Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara yang berlangsung dari tanggal 31 Januari 2015
sampai dengan 17 Februari 2015
4.2 Deskripsi Penelitian
Desa Hutauruk adalah salah satu desa dari 13 Desa di Kecamatan Sipoholon. Pada tahun 1946, Wilayah Kecamatan Sipoholon dilepas dari Kecamatan
Tapanuli Utara sehingga wilayah Kecamatan Sipoholon dibagi menjadi 7 kenegerian dan salah satu diantaranya adalah Negeri Hutauruk. Pada tahun 1952
Kenegerian Hutauruk, Kecamatan Sipoholon kembali dibagi menjadi 4 lingkungan yang dikepalai oleh Kepala Kantor atau Kepala Desa yakni Desa
Hutauruk Parjulu, Desa Lumban Rihit, Desa Hutagurgur Partangga dan Desa Lumban Soit. Kemudian melalui SK Gubernur Sumatera Utara Nomor
1403144Tahun 1992, tanggal 27 Oktober 1992, keempat desa tersebut digabung menjadi satu yaitu Desa Hutauruk.
Desa ini dinamakan Desa Hutauruk karena desa ini dibangun oleh seseorang yang bermarga Hutauruk. Mayoritas masyarakat yang ada di desa ini pun
bermarga Hutauruk, namun bukan berarti marga lain tidak bisa tinggal menetap di desa ini. Desa Hutauruk terletak di dalam wilayah Kecamatan Sipoholon,
Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara dengan titik koordinat 98,96472 BT dan 2,06545 LU yang berbatasan dengan :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Situmeang Habinsaran
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tapanuli Utara
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tapanuli Utara
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Simanungkalit dan Desa Situmeang
Hasundutan
Universitas Sumatera Utara
Luas wilayah Desa Hutauruk adalah 6,92 km2 dimana 50 berupa daratan yang bertopografi berbukit-bukit dan 30 daratan dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian yang dimanfaatkan untuk persawahan tadah hujan. Sementara 20 lagi dipergunakan sebagai areal pemukiman. Iklim di desa ini sama seperti di wilayah
Indonesia lainnya, yaitu kemarau dan penghujan. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di Desa Hutauruk, Kecamatan
Sipoholon.
4.2.1 Keadaan Sosial
Penduduk Desa Hutauruk berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda, dimana mayoritas penduduknya yang paling dominan berasal dari Etnis
Batak Toba. Di samping itu sebagai masyarakat Batak Toba yang identik dengan marga keluarga, marga mayoritas yang tinggal di Desa Hutauruk ini
adalah marga Hutauruk. Desa Hutauruk mempunyai jumlah penduduk 2.986 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 1.537 jiwa, perempuan 1.449 jiwa dan 823
KK, yang terbagi dalam 4 wilayah dusun dengan rincian sebagai berikut : Tabel 4.1
Pembagian Penduduk Desa Hutauruk
S umber : Kantor Kepala Desa
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Hutauruk sebagai berikut :
Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan di Desa Hutauruk
Dusun I Dusun II
Dusun III Dusun IV
862 Orang 746 Orang
888 Orang 731 Orang
Pra Sekolah
SD SLTP sd
SLTA SarjanaPasca
Sarjana Lain-lain
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Kantor Kepala Desa
Daftar Mata Pencaharian Penduduk Desa Hutauruk : Tabel 4.3
Daftar Mata Pencaharian di Desa Hutauruk
Petani Peda-
gang PNS
Buruh Pensiunan
PNSPOL- RI
TNI POLRI
Kar- yawan
Swasta 1.24
Orang 103
Orang 217
Orang 346
Orang 65
Orang 8
Orang 57 KK
Sumber : Kantor Kepala Desa
Kondisi sarana dan prasarana umum Desa Hutauruk secara garis besar
adalah sebagai berikut : Tabel 4.4
Sarana dan Prasarana di Desa Hutauruk
No SaranaPrasarana
JumlahVolume Keterangan
1 Balai Desa
2 Kantor Desa
1 Rumah Kepala
Desa 3
Puskesmas Pembantu 1
4 Masjid
5 Mushola
6 Pos Kamling
7 Taman Kanak-
KanakPAUD 1
8 Pos Polisi
1 9
SD Negeri 3
325 Orang 327
Orang 2093 Orang
159 Orang 82 Orang
Universitas Sumatera Utara
10 SMP Negeri
1 11
Balai Pertemuan Dusun 12
Madrasah Diniah Awaliyah
13 Cek Dam
14 Tempat Pemakaman
Umum 15
Pemancar RRI 16
Sungai 2
17 Jalan Tanah
4 km 18
Jalan Koral 3 km
19 Jalan PorosHot Mix
6 km 20
Jalan Aspal Penetrasi 2 km
21 Kantor Pos Giro
22 Lumbung Tani
23 Sumur Bor
Sumber : Kantor Kepala Desa
4.2.2 Keadaan Ekonomi
Kondisi ekonomi masyarakat Desa Hutauruk secara kasat mata terlihat jelas perbedaan antara rumah tangga yang berkategori miskin, sangat miskin, sedang,
dan kaya. Hal ini tampak dari bentuk rumah, gaya berpakaian, gaya berbicara, dan kendaraan yang dipakai. Perbedaan ekonomi ini jelas disebabkan karena mata
pencaharian masyarakat desa yang berbeda. Mayoritas masyarakat Desa Hutauruk mata pencahariannya di sektor non-formal, seperti buruh bangunan, buruh tani,
petani sawah tadah hujan, perkebunan karet dan sawit dan sebagaian kecil di sektor formal, seperti PNS Pemda, honorer, guru, tenaga medis, TNIPolri, dan
lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
4.2.3 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Hutauruk Diagram 4.5
Struktur Hirarki Pemerintahan Desa Hutauruk
Sumber : Kantor Kepala Desa
4.2.4 Karakteristik Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat
Berdasarkan penelitian mengenai peran opinion leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara
Sumatera Utara, peneliti melaksanakan penelitian berdasarkan teknik maupun metode penelitian yang telah dijelaskan pada bab II. Informan dalam penelitian ini
adalah para opinion leader yang ada di Desa Hutauruk, Dusun I serta informan tambahan yaitu masyarakat Desa Hutauruk dan Pelaksana Tugas Kepala Desa
Hutauruk. Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi partisipan atau melakukan
pengamatan langsung ke lapangan dan mengamati berbagai kegiatan yang dilakukan oleh opinion leader dan masyarakat Desa Hutauruk. Selain itu, untuk
melengkapi informasi yang diperoleh peneliti melalui pengamatan langsung, peneliti juga melakukan wawancara secara mendalam kepada masing-masing
informan yang telah ditentukan oleh peneliti sehingga diperoleh informasi yang Kepala Desa
Kaur Pelayanan Umum Kaur Pembangunan
Kaur Pemerintahan Bendahara Desa
Sekretaris Desa
Kepala Dusun I
Kepala Dusun IV
Kepala Dusun III
Kepala Dusun II
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan peneliti secara mendalam dan akurat untuk menjawab tujuan dari penelitian ini.
Peneliti melakukan pengamatan tahap awal pada tanggal 31 Januari 2015 dan orang yang pertama sekali peneliti temui adalah Bapak Ramli Hutauruk.
Peneliti mendapatkan rekomendasi untuk bertanya kepada Bapak Ramli Hutauruk dari Opung B. Sianturi dimana tempat peneliti menumpang menginap. Setelah
banyak bertanya kepada opung, maka peneliti diarahkan untuk menjumpai Bapak Ramli Hutauruk dan bertanya kepada beliau. Jam menunjukkan pukul 10.00 WIB
dan dengan ditemani opung peneliti datang ke rumah makan yang dikelola oleh Bapak Ramli Hutauruk.
Beliau merupakan mantan Kepala Desa Hutauruk yang saat ini menjalankan kegiatan sehari-harinya sebagai pengusaha rumah makan di Desa Hutauruk.
Bapak Ramli Hutauruk merupakan seorang lelaki keturunan Batak Toba yang memiliki ciri-ciri fisik kepala persegi, rambut hitam pendek, kulit hitam manis,
dan badan yang tidak terlalu tinggi. Peneliti langsung berbincang kepada beliau untuk memperoleh informasi tentang opinion leader di Desa Hutauruk sekaligus
ingin meminta informasi dan struktur organisasi yang ada di Desa Hutauruk. Ketika peneliti menyampaikan maksud dan tujuan serta memberikan proposal
penelitian kepada Bapak Ramli Hutauruk sebagai gambaran tentang apa yang hendak dilakukan peneliti di Desa Hutauruk, Bapak Ramli mempersilahkan kami
untuk duduk di salah satu meja di rumah makan yang beliau kelola. Pertama kali beliau bercerita tentang rumah makan yang ia kelola beserta
dengan istrinya selama ini. Lalu, beliau kembali ke topik yang ingin kami bahas, yaitu penelitian tentang opinion leader yang ada di Desa Hutauruk. Beliau
langsung mengkritik judul penelitian ini karena kesalahan pada nama Desa Hutauruk dan langsung memperjelas penelitian ingin dilakukan di dusun berapa.
Peneliti pun langsung bertanya tentang dusun apa saja yang ada di Desa Hutauruk tersebut dan beliau menjawab :
“Di Desa Hutauruk ini ada empat 4 dusun. Ada dusun I, II, II, dan IV. Tidak ada batas yang jelas untuk dusun-dusun ini, saya pun susah untuk
menjelaskan batas-batasnya karena tidak pernah ada batasan daerah dusun yang jelas. Hanya orang yang sudah lama tinggal disini yang tahu batas-
batas antara dusun ini. Saya memang sudah lama tinggal disini, tetapi saya sibuk mengurus rumah makan ini, karena itu saya kurang memahami batas-
Universitas Sumatera Utara
batas dusun di Desa Hutauruk. Akan tetapi, saya sarankan kamu untuk melakukan penelitian di Dusun I saja karena itu merupakan pusat Desa
Hutauruk.”
Mendengar jawaban beliau tersebut, maka peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di Dusun I. Beliau juga mengatakan kalau dia mengetahui
dimana letak Dusun I dan memberitahukan kepada peneliti dengan menunjukkan daerah yang tampak dari luar rumah makan tersebut sebagai Dusun I yang tidak
jauh dari lokasi rumah makan beliau. Tidak hanya memperjelas di dusun mana peneliti harus melakukan penelitian, beliau juga mengkritik tentang pemilihan
opinion leader yang akan diteliti di desa tersebut. Berikut kutipan komentar beliau:
“Kalau di jaman sekarang, opinion leader sudah tidak banyak berperan dalam mengambil keputusan di desa ini. Masyarakat di desa ini cenderung
susah untuk digerakkan, khususnya kaum muda di desa. Kaum muda di desa ini sudah tidak lagi hormat kepada yang tua-tua, tidak ada lagi rasa
kebersamaaan, ditambah lagi majunya teknologi dan sudah masuknya media massa ke desa ini membuat pemimpin pendapat tadi cenderung tidak
berfungsi atau tenggelam. Akan tetapi, menurut saya orang yang bisa kamu wawancari adalah Bapak Manimbul Hutauruk, Bapak St. Amser Hutauruk,
dan Bapak Torang Huaturuk.”
Setelah itu peneliti pun menanyakan tentang alamat dan lokasi dari Informan pertama yang akan peneliti temui yaitu Bapak Manimbul Hutauruk. Beliau tidak
menjelaskan alamat yang jelas kepada penelti, tetapi dia menunjukkan dari luar rumah makannya letak rumah dari Bapak Manimbul Hutauruk. Dengan samar-
samar peneliti langsung mengetahui dimana lokasi rumah Bapak Manimbul Hutauruk. Kemudian peneliti bertanya tentang alamat kantor camat Sipoholon,
beliau kembali hanya menunjukkan dari luar rumah makan sambil berkata : “Itu yang ada palang kantor camat nampak dari sini, itu lah kantor camat”
Setelah puas berbincang dengan Bapak Ramli Hutauruk, maka peneliti berpamitan kepada beliau. Dengan senyum beliau mempersilahkan peneliti pergi
dan menyemangati peneliti. Setelah menginjakkan kaki keluar dari rumah makan tersebut, tujuan peneliti selanjutnya adalah Kantor Camat Sipoholon untuk
mengurus ijin dan meminta surat keterangan bahwa peneliti sudah melakukan penelitian di Desa Hutauruk. Pertama kali peneliti masuk ke dalam kantor,
seorang laki-laki paruh baya langsung menanyakan peneliti ingin bertemu dengan
Universitas Sumatera Utara
siapa. Dengan spontan peneliti mengatakan ingin bertemu dengan Kepala Desa Hutauruk. Akan tetapi, beliau menjelaskan bahwa di Desa Hutauruk belum
mengadakan pemilihan Kepala Desa, karenanya semua tugas-tugas Kepala Desa dilaksanakan oleh Ibu Hotmauli Saragih, selaku Pelaksana Tugas. Peneliti pun
langsung diantarkan oleh beliau memasuki ruangan Ibu Hotmauli Saragih. Setibanya di ruangan tersebut, peneliti melihat dua orang yang sedang bekerja di
depan komputer, satu laki-laki yang masih muda dan satu lagi perempuan yang cukup tua. Peneliti langsung menemui perempuan yang nampak sudah berumur
tersebut dan memperkenalkan diri sebagai Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang ingin melakukan penelitian di Desa Hutauruk.
Beliau pun langsung meminta surat ijin dari kampus peneliti dan membacanya, lalu berkata :
“Jadi, kamu mau ngapain jumpain saya?” Peneliti pun langsung mengutarkan niat bahwa peneliti ingin meminta ijin
dan meminta surat keterangan bahwa peneliti telah melakukan penelitian di Desa Hutauruk. Lalu, beliau pun menjawab :
“Kalau begitu, bekerjalah dulu, setelah selesai melakukan penelitian baru kamu datang kesini dan saya berikan surat keterangannya. Semoga sukses”
Peneliti kemudian berpamitan kepada beliau dan mengucapkan terima kasih kepada beliau. Setelah keluar dari Kantor Camat Sipoholon, tujuan peneliti
selanjutnya adalah mewawancarai Bapak Ramli Hutauruk. Peneliti sempat kebingungan mencari alamat rumah Bapak Manimbul, tetapi setelah bertanya
kepada seorang Ibu yang hendak pergi ke sawah, maka peneliti sampai di rumah Bapak Manimbul Hutauruk. Sebuah rumah sederhana yang dipenuhi dengan
banyak tanaman dan kayu-kayu di halaman depan rumah. Tidak lama kemudian tampak langsung oleh peneliti seorang laki-laki tua yang menggunakan topi
sambil mengutak-atik sebuah sepeda. Peneliti pun langsung mengungkapkan keinginan untuk bertemu Bapak Manimbul Hutauruk kepada laki-laki tersebut,
dan ternyata beliaau adalah Bapak Manimbul Hutauruk. Beliau mempersilahkan peneliti untuk duduk di kursi teras rumahnya. Peneliti pun langsung
memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud untuk mewawancarainya mengenai penelitian ini. Beliau pun tidak keberatan meluangkan waktunya untuk
Universitas Sumatera Utara
diwawancarai. Begitu peneliti akan memulai wawancara, datang seorang anak perempuan kecil yang ternyata adalah cucu dari Pak Manimbul. Bapak Manimbul
tinggal bersamaa istri dan satu cucunya. Orang tua dari cucu beliau bekerja di Medan dan menitipkan anaknya kepada Bapak Manimbul.
Sebelum memulai wawancara yang mendalam kepada Bapak Manimbul Hutauruk, peneliti bertanya tentang biodata Bapak Manimbul Hutauruk, berikut
profil Bapak Manimbul Hutauruk : Nama
: Manimbul Hutauruk Usia
: 77 Tahun Pekerjaan
: Pensiunan Buruh Pabrik Tanggal Wawancara
: 31 Januari 2015 Lokasi Wawancara
: Rumah Bapak Manimbul Hutauruk Waktu
: Pukul 13.00 WIB Bapak Manimbul Hutauruk merupakan mantan Kepala Desa Hutauruk pada
tahun 1980-1994. Ciri fisik dari Bapak Manimbul adalah memiliki rambut putih, badan besar tinggi, dan berkulit sawo matang serta badan yang agak sedikit
membungkuk. Satu hal yang cukup mengagetkan peneliti adalah ternyata Bapak Manimbul Hutauruk hanya mengenyam pendidikannya sampai jenjang Sekolah
Dasar SD saja. Meskpiun begitu, beliau mengatakan bahwa banyak pelajaran berharga yang jauh lebih penting dan didapatnya dari pengalaman-pengalaman
hidupnya yang mungkin saja tidak bisa didapatkannya di pendidikan formal. Beliau memiliki empat orang anak dan semua sudah menikah. Bapak
Manimbul Hutauruk telah tinggal di Desa Hutauruk sejak beliau lahir. Walaupun pernah merantau untuk mencari pekerjaan ke Medan, namun pada akhirnya beliau
kembali ke Desa Hutauruk dan memutuskan untuk menetap di Desa Hutauruk. Selain aktif dalam kegiatan Adat Batak, beliau juga aktif di gereja Katolik di Desa
Hutauruk. Saat ini, kegiatan yang beliau lakukan cukup banyak meskipun telah berusia
lanjut. Jabatannya sebagai mantan SintuaPenatua di gereja membuat Bapak Manimbul sering sekali berkunjung atau diundang datang ke Gereja. Selain itu,
keahlian beliau dalam memperbaiki sesuatu, atau membongkar pasang barang- barang seperti Televisi, Sepeda, Radio, dan lain-lain membuat beliau tidak pernah
Universitas Sumatera Utara
menganggur di rumah. Beliau juga merupakan pensiunan buruh di pabrik yang pernah didirikan oleh T.B. Silalahi di Medan. Oleh karena pengalaman yang
didapatnya di pabrik tersebut, membuat beliau menjadi terampil dalam memperbaiki barang-barang.
Tidak hanya itu, beliau juga mengurus satu cucu perempuannya di rumah. Bersamaa istri, beliau menjalani kehidupan sehari-hari untuk merawat dan
membesarkan cucu perempuannya. Kecintaannya pada Adat Batak membuat beliau memutuskan untuk menetap di Desa Hutauruk dan berkegiatan di desa
tersebut. Hal tersebut juga membuat beliau sangat sering dipanggil untuk menjadi parhata dalam setiap kegiatan pesta, baik itu pernikahan ataupun meninggal.
Setelah mewawancarai Bapak Manimbul Hutauruk, jam menunjukkan pukul 16.30 WIB, maka peneliti memutuskan untuk mengakhiri dan berpamitan untuk
pulang. Dalam perjalanan pulang, peneliti mengamati kondisi di Desa Hutauruk tersebut, baik masyarakat maupun kondisi alamnya. Peneliti melihat di pinggir
jalan ada sekelompok perempuan yang berjalan pulang membawa cangkul, peneliti tertarik melihat mereka dan kemudian berbincang sedikit dengan mereka.
Setelah sekitar satu jam berbincang, ternyata mereka merupakan masyarakat Desa Hutauruk yang baru pulang bekerja sebagai petani di sawah. Mereka juga
mengatakan bahwa hal tersebut mereka lakukan sekalipun mereka memiliki anak dengan jumlah rata-rata 3-5 anak, karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Akhirnya peneliti sampai di rumah dan memutuskan untuk berbincang dengan opung dimana peneliti menumpang menginap. Beliau memiliki sembilan
anak dan salah satunya merupakan mantan Kepala Desa Hutauruk yang sekarang menjadi Anggota DPRD. Peneliti bertanya kepada beliau mengenai yang beliau
ketahui tentang para opinion leader yang direkomendasikan oleh Bapak Ramli Hutauruk sebelumnya. Namun, beliau menjawab jika beliau jarang sekali
berinteraksi keluar rumah sehingga beliau tidak mengetahui bagaimana dan apa yang sudah dilakukan oleh para opinion leader tersebut. Mendengar jawaban
tersebut, peneliti pun memutuskan untuk menghentikan pertanyaan kepada beliau. Keesokan harinya, peneliti melanjutkan penelitian kembali dan memutuskan
untuk mewawancarai Bapak Torang Hutauruk. Sesampainya peneliti di rumah Bapak Torang Hutauruk, ternyata beliau sedang berada di luar, maka peneliti
Universitas Sumatera Utara
memutuskan untuk menunggu beliau. Setelah 20 menit menunggu, akhirnya Bapak Torang pun datang dan peneliti pun langsung memperkenalkan diri kepada
beliau. Kemudian, peneliti langsung bertanya tentang kehidupannya sehari-hari. Dengan tenang beliau pun menjelaskan :
“Saya tinggal bersamaa anak laki-laki yang pertama dan menantu beserta cucu-cucu saya. Istri saya sudah meninggal dua tahun lalu. Yah, beginilah
saya menjalani hidup. Kalau bosan saya duduk di “lapo tuak”. Disitulah saya banyak menghabiskan waktu”
Berikut adalah biodata singkat Bapak Torang Hutauruk : Nama
: Torang Hutauruk Usia
: 77 Tahun Pekerjaan
: Pensiunan Guru SMP 1 Sipoholon Tanggal Wawancara
: 01 Februari 2015 Lokasi Wawancara
: Rumah Bapak Torang Hutauruk Waktu Wawancara
:Pukul 09.00 WIB
Bapak Torang Hutauruk juga sama seperti Bapak Manimbul, tinggal sejak lahir di Desa Hutauruk sampai saat ini. Namun, beliau pernah merantau selama
3,5 tahun yaitu pada tahun 1958-1961 untuk berperang pada saat pemberontakan PERMESTA. Bapak Torang Hutauruk mengenyam pendidikan hanya sampai
tingkat SMA. Beliau memiliki cir-ciri fisik berambut lurus hitam, badan kurus, dan kulit hitam manis.
Beliau memiliki empat orang anak dan dua orang yang baru menikah. Sementara dua orang lainnya masih sekolah di bangku universitas. Melihat cerita
beliau dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti, Bapak Torang Hutauruk merupakan sosok opinion leader di bidang pendidikan. Begitu banyak hal yang
beliau kritisi tentang pendidikan khususnya bagi kaum muda saat ini. Setelah puas berbincang dengan beliau, peneliti memutuskan untuk
melanjutkan perjalanan dan mewawancarai opinion leader lainnya. Peneliti pun mewawancarai Bapak St. Amser Hutauruk. setelah mencari beliau ke toko dimana
beliau biasa menjalani kegiatannya sehari-hari. Berikut profil singkat Bapak St. Amser Hutauruk :
Nama : St. Amser Hutauruk
Universitas Sumatera Utara
Usia : 64 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Wawancara : 01 Februari 2015
Lokasi Wawancara : Rumah Bapak St. Amser Hutauruk
Waktu : Pukul 14.00 WIB
Beliau merupakan salah satu orang yang aktif sebagai sintua di gereja HKBP Lumban Baringin. Selain berjualan di toko, beliau aktif mengikuti berbagai
kegiatan di gereja. Bapak St. Amser Hutauruk tidak mengenyam pendidikan formal sama sekali. Ciri-ciri fisik beliau adalah berkacamata, berambut putih, dan
berkulit putih. Bapak Amser juga telah tinggal di Desa Hutauruk sejak lahir sampai saat ini.
Dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti, beliau merupakan salah satu opinion leader yang bergerak di bidang keagamaan. Bapak Amser menjekaskan
bahwa di desa tersebut juga telah mengalami kemajuan dalam hal kepercayaan di kalangan masyarakat. Gereja memiliki peran penting dalam hal memajukan moral,
khususnya anak-anak muda di masyarakat Desa Hutauruk. Bapak St. Amser juga menjelaskan gereja mengikuti perkembangan jaman sekarang dalam mengajarkan
pengajaran Alkitab sehingga dapat diterima oleh kaum muda. Beliau juga sering dipanggil untuk menjadi pembicara di berbagai kegiatan gereja.
Setelah wawancara selesai dilakukan, peneliti sempat bertanya kepada Bapak St.Amser Hutauruk tentang apakah ada lagi orang yang dianggap oleh
masyarakat sebagai opinion leader di desa ini. Kemudian beliau mengarahkan peneliti kepada Bapak Parluhutan Hutauruk. Setelah mendapatkan alamat Bapak
Parluhutan Hutauruk, peneliti pun langsung datang untuk mewawancarai beliau. Akan tetapi, beliau sedang tidak ada di tempat dan hanya bisa ditemui pada saat
malam hari. Peneliti pun memutuskan untuk mewawancarai Bapak Parluhutan keesokan harinya.
Tepat Pukul 19.30 WIB pada tanggal 02 Februari 2015, peneliti datang ke rumah Bapak Parluhutan Hutauruk dan mewawancarai beliau. Setelah menunggu
beliau makan malam selama 15 menit, akhirnya peneliti bisa mewawancarainya. Adapun biodata singkat Bapak Parluhutan Hutauruk adalah sebagai berikut :
Nama : Parluhutan Hutauruk
Universitas Sumatera Utara
Usia : 60 Tahun
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Tanggal Wawancara : 02 Februari 2015
Lokasi Wawancara : Rumah Bapak Parluhutan Hutauruk
Waktu : Pukul 19.30 WIB
Beliau adalah sebagai Pensiunan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sipoholon dan merupakan opinion leader termuda di Desa Hutauruk. Ciri-ciri
fisik beliau adalah kulit sawo matang, memiliki badan yang tinggi dan proposional, serta berwajah persegi. Beliau memiliki empat orang anak dan
semuanya juga telah menikah. Beliau menyelesaikan studinya di salah satu universitas negeri di Jogjakarta dan pernah bekerja di Dinas Pariwisata
Kalimantaan. Bapak Parluhutan Hutauruk mengaku masih 10 tahun berada di desa ini dikarenakan beliau pernah bekerja di Kalimantan. Akan tetapi, beliau lahir di
Desa Hutauruk dan kemudian merantau ke luar kota untuk melanjutkan pendidikannya.
Dari wawancara yang dilakukan kepada Bapak Parluhutan Hutauruk, tampak bahwa beliau merupakan salah satu opinion leader dalam bidang
pembangunan di desa. Setelah beliau pindah ke desa ini 10 tahun yang lalu, hal pertama yang menjadi sorotan utama Bapak Parluhutan adalah pembangunan desa
yang dirasanya lambat dan kurang berkembang, begitu juga dengan masyarakatnya.
Berikut adalah karakteristik dari para opinion leader di Desa Hutauruk yang
telah peneliti wawancarai secara mendalam. Tabel 4.6
Karakteristik Opinion Leader di Desa Hutauruk
No Nama Bidang
Keahlian Karakteristik
1 Manimbul Hutauruk
Adat Batak ¯ Usia: 77 Tahun
¯ Pekerjaan : Pensiunan Buruh
¯ Pendidikan Terakhir: Sekolah Dasar SD
Universitas Sumatera Utara
¯ Jumlah Anak: 4 Orang 3
Laki-laki, 1 Perempuan ¯ Ciri-ciri fisik: Tinggi
Badan 170cm, Kulit sawo matang, Rambut berwarna
putih, Badan sedikit membungkuk, dan wajah
berbentuk petakkotak
2 Torang Hutauruk
Pendidikan ¯ Usia: 77 Tahun
¯ Pekerjaan: Pensiunan Guru SMP 1 Sipoholon
¯ Pendidikan Terakhir: Sekolah Menengah Atas
SMA ¯ Jumlah Anak: 4 Orang 2
Laki-laki, 2 Perempuan ¯ Ciri-ciri fisik: Tinggi
Badan 165cm, Kulit hitam manis, Badan kurus, dan
Berambut Hitam Pekat Lurus, dan wajah
berbentuk segitiga
3 St. Amser Hutauruk
Keagamaan Kristen
¯ Usia: 64 Tahun
¯ Pekerjaan: Wiraswasta ¯ Pendidikan Terakhir:
Tidak Ada ¯ Jumlah Anak: 5 Orang 3
Laki-laki, 2 Perempuan ¯ Ciri-ciri fisik: Tinggi
170cm, Rambut Berwarna Putih, Kulit Putih, dan
wajah berbentuk persegi
Universitas Sumatera Utara
4 Parluhutan Hutauruk
Pembangunan Desa
¯ Usia: 60 Tahun
¯ Pekerjaan: Pensiunan PNS
¯ Pendidikan Terakhir S1 Jurusan Teknik Industri
¯ Jumlah Anak: 4 Orang 3 Perempuan, 1 Laki-laki
¯ Ciri-ciri fisik: Tinggi 175cm, Rambut berwarna
Hitam, Kulit Sawo Matang, dan wajah
berbentuk persegi
4.2.5 Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat
Seperti yang telah disebutkan dalam tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran opinion leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk, peneliti
melakukan pengamatan langsung dan waancara secara mendalam kepada setiap informan utama yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini. Peran
opinion leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk akan dijabarkan dalam bentuk narasi maupun mendeskripsikan segala sesuatu yang menjadi hasil
wawancara dan pengamatan langsung peneliti yang dimulai dari informan I samapai dengan informan ke IV.
Informan I Bidang Adat Batak
Nama : Manimbul Hutauruk
s Tanggal Wawancara
: 31 Januari 2015
Tempat : Rumah Bapak Manimbul Hutauruk
Waktu : Pukul 13.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
Manimbul Hutauruk merupakan informan pertama yang diwawancarai oleh peneliti ketika terjun langsung ke lapangan. Pada saat melakukan pra penelitian,
peneliti bertanya ke masyarakat tentang orang-orang yang mereka anggap pantas disebut sebagai opinion leader di kalangan masyarakat Desa Hutauruk. Setelah
lebih dari sepuluh orang mengatakan bahwa Bapak Manimbul Hutauruk layak disebut sebagai opinion leader ditambah dengan pernyataan Bapak Ramli
Hutauruk, selaku mantan Kepala Desa Hutauruk, yang menyatakan bahwa Bapak Manimbul Hutauruk layak disebut sebagai opinion leader, maka peneliti
memutuskan untuk mewawancarai beliau sebagai informan I peneliti. Ketika menyusuri jalan menuju rumah Bapak Manimbul Hutauruk, peneliti
mengamati jarang sekali ada masyarakat yang duduk di luar atau untuk mengobrol membentuk kelompok. Bahkan di sekitar rumah Bapak Manimbul pun sepi
dengan keramaian orang-orang. Tidak sulit untuk menemukan lokasi pasti rumah beliau, sebab rumah Bapak Manimbul berada di pinggir jalan dan langsung
terlihat oleh kita yang melewati jalan raya. Sesampainya peneliti di depan pintu gerbang Bapak Manimbul Hutauruk, peneliti melihat bahwa beliau sedang asyik
memperbaiki ban sebuah sepeda berwarna merah muda. Peneliti pun langsung menyapa Bapak Manimbul Hutauruk dan memanggil beliau dengan sebutan
“Bapak Tua” dan menjabat tangan beliau. Peneliti langsung membuka perbincangan dan percakapan dengan pertanyaan
seputar kegiatan Bapak Manimbul Hutauruk sekedar untuk mencairkan suasana dan mengakrabkan diri dengan beliau. Peneliti juga mengatakan maksud dan
tujuan peneliti datang ke tempat beliau untuk mencari data seputar peran opinion leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk. Peneliti mengamati
bahwa beliau merespon dengan baik maksud dan tujuan peneliti datang ketempatnya. Hal ini dapat dilihat dari sikap beliau yang langsung
mempersilahkan peneliti duduk di depan teras rumahnya dan beliau pun dengan segera melepaskan topi yang ia gunakan lalu bertanya kepada peneliti apa saja
yang harus dijawab olehnya. Dengan cepat peneliti pun langsung menyiapkan daftar pertanyaan dan
membuka catatan serta merekam segala hasil wawancara dengan beliau menggunakan telepon genggam peneliti. Di awal percakapan, peneliti mengelola
Universitas Sumatera Utara
biodata singkat Bapak Manimbul Hutauruk dan sedikit banyak beliau bercerita tentang pengalaman hidupnya semasa muda dulu. Peneliti pun dengan seksama
mendengarkan beliau. Kemudian, setelah puas bercerita tentang pengalaman hidupnya, peneliti
kemudian bertanya tentang interaksi masyarakat di desa tersebut dan pandangan beliau terhadap interaksi masyarakat di Desa Hutauruk. Beliau menceritakan
bahwa beliau telah tinggal di Desa Hutauruk sejak lahir dan menjalani kehidupan sehari-hari sebagai seorang buruh bangunan. Hingga kemudian beliau dipanggil
untuk bekerja di pabrik yang baru dibangun oleh T.B. Silalahi pada saat itu. Pabrik yang bergerak di bidang penciptaan ban mobil, motor, dan sepeda tersebut
lah yang berpengaruh terhadap pemuda-pemuda yang menganggur di desa pada saat itu.
Dalam pandangan beliau, kondisi Desa Hutauruk saat ini sebenarnya baik, interaksi di antara masyarakat pun intens, dan komunikasi di antara
masyarakatnya juga baik. Bagi para pendatang yang berasal dari luar dan tinggal menetap di Desa Hutauruk pun tidak akan mengalami kesulitan dalam proses
beradaptasi sebab masyarakat di desa tersebut terbuka dan ramah terhadap semua pendatang. Termasuk dalam hal yang biasanya menjadi konflik di beberapa
tempat, seperti agama. Mayoritas agama masyarakat di Desa Hutauruk adalah Kristen Protestan, hal ini dapat terlihat dari banyaknya gedungbangunan gereja
yang tersebar di beberapa lokasi di desa. Namun, bukan berarti hal ini menjadi masalah atau kendala bagi agama non-kristen untuk masuk ke desa tersebut.
Agama Muslim misalnya, ada beberapa orang disini yang saya ketahui beragama Muslim dan mereka merupakan pendatang yang berasal dari Kota tebing Tinggi.
Beliau juga mengatakan bahwa masyarakat di desa tersebut saat ini tidak terlalu sulit menerima adanya suatu perubahan. Ketika pertama kali ditanya
tentang perubahan, beliau dengan spontan langsung mengaitkan makna perubahan tersebut ke Adat Batak. Dari penjelasan beliau, banyak sekali perubahan dalam
Adat Batak yang terjadi di dalam desa tersebut hingga membentuk nilai dan norma Adat yang ada saat ini. Faktor pendidkan dan masuk serta berkembangnya
teknologi diakui beliau sebagai penyebab utama proses perubahan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Beliau mengatakan bahwa pada jaman dahulu, kira-kira 10-20 tahun terakhir, Adat Batak yang masih dikenal sangat kental melekat dalam diri masyarakat desa
tersebut. Banyak sekali upacara adat di desa ini, seperti upacaraadat mengantar anak menjadi dewasa, upacara perkawinan, upacara kematian, upacara pada saat
panen padi, pemetikan padi, ataupun pembangunan irigasi di desa tersebut. Jika dibandingkan dengan sekarang, maka akan jauh berbeda dimana upacara adat
yang sering dilakukan hanya sebatas pernikahan dan kematian saja, selebihnya jarang sekali dilakukan. Peneliti kemudian bertanya tentang bagaimana proses
terjadinya perubahan dalam Adat Batak tersebut. Beliau kemudian menjelaskan, pada saat itu, masyarakat di desa taat bahkan sangat takut dibilang tidak beradat
jika mereka tidak menjalankan sesuai dengan aturan yang ada. Masyarakat di desa tersebut lebih takut dikatakan sebagai orang tidak beradat dibanding orang tidak
beragama. Secara tersirat, beliau mengatakan peran orang tua yang sangat dihargai merupakan salah satu hal yang menjadi kunci dalam proses penjalanan
proses adat dalam berbagai kegiatan. Hingga pada waktunya, proses kepemimpinan tersebut mengalami sebuah regenerasi hingga sampailah pada
kepemimpinan yang dipegang oleh kaum-kaum muda di desa tersebut, termasuk beliau yang pada saat itu juga merupakan salah satu pemuda yang ada di desa
tersebut. Dalam hal pernikahan misalnya, contoh beliau, pada saat dulu tidak ada yang namanya bertemu dengan pasangan di luar dari kampung atau desa tersebut.
Misalnya, ada seorang lelaki yang tertarik pada seorang wanita yang ada di desa tersebut, kemudian lelaki tersebut datang untuk berkunjung, jika pada jaman dulu
maka pemuda tersebut akan diusir dari Desa Hutauruk karena wanita yang menjadi incarannya tersebut hanya diperuntukkan bagi pemuda yang ada di dalam
Desa Hutauruk itu saja, dan tidak boleh ada pemuda lain yang berasal dari daerah yang berbeda untuk melamarnya.
Dalam proses pelamarannya pun sudah jauh berbeda dibandingkan sekarang, dulu proses lamaran pernikahan bisa memakan waktu 4-6 hari, tetapi sekarang
bisa lebih singkat hanya 1-2 hari saja. Beliau menjelaskan hal ini karena semakin banyaknya kesibukan masyarakat ditambah dengan kaum-kaum muda yang
kebanyakan merantau ke luar desa membuat proses pernikahan harus dilaksanakan dengan cepat. Termasuk juga beliau yang pada saat hendak
Universitas Sumatera Utara
menikahkan anaknya harus dilaksanakan dalam waktu singkat karena urusan pekerjaan anaknya. Sulit untuk menerapkan hal tersebut kepada semua kalangan,
di satu sisi beliau mengatakan masih ada beberapa orang tua jaman dahulu yang kurang setuju terhadap hal tersebut namun di sisi lain kaum muda di desa tersebut
setuju terhadap hal tersebut. Disini lah orang-orang yang dihargai dan dituakan di masyarakat menengahi pendapat-pendapat mereka, termasuk juga Bapak
Manimbul Hutauruk tersebut. Adanya orang-orang untuk mengakomodir pendapat yang berbeda dan kemudian disatukan untuk kepentingan bersama itu penting
menurut penuturan beliau. Bapak Manimbul Hutauruk juga menambahkan kalau di kalangan masyarakat
Desa Hutauruk, jarang sekali ada masyarakat yang berkonflik, hampir semua masyarakat hidup rukun. Namun, memang ada hal yang diungkapan oleh beliau
bahwa menyangkut tanah ulayat, masyarakat dari semua golongan dan lapisan sosial di Desa Hutauruk sepakat untuk tidak setuju terhadap orang-orang berkuasa
dan berkepentingan untuk mengelola dan membangun tanah ulayat tersebut. Tanah ulayat merupakan tanah milik nenek moyang di suatu desa yang tidak
memiliki surat tanah atau sertifikat tanah. Berdasarkan hukum negara yang berlaku, hal ini merupakan sesuatu yang salah tanah yang mereka anggap sebagai
tanah peninggalan nenek moyang mereka merupakan milik negara dan negara berhak untuk mengelolanya. Berbeda hal dengan anggapan yang dimiliki oleh
masyarakat Desa Hutauruk, mereka menganggap bahwa tanah tersebut sesuatu yang penting untuk diprtahankan karena menyangkut nilai-nilai leluhur nenek
moyang mereka, tidak jarang juga ada kuburan orang-orang tua mereka di tanah itu, sehingga untuk memberikan tanah ulayat kepada pemerintah untuk dikelola
rasanya sebagai suatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Maka, ketika ada satu kejadian dimana pemerintah daerah ingin membangun
jalan di salah satu tanah ulayat di Desa tersebut, para tokoh masyarakat lah yang turun langsung untuk menentang hal tersebut. Satu hal yang dapat dilihat disini
adalah bahwa masyarakat di Desa Hutauruk termasuk masyarakat yang kurang aktif untuk menyampaikan pendapat mereka saat kurang setuju.
“Kondisi desa ini yah baik, masyarakatnya pun terbuka dan komunikasi lancar. Jarang ada yang berkonflik di desa ini. Jika ada pendatang yang
masuk ke desa ini pun masyarakat akan dengan senang hati menerima
Universitas Sumatera Utara
mereka. Sekalipun beragama berbeda, tetapi toleransi masyarakat disini sangat tinggi. Mengenai tentang perubahan, dalam Adat Batak misalnya,
banyak sekali terjadi perubahan dari dulu hingga sampai saat ini. Dalam upacara-upacara adat yang biasanya ada di desa ini sudah jauh berkurang
dibanding jaman dulu. Kalau jaman dulu, ada upacara adat untuk mengantarkan anak menjadi dewasa, ada juga upacara pada saat panen padi,
memetik padi, ataupun saat ada dibuat irigasi di desa, upacara perkawinan, dan upacara kematian. Kalau sekarang mana ada lagi seperti itu. Sekarang
semua serba cepat dan bagaimana supaya bisa tidak terlalu mengeluarkan banyak biaya. Tidak hanya sampai disitu saja, bahkan upacara adat seperti
pernikahan cenderung dipersingkat waktunya mengingat kepentingan sang mempelai yang banyak mengenai urusan kerja. Hal ini udah mulai diterapkan
di lima tahun terakhir. Juga ga lepas dari orang-orang yang berpengaruh dan pendapatnya dihargai di desa ini. Jadi, nanti yang menyelenggarakan pesta
itu akan menyampaikan kepada orang-orang dituakan tersebut perihal sistem upacara adat yang dipersingkat tersebut, maka dengan begitu yang menjadi
perantara antara masyarakat dan penyelenggara upacara adat. Oleh karena pendapatnya yang dihargai, maka orang-orang yang dituakan akan lebih
mudah pendapatnya untuk diterima masyarakat secara luas dan merata.”
Terkait dengan peran opinion leader yang ada di Desa Hutauruk, pada saat dulu, Bapak Manimbul sering dipanggil dalam kegiatan-kegiatan adat, salah
satunya adalah menjadi parhata. Parhata merupakan orang yang menjadi perantara di dalam pesta pernikahan antara pihak perempuan dan pihak laki-laki.
Beliau juga mengaku jika pada saat dulu, masyarakat di Desa Hutauruk sangat terpaku pada hukum adat, sehingga ada prinsip yang menyebar di kalangan
masyarakat bahwa apa yang dikatakan oleh orang tua pasti benar. Hal ini menyebabkan kaum-kaum muda pada jaman dahulu sangat mendengarkan dan
mematuhi para tetua-tetua, termasuk Bapak Manimbul. Beliau mengaku jika pada saat dulu, apa yang dikatan oleh para tetua, maka itu yang akan dituruti. Dalam
pernikahan misalnya, sebaiknya diselenggarakan dimana, tanggal berapa, pantas atau tidak jika si perempuan menikah si laki-laki, bagaimana pembagian sinamot
dan lain sebagainya. Tidak hanya sebatas itu, suatu pembangunan yang masuk ke dalam desa
tersebut juga diakui oleh Bapak Manimbul akan diberitahukan kepadanya dan dimintai pendapatnya. Dalam masyarakat jaman dulu, Bapak Manimbul mengaku
lebih aktif dalam kegiatan diskusi dan rapat mengenai peraturan-peraturan yang dibuat di desa, dalam acara-acara pesta maka dia akan dimintai menjadi parhata,
selain itu juga jika ada pembangunan baru yang masuk, maka pihak
Universitas Sumatera Utara
penyelenggara pembangunan akan meminta beliau untuk menyampaikannya kepada masyarakat. Akan tetapi, diakui beliau bahwa saat ini masyarakat sudah
menjadi masyarakat teknologi yang sudah banyak mendapatkan informasi, sekalipun hal tersebut membawa dampak negatif yaitu lunturnya nilai-nilai dan
norma adat di kalangan masyarakat, membuat Bapak Manimbul Hutauruk hanya dimintai pendapat dan nasehatnya mengenai adat. Hanya sebatas itu, selain itu
juga beliau berusaha untuk tetap menanamkan nilai dan norma adat di kalangan kaum muda melalui perbincangan ringan di partukoan.
“Jika tentang perubahan, masyarakat disini tidak terlalu susah untuk menerimanya, beda kalau dulu, sekarang sudah lebih terbuka, tetapi malah
jadinya kacau. Teknologi berkembang semakin menyurutkan semangat solidaritas kebersamaaan dalam Adat Batak, selain itu juga banyak anak
muda yang hampir melupakan adat, padahal itu vital sekali. Oleh karena itu, kalo saya ngumpul-ngumpul di lapo tuak atau partukoan, saya akan banyak
membahas tentang adat kepada mereka. Selain itu, jika ada acara-acara adat, maka saya akan memanggil kaum-kaum muda di desa untuk datang dan
mengikuti acaranya. Hal itu penting untuk mengkaderkan kaum-kaum muda di masa mendatang nantinya.”
Bapak Manimbul merupakan salah satu orang yang bisa dikatakan sebagai opinion leader dalam masyarakat Desa Hutauruk dalam bidang Adat.
Pengetahuan dan pengalamannya dalam segala kegiatan adat membuatnya dihargai sebagai orang yang paham sekali tentang adat. Walaupun hampir semua
opinion leader yang ada di Desa Hutauruk mengerti tentang adat, namun dengan keikutsertaan Bapak Manimbul yang hampir tidak pernah melewatkan berbagai
kegiatan adat lah yang menjadikan dia sebagai seseorang yang dapat menyatukan pendapat dalam masyarakat jika ada hal-hal tertentu mengenai Adat. Dari
pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap beliau, tingkat mengkonsumsi media massa Bapak Manimbul tergolong rendah. Beliau hanya membaca koran di
waktu senggang atau tidak ada kegiatan di sore hari. Dalam satu minggu, beliau mengkonsumsi media massa koran sebanyak 2-3 kali. Melalui wawancara yang
dilakukan terhadap Bapak Manimbul, peneliti memahami bahwa pengetahuan tentang Adat yang diperoleh Bapak Manimbul didapatkannya melalui orang tua
dan pengalamannya mengikuti kegiatan adat selama ini. ketika peneliti bertanya adakah beliau membaca dari buku tentang Adat Batak, beliau justru mengaku
hanya satu atau dua kali pernah membaca buku tentang Adat Batak.
Universitas Sumatera Utara
Kurang aktifnya beliau saat ini menjalankan peran sebagai opinion leader dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah karena usia
beliau yang sudah menginjak usia tua, serta rasa takut yang dimiliki oleh beliau karena akan dikatakan sebagai orang yang selalu mau tampil dalam setiap
kegiatan adat. Selain itu juga, beliau mengharapkan regenerasi kepemimpinan opinion leader kepada kaum muda yang ada di desa tersebut.
Informan II Bidang Pendidikan
Nama : Torang Hutauruk
Tanggal Wawancara : 01 Februari 2015
Tempat : Rumah Bapak Torang Hutauruk
Waktu : Pukul 09.00 WIB
Bapak Torang Hutauruk merupakan informan kedua yang peneliti wawancarai. Sesampainya peneliti di rumah beliau, seorang wanita membukakan
pintu dan bertanya ingin mencari siapa, peneliti kemudian menjawab ingin mencari Bapak Torang Hutauruk. Lalu, perempuan tadi menjawab kalau Bapak
Torang sedang keluar dan biasanya pergi ke lapo tuak sampai jam makan siang. Peneliti sedikit kecewa mendengar hal tersebut, tetapi peneliti memutuskan untuk
tetap menunggu Bapak Torang Hutauruk. peneliti pun dipersilahkan masuk ke dalam ruang tamu rumah Bapak Torang.
Perempuan tadi kemudian meninggalkan peneliti menuju dapur. Setelah satu jam menunggu, ternyata tidak disangka-sangka kalau Bapak Torang pulang ke
rumah. Beliau kemudian melihat peneliti dan bertanya apa urusan peneliti datang ke rumah beliau. Peneliti pun menjelaskan maksud dan tujuan ingin mendapatkan
data yang sesuai melalui wawancara kepada beliau untuk kepentingan penelitian skripsi. Beliau kemudian menjabat tangan peneliti dan menanyakan nama peneliti.
Beliau tampak tidak keberatan untuk diwawancarai oleh peneliti. Pertanyaan untuk berbasa-basi dan mencairkan suasana pun dimulai. Beliau
menceritakan tentang foto-foto anak-anak dan cucunya yang dipajang di
Universitas Sumatera Utara
sepanjang dinding ruang tamunya. Termasuk istrinya yang telah meninggal dua tahun yang lalu akibat terkena penyakit komplikasi. Beliau mengatakan bahwa dia
tinggal bersamaa dengan anak laki-laki dan menantunya beserta cucunya. Hal ini membuatnya merasa tidak terlalu sepi sepeninggal mendiang istrinya.
Setelah selesai menceritakan semua, beliau kemudian bertanya tentang apa penelitian ini sebenarnya dan apa yang ingin peneliti ketahui. Peneliti pun
langsung bertanya kepada beliau mengenai pendapat beliau tentang desa dan interaksi masyarakat di desa. Beliau pun langsung berkomentar kalau interaksi
masyarakat yang ada di desa tersebut berjalan baik, tetapi berdasarkan kepentingan-kepentingan saja. Nilai-nilai kebersamaaan di antara anggota
masyarakatnya sudah mulai luntur dan sulit untuk digerakkan. Kemudian peneliti langsung bertanya, bagaimana kondisi desa ini jika dibandingkan pada saat dahulu
dan sekarang. Beliau pun langsung bercerita tentang kondisi desa, khususnya bagian
pendidikan di masyarakat Desa Hutauruk. Beliau bercerita jika pada saat dahulu, masih ada dan dikenal yang namanya mata pelajaran PPPP P4. Mata pelajaran
tersebut merupakan mata pelajaran mengenai pendidikan pancasila dan segala peraturan-peraturan pemerintah. Ketika kurikulum berubah dan mata pelajaran
sekarang hanya difokuskan kepada ilmu-ilmu eksakta saja, beliau justru melihatnya sebagai sebuah kondisi yang hanya mementingkan ilmu-ilmu alam.
Hal ini justru membuat perbedaan antara manusia-manusia produk jaman dahulu, dibandingkan dengan manusia-manusia hasil produk jaman sekarang ini.
Beliau juga mengatakan bahwa saat ini, generasi muda sudah banyak yang menganggap mereka yang lebih tinggi dan lebih tahu dibanding orang-orang tua.
Padahal, berbicara ilmu dan pengalaman orang tua masih belum bisa dikalahkan dibandingkan generasi-generasi muda. Inilah yang perlu ditanamkan kepada
generasi-generasi muda. Sebab, hubungan yang terjadi antara golongan kaum tua dan kaum muda terjalin sangat renggang dibandingkan dahulu. Oleh karena
perkembangan teknologi, jadi kaum muda di desa ini lebih menganggap mereka pintar, padahal hal tersebut masih belum seberapa dibandingkan pengalaman-
pengalaman yang dirasakan oleh masyarakat yang tergolong kepada kaum tua.
Universitas Sumatera Utara
Untuk itulah sangat penting menurut beliau untuk diajarkan kepada generasi mendatang tidak hanya pendidikan ilmu pengetahuan, tetapi juga moral kepada
para siswa melalui pelajaran yang sekarang ini disebut sebagai sejarah ataupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Selanjutnya, beliau memaparkan
bahwa kemajuan teknologi yang ada di desa ini membuat kebutuhan semakin meningkat, sehingga masyarakat disini menjadi masyarakat yang materialistis
yang hanya mementingkan materi dan menyebabkan berkurangnya kebersamaaan, seperti gotong royong.
“Desa kita ini, Desa Hutauruk, interaksi masyarakatnya yah baik. Masih lancar komunikasinya. Hanya saja sedikit renggang dibandingkan dahulu
kalau saya lihat. Kalau jaman dulu itu, sebelum masa reformasi lah bisa dikatakan, yang muda sangat menghormati yang tua. Kalau setelah masa
reformasi, perkembangan teknologi semakin maju, manusianya pun semakin maju, sehingga hilang adat itu di dalam diri generasi muda disini. Banyak
lagi yang sudah tidak terlalu peduli terhadap para tetua, padahal dulu sangat berperan penting itu di dalam masyarakat. Para tetua atau yang dituakan
inilah yang bahkan mengatur hidup mereka agar dapat sejahtera sesuai dengan nilai dan norma adat yang berlaku. Kalau sekarang, semua serba
praktis, sehingga orang pun sudah malas untuk menasihati atau memberi nasihat kepada kaum-kaum muda karena mereka pun sudah menganggap diri
mereka jauh lebih berkembang dibanding dengan kami. Beda dengan orang- orang jaman dulu pada saat orde baru lah. Mereka masih mematuhi dan
mendengarkan apa yang kami katakan selaku orang yang dituakan. Dari kurikulum pendidikan pun sudah jauh berbeda. Kalau dulu penting sekali
ditanamkan rasa hormat melalui berbagai mata pelajaran, P4 salah satunya. Kalau sekarang, semua kurikulum diubah, semakin terfokus pada kemajuan
informasi dan teknologi, hasilnya membuat masyarakat disini kurang menghargai adanya orang-orang tua yang dihargai itu.”
Beliau juga menjelaskan bahwa pada jaman dahulu, orang tua sangat dihargai,
orang-orang tua yang dituakan di kalangan masyarakat pun pendapatnya dapat mempengaruhi masyarakat, karena pada jaman dahulu orang-orang di desa ini
sangat menjunjung tinggi adanya kebersamaaan. Belum berkembangnya kemajuan teknologi membuat masyarakat disni sangat bergantung kepada para
tetua atau orang-orang tua. Pada saat dulu banyak yang datang untuk berdiskusi atau bertanya kepada Bapak Torang dan tidak jarang beliau mengatakan bahwa
apa yang dikatakannya dijadikan dasar atau landasan manusia bertingkah laku. Salah satu hal yang beliau contohkan adalah Program KB. Beliau mengatakan
jika ketika sedang mengajar kepada para siswa SMP dari dulu sampai sekarang,
Universitas Sumatera Utara
Bapak Torang selalu menanamkan kepada para siswa untuk mampu berpikir kritis dari suatu program yang dibawa oleh pemerintah ke desa ini. Beliau pernah
mengikuti sosialisasi Program KB, dan merupakan satu-satunya perwakilan yang dipercayakan oleh pemerintah daerah untuk mengikuti program sosialisasi KB
tersebut dengan harapan beliau dapat menyebarluaskan kepada masyarakat bahwa seluruh masyarakat desa dan mendukung program KB. Ketika beliau mengikuti
program pelatihan tersebut, hal yang kontradiksi justru muncul di dalam benak beliau. Beliau menganggap bahwa program KB itu tidak cocok jika diterapakn di
masyarakat Desa Hutauruk. Itulah informasi yang disebarluaskannya hingga berdampak sampai saat ini tidak ada masyarakat Desa Hutauruk yang
menggunakan program KB. Dari hasil yang peneliti dapatkan rata-rata keluarga di desa tersebut memiliki paling sedikit 4-7 anak.
Beliau memang mengaku menolak program KB dan memberitahukan pandangannya tersebut kepada seluruh masyarakat Desa Hutauruk. Hasilnya dapat
diterima oleh masyarakat sampai sekarang ini. Anggapan beliau terhadap program KB adalah bahwa program tersebut tujuannya untuk mengurangi jumlah
penduduk, sementara penduduk Indonesia yang paling banyak itu berada di daerah Jawa, sementara lahan untuk tempat tinggal di Jawa sangat minim.
Sedangkan bagi masyarakat di daerah Sumatera seperti di Desa Hutauruk sekalipun, program KB justru sebagai suatu bentuk maksud yang tersembunyi dari
kepentingan-kepentingan pihak tertentu untuk menekan jumlah populasi masyarakat minoritas, seperti suku Batak. Beliau melanjutkan kalau tidak perlu
diterapkan KB di Desa Hutauruk karena masih sangat banyak lahan disini yang bisa dijadikan tempat tinggal dan dikelola oleh generasi selanjutnya, tidak seperti
daerah Jawa yang sangat minim lahan tempat tinggal. KB hanya menjadi suatu hal yang dapat menekan jumlah populasi minoritas, yang dalam hal ini maksud beliau
adalah Suku Batak. “Saya pernah mengikuti program sosialisasi KB pada waktu itu ke Medan.
Saya merupakan satu-satunya perwakilan dari Desa Hutauruk yang dikirim ke Medan. Hal yang saya dapatkan dari sosialisasi tersebut adalah bahwa KB
sangat tidak cocok dengan masyarakat di Desa Hutauruk. Masih banyak lahan kosong di desa ini yang bisa diolah oleh generasi-generasi mendatang,
jadi tidak perlu dibatasi mau punya berapa anak. Program KB itu sebenarnya merupakan suatu program untuk menekan jumlah penduduk, KB itu
dikeluarkan untuk mengatasi masalah kependudukan yang semakin meningkat
Universitas Sumatera Utara
di Jawa, sementara jumlah lahan tidak sebanding dengan jumlah masyarakatnya. Oleh karena itu, kalau KB diterapkan di daerah Jawa, sangat
cocok. Saya melihat ada suatu maksud tersembunyi dari golongan-golongan tertentu yang ingin menekan populasi masyarakat minoritas, seperti suku
Batak. Jika dibandingkan dengan masyarakat di Jawa, kita akan kalah jauh jumlahnya, apalagi kalau dipaksa kita menggunakan KB, makin jauh rentang
jumlah populasi masyarakat minoritas seperti kita. Oleh karena itu, saya selalu beritahu kepada siswa saya dan orang-orang yang saya jumpai atau
bertanya kepada saya bahwa KB itu tidak cocok diterapkan di Desa Hutauruk ini. Dari dulu saya sampaikan itu kepada mereka, khususnya kepada siswa-
siswi yang saya ajar di sekolah.”
Bapak Torang mengatakan kepada peneliti bahwa khusunya pendidikan, itu sangat penting bagi semua masyarakat di desa ini. Beliau mengaku selalu
memberitahukan hal tersebut kepada orang-orang tua yang memiliki anak agar menyekolahkan anaknya dan tidak menyuruhnya langsung bekerja setelah tamat
sekolah. Bagi Bapak Torang, perkembangan pendidikan di Desa Hutauruk sudah tergolong lebih maju dibandingkan dahulu. Kalau dulu beliau mengatakan bahwa
pendidikan itu merupakan hal yang kesekian yang harus dipenuhi. Hal tersebut yang beliau anggap menjadi penyebab jaman dulu ketika anak-anaknya sudah
berhasil menempuh pendidikan sampai SD atau SMP merasa sudah cukup dan langsung disuruh menikah atau bekerja. Suatu hal yang dianggap salah baginya
dan dia merasa untuk perlu memperbaikinya. Sudah semakin banyak orang tua saat ini di desa tersebut yang
memperhatikan pendidikan anak-anak mereka. Suatu hal yang mengalami perkembangan menurut Bapak Hutauruk. Akan tetapi, beliau juga menambahkan
bahwa pendidikan juga tidak boleh mengabaikan nilai dan norma adat karena hal tersebutlah yang dianggapnya menjadi pelengkap bagi pendidikan seseorang agar
dapat menjadi tolak ukur bagi perilaku dan sikap seseorang di dalam bermasyarakat.
Terkait dengan peran opinion leader dalam masyarakat Desa Hutauruk, disini peneliti mengamati bahwa Bapak Torang Hutauruk merupakan seseorang
yang salah satu pendapatnya memang dihargai dan berpengaruh terhadap masyarakat di Desa Hutauruk. Pengaruh atau peran Bapak Torang dalam
pendidikan dan KB sangat berpengaruh. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, sama halnya seperti Bapak Manimbul bahwa semakin lama peran mereka sebagai
Universitas Sumatera Utara
seseorang yang dituakan atau dianggap sebagai seseorang opinion leader semakin berkurang. Pengaruhnya tetap ada, namun hanya sebatas memberi nasehat kepada
masyarakat di Desa Hutauruk. Berdasarkan pengamatan peneliti, Bapak Torang juga termasuk orang yang dapat dikategorikan sering mengkonsumsi media
massa. Media massa yang paling sering dikonsumsi oleh beliau adalah Koran dan televisi. Dari pengamatan ditambah wawancara kepada beliau, peneliti
mendapatkan bahwa Bapak Torang juga sering bertukar pikiran atau pendapat dan menceritakan apa yang dibaca dan ditontonnya ketika Bapak Torang sedang
berkumpul di lapo tuak. Tidak jarang juga peneliti melihat bahwa ada beberapa orang yang datang kepadanya untuk menceritakan masalah di dalam keluarganya,
masyarakat yang datang tersebut lebih banyak berkonsultasi kepada beliau tentang pendidikan bagi anak-anaknya.
Informan III Bidang Keagamaan
Nama : St. Amser Hutauruk
Tanggal Wawancara : 01 Februari 2015
Tempat : Rumah Bapak St. Amser Hutauruk
Waktu : Pukul 14.00 WIB
Informan penelitian ini selanjutnya adalah Bapak St. Amser Hutauruk. Beliau merupakan seorang wiraswasta yang mempunyai sebuah toko alat-alat
bangunan di Desa Hutauruk. Pertama kali peneliti menjumpai beliau di toko tersebut, tetapi beliau kemudian menyuruh kami untuk melakukan wawancara saja
di rumahnya yang hanya berjarak 20 meter dari toko tersebut. Oleh karena itu, peneliti langsung menuju rumah beliau. Pertama kali peneliti sampai di depan
rumah berkeramik merah dan pagar hitam, peneliti langsung disambut oleh seorang perempuan tua yang ternyata adalah istri dari Bapak St. Amser Hutauruk.
Peneliti kemudian disuruh masuk ke dalam ruang tamunya dan disuruh menunggu Bapak Amser. Setelah satu jam menunggu, Bapak Amser pun datang dengan
sepeda motor tuanya yang berbunyi di depan pagar rumah. Seketika langsung
Universitas Sumatera Utara
anjing menggonggong dan anak perempuan beliau pun langsung membukakan pintu. Sesampainya Bapak Amser di rumah, peneliti langsung menjabat tangan
beliau kemudian beliau memohon agar peneliti menunggu beberapa menit karena Bapak Amser hendak mengganti baju dan mencuci muka sebelum memulai
wawancara. Dua puluh menit berselang, akhirnya beliau dengan wajah segar pun datang
dan duduk dihadapan peneliti. Beliau hanya diam dan memandangi peneliti, hal ini sempat membuat peneliti kehilangan konsentrasi untuk mewawancarai beliau.
Bapak Amser sebelumnya telah tahu maksud dan tujuan peneliti untuk mewawancarai beliau ketika peneliti menjumpai beliau di toko miliknya
sebelumnya. Oleh karena itu, beliau langsung menunggu untuk diwawancarai oleh peneliti. Peneliti pun langsung melontarkan pertanyaan mendasar yang peneliti
tanyakan pada dua informan sebelumnya yaitu pendapat informan tentang desa dan interaksi masyarakatnya. Menurut peneliti, hal ini penting untuk diketahui
oleh opinion leader dan merupakan hal dasar yang harus diketahui oleh opinion leader sebab seorang opinion leader harus terlebih dahulu mengerti dan paham
tentang masyarakatnya untuk kemudian menyesuaikan pesan dan komunikasinya kepada masyarakatnya.
Bapak Amser pun menceritakan tentang kondisi masyarakat desa saat ini. Menurut penuturan beliau, interaksi masyarakat di Desa Hutauruk sangat kurang.
Masyarakat di desa tersebut lebih mementingkan kepentingan mereka masing- masing ketimbang turut berpartisipasi dalam kegiatan di dalam masyarakat.
Misalnya, kegiatan bersamaa yang dilakukan oleh gereja, membersihkan lingkungan, susah sekali untuk mengajak masyarakat turut serta didalamnya.
Itu kalau dari segi kebersamaaan yang tercipta di masyarakat. Akan tetapi, kalau dari segi komunikasi dan interaksi masyarakatnya tidak mengalami
hambatan namun terasa semakin merenggang dibanding dahulu. Dari penuturan beliau, bahkan jaman dulu dikenal istilah marsidapari yaitu sistem dimana orang
yang satu bekerja di ladang atau di sawah temannya. Jadi, saling bertukar tempat kerja tetapi hal tersebut dilakukan secara sukarela tanpa biaya. Kalau saat ini
tradisi atau hal tersebut sudah tidak nampak lagi di kalangan masyarakat Desa Hutauruk.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian, beliau juga bercerita tentang agama di Desa Hutauruk. Beliau banyak berbicara soal agama dikarenakan memang beliau salah satu sintua yang
masih aktif sampai sekarang melayani atau berkegiatan di gereja. Beliau menuturkan bahwa dahulu, masyarkat memiliki kepercayaan yang berbeda-beda,
bahkan ada yang sampai memuja atau menyembah ulos. Kepercayaan- kepercayaan yang menyembah kuburan, nenek moyang, atau bahkan pemujaan
sesajen dahulu sangat banyak. Sekalipun gereja telah ada di desa tersebut, tetapi banyak sekali masyarakat yang belum kembali ke gereja dan memutuskan untuk
menganut kepercayaan-kepercayaan nenek moyang. Bapak Amser mengatakan kalau para sintua sangat berpengaruh dalam proses mempengaruhi masyarakat
untuk menganut Agama Kristen. Beliau menjelaskan bahwa sintua-sintua lah yang melakukan pendekatan secara pribadi kepada masyarakat agar mau
mengikuti kegiatan gereja. Termasuk dalam hal ini Bapak Amser juga melakukan hal tersebut. Beliau
mengaku pernah menghadapi sebuah keluarga yang hanya mau mempercayai ulos sebagai “Tuhan” mereka. Beliau mengatakan bahwa sangat sulit untuk mengubah
pandangan masyarakat yang seperti itu, tetapi bukan tidak mungkin hal tersebut tidak dapat dilakukan.
“Masyarakat di desa ini cukup baik. Komunikasi yang terjalin pun lancar. Tidak ada hambatan berarti dalam proses komunikasi di antara
masyarakatnya. Hanya saja, cenderung renggang dibandingkan dahulu, masyarakat sekarang lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan
ketika diajak untuk berkumpul bersamaa, entah untuk kegiatan membersihkan lingkungan gereja ataupun semacamnya. Susah untuk diajak kegiatan
bersamaa seperti itu. Terus, kalau soal agama, karena saya merupakan orang yang aktif di gereja, menurut saya, kepercayaan yang dianut oleh masyarakat
saat ini jauh lebih baik ketimbang jaman dulu, dimana orang masih percaya pada hal-hal berbau mistis dan tahayul. Semuanya tentu tidak lepas dari
peran orang-orang gereja, khususnya sintua-sintua gereja. Biasanya para sintua ini sering melakukan pendekatan ke masyarakat melalui berbagai
kegiatan perkumpulan yang diadakan oleh gereja, kebaktian di lingkungannya misalnya. Hal tersebut tentu akan lebih efektif dan mudah untuk mengubah
pola pikir mereka terhadap hal-hal lain diluar agama Kristen.”
Bapak Amser juga mengatakan kalau gereja juga memfokuskan sasaran mereka kepada kaum muda di gereja. Bagi gereja, kaum muda merupakan
generasi yang sangat penting untuk dididik tidak hanya melalui pendidikan formal yang mereka dapatkan dari sekolah, tetapi juga dari gereja. Pendidikan moral
Universitas Sumatera Utara
melalui agama merupakan jalan efektif untuk membentuk generasi mendatang. Bagi beliau, justru kaum muda yang sangat rentang terhadap perubahan jaman
sekarang ini. Sebuah fakta unik pun terungkap bahwa di Desa Hutauruk kaum mudanya juga mengalami masalah. Dari penuturan beliau, banyak sekali anak-
anak muda di desa tersebut yang jatuh ke dalam narkoba dan seks bebas, bahkan ada yang sampai hamil di luar menikah.
Itulah mengapa menurut beliau sangat penting memfokuskan kepada kaum muda. Beliau juga mengaku sering dipanggil oleh kegiatan-kegiatan naposo
gereja. Kegiatan tersebut merupakan sebuah kegiatan pemuda gereja yang biasanya rutin diselenggarakan satu minggu sekali. Dari pengamatan yang peneliti
lakukan, dalam kegiatan gereja ketika beliau dipanggil untuk mengikuti kegiatan- kegiatan gereja, beliau sering mengobrol kepada kaum muda di desa. Dari
pengamatan peneliti juga tampak bahwa beliau sangat akrab dengan pemuda- pemudi gereja. Dalam ceramahnya, Bapak Amser menekankan kepada mereka
pentingnya pendidikan dan memperkuat keimanan di dalam Tuhan. Terkait dengan peran opinion leader, beliau dapat dikategorikan sebagai
seorang opinion leader di Desa Hutauruk. Dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, bahkan ada yang datang kepada beliau untuk menceritakan tentang
masalah rumah tangganya dan meminta solusi dari Bapak Amser. Seorang wanita juga pernah datang untuk meminta nasehat dari beliau. Wanita tersebut bernama
Uli dan dia merupakan seorang kaum mudi di desa yang ternyata hamil di luar menikah. Setelah tiga jam berkonsultasi kepada Bapak Amser, akhirnya beliau
menyuruh perempuan tadi menikah dengan laki-laki yang menghamilinya. Pada akhirnya, perempuan tersebut menikahi laki-laki yang menghamilinya tersebut.
Selain itu, Bapak Amser juga berusaha meyakinkan orang tua dari uli agar tidak memojokkan anak mereka dan menikahkan mereka secepatnya. Dari
pengamatan peneliti, tampak bahwa Bapak Amser memiliki pengaruh yang kuat dalam mengubah opini masyarakat di sekitarnya. Setelah lama diwawancarai,
akhirnya beliau pun mengatakan juga pernah berkontribusi dalam mengubah pandangan masyarakat tentang kepercayaan yang mereka anut. Itulah peran beliau
pada saat dulu, namun juga tidak menguranginya di masa sekarang ini. Beliau masih aktif menjadi pembicara dalam berbagai kegiatan gereja, memberi nasehat,
Universitas Sumatera Utara
dan juga memberikan pendapat. Beliau juga termasuk salah satu yang mengkonsumsi media massa kategori tinggi. Setiap hari Bapak Amser membaca
Koran dan menonton siaran berita di Televisi. Ia juga mengatakan kalau sedang berkumpul di lapo tuak, merupakan kesempatan berharga baginya untuk
menceritakan tentang gereja kepada kaum bapak di lapo tuak. “Menurut saya, pendidikan bagi kaum muda itu sangat penting, tetapi juga
tidak kalah penting dengan imannya. Generasi muda justru harus diseimbangkan pendidikan formal dan rohaninya. Kalau hanya berat di salah
satu pihak saja, maka itu akan membuat generasi muda di desa ini menjadi kacau. Sudah banyak yang saya tahu anak muda di desa ini yang terlibat
narkoba dan seks bebas. Jangan salah, justru banyak sekali anak-anak muda di desa ini yang terlibat hal-hal menyimpang. Nah, dari situ kan bisa kita lihat
kalau kerohanian untuk menjaga perilaku dan sikap mereka itu penting. Makanya sering sekali saya tekankan kepada mereka bahwa jangan pernah
meninggalkan gereja. Selalu itu yang saya katakan ketika sedang berkumpul dengan kaum-kaum muda di desa ini. Begitu juga dengan orang tua mereka,
kami dari gereja juga sering memberikan pengarahan kepada para orang tua agar mengawasi anak mereka dengan baik, jangan hanya bekerja di sawah
lalu pulang dan tidur. Itu membuat anak akan rentan mencari perhatian dari luar.”
Bidang keagamaan merupakan bidang yang dijalani Bapak Amser dimana dia berusaha mengubah keyakinan dan pandangan orang terhadap suatu
kepercayaan tertentu, mengubah pandangan kaum muda untuk pergi ke gereja dan aktif mengikuti berbagai kegiatan gereja itu penting dan tidak ketinggalan
jaman.
Informan IV Bidang Pendidikan
Nama : Parluhutan Hutauruk
Tanggal Wawancara : 02 Februari 2015
Tempat : Rumah Bapak Parluhutan Hutauruk
Waktu : Pukul 19.30 WIB
Bapak Parluhutan Hutauruk merupakan informan penelitian ini yang terakhir. Peneliti mendapatkan rekomendasi untuk mewawancarai beliau, setelah
bertanya kepada beberapa orang di desa tentang siapa yang biasanya mereka tanya
Universitas Sumatera Utara
atau meminta bantuan ketika mereka mempunyai masalah dalam pembangunan dan masalah-masalah lain. Rata-rata masyarakat menjawab bahwa Bapak
Parluhutan lah yang biasanya menjadi tempat mereka meminta nasehat dan pendapat. Peneliti pun langsung mencari alamat rumah beliau dan datang untuk
mewawancarai belaiu. Akan tetapi, karena kesibukannya seharian yang mengurus sawah dan peternakan bebeknya, maka beliau hanya dapat diwawancarai pada
malam hari. Ketika peneliti sampai di rumah Bapak Parluhutan, peneliti disambut oleh
anaknya laki-laki yang sudah mengetahui maksud dan tujuan peneliti datang sebelumnya. Dia mempersilahkan peneliti untuk masuk dan duduk di ruang tamu.
Setelah itu dia mengatakan untuk menunggu sebentar karena Bapak Parluhutan sedang makan malam. Peneliti pun menunggu sekitar 20 menit, kemudian Bapak
Parluhutan pun datang dan langsung bertanya kenapa kami ingin mewawancarai beliau. Setelah menjelaskan maksud dan tujuan peneliti, pertanyaan untuk
mencairkan suasana pun terlontar kepada beliau. Beliau bercerita bahwa beliau merupakan pensiunan PNS di Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan di Tapanuli Utara. Beliau menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tapanuli Utara. Bapak Parluhutan memiliki
lima orang anak, tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan. Beliau juga mengatakan bahwa baru 10 tahun tinggal di Desa Hutauruk karena
dipindahtugaskan. Sebelumnya, beliau memang lahir di desa tersebut dan menjalani pendidikan sampai SMA di Desa Hutauruk sebelum kemudian
merantau ke Jogjakarta untuk meneruskan pendidikan di Perguruan Tinggi. Di Jogjakarta.
Setelah lulus, beliau kemudian bekerja di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di Kalimantan. Selama beberapa puluh tahun disana, akhirnya baru sepuluh tahun
lalu dipindahtugaskan ke Desa Hutauruk. Peneliti pun kemudian langsung bertanya kepada beliau tentang pendapatnya tentang kondisi desa dan interaksi
masyarakat di desa. Beliau pun mengatakan kalau kondisi di desa dilihat dari pembangunannya cenderung lambat. Bapak Parluhutan memandang bahwa
interaksi yang terjadi di antara masyarakat sangat kurang. Masyarakat butuh ada penggerak yang menggerakkan mereka bahwa pentingnya kebersamaaan menjalin
Universitas Sumatera Utara
hubungan dengan yang lain. Beliau juga mengatakan bahwa pendidikan di masyarakat desa yang rendah membuat mereka hanya berorientasi pada uang saja.
Untuk itulah, perlu ada orang-orang yang dalam hal ini memiliki reputasi atau dihargai oleh seluruh masyarakat dan mengubah pola pikir masyarakat.
Bapak Parluhutan memandang kalau orang-orang yang dihargai dan dituakan tadi harus turut aktif secara langsung terjun dan berbaur dengan
masyarakat, sekalipun status sosial masyarakatnya lebih rendah. Hal tersebut penting bagi beliau agar masyarakat tersebut memandang bahwa orang-orang
yang dituakan di masyarakat tidak eksklusif atau susah dijangkau. Hal tersebut akan memudahkan masyarakat untuk meminta pendapat dan datang kepada para
opinion leader. “Saya melihat kalau di desa ini pembangunan cenderung lambat dan tidak
terarah. Masyarakatnya masih kurang untuk membangun desa. partisipasi mereka juga minim sekali, susah digerakkan. Akan tetapi, saya pernah
mencoba untuk mengajak masyarakat membangun tanggul disini, saya kerjakan duluan, mencangkul duluan, barulah mereka ikut dan semakin lama
semakin banyak yang aktif. Dari situ saya lihat bahwa di desa ini, saya yang harus terjun langsung dan berbaur dengan mereka. Jangan ada batasan-
batasan yang menghalangi saya dengan masyarakat. Itu pentingnya kita harus blusukan ke mereka. Mereka juga akan menganggap kalau kita
mengerti keadaan mereka dan tidak menjauhi mereka karena status sosial mereka yang lebih rendah misalnya. Seperti itu saya terapkan di dalam diri
saya saat berhadapan dengan masyarakat di desa ini.”
Selain itu, beliau menceritakan pengalaman-pengalaman masyarakat yang datang padanya. Ada berbagai kepentingan masyarakat yang datang kepadanya,
mulai dari meminjam uang, meminta nasehat dan pendapat, dan meminta bibit tanaman. Salah datu masyarakat yang pernah membekas dalam ingatan Bapak
Parluhutan adalah tentang seorang ibu yang datang dengan membawa anaknya yang sedang demam tinggi, karena tidak biaya untuk membawa anaknya berobat,
maka Ibu tersebut meminjam uang dari Bapak Parluhutan. Bapak Parluhutan mengatakan kalau dia memberikan sejumlah uang kepada Ibu tadi dan tidak
mengharapkan kembali. Beliau mengatakan kaalu dengan seperti itu maka tidak akan ada jarak dan membuat masyarakat segan untuk menegur atau berbincang
dengan opinion leader. Dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, beliau setiap hari pergi ke
sawah untuk mengelola tanaman padi bersamaa dengan para Ibu yang bekerja
Universitas Sumatera Utara
sebagai petani. Beliau tampak akrab dengan mereka sembari mengelola padi bersamaa-sama. Dalam perbincangan, kumpulan ibu-ibu tadi juga terbuka
terhadap Bapak Parluhutan dan menceritakan masalah-masalah yang ada di keluarganya. Ketika peneliti bertanya kepada Bapak Parluhutan tentang seberapa
penting interaksi dengan masyarakat baginya, beliau menjawab bahwa komunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan dalam hidup bermasyarakat di
Desa Hutauruk. Komunikasi yang menjadi perekat antara masyarakat dengan para pemimpinnya. Begitu juga dalam pembangunan di desa. Pembangunan di Desa
Hutauruk membutuhkan partisipasi dari masyarakatnya untuk kelancaran dan kesuksesan pembanguann, karenanya jika tidak dikomunikasikan dengan baik
maka akan gagal pembangunan di desa. “Komunikasi itu wajib dan harus kita tanamkan dari diri kita. Kalau mereka,
dalam hal ini masyarakat tidak mau menegur duluan atau terbuka duluan, maka saya yang akan menyamperi dan menegur mereka, bertanya tentang
kehidupan dan masalah-masalah yang mereka hadapi saat ini. Itu akan jauh lebih efektif membuat mereka semakin terbuka dibandingkan hanya menunggu
mereka datang kepada kita.”
Ketika peneliti bertanya bagaimana kondisi desa saat baru pertama kali beliau datang ke desa tersebut, beliau menceritakan bahwa kondisi desa sangat
buruk dan menyedihkan. Tidak ada air yang mengharuskan masyarakat hanya menampung air hujan, masih kurangnya pengetahuan petani yang ada di Desa
Hutauruk tentang cara bertani yang baik dan benar, hingga masyarakat yang hanya duduk-duduk saja di lapo tuak satu hari tanpa ada melakukan kegiatan-
kegiatan berarti. Sejak saat itu, beliau yang mengusahakan masuknya air ke dalam desa tersebut. Sekitar lima tahun yang lalu, air telah masuk ke Desa Hutauruk,
namun masalah yang kemudian dihadapi adalah bahwa Bapak Parluhutan melihat air yang masuk ke desa tersebut sangat jorok dan tidak layak dikonsumsi karena
mengandung zat-zat kimia tertentu dari pembuangan air di sawah. Melihat masyarakat tidak ada yang menyadari hal itu, beliau mengajak semua bapak-
bapak yang ada di desa tersebut untuk kemudian membuat sebuah saluran air dari tanah di atas bukit yang dia tahu memiliki sumber air yang bersih. Setelah selama
satu bulan bekerja, akhirnya masyarakat di desa bisa menikmati air yang layak pakai dan bersih.
Universitas Sumatera Utara
Beliau juga yang ternyata membangun bersamaa warga air minum gratis di setiap pinggir jalan dan menyediakan gelas untuk minuman orang-orang atau para
petani yang kelelahan setelah pulang bekerja. Beliau mengaku membangunnya bersamaa-sama dengan masyarakat setempat. Di pinggir jalan, tampak ada seperti
sebuah penampungan air besar yang ternyata isinya adalah air minum bersih beserta gelas yang diikat dengan kawat untuk menghindari gelas yang hilang.
Beliau mengaku membangun tempat air minum tersebut karena melihat para petani yang sering kelelahan setelah pulang bekerja dari sawah, sehingga mereka
bisa beristirahat dan minum air sebentar sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan pulang. Selain itu Bapak Parluhutan juga mengatakan kalau sejauh ini, masyarakat
yang datang kepadanya ada sekitar 10 orang per hari untuk bercerita ataupun meminta nasehat. Beliau pun hanya sekedar menasehati masyarakat berdasarkan
pengalaman-pengalamannya. Ketika ditanya tentang apa saja yang saat ini beliau lakukan ke masyarakat dalam rangka menginformasikan tentang sesuatu hal,
beliau menjawab bahwa yang dilakukan oleh beliau hanya sebatas bercerita kepada masyarakat, sesekali Bapak Parluhutan yang datang mengunjungi
masyarakat, khususnya para petani dan memantau perkembangan sawah mereka. Terkait dengan peran Bapak Parluhutan sebagai opinion leader dalam
masyarakat, hampir sama dengan tiga informan sebelumnya, saat ini Bapak Parluhutan hanya menjalankan peran sebagai penasehat bagi masyarakatnya dan
juga tetap menjaga komunikasi dengan masyarakat setempat. Tidak jarang juga, dari hasil pengamatan peneliti bahwa Bapak Parluhutan sering dimintai pendapat
oleh para petani dan peternak bebek di desa tentang pupuk apa yang cocok dan makanan apa yang sesuai untuk hewan mereka. Dibandingkan dahulu, peran
beliau memang sudah jauh berkurang. Peran beliau sebagai opinion leader ketika kondisi desa sangat memprihatinkan cukup signifikan.
Jika digambarkan, maka peneliti mendapatkan beberapa peran yang dijalankan oleh para opinion leader opinion leader yang ada di Desa Hutauruk
yang dapat dirangkum dalam table berikut No
Nama Opinion
Leader Peran Opinion Leader Dahulu
Peran Opinion
Leader Sekarang 1
Manimbul ¯ Menjadi
parhata dalam
¯ Memberi nasehat
Universitas Sumatera Utara
Hutauruk berbagai acara dan kegiatan
adat ¯ Jika ada permasalahan di
Desa Hutauruk dipanggil untuk membuat keputusan
dan solusi tentang jalannya
atau tata cara adat
¯ Memberikan nasehat dan
bimbinganaraha n kepada kaum
muda mengenai tata cara Adat
batak Toba
2 Torang
Hutauruk ¯ Menyebarluaskan informasi
bahwa KB tidak cocok dalam Masyarakat Desa
Hutauruk ¯ Memberitahukan kepada
masyarakat Desa Hutauruk, khususnya para orang tua
pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka
¯ Menasehati kaum muda agar terus
melanjutkan pendidikan
mereka ¯ Menekankan
kepada kaum muda pentingnya
pendidikan mengenai
pancasila dan sejarah
3 St. Amser
Hutauruk ¯ Mengubah pandangan
masyarakat tentang kepercayaan yang mereka
anut ¯ Mengajak masyarakat untuk
aktif dalam kegiatan gereja dan pembangunan di gereja
¯ Memberi nasehat,
khususnya kepada kaum
muda agar tetap melanjutkan
pendidikan dan tidak
meninggalkan agama
Universitas Sumatera Utara
¯ Mengajak kaum
muda dan masyarakat
lainnya untuk berpartisipasi
aktif dalam kegiatan gereja
bersamaa ¯ Memberikan
nasehat kepada pelajar-pelajar
atau kaum muda yang terlibat
kasus serta mencari solusi
bagi mereka yang sudah hamil
diluar nikah atau pun
mengkonsumsi narkoba
4 Parluhutan
Hutauruk ¯ Membangun Sumber Air
Bersih di Desa Hutauruk ¯ Mengajak masyarakat turut
aktif dalam kegiatan pembangunan infrastuktur
Desa Hutauruk ¯ Memberikan pengarahan
kepada para petani tentang sistem bertani yang baik dan
benar ¯ Mengubah pola piker
¯ Memberi nasehat kepada
masyarakat ¯ Meminjamkan
uang kepada masyarakat yang
membutuhkan ¯ Memantau
perkembangan sawah
masyarakat di
Universitas Sumatera Utara
masyarakat untuk menanam sayur dan tidak boros dalam
membelanjakan uang Desa Hutauruk
Tabel 4.7 Peran Opinion Leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk
4.2.6 Gaya Komunikasi Opinion Leader di Desa Hutauruk
Berdasarkan tujuan penelitian, maka peneliti akan membahas hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan terkait dengan gaya
komunikasi dari empat informan tadi.
Informan I Bidang Adat Batak
Nama : Manimbul Hutauruk
Tanggal Wawancara : 31 Januari 2015
Tempat : Rumah Bapak Manimbul Hutauruk
Waktu : Pukul 13.00 WIB
Peneliti bertanya kepada Bapak Manimbul apa yang akan beliau lakukan jika ada seseorang yang datang untuk bertanya kepadanya dan meminta pendapatnya.
Kemudian beliau menjawab : “Saya akan mendengarkan dia cerita dulu, kalau sudah siap baru saya akan
kemukakan dulu akar dari permasalahannya. Setelah itu, maka saya akan memberikan pendapat saya berdasarkan apa yang saya sudah alami dan
memberitahukan kepadanya. Persoalan dia mau terima atau tidak, itu biarlah jadi urusan dia. Saya hanya dapat memberikan dia masukan untuk mengatasi
masalahnya.”
Peneliti kemudian mengamatinya berbicara kepada masyarakat sekitar. Saat ada yang datang kepada beliau untuk meminta saran atau pun pendapat mengenai
adat, beliau menjawab apa yang ditanyakan oleh penanya. Selanjutnya, dia juga berusaha meyakinkan penanya bahwa pendapatnya benar tetapi tidak terlalu
memaksakan. Beliau juga menjelaskan dengan tenang dan sedikit sekali menggunakan komunikasi non verbal, seperti gerak-gerik tangan.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian peneliti juga bertanya, bagaimana cara beliau untuk mengkomunikasikan sebuah pesan, pesan dalam bidang adat yang penting
disampaikan misalnya kepada seluruh masyarakat di desa. Beliau menerangkan bahwa beliau akan menemui masyarakat di desa dan mengajak mereka berbincang
ringan terlebih dahulu. Setelah itu, barulah Bapak Manimbul mengutarakan maksud dan tujuannya. Dia kemudian menyampaikan pesan kepada masyarakat
tersebut. Beliau juga mengatakan akan melihat reaksi orang yang dia sampaikan pesannya. Jika terlihat respon positif dari orang tersebut, maka beliau akan
meneruskan pembicaraannya. Jika sebaliknya, beliau mengatakan akan menghentikan pembicaraan.
Beliau menjelaskan bahwa ketika menyampaikan sebuah pesan, dia berusaha menyampaikannya dengan tidak terlalu menekankan pada keharusan
orang lain untuk menerima apa yang dia sampaikan. “Kalau saya disuruh memberitahu kepada masyarakat tentang sesuatu hal,
yah saya akan mengajak mereka berbincang-bincang atau ngobrol-ngobrol dulu. Biar lebih enak jadi harus ada basa-basi dulu, ga langsung ngomong ke
mereka. Jadi dibawa santai, setelah kira-kira mereka nyaman dengan saya, lalu saya akan sampaikan pesan yang harus saya sampaikan, tapi itu pun
saya lihat lagi responnya, kalau positif yah saya lanjutin, kalau engga saya akhiri saja, baru besok-besok dicoba lagi katakan ke mereka. Tapi sejauh ini
banyak yang tidak sependapat dengan saya, mungkin karena beda jaman, jadi pemikiran pun sudah beda, ga sama lagi kayak dulu jadinya banyak ga
sependapat. Kalau saya biasa saja, wajar kalau mereka tidak sependapat dengan saya, maka saya akan terima itu, tidak apa-apa kalau mereka tidak
mau menerima apa yang saya sampaikan. Tapi kalau mereka juga minta pendapat saya, akan saya kasih juga.”
Dari wawancara dan pengamatan yang dilakukan peneliti, dapat dilihat bahwa Bapak Manimbul Hutauruk dalam berkomunikasi kepada masyarakat
menggunakan gaya komunikasi The Equalitarian Style. Dimana beliau berkomunikasi kepada masyarakat dengan gaya yang santai dan non formal, lebih
mengutamakan kesamaan pikiran dan tidak memaksakan kehendak kepada masyarakat.
Informan II Bidang Pendidikan
Nama : Torang Hutauruk
Tanggal Wawancara : 01 Februari 2015
Universitas Sumatera Utara
Lokasi Wawancara : Rumah Bapak Torang Hutauruk
Waktu Wawancara :Pukul 09.00 WIB
Bapak Torang merupakan informan kedua yang peneliti amati dan wawancarai. Peneliti kemudian bertanya kepada beliau tentang bagaimana dia
menyikapi atau berkomunikasi ketika ada orang yang datang kepadanya. Beliau kemudian mengatakan kalau ketika ada yang datang kepadanya dan menanyakan
pendapatnya, maka dia akan mendengarkan permasalahannya terlebih dahulu. Setelah semua diceritakan, barulah kemudian beliau akan menyampaikan solusi
atas permasalahan orang tersebut. Bapak Torang mengaku akan memilih kata-kata yang ebrsifat mempengaruhi atau mengubah pikiran orang tersebut, tetapi dengan
perlahan dan melalui pembicaraan yang santai. “Jika ada yang bertanya kepada saya dan meminta pendapat saya
ataupun nasehat dari saya, maka saya akan mencari tahu dulu masalahnya apa dan akar permasalahannya. Setelah itu, saya akan sampaikan pendapat
dan pandangan saya terhadap masalah tersebut, baru kemudian saya berikan solusi kepada dia. Saya tidak tahu dia mau terima atau engga, tapi dari
sikapnya saya bisa liat dia mau terima atau tidak. Kalaupun dia tidak mau terima, yah tidak apa-apa, tidak masalah bagi saya, tetapi jika dia terima pun
juga tidak masalah buat saya. Saya akan ajak dia ngobrol dengan santai, karena kalau kita santai maka akan lebih mudah menyampaikan maksud dan
tujuan kita kepadanya. Melalui pembicaraan yang santai pun pasti akan lebih mudah membuat mereka semua terbuka dan menerima apa yang akan kita
sampaikan kepadanya.”
Dari pengamatan peneliti, ada sekitar 2-3 orang yang datang menemui beliau hanya untuk sekedar menanyakan pendapatnya. Dari hasil pengamatan peneliti
juga didapatkan bahwa Bapak Torang cenderung menggunakan proses komunikasi yang santai dan informal. Peneliti pernah mengamati Bapak Torang
sedang berusaha menyelesaikan masalah orang yang berkonflik dengan saudara kandungnya di lapo tuak. Hal ini menunjukkan kalau beliau menggunakan jenis
komunikasi yang tidak formal. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa Bapak Torang Hutauruk menggunakan gaya komunikasi The Equalitarian Style.
Informan III Bidang Keagamaan
Nama : St. Amser Hutauruk
Universitas Sumatera Utara
Tanggal Wawancara : 01 Februari 2015
Tempat : Rumah Bapak St. Amser Hutauruk
Waktu : Pukul 14.00 WIB
Bapak Amser merupakan informan ketiga dari penelitian ini. Peneliti kemudian bertanya kepada beliau mengenai bagaimana beliau akan
mengkomunikasikan suatu pesan, dalam keagamaan misalnya atau menasehati seseorang. Beliau pun kemudian menjawab:
“Ketika dia meminta pendapat saya, saya akan berikan, namun saya pun tidak bisa mengatur, saya hanya sekedar mendengarkan dia cerita, lalu
memberitahukan dia bagaimana pandangan gereja dan Alkitab tentang hal- hal tersebut. Kalau saya ingin menyampaikan pesan atau saya ingin
mengubah pandangan orang, saya lebih suka kalau melakukannya lewat khotbah ataupun ceramah. Biasanya disitu saya bisa lebih banyak
menjangkau dan mengubah pandangan orang. Saya termasuk orang yang pendiam, karena itu saya akan berbicara ketika ceramah atau menjadi
pembicara. Akan tetapi, jika dia meminta pendapat saya, maka akan saya berikan.”
Peneliti juga mengamati kegiatan Bapak Amser Hutauruk, tampak ada beberapa orang, tetapi kebanyakan berasal dari kaum muda yang meminta
pendapat kepada Bapak Amser untuk kondisinya saat itu. Peneliti melihat bahwa Bapak Amser memberikan saran setelah si penanya memberitahukan kondisinya.
Kasus atau masalah paling banyak yang diceritakan kepada beliau adalah mengenai masalah hubungan dalam keluarga dan hubungan-hubungan sosial.
Kebanyakan para penanya menanyakan kepada beliau mengenai pendapat dalam sudut pandang keagamaan mengenai hubungan-hubungan sosial mereka yang
kurang baik. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara peneliti, tampak bahwa
Bapak Amser dalam proses mengkomunikasikan pesan-pesan, dalam bidang keagamaan misalnya, menggunakan gaya berkomunikasi The Controlling Style.
Universitas Sumatera Utara
Informan IV Bidang Pembangunan
Nama : Parluhutan Hutauruk
Tanggal Wawancara : 02 Februari 2015
Tempat : Rumah Bapak Parluhutan Hutauruk
Waktu : Pukul 19.30 WIB
Informan terakhir dalam penelitian ini adalah Bapak Parluhutan Hutauruk. Wawancara yang berlangsung dan berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti
lakukan terhadap beliau mengarahkan bahwa beliau lebih menggunakan gaya penyampaian pesan komunikasi dengan berorientasi pada tindakan. Bapak
Parluhutan mengatakan bahwa beliau pernah mencoba untuk mengkomunikasikan menggunakan komunikasi verbal dalam berbagai cara, namun hal tersebut selalu
menjadi suatu hal yang hanya masyarakat terima selama lima menit dan setelah itu hilang dari pikiran masyarakat.
“Untuk menyampaikan dan menggerakkan masyarakat disini, menurut saya kita yang harus melakukan dan memberikan mereka contoh terlebih dahulu.
Pernah waktu saya ingin membangun saluran air dari bukit di atas sana, saya yang duluan membawa cangkul dan memulai mencangkul, beberapa hari
kemudian sudah banyak sekali warga disini yang ikut membantu bahkan tanpa saya minta. Saya juga udah coba ngobrol sebelumnya sama mereka,
tapi tidak ada tanggapan, nihil, jadinya saya yang inisiatif memulaui duluan. Begitu juga waktu saya mau membantu para petani memberitahukan kepada
mereka tentang bagaimana penanaman yang benar, pupuk apa yang digunakan, mengatasi banjir di sawah, saya terjun langsung membantu
mereka. Bukan hanya kata-kata yang saya ucapkan, soalnya udah pernah dicoba ngomong baik-baik, dengan santai sambil becandaan, tapi ga mempan
juga. Mereka ga menjalankan seperti apa yang kita katakan. Sejak itu saya lihat kalau masyarakat disini harus diberikan contoh dulu, bukan sekedar
kata-kata.”
Setelah beberapa hari mengamati beliau, peneliti tampak kalau beliau aktif pergi ke sawah hampir setiap hari. Hanya untuk sekedar mengobrol dan tidak
jarang juga peneliti melihat beliau iku tmembantu para petani. Beberapa hari peneliti mengamati beliau beserta aktivitasnya, ada 3-5 orang yang datang kepada
Universitas Sumatera Utara
beliau dengan bermacam-macam kepentingan, mulai dari meminta bibit tanaman sampai meminjam uang beliau untuk mengobati anaknya yang sedang sakit.
Bapak Parluhutan Hutauruk lebih menggunakan gaya komunikasi The Reliquinsing Style. Beliau lebih menekankan kepada komunikasi yang
berorientasi pada tindakan-tindakan untuk mengajak atau mempersuasi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh
beliau dan hasil wawancara yang dilakukan terhadap beliau. Berdasarkan pemaparan hasil wawancara dan pengamatan peneliti, maka
dapat dilihat karakteristik atau gaya komunikasi yang dilakukan oleh opinion leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk sebagai berikut.
No Nama Opinion Leader
Gaya Komunikasi yang Digunakan Opinion Leader di Desa Hutauruk
1 Manimbul Hutauruk
The Equalitarian Style: Gaya komunikasi yang didasarkan pada kesamaan pikiran dan
mengupayakan bentuk komunikasi yang ringan, sederhana, santai, dan umumnya
informal. Bapak Manimbul menggunakan bentuk komunikasi seperti ini dalam proses
penyampaian pesa kepada masyarakat Desa Hutauruk.
2 Torang Hutauruk
The Equalitarian Style: Sama halnya seperti Bapak Manimbul, Bapak Torang Hutauruk pun
menggunakan gaya komunikasi ini. Kondisi masyarakat yang berlatar belakang pendidikan
rendah membuat Bapak Torang lebih menyukai untuk menyampaikan pesan dengan
efektif melalui pembicaraan santai dan informal.
3 St. Amser Hutauruk
The Controlling Style: Bapak Amser lebih cenderung menyukai gaya komunikasi yang
bersifat satu arah. Bapak amser menggunakan cara-cara, seperti khotbah atau pun ceramah
Universitas Sumatera Utara
sebagai suatu sarana untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat, khususnya
masyarakat di gereja. 4
Parluhutan Hutauruk The Reliquinsing Style: Melalui tindakan atau
sikap yang ditunjukkan, Bapak Parluhutan mencoba mengkomunikasikan apa yang
menjadi tujuannya kepada masyarakat. Tindakan akan lebih efektif bagi beliau untuk
menyampaikan kepada masyarakat dan mendapatkan hasil yang lebih konkret dan
nyata baginya.
Tabel 4.8 Gaya Komunikasi yang Digunakan Opinion Leader di Desa
Hutauruk
4.2.7 Masalah Dalam Masyarakat Desa Hutauruk dan Peran Opinion Leader
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka peneliti mencoba untuk mengamati permasalahan yang muncul saat ini di dalam masyarakat, akibat, dan
peran opinion leader dalam mengatasi permasalahan tersebut. Untuk mengetahui masalah-masalah yang ada dan terdapat di dalam masyarakat, maka peneliti disini
mewawancarai informan tambahan dan infroman utama.
Informan Tambahan I
Nama : Lisme Manalu
Usia : 52 Tahun
Pekerjaan : Bertani
Ketika peneliti ingin menemui masyarakat dan bertanya kepada masyarakat, peneliti melihat ada seorang petani yang sedang beristirahat dari aktivitasnya
menanam padi untuk makan. Peneliti kemudian langsung berbincang dengan beliau dan berusaha mendekatkan diri untuk mengungkapkan maksud dan tujuan
dari penelitian ini. Pada awalnya, tidak mudah untuk meyakinkan beliau bahwa
Universitas Sumatera Utara
peneliti murni ingin mewawancarai beliau karena kepentingan penelitian skripsi. Namun, pada akhirnya peneliti pun berhasil meyakinkan beliau bahwa peneliti
ingin mewawancarai karena kepentingan skripsi. Pertama kali peneliti berbasa-basi kepada beliau dan bercerita mengenai
kondisi keluarganya. Beliau memiliki empat anak dan suami yang bekerja sebagai buruh bangunan. Beliau mengaku bahwa gaji yang dihasilkan oleh suaminya
kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, sehingga membuatnya harus mencari pekerjaan lain untuk menambah penghasilan di
rumah. Ibu Lisme merupakan salah satu masyarakat Desa Hutauruk yang telah tinggal di dalam desa tersebut sejak lahir. Peneliti kemudian bertanya tentang
interaksinya dengan masyarakat di sekitarnya atau pun tetangga-tetangganya. Beliau kemudian menceritakan bahwa Ibu Lisme termasuk orang yang jarang
berinteraksi dengan tetangganya dengan alasan bahwa beliau sibuk bekerja dan selain itu beliau juga kurang menyukai karakteristik tetangga-tetangganya,
khususnya Ibu-Ibu yang sering bergosip ketika berkumpul. Beliau mengatakan akan mencari dan berinteraksi dengan orang-orang yang sama atau sependapat
dengan beliau, yang ketika berkumpul dan mengobrol tentang hal-hal yang berguna dan tidak menjelek-jelekkan. Hal ini juga yang membuat Ibu Lisme
hanya berinteraksi dengan orang-orang tertentu saja setiap harinya, salah satunya rekan-rekannya pada saat bertani.
Peneliti kemudian bertanya tentang seberapa sering beliau mengkonsumsi media massa, seperti televisi atau koran. Beliau mengatakan sangat jarang
mengkonsumsi media karena kesibukannya, sehingga beliau mengatakan kalau memperoleh informasi dari teman-temannya mengobrol. Peneliti juga
menanyakan jikalau ada gotong royong atau hal-hal yang menuntut kebersamaaan, baik itu membersihkan parit, membangun tanggul, atau
membangun bendungan, apakah Ibu Lisme bersedia untuk ikut. Beliau menjawab biasanya kalau kegiatan seperti itu kebanyakan pihak laki-laki yang berperan di
dalamnya, sehingga mereka hanya di rumah dan mengurus anak saja. Beliau juga mengatakan ketakutan kalau terlalu aktif dan banyak berinteraksi dengan kaum
laki-laki selain suaminya, maka akan dianggap miring oleh orang lain. “Kalau aku disini yah kerjaannya di sawah aja terus. Pergi pagi dari rumah,
pulang udah sore, capek, kalau negor tetangga ya ditegor tapi sekedarnya
Universitas Sumatera Utara
aja. Mereka kadang ada yang pengen seharian ngobrol karena gak ada kerjaan, kalau kita kek gini yah mana bisa, waktu setengah hari tersita untuk
ngurus sawah dan keluarga dek. Lagian, kalau mau ngobrol dan ngumpul- ngumpul liat orangnya juga lah, ada kadang yang bergosip aja kerjaannya.
Aku paling malas kalau kek gitu, ngapain ngomongin orang, mending ngobrol tentang kerjaan, paling sama kawan-kawanku yang di sawah inilah kami jadi
dekat. Terus kalo soal nonton tv atau baca koran, aduh jarang itu kuliat soalnya udah capek kerja, sampe rumah pun langsung masak, jadinya
kecapean, langsung istirahat. Kalau dapat informasi baru dari suami atau kawan-kawan disinilah. Masalah yang adek bilang tadi gotong royong atau
kegiatan-kegiatan lain, biasanya itu suami-suami kami aja. Kalo kami kerjaannya ngurusin rumah aja. Lagian kalo ikut yang kek gitu, nanti gak
enak sama omongan dan anggapan orang, karena kita kan pasti banyak ngomong sama orang, termasuk laki-laki yang bukan suami saya. Makanya,
jarang ikut kegiatan kayak itu. Palingan ikut musyawarah desa ajalah kami ini, itupun kan suami ikut jadi ga mikir aneh-aneh orang.”
Peneliti pun kemudian bertanya apakah Ibu Lisme mengenal empat opinion leader tersebut. Beliau ternyata hanya mengenal tiga orang saja, yaitu Bapak
Manimbul Hutauruk, Bapak St. Amser Hutauruk, dan Bapak Parluhutan Hutauruk. Ibu Lisme mengatakan tidak mengenal Bapak Torang Hutauruk dan
belum pernah berbincang dengan beliau. Sementara, beliau mengaku Bapak Manimbul Hutauruk merupakan orang yang paling sering berbincang dengannya.
Namun, Ibu Lisme juga mengatakan kalau dia kurang merasa enak jika kebanyakan mengobrol dengan opinion leader tersebut dikarenakan ingin
menjaga anggapan orang yang takut dibilang “kegenitan”. Ibu Lisme juga mengatakan kalau beliau jarang sekali datang menemui tiga opinion leader
tersebut dan berbicara atau berdiskusi ataupun sekedar bertanya pendapat dan nasehat kepadanya. Ketika peneliti bertanya kepada siapa biasanya Ibu Lisme
meminta pendapat atau nasehat, maka beliau menjawab lebih banyak kepada suaminya.
Peneliti pun bertanya apakah beliau setuju terhadap pembangunan yang ada di desa, dalam bidang apapun itu, termasuk pembuatan pabrik-pabrik. Beliau
menjawab sesungguhnya beliau setuju terhadap suatu pembangunan, namun beliau mengeluhkan tidak adanya atau jarang informasi mengenai pembangunan
tersebut. Peneliti pun kembali menanyakan Ibu Lisme, jika disuruh memilih lebih baik dibangun sebuah pabrik dimana beliau bisa bekerja atau diberikan bantuan
berupa dana, Ibu Lisme kemudian menjawab lebih baik diberikan bantuan berupa
Universitas Sumatera Utara
dana, karena menurutnya itu lebih baik dan efektif dibanding dibuat pembangunan.
Dari pengamatan dan hasil wawancara peneliti, ditemukan sebuah kondisi dimana Ibu Lisme dalam berinteraksi dan berusaha untuk mencari sebuah
informasi kepada opinion leader atau pun ketika opinion leader yang datang kepadanya untuk memberikan informasi atau berusaha untuk mempersuasinya,
maka beliau mengartikan tindakan tersebut sebagai sebuah interaksi yang akan menimbulkan persepsi yang buruk dalam pikiran masyarakat yang lain. Oleh
karena itu, komunikasi yang terjalin antara Ibu Lisme dengan opinion leader dapat dilihat sangat jarang atau renggang. Partisipasi Ibu Lisme dalam kegiatan
bersamaa di desa juga cenderung kurang dan baginya pembangunan tidak begitu penting di desa.
Peneliti juga menanyakan seberapa besar peran tiga orang yang diketahuinya sebagai opinion leader tersebut. Ibu Lisme pun menjawab bahwa ketiga orang
tersebut biasa-biasa saja dalam keseharian, hanya saja memang kalau ingin meminta saran atau pendapat, maka tiga orang ini akan dicari dan ditemui oleh
masyarakat setempat. Ibu Lisme mengatakan jika ketiga opinion leader tersebut tidak terlalu aktif dalam masyarakat.
“Saya hanya kenal tiga orang saja, Manimbul, Torang, sama Parluhutan. Iya, mereka memang terkenal kok disini. Soalnya dulu mereka memang termasuk
yang berpengaruh disini. Mereka juga udah lama di desa ini, dan merupakan orang yang dipandang lah disini karena pintar, sering ikut kegiatan, kek-kek
gitu lah pokoknya dek. Kalo dilihat sekarang sih mereka biasa-biasa aja. Jarang mereka ada menggerakkan masyarakat, kasih tau informasi ke
masyarakat itu jarang udah sekarang.”
Peneliti juga bertanya kepada Ibu Lisme mengapa di awal tadi beliau sempat menolak peneliti untuk mewawancarai beliau. Beliau kemudian mengungkapkan
alasan bahwa beliau pernah berbuat baik ketika ada orang yang datang kepadanya kemudian meminjam Kartu Tanda Penduduknya KTP, ketika beliau
memberikannya ternyata KTP yang diberikan Ibu Lisme digunakan sebagai jaminan orang tersebut untuk membeli motor. Ibu Lisme ditipu oleh orang
tersebut yang saat ini sudah lama pergi dari desa tersebut. Ternyata hal tersebut membuat beliau juga tergolong orang yang kurang ramah dan kurang berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya sekalipun.
Universitas Sumatera Utara
Informan Tambahan II
Nama : Dewi Hutauruk
Usia : 30 Tahun
Pekerjaan : Petani
Setelah selesai mewawancarai Informan Tambahan I, peneliti kemudian juga melihat ada seorang Ibu yang sedang bertani. Sembari menemani beliau menanam
padi, peneliti pun meminta ijin agar dapat mewawancarai beliau. Peneliti juga mengungkapkan maksud dan tujuan peneliti untuk kepentingan skripsi. Beliau
kemudian menyetujui untuk diwawancarai. Peneliti kemudian memulai dengan pertanyaan awal mengenai kehidupan dan berapa lama beliau telah tinggal di
desa.Ibu Dewi kemudian menjawab bahwa beliau telah tinggal sejak lahir di desa tersebut. Ibu Dewi merupakan Ibu dari tiga anak yang saat ini anak-anak beliau
amsih bersekolah. Suami Ibu Dewi juga merupakan buruh pabrik yang penghasilannya kurang mencukupi kebutuhan keluarganya, sehingga membuat
beliau menjalani pekerjaan tambahan sebagai petani. Sama juga hal nya seperti Ibu Lisme, Ibu Dewi juga mengatakan bahwa beliau jarang sekali berinteraksi
dengan tetangga dan lingkungan sekitarnya. Alasan Ibu Dewi pun hampir sama dengan Ibu Lisme, bahwa Ibu Dewi
terlalu sibuk untuk mengobrol dan berbincang dengan tetangga. Interaksi yang dilakukannya pun hanya sekedar menyapa jika bertemu di jalan. Kesibukannya
bekerja yang menyebabkan hampir sebagian waktunya tersita sehingga membuat beliau sangat jarang untuk berinteraksi dengan sesama bahkan tetangganya
sendiri. Namun, Ibu Dewi mengatakan tidak mengalami hambatan dalam berinteraksi, biasanya orang-orang di desa banyak berinteraksi atau berbincang di
acara pesta adat, seperti pernikahan atau pun kematian. “Kalo aku udah tinggal di desa ini sejak lahir, dek. Jadi udah 30 tahun disini.
Aku punya tiga anak, suami kerja buruh bangunan, gajinya gak cukup buat makan dan perlengkapan lain jadi aku harus lah cari-cari tambahan lain. Yah
satu-satunya jalan bertani lah. Kalo soal interaksi, aku jarang ngobrol- ngobrol sama tetangga disini. Palingan negor, nyapa ‘hai’ aja. Kalo mau
ngobrol lama yah di acara pesta-pesta biasanya. Kalo sehari-hari udah
Universitas Sumatera Utara
jarang sekarang, apalagi kalo gotong royong itu. Udah jarang sekarang, orang pun pasti banyak gamau. Gak tau kenapa banyakan gak mau, tapi kalo
aku juga gak mau karena sibuk bertani.”
Peneliti kemudian bertanya tentang apakah Ibu Dewi mengenal semua opinion leader yang ada di desa tersebut, beliau menjawab hanya mengenal Bapak
Manimbul Hutauruk dari empat orang opinion leader tersebut. Peneliti kemudian mencari tahu bagaimana hubungan beliau dengan Bapak Manimbul. Beliau
menceritakan kalau Bapak Manimbul merupakan sosok yang cukup dipandang di desa ini. Jika ada pendatang yang bingung dan ingin mengetahui tentang desa ini,
maka beliau adalah tempat yang tepat untuk ditanya. Tidak hanya itu, Bapak Manimbul juga merupakan seseorang yang aktif dalam berbagai kegiatan adat dan
selalu dijadikan sebagai parhata. Parhata merupakan orang yang menjadi juru bicara dalam setiap acara adat, khususnya pernikahan. Dialah orang yang menjadi
penengah di antara kedua pihak yang hendak menikah. Keputusan tentang harga sinamot, tempat penyelenggaraan acara, sampai memberi nasihat bagaimana
seharusnya suatu adat itu berlangsung merupakan beberapa dari tugas seorang parhata.
Ibu Dewi juga mengatakan jika Bapak Manimbul pada saat dulu memang merupakan sosok yang bisa menjadi penengah dalam berbagai masalah. Misalnya,
pembangunan jalan di tanah ulayat, Bapak Manimbul lah yang menjadi penengah antara pemerintah daerah dan masyarakat. Namun, Ibu Dewi juga mengatakan
kalau saat ini Bapak Manimbul sudah termasuk jarang dalam menjalankan perannya sebagai opinion leader. Saat ini Ibu Dewi juga mengeluhkan kalau
informasi yang penting sekalipun jarang dalam penyampaian kepada masyarakat, pemerintah daerah sekalipun. Peneliti kemudian bertanya tentang pentingnya
pembangunan bagi Ibu Dewi, tetapi dari jawaban beliau tampak kalau Ibu Dewi kurang setuju terhadap pembangunan di desa. Beliau menekankan bahwa lebih
baik diberikan bantuan tunai ketimbang dilaksanakan pembangunan, seperti pembangunan sekolah, pabrik, dan lain sebagainya.
“Aku cuma kenal Bapak Manimbul dek. Dia udah lama di desa ini. aktif kalo ikut-ikut acara adat. Dia juga sering dipanggil buat jadi parhata disini.
Pokoknya mau tau tentang adat ke dia aja nanya dek, dia ngerti tata cara proses pernikahan, proses pemakaman kekmana. Pasti dia tau. Banyak juga
yang biasanya nanya ke dia. Dia juga sering aktif di gereja katolik. Bapak
Universitas Sumatera Utara
Manimbul itu udah lama di kampung ini memang dek. Kalo sekarang memang ga sepenting dulu dia di masyarakat, kalo dulu apa-apa nanya ke dia, kalo
sekarang engga. Paling minta nasehat aja ke dia. Buktinya, info apapun aku gak tau, aku Cuma taunya yah sawah, rumah, anak, dek. Masalah
pembangunan, ini kalo misalnya dibangun pabrik atau sekolah, atau apa gitu lah kan, aku keknya kurang setuju dek. Lebih bagus dikasih bantuan dana
tunai daripada dibangun-bangun kek gitu. Nanti aku juga gabisa kerja disitu buat apa dek.”
Informan Tambahan III
Nama : Lenny Simorangkir
Usia : 35 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Informan ketiga yang peneliti wawancarai adalah Ibu Lenny. Ibu Lenny membuka usaha warung kecil-kecilan di Desa Hutauruk. Ibu Lenny baru satu
tahun tinggal di Desa Hutauruk bersamaa satu orang anak dan suaminya. Peneliti pun kemudian langsung bertanya tentang seberapa sering Ibu lenny berinteraksi
dengan tetangga dan masyarakat sekitarnya. Beliau kemudian menjawab bahwa interaksi yang dilakukannya dnegan tetangga dan masyarakat di Desa Hutauruk
tergolong sering. Peneliti melihat Ibu Lenny melakukan interaksi yang intens dikarenakan baru pindah ke desa tersebut. Sebelumnya, Ibu lenny dan
keluarganya berasal dari Siantar, namun karena kondisi keuangan yang mengharuskan Ibu Lenny pindah, akhirnya mereka memutuskan untuk pindah ke
Desa Hutauruk karena ada orang tua dari suami Ibu Lenny di desa tersebut. Peneliti pun kemudian bertanya apakah Ibu Lenny mengetahui empat orang
opinion leader tersebut. Ternyata beliau mengenal empat orang opinion leader tersebut. Ibu Lenny pun kemudian menceritakan tentang pertama kali dia beserta
keluarganya pindah ke desa tersebut, Ibu Lenny mengaku banyak bertanya tentang desa ini dan bagaimana dapat bersosialisasi di desa ini melalui Bapak Manimbul,
Bapak Torang, Bapak Amser, dan Bapak Parluhutan. Namun, diakui Ibu Lenny bahwa dari keempat opinion leader tersebut yang paling sering beliau minta
Universitas Sumatera Utara
pendapat atau nasehatnya adalah Bapak Manimbul Hutauruk. Ibu Lenny mengatakan bahwa Bapak Torang, Bapak Amser, dan Bapak Parluhutan sangat
susah untuk ditemui karena sering sekali berada di luar. Oleh karena itu, Ibu Lenny mengatakan kalau Bapak Manimbul lah yang sering dimintainya pendapat
pada saat berbincang. Peneliti kemudian bertanya tentang pendapat Ibu Lenny tentang bagaimana interaksi masyarakat di Desa Hutauruk. beliau menjawab
bahwa memang interaksi masyarakat di Desa Hutauruk termasuk renggang. “Saya sama keluarga tinggal disini baru setahun, dek. Pindah dari Siantar
kesini karena kondisi keuangan ga memungkinkan lagi tinggal disana yah pindah disini lah. Keluarganya suami saya disini soalnya, makanya ke Desa
Hutauruk. Berhubung kami kan pendatang baru, jadi kami harus sering- sering mengakrabkan diri lah sama tetangga dan orang-orang disini, dek.
Biar kami juga diterima. Sama empat orang itu saya kenal sih dek, kemaren pas pertama kali pindah kesini, banyak nanyanya disuruh ke mereka karena
katanya mereka lebih pengalaman dan lebih lama di desa ini. saya tanyain ke mereka berempat, tapi paling seringnya sama Pak Manimbul aja. Soalnya
yang Pak Torang, Pak Amser, sama Pak Manimbul seringan ga bisa dijumpai. Makanya banyak tanya ke Pak Manimbul. Saya kurang paham dan kurang tau
apa yang udah mereka lakuin di desa ini dulu, tapi menurut saya, mereka memang cocok dijadiin yang dituakan, karena pendapat mereka memang
berpengaruh, bijaksana lagi mereka berempat. Saya setuju kalau ada pembangunan di desa ini. kan supaya bisa memajukan desa ini juga makanya
bagus kalo ada pembangunan, entah pabrik, sekolah, gitu-gitu dek.”
Informan Tambahan IV
Nama : D. Situmorang
Usia : 35 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Bapak D. Situmorang merupakan informan keempat penelitian ini. Bapak D. Situmorang juga membuka usaha warung dirumahnya. Bapak D. Situmorang baru
dua tahun tinggal di Desa Hutauruk tersebut. Sebelumnya beliau tinggal di Medan, namun karena isterinya meminta untuk pindah, maka mereka pindah ke
Desa Hutauruk. Peneliti pun bertanya apakah Bapak D. Situmorang sering melakukan interaksi dengan masyarakat di sekitar Desa Hutauruk, beliau
menjawab kalau jarang sekali berinteraksi dengan masyarakat di Desa Hutauruk. Menurut pendapatnya, interaksi masyarakat di Desa Hutauruk sangat kurang dan
Universitas Sumatera Utara
cenderung tidak peduli antara satu dengan lainnya. Jika pun menegur, hanya menegur seadanya.
Kemudian, peneliti juga bertanya apakah mengenal empat opinion leader yang ada, tetapi tidak ada satu pun yang beliau kenal. Bapak D. Situmorang
mengatakan kalau tidak ada satu orang pun dari keempat opinion leader ini yang dikenalnya. Ketika peneliti mencari tahu lebih dalam lagi, peneliti tidak pernah
berbincang atau mengobrol dengan sosok opinion leader tersebut. Setelah itu, peneliti bertanya apakah Bapak D.Situmorang setuju terhadap adanya
pembangunan di desa tersebut, justru itu akan membuat kemajuan desa ini lebih cepat dibanding sebelumnya.
“Saya tinggal baru dua tahun di desa ini. saya termasuk tipe yang kurang dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar, yah menegur seadanya, kalau
mau mengobrol biasanya ketemu di pesta-pesta adat saja. Saya juga menilai kalau masyarakat disini cenderung cuek, jadi kalau mau interaksi pun
ngobrol, kayak orang desa pada umumnya susah. Bicara soal empat orang tadi, saya gak kenal sama mereka. Saya gak tau
siapa mereka. Kalau saya butuh informasi atau hal-hal tertentu yang ingin saya tanyakan, yah biasanya saya nonton TV, kalau engga nanya ke tetangga
sebelah aja dulu, kalau dia gak tau, saya tanya lagi ke orang lain. Biasanya pasti dapat itu. Saya juga setuju kalau ada pembangunan di desa ini. itu akan
memeprcepat kemajuan desa. Kalau disuruh memilih diberi bantuan berupa dana atau pembangunan kayak pabrik, sekolah-sekolah, yah saya lebih pilih
pembangunan banding bantuan dana. Lagian manfaat jangka panjangnya lebih menguntungkan kalo dibuat pembangunan.”
Informan Tambahan V
Nama : H.Hutauruk
Usia : 68 Tahun
Pekerjaan : Pensiunan Guru
Bapak H.Hutauruk merupakan informan tambahan kelima yang peneliti wawancarai dan amati. Bapak H.Hutauruk merupakan pensiunan guru yang
sebelumnya mengajar di Medan. Setelah pensiun, beliau kemudian pulang ke kampung halaman. Beliau baru empat tahun tinggal di Desa Hutauruk. Peneliti
kemudian bertanya bagaimana interaksinya dengan masyarakat di sekitarnya dan bagaimana pendapatnya mengenai interaksi yang ada di dalam masyarakat saat
ini, beliau menjelaskan kalau beliau sering berinteraksi dengan masyarakat dan tetangga. Dalam pandangan beliau juga bahwa interaksi masyarakat di Desa
Universitas Sumatera Utara
kurang. Bahkan, pernah ada kegiatan gotong royong dan itu pada akhirnya dibatalkan karena kurangnya partisipasi masyarakat didalamnya. Beliau juga
mengenal dengan baik keempat opinion leader tersebut. Berdasarkan penuturan beliau, keempat opinion leader tersebut memiliki reputasi atau citra yang baik di
masyarakat, memiliki pikiran yang terbuka, dan pendapat-pendapat mereka sangat dihargai oleh masyarakat. Terkhusus, opinion leader yang bergerak dalam bidang
keagamaan. Di dalam Desa Hutauruk, agama merupakan satu-satunya pemersatu masyarakat di desa tersebut.
Beliau juga menjelaskan bahwa pembangunan sangat diperlukan di dalam desa guna untuk memajukan masyarakat dan juga desa. Beliau sangat terbuka
terhadap pembangunan, apapun itu, di dalam desa. Menurut Bapak H. Hutauruk, pembangunan yang ada di desa harus didukung melalui partisipasi masyarakat
didalamnya, sehingga dalam hal ini sangat perlu dan penting partisipasi masyarakat.
“Saya baru empat tahun disini, namun saya memang sebelumnya lahir disini. Saya dan istri pindah karena ingin menikmati masa pensiun disini, ganti
suasana dulu. Saya termasuk sering berinteraksi dengan masyarakat dan orang-orang di sekitar sini. Menurut saya, interaksi masyarakat disini
cenderung renggang, engga kayak dulu lah pokoknya. Bahkan diajak gotong royong pun sekarang ini susah, banyak yang gak mau. Saya juga kenal
dengan empat orang yang kamu sebutkan tadi. Mereka bisa dibilang sebagai orang yang dituakan lah di desa ini. pendapat mereka memang cukup
berpengaruh di desa ini, khususnya si Amser. Biasanya gereja merupakan perekat atau pemersatu masyarakat di desa ini. oleh karena itu, saya bilang
empat orang tersebut sangat berpengaruh di masyarakat. Saya sangat setuju terhadap adanya pembangunan yang ada di desa ini. itu
yang akan membuat desa ini maju, sehingga bisa bersaing dengan jaman yang saat ini pun sudah maju. Menurut saya, pembangunan yang ada sangat
lambat baik dalam bidang apapun itu, karena faktor adat yang sifatnya monoton sehingga menghambat adanya perubahan yang terjadi secara
dinamis dan cepat. Selain itu, perbedaan pendapat yang ada di desa ini pun membuat pembangunan tersebut berjalan lambat.”
Dari hasil wawancara dan pengamatan yang peneliti lakukan, maka dapat dilihat bahwa masalah yang terjadi di dalam masyarakat Desa Hutauruk, yaitu :
1. Interaksi Masyarakat Renggang
2. Pembangunan Lambat
Universitas Sumatera Utara
Dari Informan Tambahan I sampai V, semuanya memiliki kesamaan dalam memandang bahwa interaksi dalam masyarakat merupakan sebuah permasalahan
yang terjadi dalam masyarakat saat ini. Masyarakat cenderung individualis dan kurang mementingkan kepentingan bersamaa. Interaksi masyarakat baru terjadi
secara akrab jika ada acara pesta adat. Hal ini terlihat ketika ada suatu upaya untuk mempersatukan masyarakat diluar kegiatan pesta adat, sangat sedikit
partisipasi masyarakat yang ikut. Disini peneliti berusaha melihat peran opinion leader dalam menggerakkan masyarakat akan pentingnya interaksi. Dari hasil
wawancara sebelumnya dengan para opinion leader, diungkapkan juga bagi mereka interaksi merupakan sebuah hal yang penting dalam sebuah hidup
bermasyarakat, khususnya di desa. Namun, peneliti melihat bahwa peran opinion leader disini kurang berperan dalam menggerakkan masyarakat. Mulai dari Bapak
Manimbul, ketika peneliti bertanya tentang bagaimana beliau akan berusaha untuk mengatasi masalah tersebut, beliau hanya menjawab semua itu hanya sebagai
akibat dari majunya teknologi yang ada di desa ini. Kemajuan yang masuk, membuat masyarakat tidak lagi mementingkan hubungan dengan sesamanya.
Namun, ada satu pernyataan yang diucapkan beliau dan menyiratkan kalau beliau mengharapkan adanya regenerasi dari kaum muda untuk menggantikan posisinya,
karena Bapak Manimbul merasa kalau orang sepertinya hanya dimintai pendapat saja, tetapi kaum muda lah yang seharusnya bergerak. Selanjutnya, Bapak Torang
Hutauruk, beliau merupakan pensiunan guru yang banyak menghabiskan waktunya di lapo tuak. Beliau mengatakan kalau masalah interaksi masyarakat
merupakan sebagai akibat majunya perkembangan teknologi yang ada saat ini. Hal tersebut yang membuat masyarakat menjadi masyarakat materi yang jika
ingin digerakkan harus ada imbalan. Beliau juga mengatakan sudah berupaya untuk mengubah pola pikir masyarakat di desa, khususnya melalui perkumpulan
Bapak-Bapak di lapo tuak. Ada beberapa yang tergugah pendapatnya dan sisanya tampak masih bertahan dengan pendapatnya, dan peneliti melihat Bapak Torang
hanya sebatas menasehati dan itu hanya sekali dan tidak pernah diulanginya kembali keesokan harinya. Kemudian, Bapak Amser, beliau menggunakan sarana
gereja untuk mengajak masyarakat turut aktif dalam berbagai kegiatan kebersamaaan. Tampak beliau aktif dalam mengajak kaum muda dan menekankan
Universitas Sumatera Utara
pentingnya kebersamaaan. Lalu, yang terakhir, Bapak Parluhutan, beliau merupakan yang paling aktif dan efektif dalam mengajak dan mengubah opini
masyarakat. Dengan berorientasi tindakan, beliau menyadarkan masyarakat kalau interaksi itu penting. Namun, Bapak Parluhutan juga hanya berusaha mengajak
aktif dan berinteraksi secara aktif bersamaa dengan masyarakat di lingkungan sekitarnya saja. Peneliti melihat, interaksi yang terjadi dalam masyarakat mulai
merenggang dikarenakan majunya teknologi dan globalisasi yang ada di desa tersebut. Hal tersebut melunturkan nilai adat yang selama ini mereka anut dan
percaya, dimana adat tersebut mementingkan kebersamaaan dibandingkan individu. Selain itu juga, globalisasi menyebabkan terjadinya persaingan ekonomi
di antara masyarakat desa, sementara lahan yang tersedia masih sangat terbatas. Inilah yang membuat masyarakat Desa Hutauruk menjadi masyarakat materi yang
cenderung mengejar materi dan sedikit mengabaikan nilai-nilai kebersamaaan yang selama ini dibangun. Sementara, opinion leader disini cenderung pasif,
sehingga sulit menggerakkan masyarakat di Desa Hutauruk. Pembangunan yang berjalan lambat juga merupakan permasalahan di dalam
masyarakat saat ini. Ada hal yang peneliti lihat dari hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan, bahwa masyarakat yang telah lama menetap di dalam
desa tersebut cenderung memberikan jawaban lebih memilih diberikan bantuan berupa dana dibanding dilakukan pembangunan di desa. Sementara, informan
tambahan yang masih beberapa tahun tinggal di desa dan yang sebelumnya berasal dari daerah lain cenderung setuju terhadap adanya pembangunan
dibanding bantuan dana. Keberagaman di dalam desa ternyata dibutuhkan dalam upaya memajukan desa tersebut. Banyaknya orang yang berasal dari luar daerah
tersebut akan membawa warna baru dalam pembangunan desa. Sejauh ini, peneliti juga mengamati hal yang sama terjadi pada opinion leader di desa tersebut.
Keempatnya memang setuju terhadap adanya pembangunan, namun tindakan mereka dan strategi mereka untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam
masyarakat tersebut berbeda. Perbedaan paling mencolok dapat dilihat ketika kita membandingkan antara Bapak Manimbul, Bapak Torang, Bapak Amser dengan
Bapak Parluhutan. Tiga opinion leader pertama lebih banyak pasif dan ornag yang datang kepadanya. Sementara, Bapak Parluhutan cenderung aktif dengan
Universitas Sumatera Utara
mendatangi warga-warga rutin setiap hari hanya untuk mengobrol dengan mereka. Jika dilihat dari latar belakangnya, tiga orang opinion leader merupakan orang
yang sudah lama menetap di desa tersebut sejak lahir, sementara Bapak Parluhutan baru 10 tahun menetap di desa. Hal ini mengindikasikan bahwa warna
baru yang dibawa orang dari luar akan sangat berpengaruh di dalam kemajuan desa tersebut.
4.3 Pembahasan
Berdasarkan analisis hasil dan pengamatan yang dilakukan oleh penelti, maka peneliti membuat pembahasan sebagai berikut.
Dari ke empat informan utama tersebut, peneliti melakukan pembahasan yang dikaitkan dengan tujuan dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui peran
opinion leader dalam Masyarakat Hukum Adat, mengetahui gaya komunikasi opinion leader, juga mengetahui permasalahan yang ada di dalam masyarakat dan
peran opinion leader di dalam Masyarakat Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal penting dalam perkembangan kehidupan masyarakat. Dua hal ini merupakan yang tidak dapat
dipisahkan dari aktivitas manusia sehari-hari dan dua hal ini bersifat dinamis. Artinya terus berkembang dan tidak pernah berhenti pada suatu titik tertentu. Hal
tersebut benar adanya jika dilihat dari kondisi pembangunan di Desa Hutauruk yang terus mengalami perkembangan dari masa ke masa, sehingga dapat
terbentuklah masyarakat Desa Hutauruk yang seperti sekarang ini. Tidak hanya itu, melibatkan sebuah komunikasi dalam pembangunan
memang penting adanya. Tanpa komunikasi, pembangunan tidak akan berjalan dengan lancar. Seperti sebuah bangunan tanpa tiang-tiang kokoh yang
menopangnya, begitu pula pentingnya komunikasi di dalam pembangunan. Termasuk dalam pembangunan di dalam Desa Hutauruk yang masih kental
menganut nilai adat-adat nya. Komunikasi merupakan perekat antara masyarakat dalam proses pembangunan tersebut.
Pendekatan teoritis yang mengkaji komunikasi dan pembangunan menyatakan bahwa komunikasi antarmanusia, yaitu suatu pendekatan konvergensi
yang didasarkan pada model komunikasi yang sirkular, menggantikan model
Universitas Sumatera Utara
linear yang umumnya dianut selama ini. Pendekatan konvergensi disini artinya hubungan bersifat timbal balik di antara partisipan komunikasi dalam hal
pengertian, perhatian, kebutuhan, ataupun titik pandang. Pendekatan ini adalah benar ketika dilihat dalam Masyarakat Desa Hutauruk. Model komunikasi linear
yang ditetapkan dalam masyarakat Desa Hutauruk pada saat dahulu, masih sangat buruk kondisinya. Namun, seiring berjalannya dan berkembangnya jaman, maka
komunikasi pembangunan yang digunakan adalah model sirkuler yang menekankan pada hubungan yang bersifat timbal balik di antara partisipan
komunikasi dalam hal pengertian, perhatian, kebutuhan, atau pun titik pandang. Seiring berkembangnya jaman, tidak dapat dipungkiri bahwa manusia juga
semakin berkembang untuk mengikutinya. Oleh karena itu, model komunikasi yang digunakan pun pasti berbeda guna untuk terus menggali lebih dalam
keikutsertaan atau partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan. Selain itu, partisipasi semua pihak yang ikut serta dalam suatu proses
komunikasi, demi tercapainya suatu fokus bersamaa dalam memandang permasalahan yang dihadapi juga penting dalam pandangan tersebut. Dalam
masyarakat yang homogen sekalipun, pasti terdapat pandangan-pandangan atau pemikiran yang berbeda antara satu pihak dengan pihak lainnya, termasuk dalam
sebuah masyarakat desa, khususnya Masyarakat Desa Hutauruk, untuk itu diperlukan adanya dialog antarsemua pihak guna mencapai sebuah kesepakatan
bersamaa. Tanpa ada fokus yang jelas, maka pembangunan dan kemajuan dalam desa akan sulit untuk dicapai.
Dalam upaya menyatukan berbagai pendapat atau pandangan menjadi satu kesatuan yang padu dan memiliki manfaat bagi semua pihak, dibutuhkan adanya
seorang opinion leader atau pemimpin opini. Seorang pemimpin opini pada umumnya tidak terikat oleh ikatan otoritas apapun. Mereka Para Pemimpin
Opini adalah orang-orang yang melakukan proses penyampaian pesan tanpa adanya perintah yang harus dijalankannya dari pimpinan atau instansi dia bekerja.
Melainkan, dia akan berusaha menginterpretasikan pesan sendiri, menimbang dan memutuskan mana yang baik menurutnya dan dapat diterapkan kepada
bawahanmasyarakatnya. Oleh karena itu, seorang pemimpin opini dapat saja
Universitas Sumatera Utara
menolak atau menerima sebuah informasi, perubahan, atau pun pembangunan yang ada.
Seorang pemimpin opini mempunyai ruang gerak yang terbatas sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Seorang pemimpin opini akan jarang
sekali menguasai hampir setiap bidang ilmu. Dalam Masyarakat Hukum Adat pun demikian, khususnya Masyarakat Desa Hutauruk, bidang-bidang pemimpin opini
yang ada adalah Adat, Pendidikan, Keagamaan, dan Pembangunan Infrastruktur Desa.
Pada saat pemimpin opini mengemukakan pendapatnya, berlangsung dalam situasi yang santai dan informal. Percakapan terjadi di antara orang-orang yang
dikenalnya. Seperti yang dilakukan oleh para pemimpin opini yang ada di Desa Hutauruk, Bapak Manimbul memulai percakapan di lingkup tetangga rumahnya,
Bapak Torang di Lapo Tuak, Bapak Amser di gereja, dan Bapak Parluhutan di sawah. Oleh karena pengaruhnya yang tidak nampak, maka percakapan yang
dilakukan oleh pemimpin opini berlangsung secara informal. Kelangsungan proses penyampaian pesan oleh para pemimpin opini ini tidak
nampak. Mereka melakukan persuasi dan berusaha untuk mengubah opini masyarakat lewat percakapan yang santai, sehingga tidak nampak sebagai suatu
bentuk menanamkan sebuah gagasan ke dalam diri komunikan. Dalam Masyarakat Desa Hutauruk, membedakan antara pemimpin opini dan
masyarakat biasa cukup sulit mengingat sebagian dari pemimpin opini tersebut memiliki keadaan sosial yang sama dengan masyarakatnya. Namun, jika ingin
menemukan siapa pemimpin opini dalam suatu masyarakat harus ditanyakan terlebih dahulu kepada masyarakatnya, dengan begitu akan mendapat gambaran
jelas mengenai siap yang menjadi pemimpin opini di antara sebuah masyarakat. Berdasarkan kriteria tersebut kita dapat mengetahui bahwa seseorang
dianggap sebagai pemimpin opini dalam sebuah masyarakat. Melewati proses penentuan tersebut, pada akhirnya terdapat empat nama yang dianggap sebagai
pemimpin opini dalam Masyrakat Hukum Adat di Desa Hutauruk, yaitu Bapak Manimbul Hutauruk, Bapak Torang Hutauruk, Bapak Amser Hutauruk, dan
Bapak Parluhutan Hutauruk. Masing-masing tentunya memiliki peran yang berbeda sesuai dengan bidang yang dikuasainya. Bapak Manimbul Hutauruk
Universitas Sumatera Utara
menguasai bidang Adat Batak Toba, Bapak Torang Hutauruk menguasai bidang pendidikan, Bapak Amser Hutaurruk menguasai bidang keagamaan, dan Bapak
Parluhutan Hutauruk menguasai bidang pembangunan infrastruktur desa. Masing-masing akan bergerak dan bekerja untuk menyatukan opini
masyarakat Desa Hutauruk berdasarkan bidangnya. Bapak Manimbul, seseorang yang dituakan dalam bidang Adat Batak Toba. Perubahan-perubahan dalam
kegiatan adat yang sudah disepakati dan dijalankan bersamaa oleh masyarakat saat ini merupakan hasil yang dikonstruksi di Masyarakat Desa Hutauruk oleh
Bapak manimbul. Proses pertemuan antara laki-laki dan wanita yang sudah jauh berubah, proses lamaran sampai ke pernikahan yang sudah semakin singkat,
sampai ke upacara kematian yang juga dipersingkat untuk menghemat waktu. Sampai saat ini pun pemimpin opini dalam bidang adat di Masyarakat Desa
Hutauruk tidak kehilangan perannya. Sdalam berbagai kegiatan, beliau sering dipanggil menjadi parhata dan pemberi nasehat bagi jalannya suatu kegiatan adat.
Selanjutnya adalah Bapak Torang Hutauruk yang bergerak di dalam bidang pendidikan. Salah satu yang menyebabkan kemajuan pendidikan anak-anak di
Desa Hutauruk adalah peran Bapak Torang yang menyebarkan kepada para orang tua pentingnya dunia pendidikan bagi anak-anak. Dahulu, para orang tua di desa
hanya menyuruh anaknya bekerja dan merasa tidak perlu bersekolah, tetapi lambat laun sampai saat ini para orang tua yang ada di Desa Hutauruk menyadari
pentingnya pendidikan bagi anak-anak. Tidak hanya itu, Bapak Torang juga yang mempengaruhi opini masyarakat desa agar tidak menggunakan KB dan sampai
saat ini dampaknya masih terasa dalam masyarakat Desa Hutauruk. Lambat laun peran beliau juga semakin berkurang, hanya memberi nasehat kepada para orang
tua dan anak-anak yang ada di Desa Hutauruk. Bapak Amser Hutauruk merupakan salah satu pemimpin opini dalam bidang
keagamaan. Perannya pada saat masyarakat Desa Hutauruk belum mengenal adanya agama sangat besar. Beliau dikenal sebagai orang yang yang
mempengaruhi hampir seluruh masyarakat Desa Hutauruk untuk meninggalkan kepercayaan-kepercayaan yang dulu banyak dianut dan menganut Agama Kristen.
Agama di dalam Masyarakat Desa Hutauruk merupakan yang terpenting dan
Universitas Sumatera Utara
paling berpengaruh. Oelh sebab itu, sampai saat ini Bapak Amser masih aktif dalam memimpin opini masyarakat Desa Hutauruk dalam bidang keagamaan.
Pemimpin opini terakhir yang ada di Desa Hutauruk adalah Bapak Parluhutan Hutauruk. Bidang yang dikuasai oleh Bapak Parluhutan Hutauruk
adalah pembangunan infrastruktur desa. beliau yang mempelopori pembangunan masuknya saluran air ke dalam Desa Hutauruk dan juga pembuatan berbagai
fasilitas sosial lain yang ada di desa, seperti air minum gratis, irigasi, dan kolam ikan tempat untuk beternak ikan. Saat ini, peran yang beliau jalankan juga hampir
sama seperti yang lain yaitu memberikan nasehat dan pinjaman uang kepada masyarakat yang membutuhkan.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin opini, proses komunikasi pasti melekat dalam kegiatan yang mereka lakukan tersebut. Komunikasi
merupakan proses penyampaian pesan kepada komunikan. Berkaitan dengan penelitian ini, maka komunikasi disini diupayakan untuk membangun desa,
sehingga disebut sebagai komunikasi pembanguna. Dalam merancang pesa-pesan komunikasi pembangunan beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh
pemimpin opini tersebut adalah penggunaan pesan yang dirancang khusus untuk khalayak yang spesifik. Masyarakat Desa Hutauruk pasti terdiri dari berbagai
lapisan-lapisan sosial yang ada. Lapisan-lapisan sosial ini yang mempengaruhi karakteristik yang melekat dalam setiap individu di dalam masyarakat. Oleh
karena itu, para pemimpin opini harus terlebih dahulu memperhatikan hal ini. Jika mereka ingin menjangkau khalayak yang miskin, harus disesuaikan gaya
berbicara, tingkat bahasa, gaya penyajian, dan lain-lain. Selain itu, penting untuk memperhatikan bahwa pesan yang disampaikan,
bagi golongan tertentu merupakan sesuatu hal yang tidak diperlukan tetapi sangat bermanfaat bagi golongan lain. Hal ini yang disebut sebagai ceiling effect, dimana
para pemimpin opini perlu menekankan bahwa golongan yang menjadi sasaran dari pesan mempunyai kesempatan untuk mengejar ketertinggalannya.
Selanjutnya juga dikenal pendekatan narrow casting dimana penyampaian pesan disesuaikan dengan kondisi dimana khalayak itu berada. Seorang pemimpin opini
tidak akan mungkin menyampaikan opininya dan berusaha untuk mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
komunikannya dalam sebuah musyawarah daerah, tetapi dalam situasi yang tidak terlalu mencolok dan santai.
Memanfaatkan saluran tradisional dalam penyampaian pesan juga perlu diperhatikan, seperti proses upacara sebelum dilakukan atau dibuat saluran irigasi
di desa. Mengenalkan para pemimpin opini bagi kalangan yang berkekurangan juga penting untuk memudahkan mereka mencari bantuan atau meminta untuk
mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan yang ada di desa. Melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan
juga dapat mengefektifkan komunikasi yang disampaikan oleh para pemimpin opini. Melibatkan mereka dari awal perencanaan pembangunan sampai evaluasi
dapat memudahkan pemimpin opini untuk mengubah pandangan mereka terhadap suatu pembangunan yang ada di desa.
Penyampaian pesan yang dilakukan oleh para pemimpin opini dilakukan dengan gaya yang berbeda-beda. Masing-masing memiliki ciri khas dan gaya
masing-masing. Bapak Manimbul, merupakan salah satu pemimpin opini yang menggunakan gaya komunikasi The Equalitarian Style yang menggunakan
kesamaan pikiran di antara orang-orang yang terlibat dalam dialog dengan para pemimpin opini tersebut. Gaya komunikasi seperti ini lebih menggunakan
kesamaan pikiran di antara keduanya dan berlangsung dalam proses yang informal. Gaya tersebut juga digunakan oleh Bapak Torang Hutauruk.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh penelti, beliau menggunakan gaya The Equalitarian Style. Tempat yang biasa dijadikannya sebagai saluran
penyampaian pesan adalah lapo tuak yang biasanya dipenuhi oleh kaum laki-laki di desa tersebut. Dalam pembicaraan santai yang disertai candaan Bapak Torang
menyampaikan pesan yang ingin disampaikannya. Berbeda hal nya dengan Bapak Amser yang berdasarkan pengamatan
peneliti menggunakan gaya The Controlling Style. Gaya komunikasi seperti ini biasanya bersifat mengontrol dan tidak mendengarkan respon dari komunikasn.
Bapak Amser menggunakan cara-cara seperti khotbah atau ceramah dalam proses penyampaian pesan kepada khalayak yang ditujunya. Informan terakhir adalah
Bapak Parluhutan Hutauruk yang lebih menggunakan gaya komunikasi The Relinquising Style. Bapak Parluhutan lebih menekankan pada tindakan-tindakan
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan kata-kata. Beliau akan melaksanakan suatu program terlebih dahulu dengan maskud agar diikuti oleh masyarakat lainnya. Hal tersebut selalu
digunakan oleh Bapak Parluhutan dalam proses penyampaian pendapat kepada masyarakat.
Masyarakat merupakan objek kajian yang kompleks dan penuh dinamika. Permasalahan yang muncul tidak jarang membuat proses penyampaian informasi
atau proses komunikasi pembangunan menjadi terhambat. Untuk itu, perlu diketahui masalah yang ada di dalam masyarakat Desa Hutauruk serta peran
opinion leader di dalamnya. Informan tambahan I sampai V sama-sama memberikan jawaban bahwa dalam masyarakat Desa Hutauruk interaksi
masyarakatnya renggang dan dari pengamatan peneliti, pembangunan di dalam desa berjalan dengan lambat.
Berkaitan dengan interaksi, masyarakat akan terlebih dahulu memaknai apa yang ada di sekitarnya untuk kemudian diinterpretasikan ke dalam pikirannya
tentang tindakan dan simbol-simbol yang diberikan orang kepadanya. Simbol- simbol yang dimaknai secara bersamaa-sama hanya dapat dimengerti melalui
interaksi yang terjadi di dalam masyarakat. Melalui interaksi tersebut, individu dapat mengerti bahwa dia merupakan bagian dari masyarakat Desa Hutauruk
sehingga mengerti perannya dan dapat menjalankan kewajibannya dalam masyarakat.
Individu dalam suatu masyarakat akan mengerti tentang keberadaan dirinya di tengah-tengah masyarakat melalui simbol, seperti pada saat opinion leader
lewat dengan menggunakan topi peci menandakan bahwa mereka akan datang ke upacara penguburan. Ketika para opinion leader menggunakan “mandar” maka
orang akan mengerti bahwa dia akan pergi ke pesta pernikahan. Begitu juga yang terjadi dalam masyarakat. Di dalam gereja juga tampak bahwa kaum laki-laki
akan langsung duduk di kursi gereja sebelah kiri, sementara perempuan akan langsung duduk di kursi sebelah kanan. Simbol-simbol ini secara otomatis akan
dimaknai oleh individu-individu di dalam masyarakat sebagai hasil dari kesepakatan bersamaa hingga kemudian individu dalam masyarakat mengerti
tentang konsep dirinya seperti apa.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, sangat penting suatu interaksi dalam masyarakat dalam proses komunikasi pembangunan agar masyarakat mengerti dan memahami
perannya sebagai bagian dari Desa Hutauruk. Interaksi masyarakat Desa Hutauruk justru menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan masyarakat desa pada
umumnya. Renggangnya interaksi yang ada dipahami peneliti sebagai bagian dari akibat yang ditimbulkan kemajuan teknologi yang ada. Opinion leader yang
seharusnya menjadi pengarah tindakan masyarakat justru tidak terlalu berpengaruh secara signifikan. Hanya satu opinion leader dari pengamatan
peneliti yang mampu menggerakkan masyarakat sampai saat ini, yaitu Bapak Parluhutan dengan bentuk komunikasi yang mberorientasi pada tindakan. Latar
belakang pendidikan dan kesibukan masing-masing para opinion leader pun menjadi perbedaan dalam proses penyampaian pesan oleh opinion leader. Akan
lebih baik jika para pemimpin opini yang pasif bergerak menjadi aktif dan bersamaa dengan para pemimpin opini lain untuk memperbaiki interaksi yang ada
di dalam masyarakat. Selain itu, pembangunan yang belum merata di kalangan masyarakat pun
merupakan akibat dari homogenitas masyarakat Desa Hutauruk yang tidak mempunyai pandangan atau gambaran lain tentang dunia luar yang membuat
mereka terpacu untuk maju dan turut aktif melaksanakan pembangunan. Kembali lagi opinion leader memang sudah sewajarnya sebagai orang yang memiliki akses
“lebih” dengan dunia di luar Desa Hutauruk berupaya untuk meyakinkan pendapat atau pandangan masyarakat yang homogen seperti ini. Lebih aktif untuk menjadi
pemimpin opini di kalangan masyarakat merupakan kunci dari keberhasilan para pemimpin opini dalam mengubah pandangan masyarakat Desa Hutauruk,
sehingga dapat berakibat pada berubahnya partisipasi masyarakat menjadi lebih aktif.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dalam melakukan penelitian mengenai peran opinion leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten
Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara ini, peneliti menemukan beberapa kesimpulan yakni :
1. Peran opinion leader dalam Masyarakat Hukum Adat adalah memberikan
nasehat dan mengontrol perilaku masyarakat di Desa Hutauruk. Hal ini dapat dilihat dari jawaban-jawaban yang diberikan oleh Informan I sampai Informan
IV yang mengaku bahwa masyarakat sering datang kepada para opinion leader ini untuk meminta nasehat. Hal tersebut juga didukung oleh pengakuan
dari Informan I sampai Informan V. 2.
Gaya komunikasi yang dilakukan oleh para opinion leader berbeda-beda dan memiliki ciri khas tersendiri dalam proses penyampaian informasi kepada
masyarakat. Bapak Manimbul dan Bapak Torang menggunakan gaya The Equalitarian Style, yang mengutamakan komunikasi informal dan dalam
situasi yang santai dalam proses penyampaian pesan kepada masyarakat. Kedua opinion leader ini menggunakan percakapan yang santai di “lapo
tuak”. Sementara itu, Bapak St. Amser Hutauruk menggunakan gaya The Controlling Style, yang lebih cenderung berupaya untuk mengontrol sikap dan
perilaku individu sesuai dengan apa yang diperintahkan, gaya ini menggunakan komunikasi yang tidak membutuhkan respon kembali dari
komunikan. Hal ini didapat melalui pengamatan dan wawancara yang dilakukan terhadap Bapak Amser. Bapak Amser menggunakan metode
“khotbah” untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Opinion leader terakhir adalah Bapak Parluhutan Hutauruk yang menggunakan gaya
komunikasi The Reliquinsing Style yang lebih berorientasi pada tindakan dibandingkan dengan kata-kata yang diucapkan. Bapak Parluhutan lebih
menggunakan gaya ini dilihat dari pengamatan peneliti dan hasil wawancara yang dilakukan terhadap Bapak Parluhutan.