasyarakatan yang dihadapinya. Pemimpin adalah mereka yang menjadi anggota masyarakat tersebut dan memiliki informasi terbanyak, teknik ini
14
https://jurnalpolitika.files.wordpress.com/2014/12/2-nu-sebagai-opinion-leader-hafis-muadab.pdf diakses pada tanggal 15 Maret 2016.
15
https://jurnalpolitika.files.wordpress.com/2014/12/2-nu-sebagai-opinion-leader-hafis-muadab.pdf diakses pada tanggal 15 Maret 2016.
16 Eko Harry Susanto, K
omunikasi Politik; Pesan, Kepemimpinan dan Khalayak (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013), h.33-34
(34)
paling valid untuk menentukan siapa pemimpin dalam masyarakat yang sesuai dengan pandangan para pengikutnya.
2) Informant’s Rating
Metode ini mengajukan pertanyaan tertentu kepada orang/responden yang dianggap sebagai sumber inforamsi dalam masyarakat mengenai siapa pemimpin masyarakat yang benar-benar mengenal masyarakatnya.
3) Self Designing Method
Metode ini mengajukan pertanyaan kepada responden seberapa jauh ia menganggap dirinya sebagai pemimpin dalam masyarakat.
Ketiga metode tersebut menunjukkan posisi maupun peran pemuka pendapat sebagai pemimpin dan sumber informasi yang pendapatnya dipercaya oleh khalayaknya. 17
Opinion leader adalah seorang yang memiliki kelebihan, atau
keunggulan dari masyarakat pada umumnya, dan oleh sebab itu seorang pemuka pendapat (opinion leader) memiliki kelebihan karakter tersendiri di bandingkan orang kebanyakan.
4. Peran Opinion Leader
Peran opinion leader menjadi salah satu unsur yang sangat mempengaruhi arus komunikasi. Khususnya dipedesaan, berbagai perubahan dan kemajuan masyarakat sangat ditentukan oleh opinion leader. Pemimpin opini bisa berperan memotivasi masyarakat, sebagai contoh agar ikut serta
17
(35)
23
secara aktif dalam pembangunan opinion leader dapat berperan sebagai tokoh sentral dalam pembangunan, khususnya dipedesaan.
Terdapat beberapa peran yang dilakukan opinion leader, menurut Wells dan Prensky, setidaknya ada 3 (tiga) peran opinion leader dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan yaitu:18
a. Authority figure, disini opinion leader berperan sebagai pemberi
informasi, anjuran atau pengalaman pribadinya dengan tujuan untuk membantu konsumen memuaskan keinginannya. Orang-orang yang termasuk authority figure adalah keluarga, teman dan relasi.
b. Trend setter yaitu seseorang yang pengalaman pribadinya diikuti oleh
orang lain. Konsumen ini mempunyai gaya hidup untuk ditiru, meskipun tidak peduli apakah orang lain akan mengikuti gaya hidupnya atau tidak. Trend setter pada umumnya merupakan seseorang yang terkenal seperti bintang film atau olahragawan.
c. Local opinion leaders yaitu seorang individu yang berada di dalam
kelompok referensi positif, memberikan anjuran dan pengalaman pribadi tentang produk mana yang sebaiknya dipilih seseorang agar dapat diterima dalam kelompok tersebut. Kredibilitas seorang individu berdasarkan kenyataan bahwa mereka menggunakan produk itu dan menjadi bagian dari kelompok tersebut.
18
(36)
C. Pilkada
Pilkada atau pemilihan kepala daerah merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di daerah. Hal ini merupakan bagian dari perkembangan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang mengalami berbagai perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah prinsip otonomi yang berarti keleluasaan untuk mengatur daerahnya sendiri pada setiap daerah.19
Dalam sejarah perekrutan ataupun pemilihan kepada daerah sejak Indonesia merdeka, kita sudah mengeluarkan banyak peraturan yang mengatur tentang pemilihan kepada daerah. Dari semua aturan yang dibuat tersebut dapat dikelompokkan sesuai periode dan sistem penyelenggaraan pemilihannya. Periode dan sistem pemilihan tersebut dapat kita bedakan atas tiga yakni sebagai berikut:20
1. Periode penunjukkan Gubernur oleh Presiden atas pengusulan beberapa calon oleh DPRD Provinsi, sedangkan Bupati ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri melalui pengusulan beberapa calon oleh DPRD Kabupaten/Kota.
2. Pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota melalui pemilihan di DPRD Provinsi Kabupaten/Kota.
3. Pemilihan Gubernur/Bupati/ Walikota secara langsung.
19
Rahmat Hollyson Mz, Sri Sundari, Pilkada Penuh Euforia, Miskin Makna (Jakarta: Penerbit Bestari, 2015), h. 27
20
(37)
25
Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005. Pemerintah eksekutif dan legislatif telah menyepakati pilkada serentak untuk daerah-daerah yang akan habis masa jabatannya pada tahun 2015 dan semuanya diselenggarakan pada Desember 2015.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Khusus di Aceh, peserta Pilkada juga dapat diusulkan oleh partai politik lokal.21
Penyelenggaraan Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota.
21
(38)
D. Teori Model Alir Dua Tahap
Teori ini berasal dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Paul Lazarsfeld dan kawan-kawannya mengenai efek media massa dalam suatu kampanye pemilihan Presiden Amerika Serikat pada tahun 1940. Studi tersebut dapat dilakukan dengan asumsi bahwa proses stimulus respons bekerja dalam menghasilkan efek media massa. Namun hasil penelitian menunjukkan sebaliknya. Efek media massa ternyata rendah, dan asumsi stimulus-respons tidak cukup menggambarkan realitas media massa dalam penyebaran arus informasi dan pembentukan pendapat umum.22
Dalam analisisnya terhadap hasil penelitian tersebut, Lazarsfeld
kemudian mengajukan gagasan mengenai “komunikasi dua tahap” (two step flow) dan konsep “pemuka pendapat”. Temuan mereka mengenai kegagalan
media massa dibandingkan dengan pengaruh kontak antar pribadi telah membawa kepada gagasan bahwa “seringkali informasi mengalir dari radio dan surat kabar kepada para pemuka pendapat, dan dari mereka kepada
orang-orang lain yang kurang aktif dalam masyarakat”.23
Pemikiran ini kemudian dilanjutkan dengan penelitian yang lebih serius dan re-evaluasi terhadap teori stimulus-respons dalam konteks media massa. Perbandingan antara teori awal komunikasi massa dengan teori yang mereka kembangkan digambarkan dalam model berikut:
22
Daryanto, Muljo Rahardjo, Teori Komunikasi (Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2016), h. 127-128
23
(39)
27
Gambar 2.1.Model arus komunikasi massa satu tahap
Gambar 2.2 Model arus komunikasi massa dua tahap
: Pemuka Pendapat (Opinion Leader)
: Individu dalam masyarakat
Teori dan penelitian-penelitian komunikasi dua tahap memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut.24
24
Daryanto, Muljo Rahardjo, ...., h. 127-128
Media Massa
(40)
a. Individu tidak terisolasi dari kehidupan sosial, tetapi merupakan anggota dari kelompok-kelompok sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
b. Respons dan reaksi terhadap pesan dari media tidak akan terjadi secara langsung dan segera, tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan sosial tersebut.
c. Ada dua proses yang berlangsung, yang pertama mengenai penerimaan dan perhatian, dan yang kedua berkaitan dengan respons dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap upaya mempengaruhi atau penyampaian informasi.
d. Individu tidak bersikap sama terhadap pesan/kampanye media, melainkan memiliki berbagai peran yang berbeda dalam proses komunikasi, dan khususnya, dapat dibagi atas mereka yang secara aktif menerima dan meneruskan/menyebarkan gagasan dari media, dan mereka yang semata-mata hanya mengandalkan hubungan personal dengan orang lain sebagai panutannya.
e. Individu-individu yang berperan lebih aktif (pemuka pendapat) ditandai oleh penggunaan media massa yang lebih besar, tingkat pergaulan yang lebih tinggi, anggapan bahwa dirinya berpengaruh terhadap orang-orang lain, dan memiliki peran sebagai sumber informasi dan panutan.
Secara garis besar, menurut teori ini media massa tidak bekerja dalam situasi kevakuman sosial, tetapi memiliki suatu akses ke dalam jaringan
(41)
29
hubungan sosial yang sangat kompleks, dan bersaing dengan sumber-sumber gagasan, pengetahuan, dan kekuasaan, yang lainnya.25
Model alir dua tahap (two step flow model) ini adalah bahwasannya pesan-pesan media massa tidak seluruhnya langsung mengenai audience. Oleh karenanya, di dalam model ini ada pihak-pihak tertentu yang membawa pesan dari media untuk diteruskan kepada masyarakat. Pihak-pihak itu disebut sebagai opinion leader (pemuka pendapat). Model alir dua tahap (two step
flow model) ini dikarenakan adanya dua tahapan di dalam penyebaran
infomasi kepada masyarakat. Tahap yang pertama adalah pesan media pada
opinion leader, dan tahap yang keduanya adalah pesan opinion leader pada
audience. Audience disini bertindak sebagai followers yang tidak banyak
bersentuhan dengan media massa. Sedangkan opinion leader lebih banyak bersentuhan dengan media massa. Sehingga dapat dikatakan bahwa opinion
leader ini mempunyai kelebihan dalam hal mengakses pesan media daripada
followers-nya yang hanya mendapat informasi dari opinion leader saja.26
25
Daryanto, Muljo Rahardjo, ...., h. 127-128
26
(42)
30
A. Profil Majelis Ulama Indonesia Kota Depok 1. Tentang Majelis Ulama Indonesia Kota Depok
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya
Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di
Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia.1
MUI berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para
ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air,
antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam,
Perti. Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al
Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. Dari musyawarah tersebut, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama. zuama dan cendekiawan muslim, yang
tertuang dalam sebuah “Piagam Berdirinya MUI,” yang ditandatangani oleh
1
(43)
31
seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I.2
Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat. Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun, Majelis Ulama Indonesia sebagai
wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim berusaha
untuk:3
1. Memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang
diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala;
2. Memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta;
3. Menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional;
4. Meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan
2
http://mui.or.id/sekilas-mui diakses pada tanggal 6 Maret 2016. 3
(44)
tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.
Dalam khittah pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:4
1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya) 2. Sebagai pemberi fatwa (mufti)
3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Ri’ayat wa khadim al ummah) 4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid
5. Sebagai penegak amar ma’ruf nahi munkar
Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia mengalami beberapa kali musyawarah nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian Ketua Umum, yaitu:5
Tabel 3.1.
Daftar Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
No. Foto Nama
Awal Jabata n Akhir Jabata n Tempat Musyaw arah Keterangan Refrensent atif 1. Prof. Dr. KH. Abdul Malik Karim Amrullah
1975 1981 Jakarta Munas MUI
ke-1 1975 Masjumi -Muhamma diyah 4
http://mui.or.id/sekilas-mui diakses pada tanggal 6 Maret 2016. 5
https://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Ulama_Indonesia di akses pada tanggal 6 Maret
(45)
33
2. KH. Syukri
Ghozali 1981 1983 Jakarta
Munas MUI
ke-2 1981 NU
3. KH. Hasan
Basri
1983 1985 Fait Accompli
Masjumi -Muhamma diyah
1985 1990 Jakarta Munas MUI
ke-3 1985
4.
Dr. KH. Muhammad Ali Yafie
1990 2000 Jakarta Munas MUI
ke-4 1990 NU
5. Dr (HC). KH. Mohammad Achmad Sahal Mahfudz
2000 2014 Jakarta Munas MUI
ke-6 2000 Masjumi NU 6. Prof. Dr. KH. Din Syamsuddin, MA
2014 2015 Jakarta Fait Accompli Muhamma
diyah
7. KH Ma'ruf
Amin 2015
Petahan
a Jakarta Fait Accompli NU
(46)
Ketua Umum MUI yang pertama, kedua dan ketiga telah meninggal dunia dan mengakhiri tugas-tugasnya. Sedangkan dua yang terakhir masih terus berkhidmah untuk memimpin majelis para ulama ini.6
Sebagai organisasi yang dilahirkan oleh para ulama, zuama dan cendekiawan muslim serta tumbuh berkembang di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia adalah gerakan masyarakat. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia tidak berbeda dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di kalangan umat Islam, yang memiliki keberadaan otonom dan menjunjung tinggi semangat kemandirian. Semangat ini ditampilkan dalam kemandirian dalam arti tidak tergantung dan terpengaruh kepada pihak-pihak lain di luar dirinya dalam mengeluarkan pandangan, pikiran, sikap dan mengambil keputusan atas nama organisasi.7
Dalam kaitan dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan di kalangan umat Islam, MUI tidak bermaksud dan tidak dimaksudkan untuk menjadi organisasi supra-struktur yang membawahi organisasi-organisasi kemasyarakatan tersebut, dan apalagi memposisikan dirinya sebagai wadah tunggal yang mewakili kemajemukan dan keragaman umat Islam. MUI, sesuai niat kelahirannya, adalah wadah silaturrahmi ulama, zuama dan cendekiawan Muslim dari berbagai kelompok di kalangan umat Islam.8
Kemandirian MUI tidak berarti menghalanginya untuk menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak-pihak lain baik dari dalam negeri maupun luar negeri, selama dijalankan atas dasar saling menghargai posisi masing-masing serta
6
https://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Ulama_Indonesia di akses pada tanggal 6 Maret
2016. 7
http://mui.or.id/sekilas-mui diakses pada tanggal 6 Maret 2016. 8
(47)
35
tidak menyimpang dari visi, misi dan fungsi MUI. Hubungan dan kerjasama itu menunjukkan kesadaran MUI bahwa organisasi ini hidup dalam tatanan kehidupan bangsa yang sangat beragam, dan menjadi bagian utuh dari tatanan tersebut yang harus hidup berdampingan dan bekerja sama antar komponen bangsa untuk kebaikan dan kemajuan bangsa. Sikap MUI ini menjadi salah satu ikhtiar mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin (Rahmat bagi Seluruh Alam).9
Gambar 3.1 Logo/Lambang Majelis Ulama Indonesia
Sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/f/f5/Logo_MUI.png
Visi dan misi MUI
Tabel 3.2 Visi dan Misi MUI
Visi Terciptanya Terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik, memperoleh ridlo dan ampunan Allah swt (baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur) menuju masyarakat berkualitas (khaira ummah) demi terwujudnya
9
(48)
kejayaan Islam dan kaum muslimin (izzul Islam wal-muslimin) dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil „alamin).
Misi 1. Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara efektif dengan menjadikan ulama sebagai panutan (qudwah hasanah), sehingga mampu mengarahkan dan membina umat Islam dalam menanamkan dan memupuk aqidah Islamiyah, serta menjalankan syariah Islamiyah;
2. Melaksanakan dakwah Islam, amar ma’ruf nahi mungkar dalam mengembangkan akhlak karimah agar terwujud masyarakat berkualitas (khaira ummah) dalam berbagai aspek kehidupan;
3. Mengembangkan ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berikut adalah sejarah beridirinya Majelis Ulama Indonesia Kota Depok:10 a. MUI Periode Pertama (Embrio, 1982-1984)
Periode awal ini diakui menjadi peletak pondasi bagi terbentuknya MUI yang kuat dan tertata rapi sebagai organisasi publik yang menaungi ummat. Meski kiprahnya secara praktik ketika itu belum nampak dan dirasakan benar. Hal itu terjadi karena beberapa alasan. Pertama, keberadaan MUI Kota Depok yang belum diakui oleh MUI Jawa Barat menyebabkan koordinasi, pembinaan dan pengawasana tidak intensif dilakukan, dan ini berpengaruh sangat besar bagi kinerja dan semangat pengurus baru. Kedua, pengurus MUI ketika itu
10
(49)
37
lebih banyak diisi oleh mereka yang masih aktif dalam tugas sebagai Pegawai Negeri Sipil. Ketiga, konsekuensi nya pengurus belum benar-benar fokus kepada program.11
b. MUI Periode Kedua (1984-1990)
Pada periode kepengurusan kedua inilah ada semacam geliat organisasi MUI secara perlahan namun pasti. Ketua yang baru, sangat rajin dan piawai melobi pemuka masyarakat dan pejabat pemerintahan. MUI Kota Depok pun secara de facto diakui secara resmi oleh MUI Kabupaten Bogor. Bahkan MUI Jawa Barat mengakui keberadaan MUI Kota Depok sejajar dengan MUI tingkat Kota. Terbukti pada setiap rapat-rapat MUI Jawa Barat yang melibatkan MUI Kabupaten/Kota, MUI Depok diundang dan disejajarkan dengan MUI Kabupaten/Kota lainnya.12
c. MUI Periode Ketiga (1991-1996)
Pada periode kepengurusan MUI ketiga ini pihak Perumnas mengundang pimpinan MUI Kota Depok untuk membahas status tanah milih Perumnas yang dipakai oleh MUI. Berangkatlah beberapa orang pengurus MUI, yang dipimpin oleh Ketua Umum. Dalam perundingan pertama, didapat kata sepakat bahwa pihak Perumnas bersedia melepaskan tanah tersebut kepada MUI dengan syarat dibeli menurut harga yang akan ditentukan kemudian. Pada laporan terakhir, Walikota setuju dengan harga yang diminta Perumnas, dengan catatan, bahwa pembayaran diangsur empat kali, dan pada pembayaran ketiga, pihak Perumnas memberikan sertifikat tanah. Alhamdulillah semua berjalan lancar, tanah dan sertifikat pun telah dipegang oleh MUI dengan luas
11 Dokumen Majelis Ulama Indonesia Kota Depok diperoleh pada tanggal 26 Mei 2016. 12
(50)
1.320 meter persegi dilokasi yang sangat strategis. Jumlah pembayaran seluruhnya adalah Rp. 34.565.000,- berasal dari infaq, shodaqoh kaum muslimin serta bantuan pemerintah Kota Depok. Pada tanggal 10 November 1995, diletakkanlah batu pertama pembangunan Gedung Da’wah MUI oleh Walikota Depok Drs. Sofyan Safari Hamim. Pada tahun ini pula KH. A. Somad Rahman yang sebelumnya sebagai Ketua I MUI Kota Depok ditetapkan sebagai Plh Ketua Umum menggantikan KH. Usman yang sakit. Awal tahun1996, roda pembangunanpun berjalan dengan perlahan mengikuti dana yang tersedia. Selama dua tahun, sampai tahun 1998, pengecoran lantai dasar dan lantai satu, dapat terselesaikan.13
d. MUI Periode Keempat (1998-2003)
Dalam masa pembangunan , Gedung Da’wah sudah mulai dilirik orang untuk digunakan berbagai kegiatan seperti seminar, diskusi, resepsi pernikahan, peringatan hari besar Islam, dan lain-lain. Dengan sendirinya dana dari hasil penyewaan tersebut dapat juga membantu penyelesaian pembangunan gedung.14
e. MUI Periode Kelima (2003-2008)
Disaat proses pembangunan gedung mendekati penyelesaian, pada tanggal 27 Desember 2003, MUI Kota Depok mengadakan Musyawarah Daerah
(MUSDA) II sekaligus peresmiaan penggunaan Gedung Da’wah oleh
Walikota Depok, Drs. H. Badrul Kamal, MM. MUSDA II berhasil menetapkan kepengurusan baru masa bakti 2003-2008 yaitu Drs. KH. A. Dimyathi Badruzzaman, MA sebagai ketua umum, Ir. H. Ahmad Nawawi,
13 Dokumen Majelis Ulama Indonesia Kota Depok diperoleh pada tanggal 26 Mei 2016. 14
(51)
39
MA sebagai sekretaris umum, dan H. Baharuddin Ibrahim sebagai bendahara umum.15
Walaupun Gedung Da’wah sudah diresmikan penggunaannya, namun masih ada beberapa pekerjaan finishing yang belum dilaksanakan, seperti pemasangan paving block, pengadaan sound system dan kursi, pekerjaan tanaman, sebagian pengecatan, dan lain-lain. Maka pada tanggal 2 Agustus 2004 MUI Kota Depok berdasarkan hasil musyawarah Pimpinan Harian
membentuk Badan Pengelola Gedung Da’wah dengan tugas menyelesaikan
pembangunan, memelihara, dan mengelola, serta mengoptimalkan penggunaannya.16
Berikut adalah Susunan Pengurus MUI Kota Depok masa bakti 2014-2019.17
Tabel 3.3 Pengurus MUI Kota Depok periode 2014-2019
No JABATAN NAMA
I DEWAN PENASEHAT
1. Ketua KH. A. Shomad Rahman
2. Wakil Ketua Drs. KH. Mudjahid AK, M.Sc
3. Wakil Ketua Drs. H. Yuyun WS
4. Wakil Ketua KH. Syihabudin Ahmad
5. Wakil Ketua H. Ikbal Khan
6. Sekretaris Dr. H. Nurwahidin, M.Ag
7. Anggota Drs. KH. Wazir Nuri
15
Dokumen Majelis Ulama Indonesia Kota Depok diperoleh pada tanggal 26 Mei 2016.
16 Dokumen Majelis Ulama Indonesia Kota Depok diperoleh pada tanggal 26 Mei 2016. 17
(52)
8. Anggota KH. Tb Iin A Dhiyauddin, SH
9. Anggota KH. Ketut H Daimuddin, MM
10. Anggota KH. Bahrudin Anwar
11. Anggota KH. Maisar Yunus
12. Anggota KH. Baidhowi Adnan
13. Anggota Habib Muhsin Ahmad Alatas
14. Anggota Habib Muhsin Al Hinduan
15. Anggota KH. Lukman Hakim
16. Anggota Drs. H. Cholik Mawardi, M.Ag
II PENGURUS HARIAN
1. Ketua Umun Dr. KH. Ahmad Dimyathi Bz, MA
2. Ketua Dr. KHM. Idris A Shomad, MA
3. Ketua Drs. KH. Zainudin Maksum Ali
4. Ketua KH. Abdullah Ya’kub
5. Ketua Dr. KH. Muslih A. Karim, MA
6. Ketua Drs. H. Farkhan AR
7. Ketua Drs. KH. Bahrudin Thoyib
8. Ketua Drs. KH. Abdullah Syafii, MM
9. Ketua Drs. H. Hasan Bisri
10. Ketua Dr. Ir. H. Ahmad Nawawi, MA
11. Sekretaris Umum Dr. H. Nurwahidin, M.Ag
12. Sekretaris Kostia Permana, SE
(53)
41
14. Sekretaris Drs. H. Mukhtar Syarih
15. Sekretaris H. Khairullah Ahyari, S.Si
16. Bendahara Umum KH. Uung Ainun Najib, S.Ag
17. Bendahara Dian Efendi Hasya, MM
B. Profil Kota Depok 1. Tentang Depok
Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada dalam lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) Wilayah Parung Kabupaten Bogor, kemudian pada Tahun 1976 Perumahan mulai dibangun baik oleh Perum Perumnas maupun Pengembang yang kemudian diikuti dengan dibangunnya kampus Universitas Indonesia (UI), serta meningkatnya perdagangan dan jasa, yang semakin pesat, sehingga diperlukan kecepatan pelayanan.18
Pada Tahun 1981 pemerintah membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1981 yang peresmiannya di selenggarakan pada tanggal 18 Maret 1982 oleh Menteri Dalam Negeri (H. Amir Machmud) yang terdiri dari 3 (tiga) kecamatan dan 17 (tujuh belas) desa.19
Selama Kurun waktu 17 Tahun Kota Administratif Depok berkembang dengan pesat baik di bidang pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan, Khususnya bidang pemerintah semua desa berubah menjadi kelurahan dan adanya pemekaran kelurahan, sehingga pada akhirnya Depok
18
http://www.depok.go.id/profil-kota/geografi diakses pada tanggal 8 Maret 2016.
19
(54)
terdiri dari 3 (tiga) kecamatan dan 23 (dua puluh tiga) kelurahan. Dengan semakin pesatnya perkembangan dan tuntutan aspirasi masyarakat yang semakin mendesak agar Kota Administratif Depok ditingkatkan menjadi Kotamadya dengan harapan pelayanan menjadi maksimum. Disisi lain Pemerintah Kabupaten Bogor bersama-sama Pemerintah Propinsi Jawa Barat memperhatikan perkembangan tersebut dan mengusulkannya kepada Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat.20
Gambar 3.2 Logo/lambang Kota Depok
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999, tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok, yang ditetapkan pada tanggal 20 April 1999, dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999 berbarengan dengan pelantikan Pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok yang dipercayakan kepada Drs. H. Badrul Kamal yang pada waktu itu menjabat sebagai Walikota Kota Administratif Depok.21
20
http://www.depok.go.id/profil-kota/geografi diakses pada tanggal 8 Maret 2016.
21
(55)
43
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999 Wilayah Kota Depok meliputi wilayah Kota administratif Depok, terdiri dari 3 (tiga) kecamatan sebagaimana tersebut diatas ditambah dengan sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor Yaitu :22
a) Kecamatan Cimanggis, yang terdiri dari 1 (satu) Kelurahan dan 12 (dua belas) Desa yaitu Kelurahan Cilangkap, Desa Pasir Gunung Selatan, Desa Tugu, Desa Mekarsari, Desa Cisalak Pasar, Desa Curug, Desa Hajarmukti, Desa Sukatani, Desa Sukamaju Baru, Desa Jatijajar, Desa Tapos, Desa Cimpaeun, Desa Luwinanggung. b) Kecamatan Sawangan, yang terdiri dari 14 (empat belas) Desa
yaitu Desa Sawangan, Desa Sawangan Baru, Desa Cinangka, Desa Kedaung, Desa Serua, Desa Pondok Petir, Desa Curug, Desa Bojongsari, Desa Bojongsari Baru, Desa Duren Seribu, Desa Duren Mekar, Desa Pengasinan, Desa Bedahan, Desa Pasir Putih.\
c) Kecamatan Limo yang terdiri dari 8 (delapan) Desa yaitu Desa Limo, Desa Meruyung, Desa Cinere, Desa Gandul, Desa Pangkalan Jati, Desa Pangklan Jati Baru, Desa Krukut, Desa Grogol.
d) Dan ditambah 5 (lima) Desa dari Kecamatan Bojong Gede yaitu Desa Cipayung, Desa Cipayung Jaya, Desa Ratu Jaya, Desa Pondok Terong, Desa Pondok Jaya.
Kota Depok selain merupakan Pusat Pemerintah yang berbatasan langsung dengan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, juga merupakan
22
(56)
wilayah peyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk Kota pemukiman, kota pendidikan, pusat pelayanan perdagangan dan jasa Kota pariwisata dan sebagai Kota resapan air.23
Para Walikota Depok :24
1) Drs. Moch. Rukasah Suradimadja (1982-1984) 2) Drs. H. M. I. Tamdjid (1984-1988)
3) Drs. H. Abdul Wachyan (1988-1991) 4) Drs. H. Sofyan Safari Hamim (1992-1996) 5) Drs. H. Badrul Kamal (1997-2005)\
6) Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Ismail, Msc. (2005-2010)
2. Visi dan Misi Kota Depok
Tabel 3.4 Visi dan Misi Kota Depok
Visi Menuju Kota Depok yang Melayani Dan Mensejahterakan
Misi
1. Mewujudkan Pelayanan yang Ramah, Cepat dan Transparan.
2. Membangun dan Mengelola Sarana dan Prasarana Infrastruktur yang Cukup, Baik dan Merata
3. Mengembangkan Perekonomian Masyarakat, Dunia Usaha, dan
23
http://www.depok.go.id/profil-kota/geografi diakses pada tanggal 8 Maret 2016.
24
(57)
45
Keuangan Daerah
4. Meningkatkan Kualitas Keluarga, Pendidikan, Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat yang Berlandaskan Nilai-nilai Agama.
3. Sejarah Depok
a. Depok Zaman Prasejarah
Penemuan benda bersejarah di wilayah Depok dan sekitarnya menunjukkan bahwa Depok telah berpenghuni sejak zaman prasejarah.
Pene-muan tersebut itu berupa Menhir “Gagang Golok”, Punden berundak “Sumur
Bandung”, Kapak Persegi dan Pahat Batu, yang merupakan peninggalan
zaman megalit. Juga penemuan Paji Batu dan sejenis Beliung Batu yang merupakan peninggalan zaman Neolit.25
b. Depok Zaman Padjajaran
Pada abad ke-14 Kerajaan Padjajaran diperintah seorang raja yang diberi gelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan, yang lebih dikenal dengan gelar Prabu Siliwangi. Di sepanjang Sungai Ciliwung terdapat beberapa kerajaan kecil di bawah kekuasaan kerajaan ini, diantaranya Kerajaan Muara Beres. Sampai Karadenan terbentang benteng yang sangat kuat sehingga mampu bertahan terhadap serangan pasukan Jayakarta yang dibantu Demak, Cirebon dan Banten.26
25
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
Maret 2016 26
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
(58)
Depok berjarak sekitar 13 km sebelah utara Muara Beres. Jadi wajar apabila Depok dijadikan front terdepan tentara Jayakarta saat berperang melawan Padjajaran. Hal itu dibuktikan dengan:27
1) Masih terdapatnya nama-nama kampung atau desa yang menggunakan bahasa Sunda antara lain Parung Serang, Parung Belimbing, Parung Malela, Parung Bingung, Cisalak, Karang Anyar dan lain-lain.
2) Dr. NJ. Krom pernah menemukan cincin emas kuno peninggalan zaman Padjajaran di Nagela, yang tersimpan di Museum Jakarta. 3) Tahun 1709 Abraham Van Riebeck menemukan benteng kuno
peninggalan kerajaan Padjajaran di Karadenan.
4) Di rumah penduduk Kawung Pundak sampai sekarang masih ditemukan senjata kuno peninggalan zaman Padjajaran. Senjata ini mereka terima turun-temurun.28
4. Kondisi Geografis
Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19’ 00” – 6o
28’ 00” Lintang Selatan dan 106o 43’ 00” – 106o 55’ 30” Bujur Timur. Secara geografis, Kota Depok berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada dalam lingkungan wilayah Jabotabek.29
27
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
Maret 2016
28
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
Maret 2016 29
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
(59)
47
Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran rendah – perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 meter diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok sebagai wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200,29 km2.30
Kondisi geografisnya dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping itu terdapat pula 25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar 169,68 Ha, dengan kualitas air rata-rata buruk akibat tercemar.31
Kondisi topografi berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan lereng yang landai menyebabkan masalah banjir di beberapa wilayah, terutama kawasan cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara: Kali Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Kali Cikeas.32
5. Sumber Daya Lahan
Sumber Daya Lahan Kota Depok mengalami tekanan sejalan dengan perkembangan kota yang sedemikian pesat. Sebagaimana kita ketahui berdasarkan data analisis Revisi RTRW Kota Depok (2000-2010) dalam
30
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
Maret 2016 31
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
Maret 2016 32
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
(60)
pemanfaatan ruang kota, kawasan pemukiman pada tahun 2005 mencapai 8.915.09 ha (44,31%) dari total pemanfaatan ruang Kota Depok.33
Pada tahun 2005 kawasan terbuka hijau tercatat 10.106,14 ha (50,23%) dari luas wilayah Depok atau terjadi penyusutan sebesar 0,93 % dari data tahun 2000. Meningkatnya tutupan permukaan tanah, berdampak terhadap penurunan kondisi alam Kota Depok, terutama disebabkan tekanan dari pemanfaatan lahan untuk kegiatan pemukiman yang mencapai lebih dari 44,31 % dari luas wilayah kota. Sementara luas kawasan terbangun tahun 2005 mencapai 10.013,86 ha (49,77%) dari luas wilayah Kota Depok atau meningkat 3,59 % dari data tahun 2000.34
Luas kawasan terbangun sampai dengan tahun 2010 diproyeksikan mencapai 10.720,59 ha (53,28%) atau meningkat 3,63 % dari data tahun 2005. Sementara luas ruang terbuka (hijau) pada tahun 2010 diproyeksikan seluas 9.399,41 ha (46,72%) atau menyusut 3,63 % dari tahun 2005.35
Diprediksikan pada tahun 2010, dari 53,28% total luas kawasan terbangun, hampir 45,49% akan tertutup oleh perumahan dan perkampungan. Jasa dan perdagangan akan menutupi 2,96% total luas kota, industri 2,08% total luas kota, pendidikan tinggi 1,49% total luas kota, dan kawasan khusus 1,27% total luas kota. Meningkatnya jumlah tutupan permukaan tanah tersebut, ditambah dengan
33
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
Maret 2016 34
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
Maret 2016 35
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
(61)
49
berubahnya fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase, diprediksikan akan menyebabkan terjadinya genangan dan banjir di beberapa kawasan, yang berdampak terhadap penurunan kondisi Kota Depok.36
Diperkirakan pembangunan pertanian tanaman pangan di Kota Depok di masa yang akan datang akan menghadapi suatu kondisi, dimana lahan sawah yang semakin menyempit. Pada tahun 2010 diperkirakan lahan sawah akan mengecil bila dibandingkan kondisi sekarang. Penyempitan yang paling parah terjadi pada lahan sawah tadah hujan, disusul sawah irigasi sederhana PU.37
6. Sumber Daya Air
Sumber Daya Air yang ada terdiri dari dua sumber yaitu sungai dan situ. Secara umum sungai-sungai di Kota Depok termasuk kedalam dua Satuan Wilayah Sungai besar, yaitu sungai Ciliwung dan Cisadane. Selanjutnya sungai-sungai tersebut dibagi menjadi 13 Satuan Wilayah Aliran Sungai, yaitu sungai-sungai Ciliwung, Kali Baru, Pesanggrahan, Angke, Sugutamu, Cipinang, Cijantung, Sunter, Krukut, Saluran Cabang Barat, Saluran Cabang Tengah dan sungai Caringin.38
Kota Depok memiliki 25 situ yang tersebar di wilayah Timur, Barat dan Tengah. Luas keseluruhan situ yang ada di Kota Depok berdasarkan data tahun 2005 adalah seluas 169,68 Ha1), atau sekitar 0,84 % luas Kota Depok.
36
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
Maret 2016 37
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
Maret 2016 38
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
(62)
Kedalaman situ-situ bervariasi antara 1 sampai 4 meter, dengan kualitas air yang paling buruk terdapat pada Situ Gadog dan Rawa Besar. Selain penurunan kualitas air, kawasan situ juga mengalami degradasi luasan.39
Pembangunan perikanan di Kota Depok juga menghadapi masalah yang sama dengan pertanian tanaman pangan, yaitu penyempitan lahan air kolam. Berdasarkan data tahun 2005, luas areal air kolam adalah 242,21 ha dibandingkan pada tahun 2000 seluas 290,54 ha.40
39
https://serbaserbidepok.wordpress.com/sejarah-kota-depok/ diakses pada tanggal 8
Maret 2016
40
(63)
51 BAB IV
ANALISA HASIL TEMUAN PERAN OPINION LEADER MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) KOTA DEPOK DALAM PILKADA KOTA
DEPOK 2015
A. Peran Opinion Leader Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok dalam menyukseskan pilkada Kota Depok 2015
Dalam era modern atau globalisasi, peran seorang opinion leader dalam politik tetap harus diperhitungkan, memang masyarakat kita sudah cukup dewasa dalam segala hal. Akan tetapi, dalam politik masyarakat masih sering menempatkan opinion leader sebagai posisi teratas. Perkara apakah pemimpin opini berpengaruh kuat atau tidak dalam mempengaruhi pemilih sebenarnya bukan masalah krusial untuk diperdebatkan. Apa pun pengaruh yang ditimbulkan oleh pemimpin opini, mereka tetap memberikan dampak bagi perkembangan politik, baik itu dampak yang positif maupun kontribusi yang negatif. Ada beberapa pengaruh positif yang ditimbulkan dari peran seorang
opinion leader. Sosialisasi yang dilakukan oleh opinion leader pada masyarakat
kita merupakan salah satu bentuk pembelajaran untuk memahami politik.
Dalam pilkada Kota Depok 2015, MUI memiliki peran yang sangat penting. Kita ketahui bahwa MUI adalah lembaga swadaya masyarakat yang
mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk
membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
(64)
Sebagai lembaga keislaman, MUI adalah lembaga swadaya masyarakat
yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk
membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Ulama-ulama MUI harus mampu menerapkan peran opinion leadernya dengan sebaik-baiknya. Peran opinion leader adalah peran untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah dalam prinsip melestarikan tradisi yang baik dimasa lalu dan mengambil tradisi yang baik dimasa sekarang sebagai upaya membangun tatanan masyarakat dan penyelenggara negara sesuai kerangka Negara Kesatuan Republik Indoneisa. Dalam menerjemahkan peran tersebut dalam konteks kelembagaan dan politik, MUI membutuhkan kader-kader yang memiliki semangat dan tekat yang satu dan sama, serta diharapkan memiliki karakteristik opinion leader dapat dibagi menjadi 6 (enam), yaitu:
Gambar 4.1 Karakteristik Opinion Leader
Karakteristik
Opinion Leader The Controlling
Style
The Equalitarian
Style
The Structuring
Style
The Relinguising
Style The Dinamic
(65)
53
a. The Controlling Style
Dalam karakter opinion leader yang pertama adalah bersifat mengendalikan. Ulama-ulama MUI diharapkan mampu mengendalikan atau membatasi perilaku, pikiran dan tanggapan masyarakat. Artinya ulama-ulama MUI tidak membicarakan gagasannya, namun lebih pada usaha agar gagasannya ini dilaksanakan seperti apa yang dikatakan dan diharapkan tanpa mendengarkan pikiran dari masyarakat.
b. The Equalitarian Style
Gaya ini lebih megutamakan kesamaan pikiran antara opinion leader dan komunikan. Dalam gaya ini tindak komunikasi yang dilakukan oleh ulama dilakukan secara terbuka. Artinya setiap ulama MUI dapat mengkomunikasikan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dengan kondisi yang seperti ini diharapkan komunikasi akan mencapai kesepakatan dan pengertian bersama. Ulama yang menggunakan gaya ini merupakan orang-orang yang memiliki sikap kepedulian tinggi serta kemampuan membina hubungan baik dengan orang lain dalam lingkup hubungan pribadi maupun hubungan kerja. Oleh karena itu akan terbina empati dan kerjasama dalam setiap pengambilan keputusan terlebih dalam masalah yang kompleks.
c. The Structuring Style
Poin dalam gaya ini adalah penjadwalan tugas dan pekerjaan secara terstuktur. Seorang ulama yang menganut gaya ini lebih memanfaatkan pesan-pesan verbal secara lisan maupun tulisan agar memantapkan instruksi yang
(1)
merujuk kepada surat keputusan KPU/KPTS/KPU/Tahun 2015 yang berisikan mengenai spesifikasi tinta.
Ketua Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok, Nana Sobarna dalam menanggapi perihal tersebut mengatakan, pemilihan dan spesifikasi tinta yang akan digunakan di Pilkada Depok nanti sudah disesuaikan dengan merujuk aturan dan ketetapan yang disahkan oleh pusat.
“Semua perlengkapan logistik yang akan digunakan di acara pemungutan surat suara nanti telah kami sesuaikan dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh kantor pusat,” jelasnya, Rabu (21/10/2015).
Ditambahkannya bahwa didalam surat keputusan dan aturan tersebut disebutkan juga spesifikasi tinta yang harus memiliki legalitas kelayakan dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Selain itu, tinta juga harus mengantongi izin dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan lulus uji komposisi bahan baku dari laboratorium yang ditunjuk.
“Pada umumnya perusahaan yang begerak di bidang bidang pengadaan tinta sudah memiliki izin halal dari Majelis Ulama Indonesia. Maka daripada itu, pihak kami hanya akan mengecek saja kebenarannya dari label yang tertuang di dalam kemasan. Ini sudah menjadi tanggungjawab kami sebagai pihak yang
dipercayakan dalam memenuhi kebutuhan logistik Pilkada,” katanya.
Spesifikasi sesuai dengan aturan ini sudah menjadi salah satu komponen yang wajib dimiliki oleh setiap perusahaan yang akan mengikuti lelang pengadaan tinta sidik jari. “Beberapa spesifikasi yang ditetapkan oleh KPU harus dipenuhi. Untuk ketahanan tinta tidak boleh kurang dari 24 jam,” tuturnya.
(2)
Pada acara pemungutan suara nanti, KPU akan menyediakan dua botol tinta di setiap TPS nya dengan takaran harga per botolnya mencapai 25 ribu rupiah per botol. “Nanti pada pertengahan bulan November 2015 kami akan mengusahakan agar semua kebutuhan logistik sudah dapat tersedia dan siap untuk dibagi bagi ke 11 Kecamatan dengan total 3.235 titik,” tutupnya.
(3)
http://www.depoknews.id/masyarakat-mulai-terbuka-dukung-idris-jadi-cawalkot-depok/
DepokNews–Dukungan kepada Idris Abdul Shomad menjadi calon Walikota Depok mulai terbuka mengalir dari masyarakat Depok.
Dukungan itu diberikan masyarakat karena Idris merupakan warga Depok, agamis, dekat dengan masyarakat, dan berpengalaman sebagai pucuk pimpinan di Kota Depok.
(4)
Seperti halnya yang disampaikan Ahmad (30) warga Cipayung Jaya, Pancoranmas, Depok.
Ahmad menilai Kota Depok membutuhkan walikota yang agamis. Profil walikota itu ada pada Idris. Idris merupakan mantan Sekum MUI Kota Depok dan keluarga besarnya adalah pondok pesantren.
“Saya mendukung Pak Idris. Tetangga saya juga mendukungnya. Kami siap pilih Pak Idris,” katanya, Rabu (04/3/2015).
Demikian juga disampaikan Dedy (40) warga Ratujaya, Cipayung, Depok. Dedy menambahkan bahwa Idris dekat dengan warga Depok. Hal itu terlihat karena Idris selalu menghadiri undangan dari warganya.
Ketua Tim Relawan Idris Abdul Shomad (TRIAD), Hendi Hidayat membenarkan bahwa dukungan masyarakat terus mengalir ke Idris Abdul Shomad. “Banyak masyarakat yang memberikan dukungan ke Pak Idris. Baik itu secara langsung maupun media sosial,” paparnya.
Dikatakan Hendi, pihaknya terus menggalang dukungan untuk Idris dari seluruh elemen masyarakat Depok untuk maju dalam pilkada Depok. (akbar)
(5)
KPUD Depok pastikan tinta pilkada halal dan aman
Depok News–Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Depok memastikan tinta yang digunakan saat pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Depok mendatang halal dan aman untuk tubuh. Tempat Pemungutan Suara (TPS) di 11 kecamatan nantinya akan menerima masing-masing dua botol tinta.
Komisiner KPUD Kota Depok, Nana Shorbana, mengatakan bahwa spesifikasi tinta pemilihan kepala daerah diatur dalam Surat Keputusan KPU/KPTS/KPU tahun 2015 tentang Jenis Satuan Kebutuhan dan Spesifikasi Teknis Perlengkapan
(6)
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur/Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota.
“Seluruh logistik dan perlengkapan pemungutan suara mengenai aturan dan ketentuan sudah tertuang dalam surat tersebut,” katanya kepada Depok News, Minggu (18/10/2015).
Dalam surat itu disebutkan bahwa tinta harus memiliki sertifikasi aman untuk digunakan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sertifikasi uji komposisi bahan baku dari laboratorium milik pemerintah atau perguruan tinggi yang terakreditasi, dan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Perusahaan yang bergerak di bidang pengadaan tinta lumrahnya telah memiliki izin halal. Kita dalam hal pengadaan tinta mengkroscek sertifikasi halal dari MUI dan lain-lain sesuai ketentuan. Ketahanan tinta juga tidak boleh kurang dari 24 jam,” ungkapnya.
Nana menambahkan, pada Pilkada Depok pihaknya menyediakan dua botol tinta untuk setiap TPS. Anggarannya Rp25 ribu per botol tinta.
“Pertengahan November kami mengusahakan semua logistik tersedia. Di 11 Kecamatan total ada 3.235 TPS, masing-masing akan mendapatkan dua botol tinta,” pungkasnya. (adi/fyu)