tertentu. Dalam tindakan pengurusan tersebut berlaku semua ketentuan mengenai hak dan kewajiban terhadap yayasan dan pihak ketiga.
3. Kekayaan dan Kepemilikan Yayasan
Berdasarkan diberlakukannya Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, aturan mengenai yayasan telah mengalami reformasi bersifat mendasar,
terutama yang berhubungan dengan anggaran dasar, yaitu mencakup: a. Aspek organ yayasan pembina, pengurus, dan pengawas serta
wewenangnya masing-masing unsur organ yayasan. b. Pengelolaan harta yayasan menjadi jelas harta terpisah tanpa mengenal
pemilik sehingga tidak menjadi arena penyembunyikan harta oleh para pendirinya, dan
c. Pengelolaan yayasan bersifat sukarela berdasarkan pada kesanggupan seseorang untuk menjadi organ yayasan tetapi harus profesional.
Harta yayasan merupakan harta yang terpisahkan, artinya yayasan dianggap sebagai entitas hukum tersendiri, tidak mengenal pemilik seperi lazimnya pada
perusahaan, sehingga pengelolaan harta yayasan harus dikelola secara profesional. Pengelolaan harta yayasan sebelum berlakunya UU Yayasan, dilakukan
secara konvensional dan perlu dilakukan penataan ulang serta pembenahan diri, sehingga pengelolaan yayasan dilakukan secara profesional, akuntabilitas publik yang
lebih terbuka tansparansi dan efisiensi. Memasuki era reformasi, paradigma pengelolaan yayasan harus bergeser dari
pendekatan sosial - tradisional menjadi pendekatan transparansi - profesional, sebab
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
selama ini ada kesan bahwa pengelolaan harta yayasan masih menggunakan pendekatan tradisional karena berbagai alasan.
94
Menurut penjelasan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, latar belakang dilakukan reformasi yayasan adalah:
a. Untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat tentang yayasan.
b. Menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta c. Mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka
mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
Kekayaan yayasan terpisah dari kekayaan pendiri, selain itu, yayasan merupakan subjek hukum entitas hukum mandiri yang tidak bergantung dari
keberadaan organ yayasan, artinya organ yayasan bukan pemilik yayasan melainkan sebagai pengelola kelangsungan hidup yayasan. Organ yayasan bertanggungjawab
penuh terhadap pengelolaan kekayaan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Peran dan fungsi dari pembina telah diatur dalam UUY, namun pembina juga
mempunyai wewenang untuk mengevaluasi kekayaan, hak dan kewajiban yayasan. Ada kemungkinan bila pengurus dalam mengelola kekayaan yayasan tidak memenuhi
kepentingan pembina dan selaku pendiri, maka pengurus tersebut dapat diberhentikan oleh pembina. Sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat 3 UU
Yayasan yang menetapkan bahwa pembina dapat memberhentikan pengurus yayasan. Dalam hal ini masih ada peluang terjadinya bentrokan kepentingan antara pembina
dengan pengurus dalam mengelola kekayaan yayasan.
94
Lihat, Panggabean, HP, Kasus Aset Yayasan dan Upaya Penanganan Sengketa Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002, hlm. 123.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
C. Organ Yayasan
Yayasan sebagai badan hukum, mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang organnya terdiri atas pembina, pengurus, dan
pengawas. sebagaimana tercantum pada Pasal 2 Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 16 Tahun 2001.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001, sudah ada yayasan yang berdiri. Organisasi yayasan tersebut terdiri dari pendiri, badan
penyantun, pengurus, dan kadang-kadang ada suatu badan pengawas khusus. Pada saat itu tidak ada aturan yang khusus mengatur mengenai organisasi yayasan, tetapi
yang selalu ada adalah pendiri dan pengurus. Jumlah pendiri dan penguruspun tidak ada batasannya, sehingga kalau jumlahnya besar dapat merupakan suatu badan
pendiri, dan pengurusnyapun dapat terdiri dari pengurus lengkap dan pengurus harian.
95
Sebagai konsekuensi hukum dari organ yayasan yaitu pembina, pengurus, dan pengawas yayasan, undang-undang melarang organ pengurus yayasan merangkap
sebagai pengurus dan pengawas dari badan usaha yang didirikan yayasan tersebut. Maksud dan tujuan yayasan di Indonesia, setelah berlakunya UUY harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan lihat Pasal 1 ayat 1 UUY.
95
Chatamarrasjid Ais, hlm. 57.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
b. Maksud dan tujuan yayasan harus bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan lihat Penjelasan Pasal 3 ayat 1 UUY.
c. Maksud dan tujuan yayasan wajib dicantumkan dalam anggaran dasar yayasan Pasal 14 ayat 2 huruf b UUY.
Selanjutnya, maksud dan tujuan yayasan tersebut harus tertentu, artinya untuk hal-hal yang sudah ditentukan, sudah dibatasi, dan bersifat khusus untuk melakukan
suatu kegiatan, sehingga maksud dan tujuan yayasan tidak dapat bersifat umum.
96
Yayasan sebagai badan hukum merupakan “artificial person” orang ciptaan hukum yang hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan manusia
selaku wakilnya. Untuk dapat melakukan perbuatan hukum tersebut yayasan harus mempunyai organ yang terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas.
97
Organ yayasan, masing-masing mempunyai fungsi, wewenang serta tugasnya masing-masing secara jelas diatur dalam Undang-Undang Yayasan. Yayasan sebagai
badan hukum dalam melakukan perbuatan hukumnya memerlukan perantaraan, perentara tersebut adalah organ yang berarti bahwa tanpa organ tersebut yayasan
tidak dapat berfungsi dan mencapai tujuan untuk yayasan yang didirikan.
98
Yayasan sebagai badan hukum, mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang organnya terdiri atas pembina, pengurus,
dan pengawas sebagaimana tercantum pada Pasal 2 Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 16 Tahun 2001.
96
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit, hlm. 17.
97
Pasal 2 UUY No. 16 Tahun 2001.
98
L. Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Op.Cit, hlm. 35.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
Berdasarkan ketentuan Pasal 29, Pasal 31 ayat 3 dan Pasal 40 ayat 4 Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004 ditegaskan bahwa dalam hubungan
dengan organ yayasan tidak boleh ada jabatan rangkap. Tujuan dari undang-undang, memberikan pemisahan antara peran yayasan dan peran suatu badan usaha yang
didirikan, dalam hal ini yayasan sebagai sebagai konsekuensi hukum dari organ yayasan yaitu pembina, pengurus, dan pengawas yayasan, undang-undang melarang
organ pengurus yayasan merangkap sebagai pengurus dan pengawas dari badan usaha yang didirikan yayasan tersebut.
Yayasan sangat bergantung pada organ pengurus, organ yang dipercayakan untuk melakukan kegiatan dan melaksanakan fungsinya. Dengan demikian antara
yayasan dengan organ pengurus terdapat fiduciary relationship yang melahirkan fiduciary duties.
99
Pengurus hanya berhak dan berwenang bertindak atas nama dan untuk kepentingan yayasan serta dalam batas-batas yang ditentukan dalam UUY dan
anggaran dasar yayasan. Setiap tindakan yang dilakukan pengurus di luar yang diberikan tersebut tidak akan mengikat yayasan. Hal ini berarti, pengurus dalam
melakukan harus bertanggung jawab mempergunakan wewenang dimilikinya berdasarkan anggaran dasar yayasan, untuk tujuan yang patut, yang sesuai dengan
maksud dan tujuan yayasan yang tertuang dalam anggaran dasar yayasan. Pengurus tidak boleh memperoleh keuntungan untuk dirinya pribadi, bila keuntungan tersebut
diperoleh karena kedudukannya sebagai pengurus pada yayasan itu.
99
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit, hlm. 104.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 ditegaskan bahwa:
1 Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.
2 Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk badan usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh pernyertaan tersebut
paling banyak 25 dua puluh lima persen dari seluruh nilai kekayaan yayasan pemegang saham dalam suatu badan usaha tersebut karena adanya
penyertaan modal maksimal 25 dari kekayaan yayasan, agar tidak terjadi benturan kepentingan dan tumpang tindih kepentingan, terlebih bila terjadi
masalah yang timbul jika ada.
3 Anggota pembina, pengurus, dan pengawas yayasan dilarang merangkap sebagai anggota direksi atau pengurus dan anggota dewan komisaris atau
pengawas dari badan usaha sebagai dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2.
Ketergantungan antara badan hukum dan pengurus menjadi sebab, mengapa antara badan hukum dan pengurusdireksi lahir hubungan fidusia fiduciary duties.
Pengurus selalu pihak yang dipercaya bertindak dan menggunakan wewenangnya hanya untuk kepentingan yayasanperseroan semata. Fiduciary duties di dalam
yayasan pada hakekatnya berkaitan dengan kedudukan, wewenang, dan tanggung jawab pengurusdireksi.
100
Adanya hubungan kepercayaan atau fiduciary relationship antara yayasan dengan organnya berarti bahwa keberadaan organ adalah semata-mata demi
kepentingan dan tujuan yayasan yang dipertegas dalam Pasal 3 ayat 2 UUY.
101
Guna menjaga fiduciary relationship dan fiduciary duties antara Yayasan dengan
100
Bambang Kesowo, “Fiduciary Duties Direksi Perseroan Terbatas Menurut Undang- Undang No. 1 Tahun 1995”, artikel di Newsletter, edisi No. 23VIDesember 1995, hlm. 1-2.
101
Fred B.G.Tumbuan,”Kedudukan Hukum Yayasan dan Tugas serta Tanggung Jawab Organ Yayasan, Lokakarya Sosialisasi UU Yayasan” Makalah disampaikan pada Lokakarya
Sosialisasi UU Yayasan diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Hukum Perseroan dan Kenotariatan PPHN, Jakarta, 14 Agustus 2001, hlm. 5.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
organ yayasan, maka UUY juga mengatur mengenai adanya larangan perangkapan jabatan dan larangan menerima gaji, upah, atau honor tetap, yang tidak lain guna
menghindari conflict of interest antara kepentingan yayasan dengan pribadi organ Yayasan.
Undang-Undang Yayasan dengan tegas menetapkan bahwa organ yayasan terdiri dari pembina, pengurus, dan pengawas.
102
a. Pembina Yayasan
Menurut Pasal 28 ayat 1 UUY, pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh
undang-undang ini atau anggaran dasar. Menurut Pasal 28 ayat 2 UU, kewenangan pembina yayasan meliputi:
a. Keputusan mengenai perubahan anggaran dasar; b. Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota
pengawas; c. Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan Anggaran Dasar
Yayasan; d. Pengesahan program kerja dan rancangan Anggaran Tahunan Yayasan;
e. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.
103
Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UUY menyebutkan bahwa pendiri yayasan tidak dengan sendirinya harus menjadi pembina, sedangkan anggota pembina dapat
dicalonkan oleh pengurus atau pengawas.
102
Sebelum terbitnya UU Yayasan, organ yayasan terdapat keanekaragaman yang terdiri dari a. Dewan Pendiri dan Dewan Pengurus, b. Dewan Penyantun dan Dewan Pengurus, c. Dewan
Pengurus dan Dewan Pengurus Harian. Lihat, Abdul Muis, Op.Cit., hlm. 69.
103
Lihat Pasal 28 ayat 2 UU Yayasan.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
Memperhatikan kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh pembina yayasan, dapat disimpulkan bahwa pembina yayasan merupakan organ yayasan yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam yayasan. Juga mempunyai tugas utama memonitoring usaha pencapaian maksud dan tujuan yayasan, dalam kaitan ini adalah
sebagai bentuk tanggung jawab atau kegiatan rutin operasional, di samping telah ditentukan dalam Undang-Undang Yayasan atau dalam Anggaran Dasarnya.
Kewajiban pokok dari seorang pembina yayasan, antara lain: 1. Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 satu tahun.
2. Dalam rapat tahunan, pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan hak dan kewajiban yayasan tahun yang lampau sebagai pertimbangan bagi perkiraan
mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan datang. 3. Pemeriksaan serta pengesahan laporan tahunan yang disusun oleh pengurus
dan ditandatangani oleh pengurus dan pengawas.
104
Telah disahkannya laporan tahunan oleh rapat pembina berarti diberikan pelunasan dan pembebasan acquit et decharge kepada pengurus dan kepada
pengawas selama tahun buku yang bersangkutan. Menurut ketentuan Pasal 28 ayat 3 UUY yang dapat diangkat menjadi
anggota pembina adalah: a. Orang perseorangan sebagai pendiri yayasan, dan atau
b. Mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan
yayasan.
104
L. Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Op.Cit. hlm. 38.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
b. Pengurus Yayasan
Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan. Mengenai pengurus, dalam Undang-Undang Yayasan No. 28 Tahun 2004 diatur pada
Pasal 31 sampai dengan Pasal 39. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengawas. Larangan perangkapan jabatan dimaksud untuk menghindari
kemungkinan tumpang-tindih kewenangan, tugas dan tanggung jawab antara pembina, pengurus, dan pengawas yang dapat merugikan kepentingan yayasan atau pihak
lain.
105
Menurut Pasal 31 Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004. 1. Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan
yayasan. 2. Yang dapat diangkat menjadi pengurus adalah orang perseorangan yang
mampu melakukan perbuatan hukum. 3. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengawas.
Organ pengurus dalam suatu yayasan mirip dengan direksi dalam suatu perseroan terbatas. Yakni organ yang melaksanakan tugas-tugas kepengurusan
eksekutif dari suatu yayasan. Anggota pengurus diangkat, diberhentikan dan diganti oleh rapat pembina sesuai dengan anggaran dasar yayasan. Susunan pengurus
yayasan sekurang-kurangnya terdiri dari: a. Seorang ketua,
b. seorang sekretaris, c. seorang bendahara.
106
105
Chatamarrasjid Ais, Op.Cit, hlm. 12.
106
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 49.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
Selain organ pengurus yayasan yang ada, juga dijumpai pengurus harian, dewan pendiri, dewan penyantun, dewan pelindung, dewan kehormatan, dewan
penasehat, dan sebagainya. Seorang ketua pengurus yayasan, dalam prakteknya harus dapat menjadi
penggerak yayasan yang mendorong yayasan untuk bergerak mencapai maksud dan tujuannya. Oleh karenanya sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan, lazimnya
yang diangkat sebagai ketua yayasan adalah para pencetus tujuan yayasan dan para pendiri yayasan dengan masa jabatan yang tidak dibatasi. Namun dengan berlakunya
Undang-Undang Yayasan, hal itu tidak dimungkinkan lagi oleh karena Undang- Undang Yayasan telah secara tegas mengatur pembatasan masa jabatan dan
mekanisme pemberhentian dan penggantian pengurus yayasan termasuk di dalamnya adalah ketua pengurus yayasan.
107
Menurut ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Yayasan No. 28 Tahun 2004, ditetapkan bahwa:
1 Pengurus yayasan diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat
pembina untuk jangka waktu selama 5 lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 satu kali masa jabatan.
2 Susuan pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. seorang ketua; b. seorang sekretaris; dan
c. seorang bendahara
3 Dalam hal pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 selama
menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh pembina dinilai merugikan yayasan, maka berdasarkan keputusan rapat pembina,
pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir.
107
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit., hlm. 98.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
4 Ketentuan mengenai susunan dan tata cara pengangkatan, dan
pemberhentian, dan penggantian pengurus diatur dalam anggaran dasar.
Ketentuan yang diatur oleh Pasal 32 Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001 di atas diubah oleh Undang-Undang Yayasan No. 28 Tahun 2004. Perubahan ini
membuka kemungkinan bagi pengurus untuk dapat dipilih berkali-kali sebagai pengurus dan tidak terbatas hanya untuk dua kali masa jabatan. Dalam hal
penggantian pengurus harus diberitahukan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, paling lambat 30 tiga puluh hari setelah dilakukannya penggantian
pengurus. Ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001,
menetapkan bahwa: 1 Dalam hal terdapat penggantian pengurus yayasan, pembina wajib
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri dan instansi terkait.
2 Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib disampaikan paling lambat 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal dilakukan
penggantian pengurus yayasan.
Ketentuan Pasal 33 ini mengalami perubahan redaksional dalam Undang- Undang Yayasan No. 28 Tahun 2004, yang memperjelas bahwa kewajiban
memberitahukan adanya penggantian pengurus merupakan kewajiban pengurus.
108
Selanjutnya, Pasal 34 Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001 diperbaiki oleh Undang-Undang Yayasan No. 28 Tahun 2004 menyatakan bahwa:
108
Chatamarrasjid Ais, Op.Cit, hlm. 14.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
pengurus yayasan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat pembina.
Pasal 34 Undang-Undang Yayasan No. 28 Tahun 2004. 1 Pengurus yayasan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan
keputusan rapat pembina. 2 Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian pengurus
dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam
hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian tersebut dalam jangka
waktu paling lambat 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal permohonan pembatalan diajukan.
Sesuai dengan asas persona standi in judicio, pengurus yayasan mewakili yayasan di dalam dan di luar Pengadilan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pengurus memiliki tugas dan wewenang ganda, yakni melaksanakan pengurusan dan
perwakilan yayasan.
Ketentuan di
dalam Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001 yang
mengatur tentang kekuasaan dan wewenang serta tanggung jawab pengurus yayasan antara lain:
Pasal 35 Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001. 1 Pengurus yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan
yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan, baik di dalam maupun di luar Pengadilan.
2 Setiap pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan.
3 Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan
yayasan. 4 Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan
pemberhentian pelaksana kegiatan yayasan diatur dalam anggaran dasar.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
5 Setiap pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian yayasan atau pihak ketiga.
Ketentuan dalam Pasal 35 UUY di atas, dinyatakan bahwa setiap anggota pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk
kepentingan dan tujuan yayasan. Hal ini menunjukan bahwa pengurus dalam melakukan tugasnya berdasarkan fiduciary duty, sedangkan ketentuan ayat 5
menunjukkan bahwa pengurus di samping berdasarkan fiduciary duty, juga harus melakukan tugasnya berdasarkan statutory duty.
109
Tanggung jawab pengurus merupakan konsekuensi dari fiduciary relationship antara yayasan dengan pengurus.
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan Pasal 35 ayat 3 UUY.
Undang-Undang Yayasan No. 28 Tahun 2004 membedakan antara kepercayaan atau berdasarkan fiduciary duty. Hal ini terlihat dari ketentuan Pasal 35 ayat 2.
110
Sehingga dalam pelaksanaan kegiatan yayasan, diberlakukan hak, kewajiban dan pembatasan yang sama antara pengurus yayasan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Yayasan dan Anggaran Dasar Yayasan dengan tugas-tugas yang lebih bersifat operasional yayasan.
111
Berdasarkan Undang-Undang Yayasan, secara tegas diatur bahwa pengurus berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Hak untuk
109
Chatamarrasyid Ais, Op.Cit. hlm. 105.
110
Ibid, hlm. 15.
111
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit. hlm. 100.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
mewakili yayasan tersebut sudah tentu ada kaitannya dengan tugas-tugas pengurus yayasan sebagai pelaksana kepengurusan yayasan. Sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam penjelasan Pasal 35 ayat 3 UUY, bahwa pelaksana kegiatan adalah pengurus harian yayasan yang melaksanakan kegiatan yayasan sehari-hari. Dengan demikian
pelaksana kegiatan yayasan adalah orang-orang diantara anggota pengurus, dan mereka bukan merupakan karyawan yayasan.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001, sudah ada yayasan yang berdiri. Organisasi yayasan terdiri dari pendiri, badan penyantun,
pengurus, kadang-kadang ada suatu badan pengawas khusus. Pada saat itu tidak ada aturan yang khusus mengatur mengenai organisasi yayasan, tetapi yang selalu ada
adalah pendiri dan pengurus. Jumlah pendiri dan penguruspun tidak ada batasannya, sehingga kalau jumlahnya besar dapat merupakan suatu badan pendiri, dan
pengurusnyapun dapat terdiri dari pengurus lengkap dan pengurus harian.
112
Tidak banyak kesulitan menyesuaikan susunan pengurus yayasan dengan ketentuan Pasal 22 ayat 2 Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001, karena
sebagian besar yayasan sudah mempunyai susunan organisasi sama dengan ketentuan Undang-Undang Yayasan, hanya saja belum memiliki organisasi pengawas, yayasan
harus mengubah struktur organisasinya. Perubahan struktur ini tidak banyak menimbulkan kesulitan karena pembina,
pengurus, dan pengawas dapat diangkat dari kalangan sendiri. Hal ini berarti para
112
Chatamarrasjid Ais, Op.Cit, hlm. 57.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
pendiri masih dapat ikut campur dalam pengurusan yayasan dan dengan sendirinya memiliki kekuasaan yang mutlak di dalam mengatur kehidupan yayasan.
Pendiri yang merangkap sebagai pengurus dapat membuat berbagai aturan ataupun mengubah anggaran dasar sesuai dengan kepentingannya. Hal inilah yang
ingin dicegah oleh Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001. Karenanya perlu adanya suatu badan pengawas eksternal yang mengawasi yayasan.
Tugas dan tanggung jawab organ yayasan bersumber pada: a.
Ketergantungan yayasan kepada organ tersebut mengingat bahwa yayasan tidak dapat berfungsi tanpa organ, dan
b. Kenyataan bahwa organ adalah sebab bagi keberadaan raison d’etre
yayasan, karena apabila tidak ada yayasan, maka tidak akan ada organ.
D. Tanggungjawab Pengurus Yayasan Berdasarkan Undang-Undang
Yayasan
Pengurus Yayasan berdasarkan Pasal 35 ayat 1 UUY, bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan. Kemudian
berdasarkan Pasal 35 ayat 2 UUYayasan, setiap pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan.
Konsekuensi dari fiduciary relantionship antara yayasan pengurus selaku organ yayasan oleh karena adanya ultra vires yang mengakibatkan kerugian bagi
yayasan dan pihak ketiga. Kesalahan pengurus tersebut merupakan kesalahan
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
langsung karena telah menyebabkan kerugian maupun kesalahan karena ikut menyebabkan kerugian.
Berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip kerja, pengurus suatu yayasan dapat dipersamakan dengan direksi dalam suatu perseroan terbatas. Menurut Paul L.
Davies dalam Gouters Pinciples of Moilern Company law, pada halaman 601 mengemukakan bahwa.
113
ln applying the general equitable principle to company directars, four xparate rules hsoe emergeil. These are:
1. that directors must act in goodfaith in what they believe to be the best interest
of the compony; 2.
that they must not exercise the powers conferrcd upon them for purposes diffirent from thos e for which they were conferred;
3. that they must not letter their discretion as to how they shall act;
4. tlut, witltou tlrc informed consent of the company,they must.not place
themselves in aposition in which their personal intercsts or duties to other persons are Iiable to conflict with their duties.
Jika hal di atas diterapkan ke dalam bentuk yayasan, maka keempat prinsip tesebut menunjukan bahwa pengurus yayasan dalam menjalankan tugas
kepengurusannya harus senantiasa: 1. Bertindak dengan itikad baik;
2. Memperhatikan kepentingan yayasan dan bukan kepentingan pembina, pengawas pengurus yayasan;
3. Kepengurusan yayasan harus dilakukan dengan baik, sesuai dengan tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya, dengan tingkat kecermatan
113
Business News 673713-3-2002.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
yang wajar dengan ketentuan bahwa pengurus tidak diperkenankan untuk memperluas maupun mempersempit ruang lingkup geraknya sendiri;
4. Tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan benturan kepentingan antara kepentingan yayasan dengan kepentingan
pengurus yayasan. Pada dasarnya keempat prinsip tersebut mencerminkan bahwa antara
pengurus yayasan dengan yayasan terdapat suatu bentuk hubungan saling ketergantungan, di mana:
1. Yayasan bergantung pada pengurus yayasan sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan pengurusan yayasan;
2. Yayasan merupakan sebab keberadaan pengurus yayasan, tanpa yayasan maka tidak akan penah ada pengurus yayasan.
Memperhatikan, prinsip kepercayaan sebagaimana dijelaskan terdahulu, dapat disimpulkan bahwa:
a Pengurus adalah trustee bagi yayasan iluticsof loyalty and goodfnith, dan b Pengurus adalah agen bagi yayasan dalam mencapai maksud tujuan dan
kepentingannya futies of cnre and skilt, yang keduanya merupakan fiduciary duty dalam sistem common law.
Paul Lipton dan Abraham Herzberg dalam sistem common law membagi duties of loyalty and good faith sebagai:
114
a to act bonafide in the interest of the company;
114
Business News 673713-3-2002, Op.Cit.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
b to exercis pourer for their proper purpose;
c to retain their dircrenatory power;
d to avoid conflict of interest.
Pengurus dan pelaksana kegiatan yayasan, didasarkan dan dibatasi oleh anggaran dasar yayasan yang bersangkutan. Kewenangan bertindak pengurus yayasan,
dirumuskan dalam anggaran dasarnya.
Kewenangan pengurus meliputi semua perbuatan hukum yang mencakup
dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yayasan yang telah ditentukan anggaran dasar yayasan tersebut. Dengan demikian, pengurus merupakan organ
di dalam yayasan yang mengambil bagian dalam lalu lintas sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan. Ini yang menjadi sumber kewenangan pengurus untuk melakukan
perbuatan hukum dengan pihak ketiga. Menurut Pasal 36 ayat 1 UUY, anggota pengurus tidak berwenang mewakili yayasan apabila:
a. Terjadi perkara di depan Pengadilan antara yayasan dengan anggota pengurus yang bersangkutan; atau
b. Anggota pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan yayasan.
Anggaran dasar merupakan hukum positif yang mengikat semua organ yayasan dan tidak dapat dikesampingkan. Jika ingin melakukan hal-hal yang
bertentangan atau tidak sejalan dengan anggaran dasar, maka hal yang dapat dilakukan yaitu mengubah anggaran dasar. Namun perubahan anggaran dasar tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Yayasan dan anggaran
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
dasar itu sendiri. Dengan demikian, pengurus yayasan menjalankan apa yang dikenal sebagai perwakilan statuter, yaitu perwakilan berdasarkan anggaran dasar.
115
Pengurus dalam menjalankan kewenangan tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar dan tidak memiliki kepentingan pribadi, guna menghindari terjadinya
conflict of interest, sehingga adanya larangan terjadinya conflict of interest bagi pengurus yayasan. Conflict of interest dapat juga dapat terjadi dalam hal, personal
interest seseorang bertentangan dengan interst pihak lain yang diwakilinya dalam hubungan agen versus principal. Conflict of interest tidak diperkenankan karena
dapat mempengaruhi independency dan fairness dalam suatu persoalan atau transaksi.
116
Yayasan yang melakukan perbuatan hukum ultra vires, yang di luar batas kecakapannya, maka perbuatan hukum tersebut batal demi hukum null and void;
nietig. Guna menghindari pembatalan tersebut, maka diperlukan penafsiran atas rumusan maksud dan tujuan yayasan, berpegang pada pengertian yang lazim menurut
kebiasaan reasonable sense, dan memperhatikan sejauh mana perbuatan tersebut dapat menunjang kegiatan yayasan dalam rangka pencapaian maksud dan tujuan
yayasan adalah perbuatan intra vires, yakni tercakup dalam maksud dan tujuan yayasan. Undang-Undang Yayasan tidak secara tegas mengatur mengenai
kewenangan pengurus. Namun demikian maksud dan tujuan yayasan merupakan
115
Chatamarrasyid Ais, Op.Cit. hlm. 114.
116
Ibid. hlm. 101.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
sumber kewenangan bertindak pengurus yayasan dalam mewakili yayasan di dalam dan di luar Pengadilan.
117
Pengurus dalam menjalankan kegiatan kepengurusan yayasan seakan mempunyai kewenangan tidak terbatas, namun kewenangan pengurus tersebut
terlimitasi dengan Undang-Undang Yayasan dan Anggaran Dasar Yayasan. Undang-undang menganggap perlu memberikan pembatasan bahkan larangan
bagi pengurus yayasan untuk melakukan tindakan pengurusan tertentu, karena tindakan-tindakan yang dibatasi dan atau dilarang ditentukan secara tegas dan
limitatif dalam undang-undang. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 37 Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001:
1 Pengurus tidak berwenang: a. mengikat yayasan sebagai penjamin utang,
b. mengalihkan kekayaan yayasan kecuali dengan persetujuan pembina, dan
c. membebani kekayaan yayasan untuk kepentingan pihak lain. 2 Anggaran dasar dapat membatasi kewenangan pengurus dalam melakukan
perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan. Berdasarkan Pasal 37 tersebut di atas dapat diartikan bahwa pengurus
yayasan sama sekali tidak diperkenankan untuk mengikat yayasan sebagai penjamin utang dan membebani kekayaan yayasan untuk kepentingan pihak lain. Sedangkan
untuk tindakan mengalikan kekayaan yayasan, pengurus dapat melaksanakan tindakan tersebut sepanjang telah mendapat persetujuan dari pembina.
Jika pengurus melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama yayasan, anggaran dasar dapat membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa
117
Fred B.G Tumbuan, Op.Cit. hlm. 8.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
untuk perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari pembina dan atau pengawas, misalnya untuk menjamin kekayaan yayasan guna membangun
sekolah atau rumah sakit. Pengurus bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk
kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan, baik di dalam maupun di luar Pengadilan tentang segala hal dan dalam segala kejadian, mengikat
yayasan serta menjalankan segala tindakan, baik yang mengenai kepengurusan maupun kepemilikan, akan tetapi dengan pembatasan bahwa:
a. Pengurus boleh mengalihkan kekayaan yayasan, meminjamkan atau meminjamkan uang atas nama yayasan tidak termasuk mengambil uang
yayasan di bank dan atau meminjamkan kekayaan yayasan dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari atau dari pembina.
b. Pengurus tidak boleh mengikat yayasan sebagai penjamin utang dan atau membebani kekayaan yayasan untuk kepentingan pihak lain.
Pengurus tidak boleh mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafliasi dengan yayasan, pembina, pengurus dan atau pengawas atau seorang yang
bekerja pada yayasan kecuali dalam hal perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yayasan dan dengan mendapat
persetujuan tertulis lebih dahulu dari atau bantuan pembina. Anggota pengurus yayasan yang dinyatakan bersalah dalam melakukan
pengurusan yayasan yang menyebabkan kerugian bagi yayasan, masyarakat atau Negara berdasarkan putusan Pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 lima tahun
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat diangkat menjadi pengurus yayasan di manapun.
Selanjutnya, pengurus mempunyai kewajiban untuk: a.
Membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi keterangan hak dan kewjiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha
yayasan. b.
Membuat dan menyimpan dokumen keuangan yayasan berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan.
c. Dalam hal yayasan mengadakan transaksi dengan pihak lain yang
menimbulkan hak dan kewajiban bagi yayasan, transaksi tersebut wajib dicantumkan dalam laporan tahunan sebagai cerminan dari asas
keterbukaan dan akuntabilitas pada masyarakat yang harus dilaksanakan Yayasan dengan sebaik-baiknya.
118
Seorang pengurus menurut hukum harus tunduk kepada anggaran dasar dan kepada semua keputusan yang diambil dengan sah dalam rapat pembina serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
119
Organ pengawas dalam suatu yayasan mirip dengan organ komisaris dalam suatu perseroan terbatas. Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan
pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan
118
AB. Sutanto, dkk, Reformasi Yayasan, Perspektif Hukum dan Manajemen, Yogyakarta: Andi, 2002, hlm. 25.
119
Ibid. hlm. 27.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
yayasan. Yayasan memiliki pengawas sekurang-kurangnya 1 satu orang pengawas yang wewenang, tugas dan tanggung jawabnya diatur dalam anggaran dasar.
120
Berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat 3 UUY menentukan bahwa yang dapat diangkat menjadi pengawas haruslah orang perorangan, akan tetapi tidak semua orang
perorangan dapat menjadi pengawas. Yang dapat menjadi pengawas hanyalah orang peorangan yang memenuhi semua syarat-syarat berikut ini:
121
a. Yang mampu melakukan perbuatan hukum; b. Tidak pernah dinyatakan pailit;
c. Tidak pernah dinyatakan bersalah menyebabkan yayasan dinyatakan
pailit baik sebagai anggota pengurus atau pengawas; d. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindakan pidana yang
merugikan kemajuan negara dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan.
Tugas pengawas yayasan, pada prinsipnya yaitu untuk mengadakan pengawasan. Fungsi pengawas dari dewan pengawas diwujudkan dalam 2 dua level
sebagai berikut: 1. Level Performance, dan
2. Level Conformance. Fungsi pengawasan pengawas pada level performance adalah fungsi
pengawasan di mana pengawas tersebut memberikan pengarahan dan petunjuk kepada pengurus yayasan. Kemudian, fungsi pengawasan pengawas pada level
conformance adalah berupa pelaksanaan kegiatan melaksanakan pengawasan selanutnya agar dipatuhi dan dilaksanakan, baik terhadap pengarahan dan petunjuk
120
Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan, Bandung, PT. Refika Aditama, 2006, hlm. 69.
121
I Nyoman Tjager, dkk, Corporate Governance, Jakarta, PT. Prenhallindo, 2003, hlm. 130.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
yang telah diberikan tersebut maupun ketentuan dalam perundang-undangan yang berlaku.
122
Pengawas di dalam melakukan tugasnya harus berdasarkan “duty of skill and care” artinya seorang pengawas memiliki kecakapan dan kehati-hatian.
Tugas dan wewenang pengawas diatur dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 47 Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan Undang-
Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001. Tugas dan wewenang pengawas:
a. Pengawas bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.
b. Anggota pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan yayasan.
c. Pengawas baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri setiap waktu dalam jam kerja kantor yayasan berhak memasuki bangun dan halaman
atau tempat lain yang dipergunakan atau dikuasai oleh yayasan dan berhak memeriksa semua pembukuan, surat dan alat bukti lainnya,
memeriksa dan mencocokan keadaan uang kas dan lain-lain serta berhak untuk mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan oleh pengurus.
d. Setiap anggota pengurus, pelaksana kegiatan dan karyawan yayasan wajib untuk memberikan penjelasan tentang segala hal yang ditanyakan
oleh pengawas. e. Pengawas setiap waktu berhak memberhentikan untuk sementara
seorang atau lebih anggota pengurus, apabila anggota pengurus tersebut selama menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh pengawas
dianggap merugikan yayasan.
f. Pemberhentian sementara itu harus diberitahukan kepada yang bersangkutan, disertai alasannya.
g. Pemberhentian sementara itu wajib dilaporkan secara tertulis kepada pembina, paling lambat 7 tujuh hari terhitung sejak tanggal
pemberhentian sementara. h. Dalam jangka waktu 7 tujuh hari terhitung sejak tanggal laporan
diterima, pembina wajib memanggil anggota pengurus yang bersangkutan untuk diberi kesempatan membela diri.
122
Munir Fuady, Perseroaan Terbatas Paradigma Baru, Op.Cit, hlm. 108.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
i. Dalam jangka waktu paling lambat 7 tujuh hari terhitung sejak tanggal pembelaan diri, pembina wajib.
1. Mencabut keputusan pemberhentian sementara; 2. Memberhentikan anggota Pengurus yang bersangkutan.
j. Apabila pembina tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam nomor h dan i tersebut di atas, pemberhentian sementara tersebut
batal demi hukum. k. Apabila seluruh jumlah anggota pengurus diberhentikan sementara dan
yayasan tidak mempunyai seorangpun anggota pengurus, maka untuk sementara 2 dua orang pengawas yang ditunjuk berdasarkan rapat
pengawas diwajibkan untuk mengurus yayasan. Dalam hal demikian berdasarkan rapat pengawas berhak untuk memberikan kekuasaan
sementara kepada seorang atau lebih di antara mereka atas tanggungan mereka bersama.
l. Dalam hal hanya ada seorang pengawas, maka segala tugas dan wewenang yang diberikan kepada ketua pengawas atau anggota
pengawas dalam anggaran dasar ini berlaku pula baginya. m. Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengawas
dan kekayaan yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota pengawas secara tanggung
renteng bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
n. Anggota Pengurus yang dapat membuktikan bahwa terjadinya kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggungjawab
secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. o. Anggota pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan
pengurusan yayasan yang menyebabkan kerugian bagi yayasan masyarakat atau negara berdasarkan putusan pengadilan, dalam jangka
waktu 5 lima tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi
pengurus yayasan manapun.
123
Keterbukaan disclosure, transparency merupakan syarat penting bagi suatu yayasan, oleh karena:
1. Yayasan merupakan badan amal yang bertujuan sosial mendapat berbagai fasilitas atau kemudahan baik dalam pendiriannya maupun
dalam kegiatannya.
123
AB. Susanto, dkk, Repormasi Yayasan, Op.Cit. hlm. 30-32.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
2. Yayasan mendapatkan modal terutama dari sumbangan masyarakat luas, baik langsung maupun melalui bantuan pemerintah dan melalui sistem
perpajakan yang danannya berasal dari rakyat, sehingga masyarakat layak untuk mengetahui apakah sumbangan-sumbangan tersebut telah
tersalurkan sebagaimana mestinya. 3. Kontrol masyarakat terhadap dana-dana ditujukan untuk kegiatan sosial,
keagamaan dan kemanusiaan. Penyelenggaraan yayasan berdasarkan prinsip keterbukaan, erat kaitannya
dengan kekayaan yayasan yang berasal dari modal awal dan sumber-sumber kekayaan lain. Keterbukaan yayasan dapat diperoleh dengan adanya persyaratan
pembuatan laporan tahunan, laporan keuangan audit yayasan serta pengumuman disurat-surat kabar dalam hal-hal tertentu.
Prinsip keterbukaan penting dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat penyandang dana, donator, pihak ketiga yang berkaitan terhadap
yayasan serta masyarakat luas. Dengan adanya prinsip transparansi tersebut dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap yayasan dan kinerjanya.
124
Berdasarkan yurisprudensi Indonesia dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 27 Juni 1973 No. 124 KSip1973 dalam
pertimbangannya bahwa pengurus yayasan mewakili yayasan di dalam dan di luar pengadilan dan yayasan mempunyai harta benda hibah yakni hibah dari N.V.
124
Ibid, hlm. 66-67.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
H.B.M, maka Mahkamah Agung memutuskan bahwa yayasan tersebut merupakan suatu badan hukum.
125
125
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit, hlm. 20.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
BAB III PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS YAYASAN
ATAS PELANGGARAN PRINSIP FIDUCIARY DUTY
A. Penerapan Prinsip
Fiduciary Duty terhadap Pengurus Yayasan
Tanggung jawab pengurus yayasan
1 26
dalam menjalankan tugasnya,
berlandaskan pada 3 tiga prinsip, yaitu: a. Prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercaya oleh
yayasan kepadanya fiduciary duty.
127
b. Prinsip yang merujuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan pengurus duty of skill and care.
c. Prinsip yang berkaitan dengan kekuasaan dan wewenang serta tanggung jawab pengurus yayasan statutory duty.
Ketiga prinsip ini menuntut pengurus untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan iktikad baik semata-mata untuk kepentingan dan tujuan yayasan.
128
126
Tanggung jawab pengurus timbul apabila pengurus yang memiliki wewenang atau menerima kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan mengurus yayasan telah mulai menggunakan
wewenangnya. Pengurus sebagai orang yang sehari-hari mengurus tanggung jawab berarti kewajiban seseorang individu untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang ditugaskan kepadanya sebaik mungkin
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Idealnya, jika wewenang dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawabnya dan sebaliknya tanggung jawab harus diberikan sesuai dengan wewenang yang
dimilikinya. Dikutip dalam Winardi, Asas-asas Manajemen, Bandung: Alumni, 1983, hlm. 144.
127
Yang dimaksud dengan tugas fiduciary duties dari seorang pengurus yayasan adalah tugas yang terbit secara hukum by the operation of law dari suatu hubungan fiduciary antara pengurus
dengan yayasan yang dipimpinnya, yang menyebabkan pengurus berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum trust, sehingga seorang pengurus haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan
duty of care and skill, itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap yayasan dengan derajad yang tinggi high degree. Baca Munir Fuady, Perseroan Terbatas-Paradigma Baru, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003, hlm. 81.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
Sebagai “artificial person” yayasan tidak bertindak sendiri dalam menjalankan segala kegiatannya. Untuk itu diperlukan orang-orang yang memiliki kehendak yang
akan menjalankan yayasan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian yayasan. Orang-orang yang akan menjalankan, mengelola dan mengurus yayasan
dalam UUY disebut dengan istilah organ yayasan.
129
Fiduciary fidusia dalam bahasa latin dikenal sebagai fiduciaries yang berarti kepercayaan. Kepercayaan yang dipegang seseorang untuk kepentingan orang lain.
Black’s Law Dictionary mengartikan fiduciary duty sebagai a duty to act with the highest degree of honesty and loyalty toward another person and in the best
interests of the other person such as the duty that one partner owes to anotherenis.
130
Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa hubungan fiduciary timbul ketika satu pihak berbuat sesuatu bagi kepentingan pihak lain dengan
mengesampingkan kepentingan pribadi sendiri. Fiduciary duty adalah tugas yang dijalankan oleh pengurus dengan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan benefit orang atau pihak lain yayasan. Seseorang memiliki kapasitas fiduciary jika bisnis yang ditransaksikannya, harta
128
Yang dimaksud dengan tugas fiduciary duties dari seorang pengurus adalah tugas yang terbit secara hukum by the operation of law dari suatu hubungan fiduciary antara pengurus dengan
yayasan yang dipimpinnya, yang menyebabkan pengurus berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum trust, sehingga seorang pengurus haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan
duty of care and skill, itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap yayasan dengan derajad yang tinggi high degree. Baca Munir Fuady, Perseroan Terbatas-Paradigma Baru, Bandung; PT. Citra
Aditya Bakti, 2003, hlm. 81.
129
Pasal 2 UUY No. 16 Tahun 2001 menyatakan bahwa yayasan mempunyai organ yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas.
130
Bryan A. Garner, et.al, ed, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, Paull, Minn: West Publishing Cost, 2004, hlm. 545.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
benda atau kekayaan yang dikuasainya bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk kepentingan orang lain. Orang yang memberikan kewenangan tersebut,
memiliki kepercayaan yang besar kepadanya. Sebagai pemegang amanah, wajib memiliki itikad baik dalam menjalankan tugasnya.
131
Berdasarkan fiduciary duty, pengurus suatu yayasan diberikan kepercayaan
yang tinggi oleh pendiri yayasan untuk mengelola suatu yayasan. Sehingga, pengurus harus memiliki standar integritas dan loyal yang tinggi, tampil serta bertindak untuk
kepentingan yayasan, secara bona fides.
132
Untuk kepentingan yayasan secara keseluruhan dan bukan untuk kepentingan pribadi organ yayasan, serta harus sesuai
dengan tujuan dan maksud yayasan. Pengurus bersalah baik karena kesengajaan maupun lalai dalam menjalankan
kewajibannya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban fidusia berakibat pada timbulnya tanggung jawab pribadi bagi pengurus. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 35
ayat 5 Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001 menentukan, bahwa setiap pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam
menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian yayasan atau pihak ketiga.
Berdasarkan kewenangan yang ada proper purposes, pengurus harus mampu mengekspresikan dan menjalankan tugasnya dengan baik, agar yayasan selalu
131
Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 33.
132
Bonafide berarti: in or with good faith, honestly; openty, and sincerely; without deceit or fraud; etc. Black’s Law Dictionary.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
berjalan pada jalur yang benar atau layak. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001 Pasal 35, yaitu:
1 Pengurus yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan,
baik di dalam maupun di luar Pengadilan. 2 Setiap pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan. 3 Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 2,
pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksanaan kegiatan yayasan.
4 Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pelaksana kegiatan yayasan diatur dalam anggaran dasar
yayasan. 5 Setiap pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang
bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian yayasan atau pihak ketiga.
Ketentuan dalam Pasal 35 ayat 1 artinya, kegiatan yang dilakukan dan keputusan yang diambil harus dilakukan demi kepentingan dan tujuan yayasan dan
pengurus tidak boleh mengatasnamakan yayasan untuk melakukan segala sesuatu di luar kepentingan dan tujuan yayasan, kepentingan pribadi dan atau orang lain.
133
Dengan demikian pengurus harus mampu menghindarkan yayasan dari tindakan- tindakan ilegal, bertentangan dengan peraturan dan kepentingan umum serta
bertentangan dengan kesepakatan yang dibuat dengan organ yayasan lain. Ada 2 dua prinsip standar yang harus dipenuh oleh pengurus dalam
membuat keputusan. Pertama, ia harus dilakukan dengan iktikad baik untuk
133
Wahyono Darmabrata, “Implementasi Good Corporate Governance Menyikapi Bentuk- bentuk Penyimpangan Fiduciary Duty Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas” Jurnal Hukum
Bisnis, Vol 22 No. 6, Tahun 2003, hlm. 31.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
kepentingan yayasan, dan kedua, harus dibuat untuk tujuan yang benar sesuai dengan tujuan yayasan.
Selain prinsip di atas, pengurus juga berpedoman pada prinsip-prinsip dalam doktrin fiduciary duty, yaitu:
134
a. Pengurus dalam melakukan tugasnya tidak boleh melakukannya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan pihak ketiga, tanpa persetujuan
dan atau sepengetahuan yayasan the conflict rule. b. Pengurus tidak boleh memanfaatkan kedudukannya sebagai pengurus
untuk memperoleh keuntungan, baik untuk dirinya sendiri maupun pihak ketiga, kecuali atas persetujuan yayasan the profit rule.
c. Pengurus tidak boleh menggunakan atau menyalahgunakan milik yayasan
untuk kepentingan sendiri dan atau pihak ketiga the misappropriation rule.
Berdasarkan konsep tersebut, pengurus harus menghindari konflik kepentingan. Tidak seorang pengurus pun boleh melibatkan diri dalam suatu kontrak
di mana ia memiliki kepentingan pribadi, yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya konflik kepentingan dengan kepentingan perusahaan yang harus
dilindunginya. Kontrak yang melibatkan konflik kepentingan seperti ini disebut “voidable”. Di dalam fiduciary duty juga terdapat kewajiban bagi pengurus untuk
melaporkan setiap keuntungan pribadi yang dimilikinya atau dimiliki keluarga,
134
Chatamarrasjid Ais, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum Perusahaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 196-197.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
ketentuan ini dimaksud untuk mendeteksi kemungkinan adanya self dealing yaitu. mengetahui keuntungan yang dimiliki pengurus atau keluarga karena posisi yang
dijabatnya dengan melakukan transaksi antara yayasan ataupun mengambil kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya untuk yayasan, dilaksanakan
sendiri bagi kepentingan sendiri.
135
Prinsip umum dalam hukum yayasanperseroan menyatakan bahwa fiduciary duty bagi pengurus berlaku dalam kedudukannya baik untuk menjalankan fungsi
manajemen maupun fungsi representasi,
136
yaitu: 1. Fungsi manajemen, dalam arti pengurus melakukan tugas memimpin
perusahaanyayasan. 2. Fungsi representasi, dalam arti pengurus mewakili yayasan di dalam dan
di luar Pengadilan. Yayasan sebagai badan hukum terikat dengan transaksi atau kontrak-kontrak
yang dibuat oleh pengurus atas nama dan untuk kepentingan yayasan. Hubungan
fiduciary timbul ketika satu pihak berbuat sesuatu bagi kepentingan pihak lain dengan mengesampingkan kepentingan pribadinya sendiri.
Pengurus tidak hanya bertanggung jawab terhadap ketidakjujuran yang disengaja dishonesty, tetapi juga bertanggung jawab secara hukum terhadap
tindakan kesalahan manajemen, kelalaian, kegagalan atau tidak melakukan sesuatu
135
Chatamarrasjid Ais, Op.Cit, hlm. 108.
136
Munir Fuady, Doktrin-doktrin…Op.Cit, hlm. 49.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
yang penting bagi yayasanperseroan.
137
Dengan demikian, pengurus bertanggung jawab penuh atas pengurusan yayasan, artinya secara fiduciary harus melaksanakan
standard of care. Sepanjang pengurus bertindak dengan iktikad dan tindakan tersebut semata-
mata untuk kepentingan yayasan, tetapi ternyata yayasan tetap menderita kerugian, maka pengurus tidak serta merta bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian
tersebut. Sehubungan dengan hal ini Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001 menyatakan bahwa pengurus tidak dapat dipertanggung jawabkan
atau kerugian tersebut, apabila dapat membuktikan: a.
Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b.
Telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud yayasan;
c. Tidak mempunyai benturan langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d.
Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutan kerugian tersebut.
Ketentuan di atas memperlihatkan bahwa pengurus tidak boleh menimbulkan kerugian bagi yayasan, yang disebabkan ketidakcakapannya ataupun kelalaiannya.
Pengurus yayasan dalam menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip fiduciary duties, harus melakukan tugasnya sebagai berikut:
138
a. Dilakukan dengan itikad baik Bona Fides; b. Dilakukan dengan proper purposes tujuan yang benar;
c. Dilakukan dengan kebebasan yang tidak bertanggung jawab unfettered
discretion; dan d. Tidak memiliki benturan kepentingan conflict of duty and interest.
137
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hlm. 82.
138
Ibid.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
Apabila terjadi
conflict of duty dan benturan kepentingan pada saat menjalankan yayasan, pengurus harus mampu mengelola secara bijak berbagai
pertentangan sebagai akibat adanya perbedaan kepentingan para pendiri. Dalam pelaksanaannya, conflict of interest dapat terjadi dalam hal personal interest pihak
lain yang diwakilinya dalam hubungan agent versus principal. Conflict of interest tidak diperkenankan karena dapat mempengaruhi
independency dan fairness dalam suatu persoalan atau transaksi seseorang untuk mengetahui apakah seorang pengurus telah melakukan tugasnya secara baik dengan
menggunakan kemampuan dan kepeduliannya duties of care and skill, maka standar yuridis yang umum diterima adalah bahwa pengurus harus menunjukkan derajat
kepedulian care dan kemampuan skill seperti yang diharapkan secara reasonable dari orang yang memiliki pengetahuan knowledge dan pengalaman experience.
Dengan demikian,
fiduciary duty dapat dikatakan sebagai tugas yang diemban oleh pengurus dengan penuh tanggung jawab dalam kapasitas dan fungsinya
demi kepentingan yayasan. Pengurus berkewajiban untuk mengelola yayasan dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab, serta mengutamakan kepentingan yayasan
di atas kepentingan pribadi atau bahkan kepentingan organ yayasan sekalipun.
B. Penerapan Prinsip
Duty of Skill and Care terhadap Pengurus Yayasan
Kemampuan atau keahlian mengurus yayasan merupakan persyaratan yang harus dimiliki oleh pengurus dan pengawas. Sebagai puncak pimpinan, kualifikasi
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
profesional ini menjadi persyaratan yang tidak dapat ditawar.
139
Pengurus harus mempunyai keahlian duty of skill dan pengetahuan knowledge serta kehati-hatian
duty of care dengan derajat yang paling tinggi untuk mengelola suatu yayasan. Oleh karena itu setelah diangkat, anggota pengurus sudah harus mampu mengelola yayasan
dengan sebaik-baiknya. Tugas dan kewajiban pengurus dalam hubungannya dengan “duty of skill and
care” bersumber dari kontrak, kepatutankewajaran, peraturan perundang-undangan serta anggaran dasar. Tugas yang harus dilakukan tentu saja diatur menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta anggaran dasar yayasan yang berlaku sebagai undang-undang bagi yayasan tersebut.
Dengan adanya duty of care, pengurus diharuskan untuk bertindak dengan kehati-hatian dalam membuat segala keputusan dan kebijakan yayasan. Kebijakan
yang dibuat harus tetap mempertimbangkan segala informasi-informasi yang ada secara patut dan wajar.
140
Berdasarkan kewenangan yang ada, pengurus harus selalu waspada dan bertindak dengan perhitungan yang cermat. Dalam kebijakan yang dibuatnya, dan
mempertimbangkan keadaan, kondisi, dan biaya pengelolaan yang benar.
141
139
Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Governance, Tesis, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002, hlm.
144.
140
Daniel P. Hann, “Emerging Issues In U.S. Corporate Governance: Are The Recent Reforms Working?,” Defence Council Journal, Volume 68, April 2001, hlm. 194.
141
Misahardi Wilamarta, Op.Cit, hlm. 140.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
Apabila pengurus mengetahui perbuatan yang akan dilakukannya bertentangan dengan hukum atau peraturan yang berlaku, maka pengurus yayasan
tersebut sudah seharusnya tidak melakukannya. Berdasarkan doktrin business judgement rule, pengurus tidak bertanggung
jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan keputusan, apabila tindakan tersebut didasarkan pada iktikad baik dan kehati-hatian serta jujur honestly.
Jika pengurus memiliki benturan kepentingan dengan yayasan ataupun melakukan perbuatan curang, bertindak dengan iktikad buruk atau jika mereka
membuat keputusan yang ilegal. Pengurus akan diajukan ke Pengadilan.
142
Business judgment rule memberikan perlindungan bagi pengurus sepanjang pengurus benar-benar telah melaksanakan tugasnya dengan iktikad baik dan semata-
mata untuk kepentingan yayasan. Pengurus mendapat perlindungan hukum tanpa perlu memperoleh
pembenaran dari pembina atau pengadilan atas keputusan yang diambilnya dalam konteks pengelolaan yayasanperusahaan.
143
Mempertimbangkan apakah seorang pengurus yayasan telah melakukan kelalaian negligence atau kealpaan yang mengakibatkan wanprestasi breach of
duty, perbuatannya diukur dengan 2 dua landasan, yaitu: 1. Standart of care, merupakan suatu standar yang objektif, di mana seorang
pengurus diharapkan berbuat atau bertindak sebagaimana seorang awam bertindak atas nama pengurus seandainya berada pada posisi yang sama.
142
Sergei Parijs, Fairness Opinions and Liability, The Netherlands: Kluwer, 2005, hlm. 56.
143
Angela Scheeman, The Law of Corporations, Patnerships, and Sole Proprietorship, Albany: Delmar Publisher, 1997, hlm. 245.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
2. Tindakan pengurus diukur berdasarkan suatu “standard of skill”, ini bergantung pada persyaratan untuk menjadi pengurus.
Black’s Law Dictionary mendefinisikan standard of care dengan:
144
“Under the law of negligence or of obligations, the conduct demanded of a person in given situation. Typically this involves a person’s giving attention with the possible
dangers, mistake, and pitfalls and to ways of minimizing those risks”. Standard of care merupakan suatu standar yang mewajibkan seseorang dalam
bertindak untuk tetap memperhatikan segala resiko. Prinsip kehati-hatian dan ketelitian harus diterapkan, supaya dapat menghindari segala kemungkinan-
kemungkinan yang tidak diinginkan. Kelalaian atau kealpaan pengurus dapat dihubungkan dengan Pasal 1366
KUH Perdata “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau
kurang hati-hati”. Seseorang pada dasarnya tidak dapat dinyatakan melakukan kesalahan karena
kelalaian, besar atau kecil, kecuali dapat ditentukan sampai berapa jauh atau luas tugas yang diduga telah dilalaikan. Timbul kesukaran dalam menentukan batas
minimal kemampuan dan kehati-hatian yang harus dimiliki oleh seorang pengurus. Karena undang-undang tidak memberikan ukuran atau standar kecakapan yang
144
Bryan A. Garner, et.al, ed, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, Minn: West Publishing co St.Paull, 2004, hlm. 225.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
dibutuhkan bagi seorang pengurus dan juga batasan dari suatu perbuatan yang merupakan suatu kelalaian.
Duties of Loyalty merupakan sikap setia yang harus ditunjukkan oleh pengurus dalam yayasan yaitu sikap yang didasarkan pada pertimbangan rasional dan
profesional. Dalam arti, pengurus harus mampu bersikap tegas sesuai dengan visi dan misi serta anggaran dasar yayasan. Maksud dari kesetiaan adalah pengurus harus
selalu berpihak pada kepentingan yayasan yang dipimpinnya. Pengurus yang diberikan kepercayaan oleh pendiripembina harus bertindak
untuk kepentingan dan tujuan yayasan, serta bertindak dengan mengutamakan kepentingan yayasan di atas kepentingan pribadi.
145
Duty of loyalty menurut Black’s Law Dictionary adalah:
146
“A person’s duty not to engage in self-dealing or otherwise use his or her position to further personal interests rather than those of the beneficiary.”
Kepatuhan dan pengabdian kepada yayasan merupakan tugas dan kewajiban utama dari seorang pengurus. Pengurus diwajibkan untuk menggunakan seluruh
kemampuan, pengaruhnya, dan menggunakan seluruh sumber daya yang ada untuk memberikan nilai tambah ke yayasan.
Tugas pengabdian loyalty merupakan tugas yang menempatkan kepentingan pribadi pengurus di bawah kepentingan yayasan dan pendiripembina. Pengurus
dilarang menggunakan posisinya untuk mengutamakan kepentingan pribadi di atas
145
Ibid, hlm. 142-143.
146
Bryan A.Garner, Op.Cit, hlm. 545.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
kepentingan yayasan yang telah memberikan kepercayaan dan segala perbuatan hukum yang menguntungkan pribadi pengurus dan merugikan yayasan.
C. Penerapan Prinsip
Statutory Duty terhadap Pengurus Yayasan Prinsip statutory duty merupakan kekuasaan dan tanggung jawab pengurus
dalam menjalankan kegiatan serta mempunyai kewenangan tidak terbatas. Kewenangan pengurus terlimitasi dengan Undang-Undang Yayasan dan Anggaran
Dasar Yayasan. Undang-undang menganggap perlu memberikan pembatasan bahkan larangan
bagi pengurus yayasan untuk melakukan tindakan pengurusan tertentu. Karena tindakan-tindakan yang dibatasi danatau dilarang ditentukan secara tegas dan
limitatif dalam undang-undang. Anggaran dasar dapat membatasi kewenangan pengurus dalam melakukan
perbuatan hukum untuk dan atas nama yayasan.
147
Dengan menentukan bahwa untuk melaksanakan perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari
pembina danatau pengawas. Misalnya untuk menjaminkan kekayaan yayasan guna membangun sekolah atau rumah sakit.
Yayasan sama sekali tidak diperkenankan untuk mengikat yayasan sebagai penjamin utang, dan membebani kekayaan yayasan, pengurus dapat melaksanakan
tindakan tersebut sepanjang telah mendapat persetujuan dari pembina. Pengurus juga dilarang, mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan yayasan,
147
Pasal 37 ayat 2 UUY.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
pembina, pengurus, dan atau pengawas yayasan, atau seseorang yang bekerja pada yayasan.
148
Larangan tersebut tidak berlaku dalam hal perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan yayasan.
149
Bila terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian pengurus dan kekayaan yayasan tidak cukup untuk menutupi
kerugian, maka setiap anggota pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
150
Apabila pengurus dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, maka pengurus tidak bertanggung jawab
secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
151
Pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan yayasan yang menyebabkan kerugian bagi yayasan, masyarakat, atau negara berdasarkan
putusan Pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 lima tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat
menjadi pengurus yayasan manapun.
152
Setiap tindakan yang dilakukan pengurus di luar kewenangan yang diberikan tidak akan mengikat yayasan, artinya pengurus dalam melakukan tugasnya haruslah
bertanggung jawab mempergunakan wewenang yang dimilikinya berdasarkan anggaran dasar yayasan, untuk tujuan yang patut, yang sesuai dengan maksud dan
tujuan yayasan yang tertuang dalam anggaran dasar yayasan.
148
Pasal 38 ayat 1 UUY.
149
Pasal 38 ayat 2 UUY.
150
Pasal 39 ayat 1 UUY.
151
Pasal 39 ayat 2 UUY.
152
Pasal 39 ayat 3 UUY.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
Anggaran dasar merupakan hukum positif yang mengikat semua organ yayasan. Dalam melakukan hal-hal yang bertentangan atau tidak sejalan dengan
anggaran dasar, maka yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengubah anggaran dasar sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001 dan
Anggaran Dasar itu sendiri. Dalam hal ini pengurus yayasan menjalankan sebagai perwakilan statuter, yaitu perwakilan berdasarkan anggaran dasar.
153
153
Chatamarrasjid Ais, Op.Cit. hlm. 114.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS YAYASAN
DI BIDANG PENDIDIKAN
D. Yayasan dan Badan Hukum Pendidikan
Paradigma hukum menyangkut yayasan berdasarkan UUY adalah organisasi sosial nirlaba, dan agak berbeda dengan Badan Hukum Pendidikan BHP yang
dikelola secara profesional sebagaimana layaknya sebuah badan usaha namun pengelolaan dana secara mandiri yang didasarkan pada prinsip nirlaba yang tujuan
utamanya tidak mencari laba, dan seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan untuk
meningkatkan kapasitas danatau mutu layanan pendidikan. Menurut Hikmahanto Juwana
154
tujuan RUU yang mengatur BHP pada dasarnya untuk menciptakan badan hukum baru melengkapi sejumlah badan hukum
yang sudah ada. Adapun jenis badan hukum yang selama ini dikenal adalah perseroan terbatas PT, koperasi, yayasan, perusahaan umum perum, badan layanan umum
BLU, perhimpunan, dan yang paling baru adalah badan hukum milik negara BHMN. Berbagai jenis badan hukum, kecuali BHMN, dianggap kurang memadai
sebagai kendaraan yang mengelola pendidikan. PT jelas kurang pas karena fungsi PT adalah mencari keuntungan. Apalagi berbagai organ dalam PT tidak dapat
154
Hikmahanto Juwana, Apa Tujuan RUU BHP?, http:www.kompas.comkompas-
cetak061120humaniora3105718.htm dan
http:hukum.ugm.ac.idindex.php?option=com_content task=viewid=86Itemid=1
di akses tanggal 20 Januari 2009.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
digunakan untuk mengakomodasi pengurus lembaga pendidikan, seperti kepala sekolah dan rektor. Demikian pula dengan koperasi, perum, dan BLU. BHP
diharapkan menjadi badan hukum yang dapat mengakomodasi organ yang dikenal pada lembaga pendidikan. Hanya saja RUU yang mengatur badan hukum dan secara
eksklusif mengatur pendidikan dapat dipertanyakan. Apakah tepat pengaturan badan hukum untuk melakukan satu kegiatan atau industri secara eksklusif? Sebagai contoh
BHMN, tidak secara eksklusif diperuntukkan untuk menjalankan kegiatan pendidikan mengingat Badan Pelaksana Minyak dan Gas BP Migas didirikan dalam bentuk
BHMN. Demikian pula PT dan yayasan yang tidak ditujukan untuk satu kegiatan single activity secara eksklusif.
Selanjutnya, Hikmahanto mengemukakan bahwa jika ditilik ke belakang, ada dua alasan mendasar mengapa RUU BHP dimunculkan:
Pertama, lembaga pendidikan negeri yang selama ini merupakan bagian dari instansi pemerintah dalam bentuk unit pelaksana teknis UPT ingin
dimandirikan dengan status sebagai badan hukum. UPT yang menjadi badan hukum bukanlah lembaga pendidikan, melainkan
Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas. Kalaupun pengurus lembaga pendidikan dapat mengikatkan lembaganya dengan pihak
ketiga, kewenangan tersebut berasal dari pendelegasian kewenangan yang dimiliki oleh Menteri Pendidikan Nasional. Ada banyak alasan
mengapa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh pemerintah hendak dimandirikan. Alasan bisa muncul dari pemerintah, tetapi juga bisa
dari lembaga pendidikan negeri. Dari pengalaman empat perguruan tinggi negeri, UI, ITB, IPB, dan UGM, sewaktu menjadi badan
hukum milik negara BHMN alasan muncul dari lembaga pendidikan tersebut.
Kemandirian dibutuhkan oleh keempat perguruan tinggi negeri tersebut karena penyelenggaraan pendidikan yang sudah lama
dibirokrasikan layaknya instansi pemerintah membuat mereka kehilangan daya saing. Akibatnya, sulit diharapkan keempat
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
perguruan tinggi itu untuk bersaing dengan perguruan tinggi swasta, apalagi harus bersaing dengan perguruan tinggi di luar negeri.
Birokrasi ala pemerintah membuat para pejabat yang mengelola universitas harus memenuhi syarat kepangkatan untuk menduduki
eselonisasi tertentu layaknya instansi pemerintah. Demikian pula urusan anggaran akan mengikat aturan yang berlaku
di instansi pemerintah. Bahkan pengisian jabatan kerap dijadikan ajang politik ketimbang amanah untuk mengedepankan suasana
akademis. Dari sini terlihat bahwa tujuan mem-BHMN-kan keempat perguruan tinggi itu sama sekali bukan untuk komersialisasi
pendidikan. Bila saat ini di antara empat universitas BHMN terkesan melakukan komersialisasi hal ini terpulang pada kebijakan dari
pimpinannya yang harus bergelut dengan minimnya subsidi dari pemerintah. Harus diakui bahwa pendidikan yang prima
membutuhkan banyak dana. Menaikkan biaya operasional mahasiswa merupakan kebijakan yang
paling mudah meskipun tidak semua universitas melakukannya. Bila kebijakan tersebut yang diambil, maka pimpinan universitas tidak
berbeda dengan kepala daerah yang mengenakan retribusi dan pajak daerah untuk mendapatkan pendapatan asli daerah.
Kedua, dimunculkannya RUU BHP terkait dengan penyelenggaraan pendidikan oleh pihak swasta. Hampir semua penyelenggara
pendidikan swasta dilakukan oleh badan hukum berupa yayasan. Penggunaan yayasan memunculkan dua kepengurusan, yaitu
pengurus yayasan dan pengurus lembaga pendidikan. Pengelolaan lembaga pendidikan diserahkan kepada institusi yang
dikenal dalam lembaga tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir kerap muncul perselisihan antara pengurus yayasan dan pengurus
lembaga pendidikan. Bagi Depdiknas kehadiran RUU BHP diharapkan menjadi solusi
untuk menghilangkan kepengurusan ganda. Namun di sisi lain, RUU BHP menjadi sumber kekhawatiran bagi pengurus yayasan. Hal ini
karena fungsi pengurus yayasan akan hilang. Pengurus yayasan akan ditransformasikan menjadi Majelis Wali Amanat MWA yang
merupakan bagian dari lembaga pendidikan. Bila RUU BHP menjadi UU, pengurus yayasan tidak akan lagi
memiliki kewenangan yang selama ini ada, seperti pengangkatan kepala sekolah dan rektor berikut perangkatnya. Bahkan pengurus
yayasan tidak dapat lagi bertindak sebagai pemilik dari lembaga pendidikan yang dikelola.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
Ketentuan Pasal 53 UU Sisdiknas mengatur bahwa Badan Hukum Pendidikan BHP menjadi landasan bagi penyelenggaraan pendidikan. Ketentuan Pasal 53 UU
Sisdiknas tersebut terkesan seolah-olah mengharuskan dan memaksa penyelenggara pendidikan swasta yang sudah berbentuk yayasan berganti baju menjadi BHP.
Asumsinya adalah badan hukum yayasan tidak diperbolehkan lagi menyelenggarakan pendidikan secara langsung, kecuali mengubah diri atau membentuk lagi dengan
status BHP. Status yayasan penyelenggara pendidikan bukannya tanpa payung hukum, ia
mengacu pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 juncto No. 28 Tahun 2004, tentang Yayasan, dan juga UU No. 41 Tahun 2004 tentang Kedudukan Wakaf dan
Badan Wakaf. Ketentuan Undang-Undang Sisdiknas yang seolah-olah mengharuskan status
BHP bagi yayasan penyelenggara pendidikan, bisa berpotensi melanggar hak asasi kebebasan berserikat dan mendapatkan pendidikan yang diatur dalam Bab XA, Pasal
28E ayat 3 dan Pasal 31 UUD 1945. Kebebasan berserikat untuk mendirikan yayasan menjadi tidak terpenuhi. Selain itu, dengan mengubah status yayasan
menjadi BHP, akan memutarbalikkan dan menghilangkan pengalaman, suasana kerja, tata-kelola, dana tata-kerja yang sudah dikembangkan puluhan tahun. Hal ini
ditakutkan akan mengancam kelancaran penyelenggaraan pendidikan. Namun demikian, jika dilihat lebih cermat, esensi dari UU BHP adalah untuk
memberikan kebebasan yang hakiki bagi penyelenggara pendidikan dan adanya BHP digunakan untuk mencegah dualisasi kepemimpinan antara ketua yayasan dengan
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
rektorat. Perubahan ini bukanlah semata-mata kemauan pemerintah akan tetapi untuk mengantisipasi persoalan di seputar pendidikan.
Perguruan tinggi swasta yang bernaung di bawah yayasan, dalam melaksanakan penyelenggaraan pendidikan secara operasional sering terjadi
“benturan” dengan yayasan. Menjadi kasus umum yaitu terjadinya tarik-menarik kepentingan dan kekuasaan vested interest antara yayasan dan Perguruan Tinggi.
Yayasan merasa sebagai pemilik, berhak mencampuri urusan operasional, sampai pada masalah-masalah pengaturan ruangan, posisi ruangan, proses seleksi dosen,
sementara pihak universitas PT merasa yayasan terlalu jauh mengintervensi pelaksanaan operasional universitas. Sikap yang terlalu hati-hati terkesan tidak
adanya trust kepercayaan yayasan terhadap operasional, apalagi kalau berurusan dengan proyek, dana dan pengadaan barang tertentu. Sebaliknya universitas terlalu
mencurigai yayasan dalam berbagai hal, karena tingkah polahnya yang terlalu kuat mendominasi, termasuk hal-hal “sepele” yang dapat digolongkan pelanggaran statuta.
Hal ini diperparah dengan komunikasi yang tidak transparan, pelanggaran hak dan wewenang pekerjaan membuat lingkup dan koridor wewenang semakin tidak jelas.
Kondisi sebagaimana yang disebut di atas, menjadi isu utama terjadinya perpecahan serta tarik menarik kekuasaan antara yayasan dan universitas.
Kemudian, bisa terjadi Perguruan Tinggi Swasta yang didirikan oleh yayasan yang mirip perusahaan keluarga, termasuk orang-orang operasional yang masih
dalam ikatan kekerabatan keluarga, sehingga PTS yang dikelolanya seolah “miliknya pribadi” atau “milik kelompoknya”. Masalahnya yayasan dan operasional menjadi
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
sangat harmonis, sehingga mudah tergoda secara masif dan kompak menyimpang pada tujuan semula. Yayasan lebih cenderung dan mudah terbuai pada kepentingan
rent seeking and profit oriented yang semata-mata berorientasi pada bisnis, kepentingan keluarga, kepentingan kerabat, kepentingan konco-konconya dan
kepentingan golongannya, walaupun Perguruan Tinggi dikelola secara profesional dan berdalih sebagai noble industry industri mulia.
Terjadinya kasus-kasus tersebut di atas, menjadi salah satu alasan pemerintah merasa perlu mengatur hal ini, termasuk yayasan yang mengelola pendidikan.
Yayasan pendidikan hendaknya melaksanakan secara akuntabilitas dan mutu pendidikan yang dikelolanya dapat lebih dipertanggungjawabkan pada masyarakat.
Selanjutnya, banyak pihak yang skeptis, curiga dan tidak setuju terhadap pengaturan badan hukum pendidikan, bahkan ada yang berpendapat RUU BHP yang
telah disahkan pada sidang Paripurna DPR RI tanggal 17 Desember 2008, merupakan kebijakan yang mengatur tata kelola pendidikan nasional yang melegalkan
pemerintah lepas tangan dalam pembiayaan pendidikan dan menyerahkan pendidikan pada mekanisme pasar, dan ini dilihat sebagai kebijakan yang bertentangan dengan
amanat konstitusi negara. Memperhatikan pendapat tersebut di atas, untuk itu perlu beberapa pokok-
pokok penting dan krusial yang perlu mendapat perhatian sebelum UUBHP diberlakukan
155
, yaitu:
155
Lihat juga, Salman Habeahan, Eliminasi Yayasan Pendidikan?, http:www.unisosdem.
orgkliping_detail.php?aid=8556coid=1caid=52 , di akses tanggal 20 Januari 2009.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
Pertama, UU BHP merupakan kebijakan pendidikan yang
dikhawatirkan tidak lagi mampu untuk pencapaian
tujuan pendidikan nasional untuk pencerdasan
anak bangsa yang menjangkau
semua warga negara Indonesia, sebagaimana diamanatkan founding fathers kita dalam UUD
1945. BHP akan menjadikan pendidikan sebagai
komoditas ekonomi yang akan membawa akibat sulitnya rakyat miskin memperoleh pendidikan yang berkualitas.
Kedua, pemerintah terlalu mengatur semua lembaga pendidikan yang sudah lama ada sejak zaman kemerdekaan sampai yang baru ada hari ini
menyelenggarakan pendidikan. Pemerintah masih tampak tidak konsisten dan taat
pada gagasan dan semangat seperti telah dijelaskan di dalam konsideran UU Sisdiknas. ‘Kalimat
efektivitas penyelenggaraan pendidikan’ dapat diduga memiliki misi lain setelah RUU BHP ini diundangkan.
Ketiga, kekhawatiran utamanya terletak pada adanya asumsi seolah-olah pemerintah sudah
sampai pada kesimpulan bahwa penyelenggaraan
pendidikan oleh lembaga pendidikan yang
berbadan hukum yayasan, dalam praktiknya selama
ini dipandang tidak terlalu efektif. Oleh karena itu, perlu diatur sedemikian rupa agar menjadi efektif.
Keempat, kalimat ‘efektivitas penyelenggaraan pendidikan’ dapat memiliki misi ganda. Di satu sisi menyadari pelaksanaan pendidikan belum
efektif, dan di sisi lain menyadari pengambil kebijakan dalam penyelenggaraan pendidikan masih berpegang pada pola,
bentuk, dan konsep yang tidak memadai lagi. Kasus-kasus konflik dalam penyelenggaraan pendidikan, antara yayasan dan pimpinan
satuan pendidikan, menjadi kesadaran imajinatif pemerintah untuk mulai mengatur dan menata kembali penyelenggaraan pendidikan
agar tidak merugikan peserta didik dan masyarakat. Cara yang dilakukan pemerintah yaitu dengan berusaha memisahkan
antara “pemilik sekolah” atau penyelenggara pendidikan dalam naskah UUBHP dengan pelaksana satuan pendidikan yang
melakukan proses kegiatan
pendidikan. Yayasan pemilik sekolah aset menjadi orang atau lembaga yang tidak dapat lagi
mengatur operasional penyelengaraan pendidikan. Ini
merupakan masalah yang sangat krusial dalam UU BHP. Kelima, bila dicermati dalam pasal-pasal UUBHP, sama sekali tidak ada
ketegasan jalan keluar untuk mengatasi masalah-masalah eksistensial psikologis semacam itu. Justru pesan yang tercantum
dalam naskah UUBHP itu memberikan kesan yang kuat, adanya eliminasi yang secara sistematis terhadap upaya intervensi politik
terhadap pemilik lembaga pendidikan agar tidak menguasai atau
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
terlalu campur tangan terlalu kuat dalam
penyelenggaraan pendidikan. Kesan semacam ini tidak akan muncul jika dalam UUBHP dinyatakan dengan secara eksplisit
dan tegas bagaimana kedudukan yayasan pemilik lembaga
pendidikan. Keenam, ketentuan tentang kekayaan perlu pendalaman. ‘Kekayaan awal
dalam UU BHP berasal dari sebagian atau seluruh kekayaan pendiri yang dipisahkan atau dialihkan kepada BHP’. Pasal ini
mengandung masalah kontroversial; apakah mungkin kekayaan pemilik yayasan pendidikan dapat dengan sukarela
diserahkan kepada BHP? Sementara itu, porsi kewenangan, kekuasaan yang dimiliki para pemilik lembaga pendidikan
direduksi secara
besar-besaran. Ketentuan ini relevan bagi yayasan yang baru saja berdiri, tetapi bagi yayasan yang telah
lama berdiri, bunyi pasal ini menjadi sangat tidak masuk akal. Apakah bisa diterima para pemilik modal, jika ia
tidak diperkenankan untuk mengatur asetnya? Atau apakah masuk akal apabila yang memiliki aset dan modal tetapi tidak
diberikan kewenangan untuk mengatur, mengambil kebijakan?
Ketujuh, posisi badan hukum pendidikan dengan posisi yayasan yang sebenarnya juga diakui sebagai badan hukum dalam UUY. UUY
menyatakan ‘yayasan adalah badan usaha hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai
tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota’. Pasal 7 ayat 1 UUY
menyatakan bahwa ‘yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai
dengan maksud dan tujuan yayasan’. Pertanyaan sederhana dapat diajukan; bolehkah yayasan BHP
mengoperasikan lembaga pendidikan tanpa persetujuan Menteri Pendidikan Nasional, tetapi hanya persetujuan Menteri Hukum
dan HAM? Apa perbedaan signifikan antara yayasan dan BHP, padahal keduanya merupakan badan hukum? Apabila yayasan
sebagai badan hukum yang selama ini mengelola lembaga pendidikan, apakah yayasan tersebut harus ditransformasikan
menjadi badan hukum pendidikan lagi? Dan jika yayasan harus ditransformasikan
menjadi BHP,
bagaimana mekanisme pengaturannya? Di sini tampak ada dualisme aliran
pemahaman dalam penerapan hukum positif yang perlu mendapat perhatian para ahli hukum.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
E.
Tujuan dan Asas Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran danatau cara lain yang dikenal dan diakui oleh
masyarakat, serta setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
156
Tujuan pendidikan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia, mengejar ketertinggalan disegala aspek kehidupan dan menyesuaikan
dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 menghendaki perubahan
mendasar antara lain demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan
dan peserta didik. Salah satu tuntutan reformasi yang utama adalah demokrasi yang mengarah
pada dua hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah orda.
157
Peran pemerintah pusat akan dikurangi dan peran pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat diperbesar.
Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Sisdiknas, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, artinya pendidikan harus mampu memberdayakan semua
156
Lihat, Pasal 31 ayat 1 UUD 1945.
157
Anwar Arifin, Memahami Paradigma baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang SISDIKNAS, POKSI VI FPG DPR RI, 2003.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi
warga negara tanpa diskriminasi. Adanya desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan
masyarakat, maka pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Bahkan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat 4 Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20 dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. Anggaran tersebut meliputi antara lain gaji pendidik, biaya pendidikan kedinasan serta biaya operasional pendidikan.
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik
dan tenaga kependidikan yang diperlukan. Dalam hal ini termasuk memfasilitasi dan atau menyediakan pendidikan danatau guru yang seagama dengan peserta didik
untuk mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik. Menurut Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Sisdiknas, penyelenggaraan
satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat harus berbentuk atau di bawah badan hukum pendidikan yang berfungsi memberikan
pelayanan pendidikan kepada peserta didik dengan prinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
Ketentuan mengenai badan hukum pendidikan di atur dalam Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan yang disahkan pada sidang Paripurna DPR RI
tanggal 17 Desember 2008 selanjutnya disingkat UUBHP. Badan Hukum Pendidikan adalah badan hukum yang menyelenggarakan pendidikan formal, yang
berdasarkan Pasal 2 UUBHP, berfungsi memberi pelayanan pendidikan formal kepada peserta didik, yang bertujuan memajukan pendidikan nasional dengan
menerapkan manajemen berbasis sekolahmadrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan otonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi.
158
Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 UUBHP, pengelolaan dana secara mandiri oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang
tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan
untuk meningkatkan kapasitas danatau mutu layanan pendidikan. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 4 ayat 2 UUBHP, pengelolaan pendidikan
formal secara keseluruhan oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip: a. Otonomi, yaitu kewenangan dan kemampuan untuk menjalankan kegiatan
secara mandiri baik dalam bidang akademik maupun non-akademik. b. Akuntabilitas, yaitu kemampuan dan komitmen untuk
mempertanggungjawabkan semua kegiatan yang dijalankan badan hukum pendidikan kepada pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Tranparansi, yaitu keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi yang relevan secara tepat waktu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan standar pelaporan yang berlaku kepada pemangku kepentingan.
158
Pasal 3 UUBHP.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
d. Penjaminan mutu, yatu kegiatan sistemik dalam memberikan layanan pendidikan formal yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional
Pendidikan, serta dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan secara berkelanjutan.
e. Layanan prima, yaitu prientasi dan komitmen untuk memberikan layanan pendidikan formal yang terbaik demi kepuasan pemangku kepentingan,
terutama peserta didik. f. Akses yang berkeadilan, yaitu memberikan layanan pendidikan formal
kepada calon peserta didik dan peserta didik, tanpa memandang latar belakang ras, etnis, gender, status sosial, dan kemampuan ekonominya.
g. Keberagaman, yaitu kepekaaan dan sikap akomodatif terhadap berbagai perbedaan pemangku kepentingan yang bersumber dari kekhasan agama,
etnis, dan budaya. h. Keberlanjutan, yaitu kemampuan untuk memberikan layanan pendidikan
formal kepada peserta didik secara terus menerus, dengan menerapkan pola manajemen yang mampu menjamin keberlanjutan layanan.
i. Pertisipasi atas tanggung jawab negara, yaitu keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan pendidikan formal untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan tanggung jawab negara.
Gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi
baik asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Artinya, pendidikan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik, tenaga pendidik, dan pendidik menjunjung semangat kebersamaan, kebhinekaan, dan tanggung jawab.
Tuntutan gerakan reformasi terhadap pendidikan, memberikan dampak yang mendasar pada proses dan manajemen sistem prndidikan, sistem pendidikan, yang
meliputi penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang dikelola masyarakat. Masyarakat akan mendapat kepastian hukum
dalam memperoleh pelayanan pendidikan secara tidak diskriminatif dari sekolah
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
ataupun perguruan tinggi, baik yang didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat.
159
Menurut Undang-Undang Sisdiknas, perubahan mendasar pada manajemen sistem pendidikan adalah pelaksanaan manajemen pendidikan berbasis sekolah pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah serta otonom perguruan tinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
Manajemen berbasis sekolah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada kepala sekolah dan guru dibantu oleh komite sekolah dalam mengelola kegiatan
pendidikan, sedang otonomi perguruan tinggi adalah kemandirian perguruan tinggi untuk mengelola sendiri lembaganya.
Dalam rangka reformasi di bidang pendidikan, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah disusun berdasarkan visi
Pendidikan Nasional. Visi tersebut untuk terwujudnya sistem pendidikan sebagai suatu pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
160
Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
159
Chatamarrasjid Ais, Op.Cit., hlm. 184.
160
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sa’adah : Pertanggungjawaban Pengurus Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004, 2009
USU Repository © 2008
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Melalui visi, misi, dan tujuan pendidikan
nasional tersebut diharapkan dapat diwujudkan secara optimal dengan melibatkan berbagai pihak secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan.
F. Pendanaan Pendidikan dan Pengelolaan Pendidikan