Penerimaan Pembangunan Penerimaan Pemerintah 1. Penerimaan Rutin

Besarnya kontribusi penerimaan pajak ini adalah sebagai bukti bahwa pengalihan struktur penerimaan dalam negeri kepada penerimaan pajak adalah relatif berhasil.

4.3.2. Penerimaan Pembangunan

sejak tahun 1969-1982 penerimaan pemerintah sangat tergantung pada penerimaan dari migas. Penerimaan dari migas merupakan andalan dalam penerimaan negara. Peningkatan hasil minyak yang disebut dengan oil boom sangat membantu peningkatan anggaran dari sisi fiskal. Pada periode anggaran 1979-1984 merupakan periode puncak bagi penerimaan pemerintah yang berasal dari sektor migas, karena pada saat itu harga minyak bumi meningkat dari US 25,50 perbarel menjadi US27,50 perbarel dan meningkat sampai US 35 perbarel pada tahun 1981. Namun ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda dunia di tahun 1980 telah memberikan dampak negatif terhadap tingkat harga migas di pasar internasional. Fluktuasi harga minyak di pasar internasional tersebut membawa dampak negatif terhadap penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Hal ini mengakibatkan pemerintah tidak dapat menjamin kestabilan penerimaan dari sektor migas. Untuk memperbaiki keadaan ekonomi dan keuangan negara, pemerintah mengambil kebijakan deregulasi yang berupa paket kebijakan 25 oktober 1986 dan paket kebijakan 15 januari 1987 serta mengubah struktu penerimaan dalam negeri dari ketergantungan pada penerimaan migas beralih kepada non migas. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan biaya dalam negeri menjadi lebih efisien, membantu sektor migas dan non migas menjadi lebih kompetitif, meningkatnya kapasitas produksi dan kesempatan kerja Berkaitan dengan berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah, hasilnya menunjukkan perkembangan penerimaan bukan pajak yang berasal dari Tabel 4.7 Perkembangan Penerimaan Pembangunan dan Kontribusinya terhadap Total Penerimaan Tahun 1978-2011 Tahun Penerimaan Pembangunan Milyar Rp Pertumbuhan penerimaan Kontribusi Penerimaan Pembangunan Thdp Total Penerimaan Penerimaan Total MilyarRp 1978 11.7 20.01 58.3 1979 22.6 48.2 29.8 75.8 1980 20.4 -10.8 21.7 93.7 1981 16.8 -21.4 15.2 110.3 1982 12.4 -35.5 10.4 118.4 1983 13.5 8.1 9.6 140.5 1984 13.3 -1.5 9.3 142.1 1985 14.5 8.3 7.9 183.5 1986 16.7 13.2 8.5 196.7 1987 19 12.1 8.7 218.1 1988 23.1 17.7 7.6 302.8 1989 275.3 1990 318.7 1991 337.5 1992 36.7 36.7 9.5 384.1 1993 24.2 -51.6 5.4 446.7 1994 27 10.4 5 543.6 1995 33.3 18.9 5.4 613.4 1996 42.4 21.5 6.3 673.8 1997 40 -6 5.2 772.6 1998 47.9 16.5 13.8 347.8 1999 59.3 19.2 11.5 515.9 2000 278.3 78.7 46.3 600.3 2001 393 29.2 36.8 1066.8 2002 385.7 -1.9 32.7 1179.9 2003 485 20.5 30.8 1572 2004 513 5.4 27.2 1882.7 2005 518.4 1.04 24 1909.8 2006 782.8 33.8 31.3 2285.3 2007 921.8 15.1 31 2685.8 2008 1039 11.3 28.7 3225.8 2009 1167.6 11 30.5 3212.6 2010 1175.3 0.6 27.8 3885.6 2011 1271.1 7.5 23.7 4958.5 Sumber : BPS Sumatera Utara data diolah penerimaan pembangunan menunjukkan bahwa tahun 1979 pertumbuhan penerimaan pembangunan hingga 48.2 persen atau sebesar Rp 22,6 milyar atau naik dari tahun anggaran sebelumnya yang hanya Rp 11,7 milyar dan kontribusinya terhadap penerimaan total sebesar 29,8 persen. Kenaikan penerimaan ini terutama disebabkan oleh adanya perkembangan berbagai faktor eksternal, seperti harga minyak dan nilai tukar yang berdampak pada peningkatan sumber-sumber penerimaan negara bukan pajak. Pada tahun 2000 penerimaan pembangunan meningkat sebesar Rp 278,3 milyar atau meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 78,7 persen dan kontribusinya terhadap penerimaan sebesar 46,3 persen. Pada tahun 2002 pertumbuhan penerimaan menurun sebesar 1,9 persen serta kontribusinya terhadap penerimaan total sebesar 32,7 persen Dalam 7 tahun terakhir 2005-2011 perkembangan penerimaan bukan pajak yang berasal dari penerimaan pembiayaan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 11,4 persen dan kontribusinya terhadap total penerimaan pemerintah sebesar 28,1 persen.

4.2.3. Perkembangan Penerimaan Total Pemerintah