Pengaruh Tekanan Pompa dan Waktu Pengadukan Terhadap Sifat Fisik Emulsi Lilin Sarang Lebah untuk Produksi Zat Pelapis Buah
PENGARUH TEKANAN POMPA DAN WAKTU PENGADUKAN
TERHADAP SIFAT FISIK EMULSI LILIN SARANG LEBAH
UNTUK PRODUKSI ZAT PELAPIS BUAH
SKRIPSI
OLEH:
ABDUL RACHMAN SIREGAR
040305012/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010
(2)
PENGARUH TEKANAN POMPA DAN WAKTU PENGADUKAN
TERHADAP SIFAT FISIK EMULSI LILIN SARANG LEBAH
UNTUK PRODUKSI ZAT PELAPIS BUAH
SKRIPSI
OLEH:
ABDUL RACHMAN SIREGAR
040305012/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010
(3)
ABSTRAK
PENGARUH TEKANAN POMPA DAN WAKTU PENGADUKAN TERHADAP SIFAT FISIK EMULSI LILIN SARANG LEBAH UNTUK
PRODUKSI ZAT PELAPIS BUAH
Penelitian ini dilakukan untuk mengatahui pengaruh tekanan pompa dan waktu pengadukan terhadap sifat fisik emulsi lilin sarang lebah untuk produksi zat pelapis buah. Penelitian menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu tekanan (P0 = 0 Bar, P1 = 10 Bar, P2 = 20 Bar, P3 = 30 Bar, P4 = 40 Bar) dan lama
pengadukan (L1 = 2 menit, L2 = 4 menit, L3 = 6 menit, L4 = 8 menit). Parameter yang
diamati yaitu stabilitas relatif emulsi, viskositas, ukuran partikel (numerik), uji kejernihan (%), uji total mikroba (CFU), uji organoleptik (warna) dan pH.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan pompa memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap stabilitas relatif emulsi, viskositas, ukuran partikel dan uji organoleptik (warna). Lama pengadukan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap stabilitas relatif emulsi, viskositas, dan berbeda tidak nyata terhadap uji organoleptik (warna). Interaksi antara tekanan pompa dan waktu pengadukan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap stabilitas relatif emulsi dan ukuran partikel tetapi berbeda tidak nyata terhadap viskositas dan uji organoleptik (warna). Tekanan pompa 40 Bar dengan waktu 8 menit menghasilkan emulsi lilin sarang lebah yang paling baik.
(4)
ABSTRACT
THE EFFECT OF PUMP PRESSURE AND STIRRING TIME ON PHYSICAL CHARACTERISTIC OF WAX EMULSION OF BEEHIVE
IN THE PRODUCTION OF FRUIT COATING MATERIAL
The experiment objective was study the effect of pump pressure and stirring time on physical characteristic of wax emulsion of beehive for production of fruit coating material. The design of the experiment was completely randomized design arranged in factorial pattern with two factors. The first factor was five levels of pump pressure: 0, 10, 20, 30 and 40 bar. The second factor was four level of stirring time: 2, 4, 6 and 8 minutes. Parameter observed were emulsion relative stability, viscocity, particle size, transparency (%T), total microbe (CFU), color organoleptic (numeric) and pH.
The result showed that pump pressure affected significantly to emulsion relative stability, viscoscity, particle size and colour organoleptic. The stirring time affected significantly to emulsion relative stability and viscoscity. The interaction of pump pressure and stirring time did not significantly to all parameters observed. The best physical characteristic of wax emulsion of bee hive was gained on 40 bar pump pressure and 8 minutes stirring time.
(5)
RINGKASAN
ABDUL RACHMAN SIREGAR, “Pengaruh Tekanan Pompa dan Waktu Pengadukan Terhadap Sifat Fisik Emulsi Lilin Sarang Lebah untuk Produksi Zat Pelapis Buah” dibimbing oleh Ir. Terip Karo-Karo, MS. selaku ketua komisi pembimbing dan Mimi Nurminah, STP, M.Si., selaku anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekanan pompa dan waktu pengadukan terhadap sifat fisik emulsi lilin sarang lebah untuk produksi zat pelapis buah.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor, yaitu:
Faktor 1: Tekanan Pompa yang terdiri dari 4 taraf yaitu P0 = 0 Bar
P1 = 10 Bar
P2 = 20 Bar
P3 = 30 Bar
P4 = 40 Bar
Faktor II: Waktu Pengadukan (L) L1 = 2 menit
L2 = 4 menit
L3 = 6 menit
L4 = 8 menit
(6)
1. Stabilitas Relatif Emulsi (%)
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap stabilitas relatif emulsi. Stabilitas relatif emulsi (%) tertinggi terdapat pada perlakuan P4
(Tekanan 40 bar) yaitu sebesar 100% dan terendah terdapat pada perlakuan P0 (Tanpa
tekanan ) yaitu sebesar 75.00%.
Waktu pengadukan memberi pengaruh berbeda tidak nyata terhadap parameter yang diuji. Stabilitas relatif emulsi (%) tertinggi terdapat pada perlakuan L3 (6 menit)
yaitu sebesar 90.00 % dan terendah terdapat pada perlakuan L1 (2 menit) yaitu sebesar
82.50 %.
2. Viskositas (N.cm2.s)
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap viskositas (N.cm2.s). Viskositas (N.cm2.s) tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (Tekanan
40 bar) yaitu sebesar 0.013951 (N.cm2.s) dan terendah pada perlakuan P0 (Tanpa
tekanan) yaitu sebesar 0.008544 (N.cm2.s).
Waktu Pengadukan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap viskositas (N.cm2.s). Viskositas (N.cm2.s) tertinggi terdapat pada perlakuan L4 (8 menit)
yaitu sebesar 0.010995 (N.cm2.s) dan terendah terdapat pada perlakuan L1 (2 menit)
yaitu sebesar 0.010125 (N.cm2.s).
3. Ukuran Partikel (µm)
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap ukuran partikel. Ukuran partikel (µ m) tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (Tanpa
tekanan) yaitu sebesar 3,78 (µm) dan terkecil pada perlakuan P4 (Tekanan 40 bar) yaitu
(7)
Waktu Pengadukan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap ukuran partikel. Ukuran partikel tertinggi terdapat pada perlakuan L1 (2 menit) yaitu
sebesar 3,97 (µ m) dan terendah terdapat pada perlakuan L4 (8 menit) yaitu sebesar 2,45
(µm).
4. Uji Organoleptik Warna (Numerik)
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji organoleptik warna. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan P3
(Tekanan 30 bar) dan P4 (Tekanan40 bar) yaitu sebesar 3,00 dan terendah terdapat pada
perlakuan P0 (Tanpa tekanan) yaitu sebesar 2,13.
Waktu Pengadukan memberi pengaruh berbeda tidak nyata dimana uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan L4 (8 menit) yaitu 2,80 dan
terendah terdapat pada perlakuan L1 (2 menit) dan L2 (2 menit) yaitu sebesar 2,60.
5. Total Mikroba (CFU)
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda tidak nyata dimana uji total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (Tekanan 10 bar) yaitu 6.03 CFU dan terendah
terdapat pada perlakuan P3 (Tekanan 30 bar) dan P4 (Tekanan 40 bar) yaitu sebesar 5.50
CFU.
Waktu Pengadukan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap total mikroba. Uji total mikroba terendah pada perlakuan L4 (8 menit) yaitu 4.18 CFU
(8)
6. Uji Kejernihan (%T)
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji kejernihan. Uji Kejernihan yang tertinggi terdapat pada P4 yaitu 2.28 (%T) dan terendah
terdapat pada perlakuan P0 (Tanpa tekanan) yaitu 2.04 (%T).
Waktu Pengadukan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji kejernihan. Uji Kejernihan yang tertinggi terdapat pada P4 yaitu 2.28 (%T) dan
terendah terdapat pada perlakuan L1 (2 menit) yaitu 2.04 (%T).
7. pH
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda tidak nyata terhadap pH, dimana pH pada P0, P1, P2 dan P4 yaitu 6.28 dan pada P3 yaitu 6.29. Waktu Pengadukan memberi
pengaruh berbeda tidak nyata, dimana pH pada L1 (2 menit) yaitu 6.29 dan L2 (4 menit ),
L3 (6 menit ) L4 (8 menit) yaitu 6.28.
(9)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur terlebih dahulu penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT atas berkat dan anugerah-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Tekanan Pompa dan Waktu Pengadukan Terhadap Sifat Fisik Emulsi Lilin Sarang Lebah untuk Produksi Zat Pelapis Buah”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Terip Karo-Karo, MS selaku ketua komisi pembimbing, serta Mimi Nurminah, STP, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan serta saran-saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayahanda Partaonan Siregar dan Ibunda Asniati Br. Ginting, SPdI atas segala do’a, perhatian dan kasih sayangnya. Abangku yang tercinta Muhammad Irvan, SST dan adikku yang tersayang Susan Linda Farida dan Zuinasari.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman – teman seperjuangan THP’04 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini serta sahabatku terbaik Muhardiansah, dr. Wansyirli, Erni, S.Pd, dan adik Ratna.
Akhir Kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Februari 2010
(10)
RIWAYAT HIDUP
ABDUL RACHMAN SIREGAR dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 24 Maret 1986. Anak kedua dari bapak P. Siregar dan ibu A. Br. Ginting, S.PdI. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.
Tahun 1990 penulis lulus dari SD Negeri 040452 Kabanjahe 1998, tahun 2001 lulus dari MTsN Kabanjahe, tahun 2004 lulus dari Madrasah Aliyah Negeri Kabanjahe. Pada tahun 2004 lulus seleksi masuk USU melalui jalur PMP. Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti kuliah penulis aktif menjadi pengurus IMTHP (Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian) dan pengurus BKM (Badan Kenaziran Musholla) di Fakultas Pertanian USU.
Penulis telah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di pabrik PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate, Dolok Merawan pada tahun 2007.
(11)
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRACT ... i
RINGKASAN ... ii
KATA PENGANTAR ... vii
RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
Hipotesa Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Lebah ... 5
Malam (Lilin Lebah) ... 10
Pompa ... 18
Emulsi... 18
Sistem Emulsi ... 18
Emulsifier ... 19
Trietanolamin... 23
Asam Oleat ... 24
Stabilitas Emulsi ... 24
Analisa Sifat Fisik dan Kimia Emulsi ... 27
Pembuatan Emulsi Lilin ... 29
Penelitian Sebelumnya ... 30
BAHAN DAN METODA PENELITIAN Bahan Penelitian ... 32
Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
Alat Penelitian ... 32
Metoda Penelitian ... 33
Model Rancangan ... 34
(12)
Pengamatan dan Pengukuran Data ... 36
Stabilitas Relatif Emulsi (%) ... 36
Viskositas (N.cm2.s) ... 36
Ukuran Partikel (µm) ... 36
Nilai Organoleptik Warna (Numerik) ... 36
Uji Total Mikroba (CFU) ... 36
Uji Kejernihan (%T) ... 36
pH ... 36
SKEMA PENELITIAN Skema Proses Penelitian... 41
HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Relatif Emulsi Pengaruh Tekanan Pompa terhadap Stabilitas Relatif Emulsi (%) ... 45
Viskositas (N.cm2.s) Pengaruh Tekanan Pompa terhadap Viskositas (N.cm2.s) ... 47
Pengaruh Waktu Pengadukan terhadap Viskositas (N.cm2.S) ... 48
Ukuran Partikel (µm) Pengaruh Tekanan Pompa terhadap Ukuran Partikel (µm) ... 50
Pengaruh Waktu Pengadukan terhadap Ukuran Partikel (µm) ... 52
Nilai Organoleptik Warna (Numerik) Pengaruh Tekanan Pompa terhadap Nilai Organoleptik Warna (Numerik) ... 54
Pengaruh Waktu Pengadukan terhadap Nilai Organoleptik Warna (Numerik) ... 55
Uji Total Mikroba (CFU) Pengaruh Tekanan Pompa terhadap Uji Total Mikroba (CFU) ... 56
Pengaruh Waktu Pengadukan terhadap Uji Total Mikroba (CFU) ... 56
Uji Kejernihan (%T) Pengaruh Tekanan Pompa terhadap Uji Kejernihan (%T) ... 57
Pengaruh Waktu Pengadukan terhadap Uji Kejernihan (%T) ... 59
pH Pengaruh Tekanan Pompa terhadap pH ... 60
Pengaruh Waktu Pengadukan terhadap pH ... 60
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 61
Saran ... 61
(13)
(14)
DAFTAR TABEL
1. Jumlah Koloni, Produksi Madu dan Peternak Lebah/Pemungut …………. 7
No. JUDUL Hal
2. Kisaran nilai HLB emulsifier dan Penggunaannya ……… 21 3. Ester Polietilen Sorbitan Asam Lemak ………... 22 4. Pengaruh Tekanan Pompa terhadap Parameter yang Diamati ……… 43 5. Pengaruh Waktu Pengadukan terhadap Parameter yang Diamati ………... 44 6. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Tekanan Pompa
terhadap Stabilitas Relatif Emulsi (%) ………... 45 7. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Tekanan Pompa
terhadap Viskositas (N.cm2.s) ……….... 47 8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Waktu Pengadukan
terhadapViskositas (N.cm2.s) ……… 49 9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Tekanan Pompa
terhadap Ukuran Partikel (µ m) ………... 50 10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Waktu Pengadukan
terhadap Ukuran Partikel (µ m) ……… 52 11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Tekanan Terhadap Uji Organoleptik Warna (Numerik) ...……….. 54 12. Uji LSR Efek Utama Waktu Pengadukan terhadap Uji
Total Mikroba (CFU) ...………. ... 56 13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Tekanan Terhadap Uji Kejernihan (%T)
... 58 14. LSR Efek Utama Pengaruh Waktu Pengadukan Terhadap
(15)
(16)
DAFTAR GAMBAR
1. Skema Pembuatan Lilin Lebah ………... 41
No. JUDUL Hal
2. Skema Pembuatan Emulsi Lilin lebah ……….... 42 3. Grafik Hubungan Tekanan dengan Stabilitas Relatif Emulsi (%) ………… 46 4. Grafik Hubungan Tekanan Pompa terhadap Viskositas (N.cm2.s)……... 48 5. Grafik Hubungan Waktu Pengadukan terhadap Viskositas (N.cm2.s)….... 49 6. Grafik Pengaruh Tekanan Pompa terhadap Ukuran partikel (µ m) ………. 51 7. Grafik Hubungan Waktu Pengadukan terhadap Ukuran Partikel (µ m).. … 53 8. Grafik Hubungan Tekanan Pompa terhadap
Uji Organoleptik Warna (Numerik)... 55 9. Grafik Hubungan Waktu Pengadukan terhadap
Uji Total Mikroba(CFU)... ... 57 10. Grafik Hubungan Tekanan Pompa terhadap Uji Kejernihan (%T)... 58 11. Grafik Pengaruh Waktu Pengadukan terhadap Uji Kejernihan (%T)... 60
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Pengamatan Analisa Stabilitas Relatif Emulsi (%) ……… 66
No. JUDUL Hal 2. Data Pengamatan Analisa Viskositas (N.cm2.s) ………. 67
3. Data Pengamatan Analisa Ukuran Partikel (µ m) ...……… 68
4. Data Pengamatan Analisa Uji Organoleptik Warna ………69
5. Data Pengamatan Analisa Uji Total Mikroba (CFU)...………... 70
6. Data Pengamatan Analisa Uji Kejernihan (%T) ………. 71
(18)
ABSTRAK
PENGARUH TEKANAN POMPA DAN WAKTU PENGADUKAN TERHADAP SIFAT FISIK EMULSI LILIN SARANG LEBAH UNTUK
PRODUKSI ZAT PELAPIS BUAH
Penelitian ini dilakukan untuk mengatahui pengaruh tekanan pompa dan waktu pengadukan terhadap sifat fisik emulsi lilin sarang lebah untuk produksi zat pelapis buah. Penelitian menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu tekanan (P0 = 0 Bar, P1 = 10 Bar, P2 = 20 Bar, P3 = 30 Bar, P4 = 40 Bar) dan lama
pengadukan (L1 = 2 menit, L2 = 4 menit, L3 = 6 menit, L4 = 8 menit). Parameter yang
diamati yaitu stabilitas relatif emulsi, viskositas, ukuran partikel (numerik), uji kejernihan (%), uji total mikroba (CFU), uji organoleptik (warna) dan pH.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan pompa memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap stabilitas relatif emulsi, viskositas, ukuran partikel dan uji organoleptik (warna). Lama pengadukan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap stabilitas relatif emulsi, viskositas, dan berbeda tidak nyata terhadap uji organoleptik (warna). Interaksi antara tekanan pompa dan waktu pengadukan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap stabilitas relatif emulsi dan ukuran partikel tetapi berbeda tidak nyata terhadap viskositas dan uji organoleptik (warna). Tekanan pompa 40 Bar dengan waktu 8 menit menghasilkan emulsi lilin sarang lebah yang paling baik.
(19)
ABSTRACT
THE EFFECT OF PUMP PRESSURE AND STIRRING TIME ON PHYSICAL CHARACTERISTIC OF WAX EMULSION OF BEEHIVE
IN THE PRODUCTION OF FRUIT COATING MATERIAL
The experiment objective was study the effect of pump pressure and stirring time on physical characteristic of wax emulsion of beehive for production of fruit coating material. The design of the experiment was completely randomized design arranged in factorial pattern with two factors. The first factor was five levels of pump pressure: 0, 10, 20, 30 and 40 bar. The second factor was four level of stirring time: 2, 4, 6 and 8 minutes. Parameter observed were emulsion relative stability, viscocity, particle size, transparency (%T), total microbe (CFU), color organoleptic (numeric) and pH.
The result showed that pump pressure affected significantly to emulsion relative stability, viscoscity, particle size and colour organoleptic. The stirring time affected significantly to emulsion relative stability and viscoscity. The interaction of pump pressure and stirring time did not significantly to all parameters observed. The best physical characteristic of wax emulsion of bee hive was gained on 40 bar pump pressure and 8 minutes stirring time.
(20)
RINGKASAN
ABDUL RACHMAN SIREGAR, “Pengaruh Tekanan Pompa dan Waktu Pengadukan Terhadap Sifat Fisik Emulsi Lilin Sarang Lebah untuk Produksi Zat Pelapis Buah” dibimbing oleh Ir. Terip Karo-Karo, MS. selaku ketua komisi pembimbing dan Mimi Nurminah, STP, M.Si., selaku anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekanan pompa dan waktu pengadukan terhadap sifat fisik emulsi lilin sarang lebah untuk produksi zat pelapis buah.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor, yaitu:
Faktor 1: Tekanan Pompa yang terdiri dari 4 taraf yaitu P0 = 0 Bar
P1 = 10 Bar
P2 = 20 Bar
P3 = 30 Bar
P4 = 40 Bar
Faktor II: Waktu Pengadukan (L) L1 = 2 menit
L2 = 4 menit
L3 = 6 menit
L4 = 8 menit
(21)
1. Stabilitas Relatif Emulsi (%)
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap stabilitas relatif emulsi. Stabilitas relatif emulsi (%) tertinggi terdapat pada perlakuan P4
(Tekanan 40 bar) yaitu sebesar 100% dan terendah terdapat pada perlakuan P0 (Tanpa
tekanan ) yaitu sebesar 75.00%.
Waktu pengadukan memberi pengaruh berbeda tidak nyata terhadap parameter yang diuji. Stabilitas relatif emulsi (%) tertinggi terdapat pada perlakuan L3 (6 menit)
yaitu sebesar 90.00 % dan terendah terdapat pada perlakuan L1 (2 menit) yaitu sebesar
82.50 %.
2. Viskositas (N.cm2.s)
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap viskositas (N.cm2.s). Viskositas (N.cm2.s) tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (Tekanan
40 bar) yaitu sebesar 0.013951 (N.cm2.s) dan terendah pada perlakuan P0 (Tanpa
tekanan) yaitu sebesar 0.008544 (N.cm2.s).
Waktu Pengadukan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap viskositas (N.cm2.s). Viskositas (N.cm2.s) tertinggi terdapat pada perlakuan L4 (8 menit)
yaitu sebesar 0.010995 (N.cm2.s) dan terendah terdapat pada perlakuan L1 (2 menit)
yaitu sebesar 0.010125 (N.cm2.s).
3. Ukuran Partikel (µm)
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap ukuran partikel. Ukuran partikel (µ m) tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (Tanpa
tekanan) yaitu sebesar 3,78 (µm) dan terkecil pada perlakuan P4 (Tekanan 40 bar) yaitu
(22)
Waktu Pengadukan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap ukuran partikel. Ukuran partikel tertinggi terdapat pada perlakuan L1 (2 menit) yaitu
sebesar 3,97 (µ m) dan terendah terdapat pada perlakuan L4 (8 menit) yaitu sebesar 2,45
(µm).
4. Uji Organoleptik Warna (Numerik)
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji organoleptik warna. Uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan P3
(Tekanan 30 bar) dan P4 (Tekanan40 bar) yaitu sebesar 3,00 dan terendah terdapat pada
perlakuan P0 (Tanpa tekanan) yaitu sebesar 2,13.
Waktu Pengadukan memberi pengaruh berbeda tidak nyata dimana uji organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan L4 (8 menit) yaitu 2,80 dan
terendah terdapat pada perlakuan L1 (2 menit) dan L2 (2 menit) yaitu sebesar 2,60.
5. Total Mikroba (CFU)
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda tidak nyata dimana uji total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (Tekanan 10 bar) yaitu 6.03 CFU dan terendah
terdapat pada perlakuan P3 (Tekanan 30 bar) dan P4 (Tekanan 40 bar) yaitu sebesar 5.50
CFU.
Waktu Pengadukan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap total mikroba. Uji total mikroba terendah pada perlakuan L4 (8 menit) yaitu 4.18 CFU
(23)
6. Uji Kejernihan (%T)
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji kejernihan. Uji Kejernihan yang tertinggi terdapat pada P4 yaitu 2.28 (%T) dan terendah
terdapat pada perlakuan P0 (Tanpa tekanan) yaitu 2.04 (%T).
Waktu Pengadukan memberi pengaruh berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap uji kejernihan. Uji Kejernihan yang tertinggi terdapat pada P4 yaitu 2.28 (%T) dan
terendah terdapat pada perlakuan L1 (2 menit) yaitu 2.04 (%T).
7. pH
Tekanan pompa memberi pengaruh berbeda tidak nyata terhadap pH, dimana pH pada P0, P1, P2 dan P4 yaitu 6.28 dan pada P3 yaitu 6.29. Waktu Pengadukan memberi
pengaruh berbeda tidak nyata, dimana pH pada L1 (2 menit) yaitu 6.29 dan L2 (4 menit ),
L3 (6 menit ) L4 (8 menit) yaitu 6.28.
(24)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sarang lebah di Indonesia masih sangat kurang pemanfaatannya. Pada pemanenan madu biasanya sarangnya tidak dimanfaatkan lebih lanjut oleh para peternak lebah. Karena lilin yang berasal dari sarang lebah tersebut hanya dimanfaatkan untuk pembuatan lilin (sebagai penerang) saja. Hal ini menyebabkan peternak lebah tidak begitu memperhatikannya sehingga sarang lebah itu dibuang begitu saja. Dengan membuat sarang lebah menjadi pelapis buah maka diharapkan daya guna dari sarang lebah ini akan lebih meningkat.
Di pasaran, buah-buahan yang berasal dari luar negeri lebih diminati bila dibandingkan dengan buah-buahan yang berasal dari negeri sendiri. Padahal kita mengetahui bahwa buah impor itu harganya jauh lebih mahal. Buah-buahan impor lebih merakyat, tidak hanya di supermarket atau toko swalayan tetapi juga di kios-kios buah di pinggir jalan. Sebelum buah-buahan impor ini sampai ke tangan konsumen di Indonesia, telah terlebih dahulu disimpan di dalam gudang. Di gudang penyimpanan buah tersebut telah mengalami berbagai macam penanganan sebelum dikirim ke negara tujuan. Penanganan pasca panen yang dilakukan pada buah tersebut bertujuan untuk mempertahankan kesegarannya.
Beberapa penanganan pasca panen untuk produk hortikultura telah berkembang cukup pesat, yakni teknologi pendinginan, pembekuan, CAS (Control Atmosphere Storage), MAS (Modified Atmosphere Storage), pengasapan, pengeringan, irradiasi, perlakuan kimia dan teknologi lainnya. Salah satu cara untuk memperpanjang kesegaran buah dapat dilakukan dengan pemanfaatan teknologi pelilinan.
(25)
Secara alami pada beberapa buah-buahan dan sayur-sayuran telah mengandung lapisan lilin pada permukaan kulit. Tetapi sebagian lapisan lilin ini hilang pada saat pencucian, sehingga perlu diberi lapisan lilin untuk mengganti lapisan lilin yang hilang tersebut. Hal ini bertujuan menghambat penguapan, proses pembusukan buah dan sekaligus meningkatkan penampilan.
Salah satu parameter untuk menilai kualitas buah-buahan adalah penampilan kulit buah terutama dalam hal warna dan kemulusannya. Penampakan kulit yang baik dan menarik akan mempengaruhi selera konsumen. Upaya menghasilkan kulit buah yang menarik dapat dilakukan di lapangan yaitu melalui pengelolaan kebun yang baik. Serta dilakukan pengolahan pasca panen yaitu salah satunya dengan pemanfaatan teknologi pelilinan.
Pelapisan lilin tidak hanya bertujuan untuk memperpanjang daya simpan buah tetapi juga untuk meningkatkan nilai estetika buah tersebut. Lilin akan membuat penampilan buah lebih segar dan mengkilat. Dan inilah salah satu hal yang menyebabkan buah impor menjadi lebih menarik di mata konsumen. Sedangkan buah-buahan lokal biasanya langsung dijual setelah dipanen tanpa mendapat perlakuan pasca panen terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan buah lokal kalah bersaing dengan buah impor karena penampilannya kurang menarik sehingga kurang diminati oleh konsumen khususnya oleh masyarakat yang berkantong tebal.
Teknik pelapisan lilin merupakan salah satu metode yang sederhana dan mudah untuk dilakukan. Pelilinan tradisional dilakukan dengan menggunakan minyak biji kapas atau minyak kacang, namun sekarang jarang digunakan. Yang umum digunakan adalah dalam bentuk emulsi lilin.
(26)
Lilin (wax) merupakan ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol. Jenis-jenis lilin yang digunakan yaitu lilin carnuba, lilin lebah (malam), lilin tebu, lilin buah komersil.
Masalah yang dihadapi dalam pembuatan pelapis buah dari emulsi lilin sarang lebah ini adalah sulitnya untuk melarutkan lilin dalam pelarut (air) akibatnya bentuk emulsi yang dihasilkan tidak homogen dan stabilitasnnya rendah. Dalam pelapisan lilin pada buah-buahan diharapkan lapisan lilin yang homogen dan tidak terdapat gumpalan lilin yang tidak merata. Oleh karena itu perlu adanya penanganan yang lebih baik, misalnya dengan menggunakan emulsifier yang sesuai seperti tween, trietanolamin (bersama dengan asam oleat), dan juga dengan penggunaaan pelarut lemak yang sesuai untuk menghasilkan emulsi lilin yang stabil dan homogen.
Pompa adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut digunakan untuk mengatasi hambatan–hambatan pengaliran. Hambatan-hambatan pengaliran itu dapat berupa perbedaan tekanan, perbedaan ketinggian atau hambatan gesek.
Ada beberapa cara yang bisa diberikan dalam pembuatan emulsi lilin yang baik salah satu diantaranya adalah dengan pemberian tekanan pengadukan pompa. Untuk membuat emulsi lilin yang baik perlu homogenisasi, salah satu cara untuk homogenisasi yaitu dengan cara memberi tekanan pompa.
Dari penjelasan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Tekanan Pompa dan Waktu Pengadukan Terhadap Sifat Fisik Emulsi Lilin Sarang Lebah untuk Produksi Zat Pelapis Buah”
.
(27)
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tekanan pompa dan waktu pengadukan terhadap sifat fisik emulsi lilin sarang lebah untuk produksi zat pelapis buah.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai sumber data di dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai sumber informasi tentang pengaruh tekanan pompa dan waktu pengadukan terhadap sifat fisik emulsi lilin sarang lebah untuk bahan pelapis buah dalam proses produksi zat pelapis buah.
Hipotesa Penelitian
- Diduga ada pengaruh tekanan pompa yang paling sesuai untuk menghasilkan emulsi lilin sarang lebah yang baik.
- Diduga ada pengaruh waktu yang tepat akan menghasilkan emulsi lilin sarang lebah yang baik.
(28)
TINJAUAN PUSTAKA
Lebah
Lebah madu adalah insekta sosial, dimana lebah yang sudah dewasa dan yang masih muda hidup bersama-sama. Sehingga lebah madu harus memiliki perbekalan makanan yang banyak dalam bentuk madu. Lebah menghasilkan madu melebihi yang mereka butuhkan dan inilah yang menjadi surplus bagi peternak lebah. Lebah madu bukanlah hewan yang jinak seperti hewan yang lainnya. Peternak lebah menyediakan box sebagai tempat tinggal untuk lebah, namun demikian binatang ini masih tetap merupakan hewan yang liar (Ree, 1989).
Diantara jenis lebah ada yang memproduksi madu sedikit, ada yang potensial dikembangkan karena produksinya banyak selain itu juga terdapat lebah madu yang hingga saat ini belum dapat dibudidayakan. Sistematika lebah madu adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemenoptera
Famili : Apidae
Genus : Apis
Spesies : Apis andreniformis, Apis cerana, Apis dorsata, Apis florea, Apis kosehenikovi, Apis laboriosa, Apis mellifera.
(29)
Lebah merupakan sekelompok besar serangga yang dikenal karena suka hidup berkelompok meskipun sebenarnya tidak semua lebah bersifat demikian. Di dunia terdapat kira-kira 20.000 spesies lebah dan dapat ditemukan di setia Lebah membuat sarangnya di atas Sarangnya dibangun dari
Lebah merupakan sekelompok besar serangga yang dikenal karena suka hidup berkelompok meskipun sebenarnya tidak semua lebah bersifat demikian. Di dunia terdapat kira-kira 20.000 spesies lebah dan dapat ditemukan di setia Lebah membuat sarangnya di atas Sarangnya dibangun dari
Tubuh lebah madu terdiri dari tiga bagian utama, yaitu kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen). Lebah dimasukkan ke dalam kelas insekta karena tidak mempunyai kerangka internal, terdapat otot bertaut sebagai penggantinya berupa penutup tubuh eksternal yang mengandung kitin. Penutup tubuh ini sekaligus menutupi organ-organ dalam (Rismunandar, 1990).
Lebah madu membuat tempat penyimpanan madu dengan bentuk heksagonal. Sebuah bentuk penyimpanan yang paling efektif dibandingkan dengan bentuk geometris lain. Lebah menggunakan bentuk yang memungkinkan untuk menyimpan madu dalam jumlah maksimum. Lebah menggunakan cara yang sangat menarik ketika membangun sarang. Mereka memulai membangun sel-sel tempat penyimpanan madu dari sudut-sudut
yang berbeda, seterusnya hingga pada akhirnya mereka bertemu di tengah (Yahya, 2007).
(30)
Lebah madu telah lama dikenal manusia sebagai sumber bahan makanan alami yang baik, yang tiada taranya bagi orang muda maupun tua. Lebah madu menghasilkan madu, suatu anugerah alam yang menakjupkan karena kasiat yang dimilikinya. Selain daripada madu ada beberapa hasil lebah madu yang lain yang dapat menambah hasil perlebahan, yaitu malam, royal jeli, propolis, pollen, apitoksin dan mungkin tetesan lebah madu (Sihombing, 1992).
Perkembangan peternakan lebah madu di Indonesia serta budidayanya yang diasuh Perum Perhutani menunjukkan naik turun peternak dan juga produksi madu. Berikut data perkembangan banyak koloni, peternak dan produksi msu Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1
Tahun Jumlah Koloni (stup)
Produksi Madu (ton)
Jumlah Peternak/ Pemungut (KK)
95/96 70,663 1,880 8,727
96/97 66,598 2,33 6,636
97/98 158,494 2,824 10,522
98/99 183,488 1,538 14,238
99/00 247,321 2,019 14,436
Sumber: http://www.dephut.go.id., (2007).
Dalam koloni lebah madu dikenal tiga kasta yaitu seekor lebah ratu, dan sekitar 200-300 lebah jantan dan sisanya adalah lebah pekerja. Dimana lebah pekerja ini bertugas untuk membangun bilik yang baru dan memperbaiki bilik yang lama. Pada saat ini ia disebut lebah lilin. Lilin lebah dihasilkan melalui kelenjar lilin pekerja yang bertugas membangun sarang (Sarwono, 2001).
Sarang lebah merupakan suatu kota malam (lilin) dengan penghuni tidak kurang dari 30.000 ekor. Kota lebah tersebut dibentuk dari lilin sebagai bahan utama dan diperkuat dengan bahan perekat yang disebut propolis. Sarang lebah dibentuk dalam Tabel 1. Jumlah Koloni, Produksi Madu dan Peternak Lebah/Pemungut
(31)
beberapa bagian, dan tiap bagian disebut sisir sarang. Sisir-sisir tersebut terdiri atas sel-sel yang bentuknya sangat rapi dengan ukuran-ukuran yang mantap. Jarak antara kedua permukaan sisir yang dibentuk oleh lebah mallifica, rata-rata 10-12 mm. Pada lebah Indonesia yang agak lebih kecil, ukuran tersebut agak lebih kecil yaitu sekitar 10 mm (Rismunandar, 1990).
Tiap-tiap sisir sarang terdiri atas sel-sel yang letaknya bertolak belakang sehingga membentuk dua lapisan sel yang berimpitan. Tiap-tiap sel berbentuk suatu bangunan silindris dengan enam dinding (heksagonal) yang isinya tidak kurang dari ¼ cc. Lebar permukaan luar tidak kurang dari 5,16-5,5 mm (Soeyanto, 1981).
Lebah pekerja memiliki kelenjar-kelenjar yang digunakan untuk 4 fungsi dasar yaitu produksi lilin, alat komunikasi, pertahanan, dan menghasilkan madu. Kelenjar-kelenjar lilin yang dimiliki oleh lebah madu ini ada 4 pasang yaitu berada di bagian ruas dada yang keempat hingga yang ketujuh. Keempat pasang kelenjar ini tersembunyi di bawah membran tipis yang saling melipat dinamakan wax mirror yang digunakan untuk menghasilkan lilin lebah (Abrol, 1997).
Menurut taksiran para ahli, untuk mendapatkan 1 kg lilin diperlukan 12 kg nektar atau 4 kg madu. Lilin dibentuk dalam tubuh melalui proses kimia, lalu dikeluarkan melalui kelenjar lilin yang terdapat pada segmen abdomen. Dengan kaki belakangnya yang berambut, lebah menyodorkan lilin ke dalam mulutnya untuk dikunyah dan dibentuk menjadi semacam adonan. Setelah terbentuk, lalu disiapkan di rahang depan untuk membangun dinding sel sarang. Selanjutnya, lebah bekerja dengan menggunakan propolis. Propolis adalah bahan yang dikumpulkan lebah dari kuncup tanaman, yang dibawa ke sarang dalam bakul sarinya (Sarwono, 2001).
(32)
Susunan lilin yang berasal dari lebah yang bermadu (A.mollifera) dikumpulkan dari sarang lebah dan ditempatkan dalam sebuah pencair lilin pada saat 80 °C. Ketika proses pencairan lilin, lilin tersebut disaring melalui sebuah logam untuk proses penyaringan/pemurnian. Kemudian, proses pencairan lilin dilakukan kembali untuk menjaga zat cair dan gas yang terkandung didalamnya, selama 30 mm. Langkah pertama adalah : Lembaran kayu dengan ukuran 30 cm x 40 cm x 0,5 cm direndam di dalam air selama 24 hari sebelumnya. Lembaran kayu tersebut dipindahkan untuk memenuhi permukaaan kayu. Lembaran tersebut ditekankan dengan menggunakan sebuah penggilingan. Supaya membuat lapisan dari lilin tersebut menjadi lebih tipis. Disisi lain, proses pencetakan dengan lembut tersebut, merupakan campuran dari madu dan alkohol sebesar (50% - 50% u/u) yang terbentang diatas silinder penggilingan dengan konstan (Aquino, 2000).
Langkah kedua adalah menggunakan sebuah penggilingan dari industri pati supaya membuat lapisan lilin tersebut menjadi lebih tipis. Minyak sayuran digunakan diatas permukaaan lapisan lilin melalui silinder – silinder sampai lapisan tersebut benar - benar kental, sebagaimana Parafin M yang dihasilkan. Kelebihan minyak sayuran diatas permukaaan lilin tersebut dipindahkan dengan sebuah kain katun dan film lilin tersebut siap untuk digunakan
(33)
Malam (Lilin Lebah)
Ada tiga jenis lilin yang dikenal di alam, yakni yang berasal dari hewan, tumbuhan dan petrolium atau mineral. Lilin asal hewan yakni malam (beewax) adalah salah satu lilin yang kimianya stabil dan terkenal sepanjang sejarah perdagangan dunia (Sihombing, 1992).
Terdapat dua golongan kualitas malam yaitu:
1. Malam kualitas pertama, diperoleh dari sarang lebah yang masih baru dan belum pernah diisi madu atau tepung sari oleh penghuninya. Malam yang diperoleh dari sarang demikian ini warnanya putih dan bersih.
2. Malam kualitas kedua yaitu malam yang diperoleh dari sarang lebah yang telah diisi madu serta telah diambil madunya.
(Hardiwiyoto, 1978).
Cara mendapatkan lilin lebah adalah dengan merebus sarang lebah dalam panci aluminium sampai mendidih. Semua kotoran yang mengapung harus dibuang setelah lilin lebah dibersihkan dari segala kotoran kemudian didinginkan dengan demikian jadilah lilin lebah atau malam (Warisno, 1996).
Pengolahan lainnya, perendaman buah dalam air (CON), dalam lilin Sunnny Side Citrus (SSC) atau dalam Fruit Wax (FWX), mempunyai efesiensi sementara dalam mengurangi persentase kehilangan zat segar dan dalam mengontrol indeks penyusutan. Sekalipun lilin mengurangi pertukaran gas, lilin yang digunakan dalam percobaaan tidak seefektif film plastik (FPT) dalam mengurangi persen kehilangan zat segar dan penyusutan. Mungkin efesiensi yang lebih rendah ini disebabkan penurunan ketebalan lapisan lilin, sebagaimana dibukt ikan Gama et al. (1991) sewaktu menggunakan lilin
(34)
Autocitrol, tidak menemukan kontrol kehilangan air pada buah paskah, yang rata-rata kehilangan 16,65% setelah 42 hari penyimpanan pada 6°C (da Mota, 2003).
Di antara lilin, Fruit Wax memberikan pengawetan terbaik atas sifat-sifat asli buah, yang memeliharanya dalam kondisi baik untuk dikonsumsi selama periode waktu yang lebih lama (da Mota, 2003).
Pengolahan wax dilaksanakan menurut metode Pao et al. (1999) dengan sedikit modifikasi dalam penggunaaan penyangga. Buah dan buah sayuran dibagi dalam tiga kelompok mencakup jumlah duplikat buah dan buah sayuran. Kelompok pertama direndam dalam gelas kimia yang mengandung penyangga pada pH 9 selama 2 menit. Sementara kelompok dua direndam dalam penyangga pada pH 10 juga selama 2 menit. Buah dan sayuran diangkat dari penyangga dan dicelupkan ke dalam wadah yang mengandung wax leburan dan dibiarkan selama 3 menit. Kelompok terakhir yang merupakan kontrol dibiarkan tanpa wax. Buah dan sayuran yang mendapat perlakuan wax kemudian disimpan di dalam wadah plastik terbuka yang diletakkan di dalam kartu laboratorium selama empat hari, setelah itu kembali menjalani penentuan jumlah aerobik (Abdulkadir, 2007).
Dalam hasil percobaan yang kedua, kita dapat menuliskan hipotesis lain seperti Nutritient Toxin Titration Hypotesis, yang memprediksikan bahwa perbedaan pengaruh dari salamargin yang dapat ditolak / dicegah oleh buah-buahan yang mengandung nutrisi tinggi. Kami menawarkan lilin dalam 3 tipe mengenai buah - buahan tiruan / buatan yang mana divariasikan di dalam pemusatan solamargin. Nutrisi yang terkandung tersebut tidak memiliki pengaruh atas konsumsinya, ketika sebuah solamargin tersedia (Levey, 1998).
(35)
Malam yang dipanasi di dalam air yang banyak, maka warna yang berasal dari tempayak akan hilang dan larut dalam air, tetapi warna yang berasal dari tepung sari tetap berada di dalam. Warna malam dari tepung sari tergantung pada daerah dan waktu pengumpulan. Agar malam tidak berubah dan rusak, panaskan malam dalam air. Malam yang asli dapat diketahui dengan mudah, malam yang asli warnanya putih, kuning atau orange bersih. Mudah pecah kalau dingin. Pada suhu 85oF lunak tetapi tidak melekat ditangan kalau malam tersebut dipijat. Bau malam yang khas adalah bau tanam-tanaman (Sumoprastowo dan Suprapto, 1993).
Lilin lebah merupakan lilin yang compleks dibentuk dari campuran beberapa komponen meliputi hidrokarbon 14%, monoester 35%, diester 14%, triester 3%, hidroksi monoester 4%, hidroksi poliester 8%, asam ester 1%, asam poliester 2%, asam bebas, alkohol bebas 1%, dan 6% sisanya tidak diketahui. Komponen utama dari lilin lebah adalah palmitat, palmitoleat, hidroksi palmitat dan ester oleat yang berantai panjang (C30-C32) dari alkohol aliphatic. Perbandingan triacontanil palmitat (CH3(CH2)29
O-CO-(CH2)14CH3 dengan asam serotik (CH3(CH2)24COOH, yaitu 6:
2007).
Lilin lebah ini berada dalam bentuk triester dan diester. Sebagai senyawa tersier, lilin lebah merupakan ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol berantai panjang (sterol/fatty alcohol) dan asam hidroksilat, berupa senyawa diester dari alkanadiol atau asam hidroksilat (Kalattukudy, 1976).
Titik lebur lilin lebah murni berkisar antara 61-69oC (142-156oF), indeks refraksinya 1,44, tahanan dielektrisnya 2,9 dan berat jenis pada suhu 20oC adalah 0.96 lebih ringan dari air. Tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol dingin. Benzen chloroform, karbon disulfida, eter dan beberapa minyak yang mudah menguap
(36)
melarutkan malam komplit. Bau dan rasanya khas dan terbakar dengan nyala kuning bersih dan mengeluarkan aroma unik. Malam sering terkontaminasi dengan sedikit polen, propolis, dan madu yang meningkatkan berat jenis dan warnanya (Sihombing, 1992).
Dari sudut pandang kimia, wax didefinisikan sebagai ester dari asam lemak dengan alkohol monohydrat dengan berat molekul tinggi. Ini dibedakan dari lemak yang merupakan ester dari asam lemak dengan alkohol trihidrat (biasanya glycerol) dengan berat molekul rendah, dan bisa ditambahkan bahwa apa yang disebut dengan minyak tetap atau minyak lemak dalam kenyataannya adalah lemak yang dicairkan pada temperatur biasa (Greene, 1999).
Adapun rumus kimia lilin lebah adalah sebagai berikut: O
C13H27C-O-C26H53
Rumus Kimia dari Lilin Lebah (Central Food Technological Reseach Institute, 1977).
Orang-orang Mesir kuno sudah menggunakan cream dari malam lebah madu untuk melindungi kulit tubuh dari sengatan sinar matahari. Sedangkan orang-orang Romawi menggunakan malam lebah madu untuk mengeringkan kulit yang disebabkan oleh sabun alkali. Orang-orang Persia menggunakan malam lebah madu untuk dioleskan pada mayat sebelum dikuburkan (Murtidjo, 1991).
Meskipun pertanian, ekonomi dan sesuatu yang berhubungan dengan makanaan merupakan hal-hal yang sangat penting, informasi yang ada mengenai bahan kimia yang terkandung di dalamnya adalah lebih amat kecil, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh himpunan dari Wehmer.
(37)
1. Sebagai contoh, sebuah penelitian dari literatur menyatakan suatu hal bahwa komposisi bahan kimia begitu membantu bagi selaput/kulit luar
2. Munculnya informasi yang tersedia pada semua konstitusi begitu relatif bagi konstitusi mengenai lapisan lilin dari buah tersebut (Markley, et al., 1935).
Manfaat lilin lebah adalah untuk bahan membatik, lilin penerang, industri kosmetik, cold cream, lipstick, dan berbagai lotion, juga bisa digunakan sebagai campuran pembuatan sabun natural yang berbahan dasar minyak. Pada industri farmasi, lilin lebah digunakan untuk bahan pembuatan plester atau kain pembalut, obat-obatan luar, campuran bahan-bahan tahan air/water proof, selain itu juga bisa digunakan sebagai campuran tinta, pensil, semir serta sebagai zat pengkilat (http://indonetwork.co.id., 2007).
Lemak sayuran dan lilin juga bisa dicampur sebagai bahan dinding. Telah terbukti bahwa ini meningkatkan kebocoran dibandingkan dengan penyalut murni (hasil tidak diperlihatkan), mungkin karena kedua bahan tidak bercampur dengan baik satu dengan lainnya selain dalam struktur kristal dan penyalut menjadi lebih rapuh (Mellema, et al., 2006).
Sebagian penyalutan permukaan sama seperti permukaaan buah alami yang mengandung lilin dimana lilin tersebut merupakan penghalang yang baik untuk uap air. Ini mengurangi laju penguapan air dari permukaaan buah dan dengan demikian memperlambat kehilangan berat yang dapat dijual. Pada banyak buah, ini juga bisa memperlambat kehilangan air buah dan serangan awal layu yang dapat dilihat, yang melindungi hasil bumi dari kehilangan nilai karena penurunan kualitas. Kecendrungan kehilangan air bisa ditandai dengan kehilangan berat segar dalam kondisi standar (http://www.jbc.org., 2009).
(38)
Banyak jenis bahan yang berbeda dikembangkan sebagai penyalut permukaan. Penyalut sekarang ini meliputi koleksi produk tipe-wax yang umumnya merupakan penghalang uap air yang baik dan yang menambah kemilau pada hasil bumi yang menarik dilihat atau, bila dilakukan secara berlebihan, menjadi tampak mengkilap. Dengan semakin meningkatnya penolakan konsumen terhadap ide penyalutan lilin mendorong eksplorasi berbagai alternatif yang dipandang sebagai lebih alami (http://www.jbc.org., 2009).
Setelah panen, tetapi sebelum hasil bumi dikemas dan dikirim ke supermarket, hasil bumi dicuci berulang kali untuk membersihkan kotoran dan tanah. Pencucian ekstensif sedemikian juga menghilangkan lilin alami. Karena itu, lilin digunakan pada sebagian hasil bumi di tempat pengemasan untuk menggantikan lilin alami yang hilang. Lilin digunakan untuk:
• membantu menahan air di dalam buah dan sayuran selama pengiriman dan pemasaran;
• membantu menghambat pertumbuhan jamur; • melindungi buah dan sayuran dari memar; • mencegah kerusakan fisik lainnya dan penyakit; • meningkatkan tampilan.
Dengan melindungi terhadap kehilangan air dan kontaminasi, penyalutan lilin membantu buah dan sayuran segera mempertahankan keutuhan dan kesegarannya. Penyalutan lilin tidak meningkatkan kualitas buah atau sayuran berkualitas rendah namun, penyalutan lilin bersama-sama dengan penanganan yang tepat memberi kontribusi dalam pemelihataan produk yang sehat (Clemson, 1998).
(39)
Penggunaan bahan dan metode pengepakan yang tepat untuk meminimalkan kerugian makanan dan memberikan produk pangan yang aman dan utuh selalu menjadi fokus pengepakan makanan. Selain itu, kecondongan konsumen pada produk makanan dengan kualitas lebih baik, segar dan mudah menguat selama dekade terakhir. Karena itu, berbagai teknologi pengepakan aktif ada dikembangkan untuk memberikan makanan berkualitas lebih baik, utuh dan aman dan juga untuk membatasi pencemaran lingkungan terkait dan masalah pembuangan (Ozdemir and Floros, 2004).
Semua indeks paraffin wax yang telah dimodifikasi mendekati indeks lilin tawon alami. Katalis terbaik dipilih dan kondisi-kondisi operasional optimum dan efek panas dari reaksi ditentukan atas ukuran laboratorium. Penggunaan bahan pelarut transfer panas dan oksidan kuat meningkatkan secara signifikan jumlah asam dan jumlah saponifikasi produk dan penyingkatan periode reaksi, yang dengan demikian meletakkan dasar bagi rancangan reaktor dan produksi industri kontinu (Xiao Li and Kejian Liao, et al., 2006).
Titik lebur lilin tawon buatan dengan mencampur paraffin dan ozocerite dengan perbandingan 3:1 (% berat) selalu bisa mencapai lilin tawon alami selama reaksi. Lilin tawon buatan menunjukkan plastisitas yang baik, permukaan yang mulus, kerapuhan dingin dan permukaan pecah-pecah mirip gabah yang memberi kontribusi kepada bahan campuran efektif. Dibandingkan dengan kinerja paraffin yang berbeda-beda, dapat kami ambil kesimpulan bahwa modifikasi fisika bukan hanya meningkatkan titik lebur paraffin tetapi juga meningkatkan plasticitas dan intensitas struktur produk (Xiao Li and
Kejian Liao, et al., 2006).
Makanan fungsional menunjukkan manfaat fungsional selain nutrisi dasar, yang biasanya diperoleh melalui pemerkayaan dengan bahan fungsional. Bahan fungsional
(40)
bisa memberikan sifat-sifat negatip seperti rasa (pahit, oksidasi) atau tekstur fisik (sedientasi, pemisahan fasa). Salah satu tantangan dalam pengembangan makanan fungsional adalah untuk mencapai penyatuan bahan fungsional dengan ketersediaan biologik yang dapat diterima, tanpa mengganggu kualitas produk. Penyalutan mikro bisa menjadi teknik yang tepat untuk penyatuan beberapa jenis bahan fungsional. Untuk makanan kriteria utama adalah bahwa senyawa yang disalut tidak boleh bocor keluar penyalut selama masa pajang dan bahwa prosedur preparasi murah. Tambahan lagi, ukuran dan bentuk penyalut haruslah sedemikian rupa sehingga tidak terasa di mulut (Mellema, et al., 2006).
Polisakarida seperti derivatif cellulosa carboxymethil-celllulose (CMC; diekstraksi dari jaringan tumbuhan) dan chitosan (diekstraksi dari kulit beberapa jenis makanan laut) menambah kilauan tetapi memberikan sedikit perlindungan terhadap kehilangan air. Sama halnya, penyalut berbahan dasar protein seperti protein susu casein dan protein gandum gluten banyak dijadikan bahan percobaaan di tahun-tahun belakangan ini. Penyalut ini membentuk film yang kuat tetapi juga umumnya merupakan penghalang yang buruk terhadap kehilangan air. Dalan penelitian ini, kami pada pokoknaya terfokus pada penyalutan lilin
(http://www.jbc.org., 2009).
Studi ini bertujuan memperkenalkan bahan lilin baru yang ditingkatkan untuk aplikasi klinik dan laboratorium. Serangkaian campuran lilin dipreparasi dan sifat-sifatnya ditest. Campuran adalah campuran biner atau tertier, dan sifat-sifat-sifatnya, seperti aliran, koefisien muai panas, kekuatan dan kekakuan, diukur sebagai fungsi dari komposisi bahan (Kotsiomiti and Mc Cabe, 1997).
(41)
Pompa
Pompa adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut digunakan untuk mengatasi hambatan-hambatan pengaliran. Hambatan-hambatan pengaliran itu dapat berupa perbedaan tekanan, perbedaan ketinggian atau hambatan gesek. (www. tiki-read_article.php.htm., 2009).
Emulsi
Sistem Emulsi
Emulsi diartikan sebagai campuran dari dua cairan atau lebih yang saling tidak melarutkan, saling ingin berpisah karena mempunyai berat jenis yang berbeda. Cairan yang satu terdispersi dalam bentuk globula-globula atau butir-butir kecil di dalam cairan lainnya. Cairan yang mendispersikan disebut dengan fase kontinu, sedangkan butir-butir yang terlarut disebut dengan fase terdispersi (Becher, 1965).
Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini akan bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah (Anief, 1999).
Selanjutnya menurut Bird, et al., (1983), emulsi dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu emulsi dengan sistem o/w (oil in water) dan emulsi dengan sistem w/o (water in oil). Kondisi tergantung dari bagian yang menjadi fase kontinu atau bagian yang menjadi fase diskontinu. Contoh umum untuk emulsi o/w adalah air susu dan mayonaise, sedangkan contoh emulsi w/o adalah margarin dan mentega.
(42)
Komponen yang paling penting dalam pembentukan emulsi adalah minyak, karena minyak menentukan apakah bentukan emulsi adalah o/w atau w/o. Jenis dan jumlah minyak yang ditambahkan berpengaruh terhadap kestabilan emulsi. Lemak atau minyak yang mengandung asam lemak jenuh lebih sukar diemulsikan daripada lemak atau minyak yang mengandung lemak tidak jenuh dengan satu atau dua ikatan rangkap dengan jumlah atom karbon yang sama (Christian and Saffle, 1967).
Emulsifier
Emulsifier atau zat pengemulsi didefenisikan sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan (surface active agent) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (suface tension) antara cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya untuk menurunkan tegangan permukaan menjadi hal yang menarik karena emulsifier memiliki struktur kimia yang mampu menyatukan kedua senyawa yang berbeda polaritasnya. Tingkat penurunan tegangan permukaan oleh senyawa pengemulsi berkisar antara 50 dyne/cm hingga kurang dari 10 dyne/cm (Sibuea, 2007).
Emulsifier berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan menstabilkan emulsi. Menurunnya tegangan permukaan antar permukaan berarti mengurangi dalam cairan emulsi dan meningkatkan dispersi cairan yang satu ke dalam cairan yang lain. Untuk mendapatkan emulsi yang stabil seharusnya emulsifier membentuk lapisan tipis (film) antar permukaan, yaitu lapisan yang mengelilingi tiap butiran yang terdispersi agar butiran-butiran tidak bergabung kembali dengan butir-butir lainnya (Bennet, 1947).
Menurut Winarno (1988), daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun pada air. Bila emulsifier tersebut lebih terikat pada air atau larut dalam air (polar) maka dapat lebih membantu
(43)
terjadinya dispersi minyak dalam air (o/w). Sebaliknya bila emulsifier lebih larut dalam minyak (non polar) terjadilah emulsi air dalam minyak (w/o).
Dulu orang memilih emulsifier berdasarkan perasaan dan perkiraan mengenai perilaku hidrofil-liofilnya dan tipe emulsi yang dihasilkan dengan fase lipid atau air yang diberikan. Pemilihan emulsifier dapat dilakukan berdasarkan nilai HLB (Hidrophile Lypophile Balance). Nilai HLB menyatakan rasio antar bagian hidrofilik (larut air) dengan bagian lifophilik (larut lemak) yang merupakan bagian dari sistem emulsi. Pemilihan emulsifier berdasarkan nilai HLB bertujuan untuk mengurangi sedapat mungkin banyaknya uji coba untuk menentukan emulsifier yang cocok (Griffin, 1954).
Penyalutan jangka pendek (dalam hitungan menit/jam) atas senyawa yang larut dalam air bisa diperoleh dengan emulsi duplex atau air/minyak/air (W/O/W). Akan tetapi, untuk penyalutan jangka panjang di lingkungan air teknik ini tidak tepat. Bahan dinding adalah cairan, yang tidak mendukung bagi kekuatan dan penahanan. Kita dapat menggunakan lemak padat sebagai gantinya, tetapi ini tidak menyelesaikan isu pempartisian dan meningkatkan kesempatan pembentukan retak. Emulsifikator utama (untuk emulsi air dalam minyak) bisa mempercepat kebocoran dengan membentuk micelle-micelle terbalik dan umumnya dianggap tidak alami oleh konsumen. Singkatnya, teknik penyalutan yang ada tidak bisa digunakan sekarang ini untuk tujuan penahanan jangka panjang senyawa yang larut dalam air dalam aplikasi cairan, seperti makanan (Mellema, et al., 2006).
Pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan tiga mekanisme: 1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis.
2. Pembentukan suatu lapisan antar muka yang kaku-pembatas mekanik untuk penggabungan.
(44)
3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk mendekati partikel-partikel.
(Lachman, et al., 1994).
Emulsifier yang mempunyai nilai HLB rendah (2-8) cenderung larut dalam minyak, sedangkan yang mempunyai nilai HLB tinggi (14-18) cenderung larut dalam air. Nilai HLB emulsifier dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Kisaran nilai HLB emulsifier dan Penggunaannya
Kisaran HLB Penggunaan
4 – 6 Emulsifier w/o
7 – 9 Bahan Pembasah
8 – 18 Emulsifier o/w
13 – 15 Detergen
Petrowski, (1976).
Semua indeks paraffin wax yang telah dimodifikasi mendekati indeks lilin tawon alami. Katalis terbaik dipilih dan kondisi-kondisi operasional optimum dan efek panas dari reaksi ditentukan atas ukuran laboratorium. Penggunaan bahan pelarut transfer panas dan oksidan kuat meningkatkan secara signifikan jumlah asam dan jumlah saponifikasi produk dan penyingkatan periode reaksi, yang dengan demikian meletakkan dasar bagi rancangan reaktor dan produksi industri kontinu (Mellema, et al., 2006).
Polisorbat adalah campuran sorbitol dan anhidridnya (sorbitans, merupakan kopolimer antar etilen oksid dan monoester dengan asam lemak). Etilen oksid yang diesterkan pada gugus hidroksi dengan asam lemak menghasilkan polisorbat. Adanya gugus polioksietilen dalam molekul menyebabkan sifat-sifat hidrofilik yang menonjol jika dibandingkan dengan ester asam lemak. Polisorbat digunakan sebagai zat pelarut dan pengemulsi. memadukan lebih dari satu surfaktan dapat digunakan untuk sistem emulsi yang mempunyai keseimbangan hidrofilik-lifofilik yang dikehendaki. Polisorbat dapat dilihat pada Tabel 3 dengan beberapa sifat.
(45)
Tabel 3. Ester Polietilen Sorbitan Asam Lemak
Judul Nama Kimia Nama Produk Nilai HLB Bentuk
Polisorbat 20 Polioksietilen 20 sorbitan Tween 20 16,7 Cairan monolaurat
Polisorbat 40
Polioksietilen 20 sorbitan monostearat dan
monolaurat
Polioksietilen 20 sorbitan monopa lmitan
Tween 40 Polisorbat 60
15,6 Cairan
Tween 60 14,9 Cairan
15 Cairan Polioksietilen 20 sorbitan
monooleat
Polisorbat 80 Tween 80
(Doerge, 1982).
Sorbitan Esters, merupakan asam sorbitan terbentuk dari reaksi antara sorbitan dengan asam lemak. Sorbitan adalah produk dihidrasi dari gula alkohol yang dapat diperoleh secara alami yaitu sorbitol. Sampai saat ini hanya sorbitan monostearat, satu-satunya ester sorbitan yang diizinkan digunakan dalam pangan dan umumnya digunakan dalam pembuatan kue, whipped topping, cake icing, coffe whiteners dan pelapis pelindung buah dan sayuran segar (Tarumingkeng, et al., 2007).
Pengemulsi campuran seringkali lebih efektif dari pada pengemulsi tunggal. Kemampuan pengemulsi campuran untuk mengemas lebih kuat sehingga menambah kestabilan emulsi tersebut. Friberg et al., (1976) menyatakan bahwa (pengemulsi) emulgator campuran dapat berinteraksi dengan air untuk membentuk struktur gabungan tiga dimensi. Pengertian dasar emulsi klasik sebagai sistem dua fase dengan suatu lapisan monomolekular pengemulsi pada antarmuka harus diperbaiki. Emulsi harus dipandang sebagai tiga sistem komponen yang terdiri dari minyak, air, kristal-kristal cairan berbentuk lamellar, yang terakhir terdiri dari lapisan berturut-turut air pengemulsi (emulgator)-minyak-air.
(46)
Trietanolamina
Trietanolamina adalah salah satu senyawa organik yang dapat digunakan sebagai templat. Trietanolamina adalah senyawa organik yang memiliki tiga gugus etanol dan satu gugus amina. Trietanolamina merupakan senyawa organik yang bersifat basa lemah karena mempunyai pasang elektron bebas pada nitrogennya. Trietanolamina mempunyai rumus molekul C6H15NO3 mempunyai massa molar 149,2 g/mol. Trietanolamina dapat
disintesis dari etoksida dan amoniak. Reaksi ini juga menghasilkan monoetanolamina dan dietanolamina. (http://www.htmtrietanol.htm., 2009).
Asam Oleat
Asam oleat merupakan sebuah asam jenuh-tunggal yang sederhana dan umum. Asam oleat adalah sebuah asam omega 6. Ini berarti bahwa ikatan C=C pertama berawal pada atom karbon ke-enam dari ujung CH3. Asam linoleat adalah sebuah asam omega 3, karena ikatan C=C pertama berawal pada atom karbon ke-tiga dari ujung CH3. Karena hubungannya dengan lemak dan minyak, semua asam di atas terkadang disebut sebagai asam lemak.
(http://www.chem-is-try.org., 2009)
Stabilitas Emulsi
Sifat emulsi ditentukan oleh sistem gaya yang terbentuk oleh komposisinya, jenis bahan yang membentuk emulsi dan interaksi antara bahan-bahan tersebut. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi menurut Griffin, (1954) dapat dibedakan menjadi lima yaitu ukuran partikel, jenis dan jumlah pengemulsi, perbedaan densitas antara kedua fase, pergerakan partikel, serta viskositas fase eksternal.
(47)
Penggabungan partikel dapat dihambat dengan menambahkan bahan pengemulsi yang mempunyai aksi pelindung koloid dan meningkatkan viskositas fase eksternal.
Ketidakstabilan emulsi dapat disebabkan oleh banyak hal diantaranya; tidak sesuainya rasio antar fase minyak dan air, jumlah dan pemilihan emulsifier yang salah, ketidakmurnian di dalam fase air, minyak atau emulsifier, pemanasan yang berlebihan, pembekuan serta waktu dan kecepatan pencampuran yang tidak tepat atau cocok (Bennet, 1947).
Dasar teori kestabilan emulsi menurut Petrowski, (1976) adalah keseimbangan antara gaya tarik dan gaya tolak partikel. Gaya tolak elektrostatik bersifat menstabilkan karena gaya ini cenderung mempertahankan butiran-butiran yang terpisah. Sebaliknya gaya tarik menurunkan kestabilan emulsi, tetapi jika agregat terbentuk maka sifat fisik dan mekanik lainnya akan tetap mencegah tahap lanjut pengrusakan kestabilan partikel-partikel yang bergabung.
Zat aktif permukaan diarahkan pada suatu cara khusus pada antar muka. Bagian hidrofilik berada dalam fase air sedangkan bagian lipofiliknya berada dalam fase minyak. Selanjutnya zat aktif permukaan berorientasi pada antarmuka adalah
berkurangnya sedikit demi sedikit tegangan permukaan dengan berjalannya waktu seiring dengan penambahan zat aktif permukaan sampai dicapai suatu harga konstan. Sifat ini melukiskan bahwa molekul-molekul zat aktif permukaan berdifusi melalui air sampai mencapai antarmuka dimana molekul-molekul tersebut diadsorbsi membentuk sistem yang stabil (Lachman, et al., 1989).
Faktor-faktor yang mempengaruhi dan mengontrol emulsi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor-faktor yang dapat dikontrol dan faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol. Faktor-faktor yang dapat dikontrol antara lain perbedaan kerapatan antara
(48)
kedua fase, kohesi dari fase internal, bagian padatan dari emulsi dan perbedaan suhu udara. Sedangkan faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol adalah ukuran dari globula fase terdispersi, viskositas dari pendispersi, penyebaran ukuran globula pada fase terdispersi dan tegangan permukaan dari antar kedua fase (Glicksman, 1969).
Stabilitas emulsi adalah sifat emulsi tanpa adanya koalesen dari fase intern, kriming, dan terjaganya rupa yang baik, bau, warna dan sifat-sifat fisis yang lainnya. Peneliti lain mendefenisikan bahwa ketidakstabilan fisis suatu emulsi adalah adanya agglomerasi dari fase intern dan terjadi pemisahan produk (Anief, 1999).
Cukupnya bahan yang membentuk lapisan antar muka penting untuk melindungi seluruh permukaan dari tiap tetesan dalam fase. Pembentukan emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak tergantung pada derajad kelarutan dari zat pengemulsi dalam kedua fase tersebut (Ansel, 1989).
Creaming adalah proses yang bersifat reversible, berbeda dengan proses pecahnya emulsi yang bersifat irreversible. Flokul cream dapat mudah didispersi kembali, dan terjadi campuran homogen bila digocok perlahan-lahan, karena butir-butir tetesan tetap dilingkupi dengan film pelindung. Sedangkan koalesen, dengan pengojokan sederhana akan gagal untuk mensuspensi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil, karena film yang meliputi partikel sudah rusak (Anief, 1999).
Menurut Paul and Palmer, (1972) terjadinya pengkriman, inversi dan deemulsifikasi pada suatu sistem emulsi menunjukkan bahwa emulsi tersebut tidak stabil. Pengkriman merupakan proses pemisahan emulsi menjadi dua bagian yaitu krim dan skim. Dibandingkan dengan keadaan emulsi awalnya, krim adalah suatu emulsi yang kaya akan fase internal sedangkan skim merupakan emulsi dengan fase internal yang lebih sedikit. Selama proses pengkriman, emulsi tidak pecah tetapi selama proses
(49)
tersebut terjadi penggabungan, penggumpalan dan akhirnya emulsi pecah atau deemulsifikasi.
Perubahan emulsi o/w menjadi w/o dan sebaliknya disebut dengan istilah inversi. Terjadinya inversi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis dan jumlah pengemulsi, perubahan konsentrasi salah satu fase, dan ion-ion yang terdapat dalam emulsi (Anief, 1999).
Studi-studi tentang kelembaban relatip menunjukkan adanya hubungan terbalik konsisten dengan endapan lilin. Laporan-laporan menunjukkan bahwa penurunan kelembaban selama ekspansi daun menyebabkan peningkatan ketebalan cuticle per satuan luas daun. Studi lain menunjukkan bahwa perkembangan cuticle berkorelasi dengan intensitas sinar, atau penaungan tumbuhan. Sebuah studi menemukan bahwa penaungan mengurangi endapan lilin epicuticular pada daun oat dan barley (Ramsey, 1997).
Deemulsifikasi merupakan fenomena pecahnya suatu emulsi yang sesungguhnya. Pada deemulsifikasi ini terjadi penggumpalan fase internal. Kondisi-kondisi perlakuan yang dapat menyebabkan deemulsifikasi antara lain pembekuan dan pencairan, pemanasan, pengguncangan dan penambahan asam, basa dan garam. (Bennet, 1947).
Analisa Sifat Fisik Emulsi
Beberapa sifat fisik yang mempengaruhi emulsi diantaranya adalah stabilitas relatif emulsi, viskositas, dan ukuran globula (partikel).
1. Stabilitas Relatif Emulsi
Dasar teori stabilitas emulsi adalah keseimbangan antara gaya tolak dan gaya tarik menarik yang bekerja dalam sistem. Stabilitas emulsi akan mencapai maksimum apabila gaya tolak antara globula-globula fase tidak kontinyu mencapai maksimum.
(50)
Sebaliknya gaya tarik-menarik mencapai minimum. Gaya tolak menolak berasal dari lapisan ganda dan gaya tarik menarik berasal dari gaya Van der Waals (Petrowski, 1976).
2. Ukuran Partikel
Ukuran dari partikel ini tergantung dari tipe dan konsentrasi dari pengemulsi, perlakuan mekanik seperti penggunaan koloid mill, homogenizer, cara dan waktu penyimpanan produk. Kebanyakan emulsi mempunyai ukuran droplet lebih kecil dari 0.25 µm diameternya. Untuk droplet paling besar mempunyai diameter sekitar 50 µm. Beberapa metoda yang dapat dilakukan untuk memperkirakan droplet adalah dengan menggunakan light scattering, sedimentasi atau dengan menggunakan lubang khusus untuk mengukur besar partikel (Fennema, 1985).
Partikel-partikel bahan isi anorganik memberikan ‘bibit’ di antara molekul-molekul paraffin dan lilin tawon yang diharapkan mempengaruhi struktur lilin cair. Campuran leburan paraffin dan lilin tawon menjadi bertekstur gel dengan penambahan bahan isi; efek ini sebanding dengan kandungan bahan isi campuran akhir. Konsentrasi bahan isi lebih dari 10% menghambat peleburan bahan di dalam rentang temperatur yang diinginkan. Sifat ini dianggap potensial berguna dalam aplikasi lilin tertentu, seperti pada pola pembentukan untuk cetakan. Karena itu, dari sudut pandang praktis, penyatuan bahan isi bisa memberikan keuntungan tertentu bila dibandingkan dengan bahan tradisional (Kotsiomiti and Mc Cabe, 1997).
3. Viskositas
Peningkatan rasio minyak/air berarti penurunan fase pendispersi dan meningkatnya fase terdispersi. Penurunan fase pendispersi ini mengakibatkan viskositas
(51)
akan semakin meningkat. Jadi apabila konsentrasi fase terdispersi ditingkatkan maka akan diikuti oleh peningkatan viskositas yang dihasilkan (Jost, et al., 1986).
Faktor penyimpanan juga mempengaruhi viskositas dari emulsi. Semakin lama produk disimpan makin rendah viskositasnya. Hal ini disebabkan karena adanya protonisasi hal ini menyebabkan penurunan pada daya pengikat dari bahan penstabil dan menunjang terbukanya konfigurasi polimer (Jost, et al., 1986).
Cara Pembuatan Emulsi Lilin 1. Lilin
Madu disaring atau disentrifus dari sel sarang madu, kemudian sel sarang dipanaskan pada suhu 66-71oC (150-160oF) malam akan melebur dan mengapung diatas sisa madu, dan setelah didinginkan malam mudah diperoleh (Sihombing, 1992).
Pengekstrakan lilin sebanyak 0.24 kilogram kemudian dikeringkan dengan kloroform yang menghasilkan 1.5 gm. Dari hasil pengekstrakan, yang mana sebuah cahaya yang berwarna hijau pada lilin tersebut mencair pada 68° dan akan mengeras pada 60° dan munculnya zat yang tidak berbentuk yang berbentuk yang berwarna kekuning-kuningan yang akan mencair pada saat 240°, hal itulah yang memberikan sebuah reaksi positif bagi experimen yang dilakukan oleh Liberman
(Markley, et al., 1935).
Sarang lebah yang sudah tua direndam di dalam air selama beberapa jam dibersihkan untuk melarutkan material-material dari dalam sel sarang. Jika tahap ini tidak berjalan dengan baik, lilin akan menyerap kotoran dan juga warna. Setelah sel sarang dibersihkan, dicairkan pada air panas. Cairan lilin akan mengapung pada bagian permukaan dan material-material asing yang ada dalam sel sarang akan larut dalam air panas tersebut. Setelah dingin lilin akan terbentuk pada bagian atas air (Abrol, 1997).
(52)
2. Emulsi Lilin
Lilin ditimbang, dicairkan dan emulsifier ditambahkan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan pada suhu yang ditentukan. Air panas ditambahkan hingga emulsi tipe lemak di dalam air (O/W) terbentuk. Emulsi lilin yang masih panas didinginkan dengan
air mengalir 2007).
Lilin diberikan dalam bentuk emulsi. Penggunaan emulsi lilin dalam air lebih aman dibandingkan pelarut jenis lain yang mudah terbakar. Emulsi lilin hendaknya menggunakan air suling/aquadest tidak boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung dalam air sadah akan merusak emulsi lilin. Bahan pengemulsi yang biasa digunakan adalah trietanolamin (TEA) dan asam oleat (Lolit Jeruk, 2004).
Penelitian Sebelumnya
Konsentrasi lilin yang digunakan untuk buah jeruk berkisar 4%-12%. Pembuatan emulsi dengan pengemulsi trietanolamin (TEA) dan asam oleat menggunakan perbandingan lilin:TEA:asam oleat, 6:2:1. Misalnya untuk pembuatan emulsi lilin 6%, dibutuhkan 60% lilin, 20% TEA dan 10% asam oleat. Jumlah air (aquadest) yang ditambahkan adalah hasil pengurangan 1000 ml – (60+20+10) = 910 ml aquadest (Linolit Jeruk, 2004).
Menurut Ginting, (1995) pada pembuatan emulsi lilin 12% sebanyak 1 liter kemudian emulsi lilin ini dapat diencerkan sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Sebanyak 120 ml dipanaskan sampai mencair di dalam beaker glass. Kemudian ke dalam 25 ml air panas ditambahkan 40 ml trietanolamin. Sebelumnya ke dalam mortar dimasukkan air panas supaya mortar ini menjadi panas. Setelah mortar panas airnya dibuang. Kemudian ke dalam mortar tersebut dimasukkan lilin dengan asam oleat yang
(53)
sudah dicampur secara perlahan-lahan diaduk sampai terjadi emulsi lilin. Kemudian ditambahkan sisa air panas sebanyak 795 ml sehingga terbentuk emulsi sebanyak 1 liter. Kemudian emulsi dapat diencerkan sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan.
Selanjutnya menurut Batubara, (2001) pembuatan emulsi lilin dibuat dengan melebur 120 g lilin lebah dalam wadah (sampai bersuhu 90-95oC); lalu ditambahkan 20 ml asam oleat sedikit demi sedikit dan mengaduknya perlahan; menambahkan 40 ml trietanolamin sambil mengaduk. Pembuatan emulsi dilanjutkan dengan mengencerkan campuran tersebut dengan air panas (suhu 90-95oC) sampai volume 1000 ml lalu dihomogenisasi dengan mixer selama ± 15 menit dan akhirnya mendinginkannya untuk digunakan lebih lanjut. Hasil akhir dari formulsi ini menghasilkan emulsi lilin dengan konsentrasi 12 %.
(54)
BAHAN DAN METODA PENELITIAN
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sarang lebah yang diperoleh dari Yayasan Bina Saudara Titikuning, Medan. Bahan-bahan lain adalah Trietanolamin (TEA), Asam Oleat, Aquadest.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan bulan Juli – Desember 2009 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Reagensia
- Trietanolamin (TEA) - Asam Oleat
- Aquadest
Alat Penelitian
- Pompa Tekanan Tinggi - Timbangan digital
- Beaker glass - Spectofotometer
- Spatula - Termokontrol Digital
- Gelas ukur - Saringan - Pipet Tetes - Hot Plate
- Termometer - Mikroskop optic
(55)
- Bola - Stopwatch
- Pinset - Cling wrap
- Stirrer
- Object glass
- Deck glass
Metoda Penelitian
Penelitian ini menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor, yaitu:
Faktor I: Tekanan (P) P0 = 0 Bar
P1 = 10 Bar
P2 = 20 Bar
P3 = 30 Bar
P4 = 40 Bar
Faktor II: Lama Pengadukan (L) L1 = 2 menit
L2 = 4 menit
L3 = 6 menit
L4 = 8 menit
Banyaknya kombinasi perlakuan (tc) adalah 5 x 4 = 20, maka jumlah ulangan (n) adalah sebagai berikut:
(56)
20 (n –1) ≥19 20n – 20 ≥ 19 20 n ≥ 39;
n ≥ 1,93… dibulatkan menjadi n Model Rancangan (Sastrosupadi, 2000).
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktorial dengan model sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Dimana:
Yijk : Hasil pengamatan dari faktor P pada taraf ke-I dan faktor L pada taraf kek ke-j dengan ulangan k
µ : Efek Nilai tengah
αi : Efek dari faktor P pada taraf ke-i
βj : Efek dari faktor L pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor P pada taraf ke-i dan pada faktor L pada taraf ke –j
εijk : Efek galat dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor L pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k
Jika diperoleh hasil yang nyata atau sangat nyata kemudian dilanjutkan dengan uji perbedaan sepasang nilai tengah dengan uji LSR (Least Significant Range).
Pelaksanaan Penelitian
Sarang lebah dipanaskan dalam panci rebusan hingga semua sarang lebah mencair. Kemudian sarang lebah yang sudah mencair tersebut dipindahkan sambil disaring ke dalam wadah. Setelah itu diamkan sampai dingin dan pada bagian permukaan
(57)
akan terdapat gumpalan lilin dimana pada lilin ini masih terdapat kotoran-kotoran sehingga harus dipanaskan kembali dan kemudian disaring untuk mendapatkan lilin yang baik dan bersih dari kotoran-kotoran. Untuk membuat emulsi lilin 12%, Lilin lebah ditimbang 120 g, kemudian dipanaskan di dalam tabung stainless steel hingga mencair (85oC), setelah mencair ditambahkan 20 ml asam oleat sedikit demi sedikit dan mengaduknya perlahan. Kemudian ditambahkan 40 ml trietanolamin sambil mengaduk, setelah itu diencerkan campuran tersebut dengan air panas (suhu 90 – 95 ºC) sampai volume 1000 ml. Aquadest sebanyak 150 ml dipanaskan sampai pada suhu 85oC. Lalu dimasukkan 3 ml aquadest yang sudah dipanaskan ke dalam beaker glass yang berisi lilin lebah, diaduk dengan stirrer selama 2 menit. Dimasukkan aquadest panas 10 ml, lalu diaduk selama 2 menit. Dimasukkan aquadest 25 ml sambil diaduk selama 2 menit. Seterusnyasebanyak 25 ml aquadest ditambahkan setiap 1 menit sampai volume 1000 ml. Dihomogenisasi dengan tekanan secara sirkulasi selama 15 menit kemudian didinginkan untuk digunakan lebih lanjut. Sehingga terbentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 12 %.
Setelah menjadi emulsi lilin, maka tanpa diberi tekanan dilakukan pengadukan selama 2, 4, 6 dan 8 menit secara sirkulasi, setelah itu pada perlakuan kedua yaitu 10 Bar dilakukan pengadukan selama 2, 4, 6 dan 8 menit secara sirkulasi, setelah itu pada perlakuan ketiga yaitu 20 Bar dilakukan pengadukan selama 2, 4, 6 dan 8 menit, kemudian pada perlakuan keempat diberi tekanan 30 Bar dilakukan pengadukan selama 2, 4, 6 dan 8 menit dan selanjutnya 40 Bar dilakukan pengadukan selama 2, 4, 6 dan 8 menit. Kemudian akan terbentuk emulsi lilin, setelah itu dilakukan pengamatan.
(58)
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan Pengukuran data dilakukan dengan cara analisa terhadap parameter:
1. Stabilitas Relatif Emulsi (%) 2. Viskositas (N.cm2.s)
3. Ukuran Partikel (µ m)
4. Uji Organoleptik Warna (Numerik) 5. Total Mikroba (CFU)
6. Uji Kejernihan (%T) 7. pH
(59)
Dimana:
N = Newton s = Sekon Cm = Centimeter Penentuan Stabilitas Relatif Emulsi (Anief, 1999 dimodifikasi).
Penentuan stabilitas relatif emulsi dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: Skor Keterangan
0% Terjadi koalesen (kerusakan emulsi yang bersifat irreversible) dan terdapat pemisahan antara air dan lilin.
25% Terjadi koalesen tetapi tidak terdapat pemisahan antara air dan lilin.
50% Terjadi creaming (kerusakan emulsi yang bersifat reversible), tetapi terdapat pemisahan antara air dan lilin.
75% Terjadi creaming, tetapi tidak terjadi pemisahan antara air dan lilin. 100% Tidak terjadi koalesen dan creaming.
Penentuan Viskositas (AOAC, 1984).
Pengukuran viskositas dengan menggunakan viskosimeter bola jatuh yang telah dimodifikasi. Diukur diameter bola, ditimbang massa contoh di dalam gelas ukur, diambil bola dengan menggunakan pinset dan dilepaskan perlahan-lahan dari jarak 1 cm di atas contoh, diukur waktu jatuhnya bola. Ditentukan koefisien kekentalan dengan menggunakan rumus:
n = 2/9 . r2/V (ρb-ρc).g
Keterangan: n = Koefisien kekentalan (N.Cm2.s) r = Jari-jari bola (cm)
V = Kecepatan (m/s) g = Gravitasi (m/s2)
ρb = Massa Jenis Bola (gr/cm3)
(60)
Penentuan Ukuran Partikel (Friberg, et al., 1976).
Diambil sampel dengan menggunakan jarum hose dan diteteskan ke permukaan
object glass kemudian object glass ditutup dengan deck glass. Object glass telah dipanggang di atas api bunsen sebelumnya. Disiapkan mikroskop optik (cahaya terpolarisasi) merk Olympus BH-2 dengan kamera vidio yang telah disambungkan ke komputer dengan kabel kamera vidio. Diletakkan objeck glass yang telah berisi sampel di atas meja preparat mikroskop, dan dihitung ukuran partikel emulsi yang terbentuk pada perbesaran 400 kali. Setelah didapat ukuran partikel emulsi lalu emulsi tersebut difoto.
Uji Organoleptik Warna (Sukarto, 1982).
Penentuan warna emulsi ini dapat dilakukan dengan menggunakan nilai numerik sebagai petunjuk warna, yaitu:
Skor Warna
1 Kuning pucat
2 Putih kekuningan
3 Putih seperti susu
Penentuan Total Mikroba (Dwidjoseputro, 1980)
- Diambil 1 ml suspensi dan dimasukkan ke dalam cawan petridish
- Ditambahkan 10 ml agar kemudian langsung ditutup dan digoyang-goyang - Dibiarkan sampai mengental
- Dibungkus dengan kertas koran dan dibalik
- Diinkubasi selama 2 x 24 jam dalam inkubator dengan suhu 30 C.
- Dihitung koloni pada masing – masing cawan petridish dengan menggunakan colony counter.
(61)
- Dihitung jumlah mikroorganisme dengan menggunakan rumus : - Jumlah Koloni = 1 x Jumlah koloni
Faktor pengencer
Uji Kejernihan (Transparansi) (Modifikasi metode Perez et al., 1999).
Bahan disiapkan dengan cara mensuspensikan 1 ml contoh dalam air mendidih selama 30 menit. Tabung dikocok setiap 5 menit. Contoh didinginkan hingga suhu kamar. Nilai transmitansi (%T) dibaca pada spectrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Aquadest digunakan sebagai pembanding.a
pH (Derajat Keasaman) (www.wikipedia.com). - Pengukuran pH larutan
Setelah pH meter dikalibrasi maka pH meter tersebut sudah siap digunakan. Biasanya kalibrasi disarankan dilakukan setiap 1 kali sehari sebelum digunakan.
Cara pengukurannya adalah sebagai berikut
1. Siapkan sampel larutan yang akan di check pH-nya.
2. Jika larutan panas, biarkan larutan mendingin sampai dengan suhunya sama dengan suhu ketika kalibrasi. Contohnya jika kalibrasi dilakukan pada suhu 20°C maka pengukuran pun dilakukan pada suhu 20°C.
3. Buka penutup plastic elektroda, bilas dengan air DI dan keringkan dengan menggunakan kertas tisu.
4. Nyalakan pH meter dengan menekan tombol ON/OFF.
5. Masukan elektroda kedalam sampel, kumudian putar agar larutan homogeny. 6. Tekan tombol MEAS untuk memulai pengukuran, pada layar akan muncul tulisan HOLD yang kelapkelip.
(62)
8. Nilai pH yang ditunjukan pada layar adalah nilai pH larutan yang di check 9. Matikan pH meter dengan menekan kembali tombol ON/OFF
(63)
Gambar 1. Skema Pembuatan Lilin Lebah
Sarang Lebah
Direbus dalam air hingga semua sel sarang mencair (T = 85oC)
Disaring
Didiamkan hingga dingin (T = 30oC)
Diperoleh lilin pada bagian permukaan
Lilin dikeluarkan dari dalam air
Lilin dikeringkan di bawah sinar matahari
(64)
Lilin ditimbang 120 g
Diberi tekanan pompa dan waktu pengadukan Ditambahkan aquadest secara perlahan-lahan:
- 2 menit pertama sebanyak 3 ml - 2 menit kedua sebanyak 10 ml - seterusnya ditambahkan 25 ml/menit
sampai dengan volume aquadest 1000 ml
Emulsi lilin12%
Analisa L1 = 2 menit
L2 = 4 menit
L3 = 6 menit
L2 = 8 menit
Gambar 2. Skema Pembuatan Emulsi Lilin Lebah - Stabilitas Relatif
Emulsi (%)
- Viskositas (N.cm2.s) - Ukuran Partikel (µ m) - Uji Organoleptik
Warna (Numerik) - Pengujian Total
Mikroba (CFU) - Uji Kejernihan (% T) - pH
Panaskan (T = 85oC)
P1 = 10 Bar
P2 = 20 Bar
P3 = 30 Bar
P2 = 40 Bar
Ditambahkan emulsifier : 20 ml asam oleat sedikit demi sedikit + 40 ml TEA
(65)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tekanan pompa dan pengaruh waktu pengadukan memberi pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh dari tekanan pompa dan waktu pengadukan terhadap parameter yang diamati dapat dilihat sebagai berikut.
Pengaruh Tekanan Pompa terhadap Parameter yang Diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan pompa memberikan pengaruh terhadap stabilitas relatif emulsi (%), viskositas (N.cm2.s), ukuran partikel (µ m), uji organoleptik warna (numerik), total mikroba (cfu), uji kejernihan (%T) dan pH dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel . 4 Pengaruh Tekanan Pompa terhadap Parameter yang Diamati
Tekanan Stabilitas Viskositas Ukuran Uji Organoleptik Total Uji Kejernihan pH Pompa Relatif (%) (N.cm2.s) Partikel (μm)
Warna (Numerik)
Mikroba
(cfu) (%T)
P0 = 0 bar 75.00 0.008544 3.47 2.13 5.38 2.04 6.28
P1 = 10 bar 81.25 0.008749 3.44 2.38 6.03 2.11 6.28
P2 = 20 bar 78.13 0.009733 3.78 2.88 5.64 2.16 6.28
P3 = 30 bar 93.75 0.012125 3.03 3.00 5.05 2.16 6.29
P4 = 40 bar 100.00 0.013951 2.96 3.00 5.05 2.28 6.28
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa tekanan pompa memberi pengaruh terhadap parameter yang diuji. Stabilitas relatif emulsi (%) tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (Tekanan 40 bar) yaitu sebesar 100% dan terendah terdapat pada perlakuan
P0 (Tanpa tekanan ) yaitu sebesar 75.00%. Viskositas (N.cm2.s) tertinggi terdapat pada
perlakuan P4 (Tekanan 40 bar) yaitu sebesar 0.013951 (N.cm2.s) dan terendah pada
perlakuan P0 (Tanpa tekanan yaitu sebesar 0.008544 (N.cm2.s). Ukuran partikel (µ m)
tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (tanpa tekanan) yaitu sebesar 3.78 (µ m) dan terkecil
pada perlakuan P4 (Tekanan 40 bar) yaitu sebesar 2,96 (µm). Uji organoleptik warna
(1)
Lampiran 13. Data Pengamatan pH
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II
P0L1 6.28 6.28 12.56 6.28
P0L2 6.28 6.28 12.56 6.28
P0L3 6.28 6.28 12.56 6.28
P0L4 6.28 6.29 12.57 6.29
P1L1 6.28 6.29 12.57 6.29
P1L2 6.28 6.28 12.56 6.28
P1L3 6.29 6.28 12.57 6.29
P1L4 6.28 6.29 12.57 6.29
P2L1 6.28 6.28 12.56 6.28
P2L2 6.28 6.29 12.57 6.29
P2L3 6.29 6.28 12.57 6.29
P2L4 6.28 6.28 12.56 6.28
P3L1 6.29 6.29 12.58 6.29
P3L2 6.29 6.28 12.57 6.29
P3L3 6.28 6.28 12.56 6.28
P3L4 6.28 6.29 12.57 6.29
P4L1 6.29 6.29 12.58 6.29
P4L2 6.28 6.29 12.57 6.29
P4L3 6.28 6.28 12.56 6.28
P4L4 6.28 6.28 12.56 6.28
Total 251.33
Rataan 6.28
Lampiran 14. Daftar Sidik Ragam pH
SK db JK KT F hit. F.05 F.01
Perlakuan 19 0.000428 0.000023 1.00 tn 2.13 2.96 P 4 0.000065 0.000016 0.72 tn 2.87 4.43
P Lin 1 0.000061 0.000061 2.72 tn 4.36 8.10
P Kuad 1 0.000022 0.000022 0.99 tn 4.36 8.10
P Kub 1 0.000001 0.000001 0.06 tn 4.36 8.10
P Kuar 1 0.000030 0.000030 1.34 tn 4.36 8.10 L 3 0.000048 0.000016 0.70 tn 3.10 4.94
L Lin 1 0.000050 0.000050 2.22 tn 4.36 8.10
L Kuad 1 0.000010 0.000010 0.44 tn 4.36 8.10
L Kub 1 0.000000 0.000000 0.00 tn 4.36 8.10
PxL 12 0.000315 0.000026 1.17 tn 2.28 3.23
(2)
Ukuran Partikel tergantung dari tipe tekanan yang diberi serta waktu pengadukan yang diberikan, perlakuan mekanik seperti penggunaan koloid mill, homogenizer, tekanan pompa serta cara dan waktu penyimpanan produk. Kebanyakan emulsi mempunyai ukuran partikel lebih kecil dari 0.25 μm diameternya. Untuk ukuran partikel paling besar mempunyai diameter sekitar 50 μm.
Emulsi lilin lebah dibuat dengan kadar 12%, dengan menggunakan tekanan yang berbeda yaitu Tanpa Tekanan, Tekanan 10 Bar, Tekanan 20 Bar, Tekanan 30 Bar, Tekanan 40 Bar.
1 Tekanan (P): P0 = 0 Bar P1 = 10 Bar
P2 = 20 Bar
P3 = 30 Bar P4 = 40 Bar
2 Waktu Pengadukan (L): L1 = 2 Menit
L2 = 4 Menit L3 = 6 Menit L4 = 8 Menit
Ukuran partikel emulsi ini diperoleh dengan menggunakan mikroskop optik (cahaya terpolarisasi) merk olympus BH-2 dengan kamera video yang disambungkan ke komputer.
P0L1 P0L2
(3)
P0L3 P0L4
Ukuran Partikel Emulsi: 3,39 μm Ukuran Partikel Emulsi: 2,24 μm
P1L1 P1L2
Ukuran Partikel Emulsi: 4,03 μm Ukuran Partikel Emulsi: 4,15 μm
P1L3 P1L4
(4)
2 1 2 2
Ukuran Partikel Emulsi: 3,88 μm Ukuran Partikel Emulsi: 3,40 μm
P2L3 P2L4
Ukuran Partikel Emulsi: 3,26 μm Ukuran Partikel Emulsi: 2,95 μm
P3L1 P3L2
(5)
P3L3 P3L4
Ukuran Partikel Emulsi: 2,85 μm Ukuran Partikel Emulsi: 2,24 μm
P4L1 P4L2
Ukuran Partikel Emulsi: 3,56 μm Ukuran Partikel Emulsi: 3,23 μm
P4L3 P4L4
Ukuran Partikel Emulsi: 2,82 μm Ukuran Partikel Emulsi: 2,20 μm
Semakin besar ukuran partikel dari suatu emulsi menunjukkan bahwa emulsi yang dihasilkan tingkat kestabilannya semakin rendah. Ukuran partikel yang semakin besar disebabkan karena ikatan antara emulsifier dengan lilin tidak kuat sehingga menyebabkan penggabungan tetesan-tetesan lilin menjadi agregat-agregat, dimana
(6)