Hubungan Perilaku Masyarakat Dalam Mengelola Air Minum Dengan Kasus Diare Di Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2008

(1)

HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM

MENGELOLA AIR MINUM DENGAN KASUS DIARE

DI KECAMATAN CELALA KABUPATEN ACEH TENGAH

TAHUN 2008

T E S I S

Oleh

M U S R A N

047012013/AKK

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 9


(2)

HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM

MENGELOLA AIR MINUM DENGAN KASUS DIARE

DI KECAMATAN CELALA KABUPATEN ACEH TENGAH

TAHUN 2008

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Progam Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

M U S R A N

047012013/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 9


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM MENGELOLA AIR MINUM DENGAN KASUS DIARE DI KECAMATAN CELALA KABUPATEN ACEH TENGAH TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Musran

Nomor Pokok : 047012013

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS) Ketua

(Ir. Evi Naria, M.Kes) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal31 Maret 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS Anggota : 1. Ir. Evi Naria, MKes

2. dr. Wirsal, MPH 3. Ir. Indra Cahaya, MSi


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM

MENGELOLA AIR MINUM DENGAN KASUS DIARE

DI KECAMATAN CELALA KABUPATEN ACEH TENGAH

TAHUN 2008

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 7 Januari 2009


(6)

ABSTRAK

Penyakit diare sampai saat ini masih sering menimbulkan KLB (kejadian luar biasa) dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Di wilayah kerja Puskesmas Celala Kabupaten Aceh Tengah pada bulan Agustus 2006 ditemukan 46 kasus diare dan 1 kasus di antaranya menyebabkan kematian. Berdasarkan laporan penyelidikan epidemiologi terhadap kasus tersebut diketahui bahwa penderita sebelumnya mengonsumsi air tidak dimasak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara perilaku masyarakat dalam mengelola air minum dengan kasus diare di Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2008. Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan Case-Control Study. Populasi dalam penelitian adalah seluruh pasien yang mengalami diare di wilayah kerja puskesmas Kecamatan Celala bulan Januari, Pebruari, Maret, dan April. Perhitungan besar sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus studi kasus kontrol berpasangan dengan jumlah sampel sebanyak 70.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, informasi, dukungan petugas, dukungan keluarga, serta pengolahan air dengan kejadian diare (Sig.<0,05). Variabel sikap merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian diare (B= 2,628).

Perlu adanya peningkatan promosi kesehatan oleh pemerintah daerah melalui petugas kesehatan pada masyarakat Celala tentang peningkatan kualitas hidup melalui perilaku hidup sehat khususnya dalam memasak air minum sebelum diminum. Perlu adanya pendekatan tokoh agama (TOGA) dan tokoh masyarakat (TOMA) untuk ikut serta mengkampanyekan pentingnya memasak air minum sebelum dikonsumsi.


(7)

ABSTRACT

Up to now, diarrhea still often becomes an epidemic with a great numbers of sufferers in relatively short time. In 2006, in the working area Celala Puskesmas (Community Health Center) in Aceh Tengah District there were 46 diarrhea cases found and one of them caused death. Based on the report of epidemiological study on the cases, it was found that before being attacked by diarrhea, the sufferers consumed the unboiled water.

The purpose of this observational study with case control design is to analyze the relationship between the community behaviour in managing their drinking water and the incident of diarrhea in Celala Sub-district, Aceh Tengah District ini 2008. The population for this study is all of the patients suffering from diarrhea in the working area of Celala Puskesmas (Community Health Center) in the months of January, February, March, and April. This study is supposed to analize the relatedness between community’s behaviour (predisposing factor, enabling factor, and reinforcing factor) with diarrhea in Celala Aceh Tengah District 2008. This research is an obsevational study with case control design. The population for this study are all the patients who suffered diarrhea in working area of Celala public health centre in January, February, March, and April. There are 70 of the patients were selected to be the samples for this study based on the formula for pair case control-study.

The result of the statistical test shows that there are significant relationship between knowledge, attitude, belief, tradition, information, support from health workers, family support and the water processing management and the incident of diarrhea (Sig.<0,05). Attitude is the variable which most dominantly influenced the incident of diarrhea (B= 2,628).

It is suggested that the Aceh Tengah District of heath through its health workers improve its health promotion on the improvement of quality of life through a healthy life behaviour especially by boiling the water before consuming it to the community of Celala. It is also increase the approaches to informal leader to campaign or socialize the importance of boiling water before being consumed.

Key Words: Community Behaviour, Drinking Water Processing Management, Diarrhea.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini berjudul

Hubungan Perilaku Masyarakat dalam Mengelola Air Minum dengan Kasus Diare di Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2008, dikerjakan untuk memenuhi syarat melaksanakan penelitian.

Penulisan ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam pembuatan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana USU.

2. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Ketua Program Studi dan Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis mengikuti pendidikan.

3. Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS dan Ir. Evi Naria, M.Kes sebagai Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, pikiran, serta tenaga dalam membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan tesis ini.

4. dr. Wirsal, MPH dan Ir. Indra Cahaya, M.Si sebagai penguji yang telah memberikan pemikiran dan masukan demi perbaikan tesis ini.

5. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah yang telah memberikan dukungan materiil maupun immateril kepada penulis untuk dapat melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana USU.


(9)

6. Kepala Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten Bener Meriah yang telah memberikan dukungan materiil maupun immateril kepada penulis untuk dapat melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana USU.

7. Isteri tercinta Arina, SPd yang setia memberikan motivasi selama pendidikan serta anak-anakku: Dian Musara, Nita Tirmiara, Fakhry Temasmy, Baihaqi Bayakku, dan Ipak Sinantin yang tetap sabar dan mendukung papa dalam pendidikan.

8. Rekan-rekan Mahasiswa yang telah membantu penulis selama proses penelitian ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan dalam penulisan ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini mempunyai kekurangan, untuk itu diharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Segala saran dan kritik yang disampaikan untuk perbaikan tesis ini sebelumnya diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Terakhir penulis mohon maaf yang setulusnya kepada semua pihak jika ditemui kekurangan dan kekhilafan selama penulis mengikuti penelitian berlangsung.

Medan, Juni 2009 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Musran, lahir pada tanggal 7 Juni 1961 di Nosar. Anak pertama dari Bapak Warman dan Ibu Kasumayati. Menikah dengan Arina, SPd dikaruniai anak Dian Musara, Nita Tirmiara, Fakhry Temasmy, Baihaqi Bayakku, dan Ipak Sinantin.

Pada tahun 1970-1976, sekolah di SDN 4 Takengon dengan status berijazah. Tahun 1976-1979 SMPN 1 Takengon dengan status berijazah. Tahun 1980-1983 SMAN 1 Takengon dengan status berijazah. Tahun 1984-1991 Farmasi FMIPA Universitas Sumatera Utara dengan status berijazah. Tahun 1991-1993 Apoteker FMIPA Universitas Sumatera Utara, serta pada tahun 2004-2009 melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Sumatera Utara.

Tahun 2002-2006 sebagai Kepala Depo/Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah. Tahun 2006-2006 Kepala Bidang Farmasi dan Makanan Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten Bener Meriah. Tahun 2008-sekarang Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan dan Kefarmasian.

Medan, Juni 2009


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4.Hipotesis... 4

1.5.Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1.Pengertian Perilaku ... 6

2.2.Penyakit Diare... 10

2.3.Landasan Teoritis ... 19

2.4.Kerangka Konsep ... 21

BAB 3. METODE PENELITIAN... 22

3.1.Jenis Penelitian... 22

3.2.Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 22

3.3.Populasi dan Sampel ... 22

3.4.Metode Pengumpulan Data ... 25

3.5.Variabel dan Definisi Operasional ... 26

3.6.Metode Pengukuran ... 27

3.7.Metode Analisis Data... 28

BAB 4. HASIL PENELITIAN... 29

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 29

4.2. Perilaku Masyarakat... 30

4.3. Karakteristik Masyarakat ... 32

4.4. Pengolahan Air... 33

4.5. Analisis Hubungan Antara Faktor Predisposisi, Pendukung, dan Pendorong dengan Kejadian Diare ... 34


(12)

4.6. Faktor yang Paling Dominan Berhubungan dengan Kejadian

Diare... 37

BAB 5. PEMBAHASAN... 38

5.1. Faktor Predisposisi ... 38

5.2. Faktor Pendukung (Enabling Factor) ... 41

5.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)... 42

5.4. Pengolahan Air Minum ... 44

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 46

6.1. Kesimpulan ... 46

6.2. Saran... 46


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul Halaman

3.1. Jumlah Penderita Diare (Populasi) Berdasarkan Umur dan Waktu ... 23 3.2. Jumlah Sampel Berdasarkan Bulan... 24 3.3. Nama Variabel, Cara dan Alat Ukur, Hasil Ukur, Skala Ukur, dan

Kategori Hasil Ukur ... 27 4.1. Faktor Predisposisi Berdasarkan Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan,

dan Tradisi... 30 4.2. Faktor Pendukung Berdasarkan Informasi... 31 4.3. Faktor Pendorong Berdasarkan Dukungan Petugas dan Dukungan

Keluarga dalam Memasak Air Minum Sebelum Dikonsumsi ... 32 4.4. Karakteristik Masyarakat Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,

Pendidikan, dan Pekerjaan ... 33 4.5. Hasil Analisis Hubungan Antara Pengolahan Air dengan Kejadian

Diare... 34 4.6. Hasil Analisis Hubungan Antara Faktor Predisposisi, Pendukung,

dan Pendorong dengan Kejadian Diare... 35 4.7. Hasil Analisis Faktor yang Paling Dominan Berhubungan Kejadian


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul Halaman

2.1. Landasan Teori ... 20 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 21


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 50

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 55

3. Hasil Analisis Bivariat ... 57

4. Hasil Analisis Multivariat ... 66

5. Master Data Penelitian ... 69

6. Surat Selesai Penelitian ... 72


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu program Direktorat Pemberatasan Penyakit Menular Langsung (Direktorat P2ML-Ditjen PP&PL) adalah pemberantasan penyakit diare dengan tujuan menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan dari penyakit menular dan mencegah penyebaran serta mengurangi dampak sosial akibat penyakit sehingga tidak menjadi masalah kesehatan. Adapun sasaran yang hendak dicapai dari program tersebut adalah menurunnya angka kematian karena diare pada golongan balita dari 2,5 menjadi 1,25 per 1.000 balita dan pada semua golongan umur dari 54 menjadi 28 per 100.000 penduduk serta menurunnya prevalensi kecacingan menjadi 30% (Direktorat P2ML, 2005).

Penyakit diare sampai saat ini masih sering menimbulkan KLB (kejadian luar biasa) dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Bahkan sebagian besar wilayah di Indonesia angka kejadian diarenya masih tinggi. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004 angka kematian akibat diare 23 per 100.000 penduduk dan 75 per 100.000 balita. Data dari Departemen Kesehatan Tahun 2006 menunjukkan, dari 1.000 bayi yang lahir, 50 diantaranya meninggal dunia karena diare. Di seluruh dunia, setiap tahun 1,6 juta anak meninggal dunia karena diare. Ini artinya setiap 30 detik, satu anak meninggal dunia karena sakit perut ini (Kompas, 2006). Kenyataan ini dipertegas oleh keterangan Wayan pada


(17)

tahun 2007 yang menyatakan bahwa selama tahun 2006, sebanyak 41 kabupaten di 16 propinsi di Indonesia melaporkan KLB diare di wilayahnya. Ditambahkan pula bahwa dari 10.980 kasus diare yang dilaporkan 277 diantaranya menyebabkan kematian (case fatality rate/CFR = 2,5%).

Pada umumnya penyebab utama kasus diare tersebut adalah rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk, dan perilaku hidup tidak bersih. Hasil riset USAID-ESP terdapat bahwa perilaku kebersihan dan sanitasi yang buruk menyebabkan diare. Meski demikian, banyak orang cenderung meyakini bahwa penyebab diare adalah hal-hal yang tidak terkait dengan perilaku bersih dan sanitasi. Mereka yang melihat hubungan antara kebersihan dan diare, akan melihat bahwa sampah dan lalat menjadi penyalur penularan diare yang utama dalam hal ini air yang telah terkontaminasi. Di Indonesia, penduduk pedesaan yang menggunakan air bersih baru mencapai 67,3% dari angka tersebut hanya separuhnya (51,4%) yang memenuhi syarat bakteriologis. Itulah sebabnya penyakit diare sebagai salah satu penyakit yang ditularkan melalui air masih merupakan masalah kesehatan masyarakat (Depkes, 2004).

Tingginya angka kejadian diare tersebut di atas juga dialami oleh Kabupaten Aceh Tengah salah satu daerah di Wilayah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah bahwa penyakit yang paling dominan adalah influensa (7.317 kasus) dan diare (2204 kasus) (Dinkes Kab. Aceh Tengah, 2007).


(18)

Di wilayah kerja Puskesmas Celala Kabupaten Aceh Tengah pada bulan Agustus 2006 ditemukan 46 kasus diare dan 1 kasus diantaranya menyebabkan kematian (satu-satunya daerah kecamatan yang mempunyai kasus kematian akibat diare). Berdasarkan laporan penyelidikan epidemiologi terhadap kasus tersebut diketahui bahwa penderita sebelumnya mengonsumsi air tidak dimasak, dan berdasarkan keterangan keluarga penderita diperoleh informasi bahwa masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Celala Kabupaten Aceh Tengah mempunyai kebiasaan mengonsumsi air tidak dimasak sebagai air minum tanpa memasaknya terlebih dahulu. Sedang sebagian besar kebutuhan air masyarakat diperoleh dari air sungai yang ada di daerah tersebut.

Berdasarkan hal di atas, perlu dirumuskan suatu kebijakan sebagai landasan dalam penentuan cara pencegahan dan penanggulangan kasus diare di Kecamatan Celala. Dalam membuat suatu kebijakan kesehatan, dibutuhkan beberapa strategi untuk mendapatkan informasi. Salah satu bentuk pendekatan yang dapat dipergunakan adalah dengan pendekatan epidemiologi. Untuk itulah penulis tertarik untuk menganalisis hubungan perilaku masyarakat mengonsumsi air tidak dimasak dengan kasus diare di Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2008.


(19)

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Masih banyak masyarakat Kecamatan Celala yang mengonsumsi air tidak dimasak dengan anggapan memasak air yang untuk diminum mengurangi manfaat air tersebut.

2. Kesadaran masyarakat masih rendah terhadap manfaat minuman yang dimasak akan memberikan manfaat kesehatan.

3. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis hubungan perilaku masyarakat (faktor predisposisi, faktor

enabling, dan faktor reinforcing) dengan kasus diare di Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2008.

1.4. Hipotesis

Perilaku masyarakat (faktor predisposisi, faktor enabling, dan faktor

reinforcing) mengonsumsi air tidak dimasak mempunyai hubungan dengan kasus


(20)

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai:

1. Manfaat teoritis yakni diharapkan akan memberikan sumbangan pemikiran dan upaya penajaman konsep pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan dalam masyarakat.

2. Manfaat aplikatif, terutama bagi pembuat kebijakan diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan solusi pemecahan terhadap permasalahan pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi tersebut mempunyai bentuk bermacam-macam yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2 yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit).

Bentuk perilaku ini dapat diamati melalui sikap dan tindakan, namun demikian tidak berarti bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakan saja, perilaku juga dapat bersifat potensial, yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi.

Menurut Green (1980) bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor, yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3 faktor:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana.

3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.


(22)

2.1.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Bila dikaitkan dengan fenomena epidemiologi maka pengetahuan yang dimaksudkan adalah sejauhmana masyarakat mengetahui tentang penyakit, gejala penyebaran/distribusi maupun dampak dari penyakit tertentu. Sedangkan sikap di sini meliputi bagaimana tanggapan individu atau masyarakat tentang penyakit diwujudkannya dalam pernyataan setuju atau tidaknya terhadap pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Kepercayaan merupakan tahap selanjutnya dari perilaku, bahwa jika pengetahuan dan sikapnya sudah diwujudkan dalam bentuk kepercayaan maka biasanya perilaku lebih sulit untuk dirubah. Sedangkan tradisi yang dimaksud adalah apakah ada tradisi yang ada di masyarakat lebih memungkinkan seseorang berperilaku tidak sehat, misalnya tradisi mengonsumsi air tidak dimasak. Di samping itu perlu juga diketahui tradisi dalam masyarakat yang mendukung dalam perilaku sehat. Nilai-nilai dan norma sosial dalam hal ini dapat berupa sejauhmana aktivitas-aktivitas seperti pencegahan/pengobatan diterima oleh masyarakat.

2.1.2. Faktor Pendukung (Enabling Factor)

Faktor pendukung antara lain: 1). Sarana dan prasarana kesehatan dan 2). Kemudahan dalam mencapai sarana kesehatan tersebut. Sarana dan prasarana kesehatan meliputi seberapa banyak fasilitas-fasilitas kesehatan, konseling maupun pusat-pusat informasi bagi individu/masyarakat. Kemudahan bagaimana kemudahan untuk mencapai sarana tersebut termasuk biaya, jarak, waktu/lama pengobatan, dan juga hambatan budaya seperti malu mengalami penyakit tertentu jika diketahui masyarakat.


(23)

2.1.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)

Faktor pendorong meliputi: 1). Sikap dan perilaku petugas kesehatan, 2). Sikap dan perilaku guru, orang tua, teman sebaya, tokoh masyarakat, keluarga dan lain-lain. Sikap dan perilaku petugas kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam perilaku kesehatan. Sementara itu peranan guru, orang tua, teman sebaya dan tokoh masyarakat merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam perubahan perilaku. Contoh dalam kasus pemberian ASI, apabila seorang ibu telah mendapat penjelasan tentang pemberian ASI yang benar dan coba menerapkannya, akan tetapi karena lingkungannya belum ada yang menerapkan, maka ibu tersebut menjadi asing di masyarakat dan bukan tidak mungkin ia menjadi kembali dengan pemberian ASI yang salah.

Dalam bidang kesehatan masyarakat khususnya pendidikan kesehatan, mempelajari perilaku adalah sangat penting karena pendidikan kesehatan sebagai bagian daripada kesehatan masyarakat, berfungsi sebagai media atau sarana-sarana untuk menyediakan kondisi sosiopsikologis sedemikian rupa sehingga individu atau masyarakat berperilaku sesuai dengan norma-norma hidup sehat. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan bertujuan untuk menambah perilaku individu atau masyarakat sehingga sesuai dengan norma-norma hidup sehat (Notoatmodjo, 2002).

Menurut Notoatmodjo (1993) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah

a. Respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Cakupan dari perilaku kesehatan tersebut adalah:


(24)

1) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia merespon, baik secara pasif (mengetahui), bersikap dan mempersepsi tentang penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.

2) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatnya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.

3) Perilaku terhadap makanan, yaitu respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita.

4) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup:

a) Perilaku sehubungan dengan air bersih.


(25)

c) Perilaku sehubungan dengan limbah.

d) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai dan sebagainya.

e) Perilaku sehubungan dengan pembersihan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor) dan sebagainya.

2.2. Penyakit Diare

Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya, 3 (tiga) kali atau lebih dari 1 (satu) hari (Pusat Informasi Penyakit Infeksi, 2007). Diare biasanya disebabkan karena peradangan usus oleh agen penyebab yaitu (1). Bakteri, virus, parasit, jamur, cacing, protozoa) (2). Keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia (3). Kurang gizi (4). Alergi terhadap susu (5). Immuno defisiensi.

Cara penularan diare disebabkan karena adanya infeksi oleh agen penyebab yang terjadi bila makan makanan/air minum yang terkontaminasi tinja/muntahan penderita diare. Sedangkan penularan langsung dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan. Berikut ini adalah beberapa istilah tentang diare:

a. Diare akut bila diderita kurang dari 2 (dua) minggu. b. Diare persisten bila diderita lebih dari 2 (dua) minggu.


(26)

d. Kolera adalah diare di mana dalam tinja si penderita terdapat bakteri cholera. Penanganan penderita diare yang tepat dan efektif adalah tatalaksana penderita diare di rumah dilakukan dengan cara meningkatkan pemberian cairan rumah tangga (kuah sayur, air tajin, larutan gula garam, bila ada diberikan oralit). Apabila penderita tidak membaik dalam waktu 3 hari maka penderita diare harus dibawa ke sarana kesehatan atau bila penderita mengalami gejala sebagai berikut: 1. buang air besar makin sering dan banyak sekali.

2. muntah terus menerus. 3. rasa haus yang nyata.

4. tidak dapat minum atau makan. 5. demam tinggi.

6. ada darah dalam tinja.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum bahwa yang dimaksud dengan air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Persyaratan kesehatan air minum meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif, dan fisik. Pengawasan kualitas air minum dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, kemudian hasil pengawasan wajib dilaporkan secara berkala oleh Kepala Dinas Keshatan kepada Bupati/Walikota (Kepmenkes RI No. 907, 2002).


(27)

Kasus diare dapat disebut sebagai KLB jika terjadi peningkatan kejadian kesakitan/kematian karena diare secara terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu berturut-turut (jam, hari, minggu). Peningkatan kejadian/kematian kasus diare 2 (dua) kali lebih besar dibandingkan jumlah kejadian/kematian karena diare yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelumnya (jam, hari, minggu). Crude Fatality Rate (CFR) karena diare dalam kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan periode sebelumnya.

Salah satu penyakit menular yang sering terjadi wabah adalah muntah berak atau sering disebut dengan muntaber (diare), penyakit ini adalah penyakit menular yang ditandai dengan gejala-gejala seperti: perubahan bentuk dan kosistensi tinja menjadi lembek dari biasanya, disertai muntah-muntah, sehingga penderita akan mengalami kekurangan cairan tubuhnya (dehidrasi) yang pada akhirnya apabila tidak mendapat pengobatan segera dapat menyebabkan kematian.

Penyakit diare ini penularannya dapat melalui kontaminasi agent (penyebab penyakit) seperti virus, bakteri dan sebagainya dengan makanan, minuman yang kemudian dimakan oleh orang sehat. Penyakit ini biasanya juga termasuk dalam penyakit yang sumber penularannya melalui perantaraan air atau sering disebut sebagai water borne diseases. Agent penyebab penyakit diare sering dijumpai pada sumber-sumber air yang sudah terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit, air yang sudah tercemar apabila digunakan oleh orang sehat bisa membuat orang tersebut terpapar dengan agent penyebab penyakit diare.


(28)

Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena sebenarnya zat pembentuk tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air, yang jumlahnya sekitar 73% dari bagian tubuh tanpa jaringan lemak (lean body mass). Sehingga untuk menjalankan fungsi kehidupan sehari-hari, manusia amat tergantung pula dari air. Karena air dipergunakan untuk mencuci, membersihkan, mandi, masak dan lain sebagainya (Azwar, 1997). Menurut Azwar (1997) lingkungan adalah agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan perkembangan suatu organisasi. Secara umum lingkungan ini dibedakan atas dua macam yaitu lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Lingkungan fisik ialah lingkungan alam yang terdapat disekitar manusia, misalnya cuaca, musim, keadaan geografis dan struktur geologi.

Sedangkan lingkungan non-fisik ialah lingkungan yang muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia, misalnya termasuk faktor sosial budaya, norma, dan adat istiadat. Peranan lingkungan dalam menyebabkan timbul atau tidaknya penyakit dapat bermacam-macam. Salah satu diantaranya ialah sebagai reservoir bibit penyakit (environmental reservoir). Adapun yang dimaksud dengan reservoir ialah tempat hidup yang dipandang paling sesuai bagi bibit penyakit lainnya yakni: human reservoir, animal reservoir, dan anthropode rerservoir. Pada reservoir di sini bibit penyakit hidup di dalam tubuh manusia. Timbul atau tidaknya penyakit pada manusia tersebut tergantung dari sifat-sifat yang dimiliki oleh bibit penyakit ataupun pejamu.

Hubungan antara pejamu, bibit penyakit dan lingkungan dalam menimbulkan suatu penyakit amat kompleks dan majemuk. Disebutkan bahwa ketiga faktor ini


(29)

saling mempengaruhi, di mana pejamu dan bibit penyakit saling berlomba untuk menarik keuntungan dari lingkungan. Hubungan antara pejamu, bibit penyakit dan lingkungan ini diibaratkan seperti timbangan. Disini pejamu dan bibit penyakit berada diujung masing-masing tuas, sedangkan lingkungan sebagai penumpangnya. Sanitasi lingkungan adalah bagian dari kesehatan masyarakat secara umum yang meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan atau menguasai faktor-faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit melalui kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk:

a. Sanitasi Air (Water Sanitation). b. Sanitasi Makanan (Food Sanitation).

c. Pembuangan Sampah (Sewage and Excreta Disposal). d. Sanitasi Udara (Air Sanitation).

e. Pengendalian Vektor dan Binatang Mengerat (Vektor and Rodent Controle). Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap pelbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajad kesehatan manusia, jadi sanitasi itu lebih mengutamakan upaya pencegahan. Bertolak dari pemikiran di atas dapat disimpulkan beberapa gatra lingkungan akan mempengaruhi derajad kesehatan masyarakat. Sanitasi lingkungan sebagai jawaban alternatif terhadap dampak lingkungan pada kesehatan manusia.

Hasil penelittian terdahulu di Kendari menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus diare dari tahun 1998 ke tahun 1999. Pada tahun 1998 jumlah kasus diare sebanyak 83 orang dan pada tahun 1999 sebanyak 188 orang. Hal ini


(30)

kemungkinan disebabkan oleh penggunaan air yang tidak memenuhi syarat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 3 (27,3%) dari 11 responden disebabkan oleh E. coli, salah satu dari 5 kuman yang diteliti, sedangkan 4 kuman yang lainnya tidak dijumpai dan bukan merupakan penyebab diare. Selain kuman E. coli, sebagai penyebab diare adalah faktor-faktor jarak WC dengan sumur gali dan sumur pompa (sumur pompa I dan II) kurang dari 10 meter, konstruksi lantai sumur yang retak, mencuci tangan sebelum makan dengan air yang tidak dimasak, cebok dilantai sumur yang retak dan tidak mencuci tangan sampai bersih sesudah cebok kemudian menimba sumur. Perlu dilakukan tindak lanjut berupa memutus rantai penularan antara Agent-Enviroment-Host dengan: Penampungan tinja dari WC yang dekat dengan sumber air harus dibuat dengan kedap air, memperbaiki lantai sumur yang telah retak. Diharapkan penyelesaian masalah tersebut dari pihak pemerintah (Instansi Kesehatan, Pemerintah Kota) dengan pemberdayaan masyarakat.

Air minum atau air bersih adalah air yang memiliki kualitas minimal sebagaimana dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 907 Tahun 2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

Adapun akibat dalam penggunaan air bersih menurut buku pedoman Sanitasi Rumah Sakit tahun 2002 adalah sebagai berikut:

1. Dampak positif berupa penurunan penyakit yang dapat ditularkan melalui air dan penurunan penyakit karena ada kegiatan mencuci dengan air, kebersihan


(31)

lingkungan, alat-alat termasuk kebersihan pribadi serta air yang digunakan telah memenuhi persyaratan yang berlaku.

2. Dampak negatif dapat terjadi peningkatan penyakit yang ditularkan melalui air sebagai akibat dari perilaku penggunaan air yang kuran baik serta kebersihan lingkungan dan pribadi yang kurang terpelihara.

Kasus penyakit diare ini sangat berkaitan dengan perilaku manusia, sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah dan kesehatan lingkungan pada musim kemarau. Penyebab diare adalah terjadinya peradangan usus yang disebabkan oleh virus, bakteri atau agent penyebab penyakit diare lainnya. Penyebab lain yang dapat menimbulkan penyakit diare adalah keracunan makanan, kurang gizi, alergi makanan tertentu, kurang penyediaan air bersih serta faktor musim dan geografi daerah. Dua puluh lima tahun lalu, belum ada masalah air yang membahayakan atau merusak tubuh manusia. Sumber air banyak. Air minum cukup dimasak hingga mendidih sudah aman untuk diminum. Akan tetapi sekarang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi cukup pesat yang mengubah budaya dan menciptakan kemewahan hidup manusia.

Keberadaan air di bumi secara alami mengalami siklus hydrologi dan berdasarkan siklus tersebut makan sumber air dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Air hujan, embun ataupun salju yakni didapat dari angkasa, karena terjadi proses


(32)

2. Air permukaan tanah, dapat berupa air yang tergenang atau air yang mengalir, seperti danau, sungai, laut, air dari sumur yang dangkal adalah juga air permukaan tanah.

3. Air dalam tanah, yakni air permukaan tanah yang meresap kedalam tanah, jadi telah mengalami penyaringan oleh tanah ataupun batu-batuan. Air dalam tanah ini sekali waktu juga akan menjadi air permukaan, yakni dengan mengalirnya air tersebut ke laut.

Jika ditinjau dari sudut kesehatan, ketiga macam air ini tidak selalu memenuhi syarat kesehatan, karena ketiga-tiganya mempunyai kemungkinan untuk dicemari. Embun, air hujan atau salju misalnya, yang berasal dari angkasa ketika turun ke bumi dapat menyerap abu, gas atau materi-materi berbahaya lainnya. Demikian juga dengan air permukaan karena dapat terkontaminasi dengan pelbagai zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan. Air dalam tanah demikian pula halnya, karena sekalipun telah terjadi proses penyaringan, namun tetap saja ada kemungkinan terkontaminasi dengan zat-zat mineral ataupun kimia yang mungkin membahayakan kesehatan (Azwar, 1997).

Mengingat bahwa pada dasarnya tidak ada air yang seratus persen murni dalam arti sesuai benar dengan syarat air yang patut untuk kesehatan, maka biar bagaimanapun harus diusahakan air yang ada sedemikian rupa sehingga syarat yang dibutuhkan tersebut terpenuhi atau paling tidak mendekati syarat-syarat yang dikehendaki. Pada saat ini telah tersusun syarat-syarat air yang dipandang baik, yang secara umum dibedakan atas tiga hal yaitu:


(33)

1. Syarat fisik

Air yang dipergunakan untuk minum ialah air yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman. Syarat fisik ini adalah syarat yang sederhana sekali, karena dalam praktek sehari-hari, sering ditemui air yang memenuhi semua syarat di atas, tetapi jika ditinjau dari segi kesehatan tidak memenuhi syarat, karena mengandung bibit penyakit misalnya. Dari sudut ini segeralah dimengerti bahwa jika salah satu dari syarat fisik ini tidak terpenuhi, maka besar kemungkinan air itu tidak sehat (karena beberapa zat kimia, mineral ataupun zat organik/biologi yang terdapat dalam air dapat mengubah warna, bau, rasa dan kejernihan) (Azwar, 1997).

2. Syarat bakteriologis

Secara teoritis semua air minum hendaknya dapat terhindar dari kemungkinan terkontaminasi dengan bakteri, terutama yang bersifat patogen. Namun dalam kehidupan sehari-hari amat sulit untuk menentukan apakah air tersebut benar-benar suci hama atau tidak. Karena itulah maka untuk mengukur apakah air minum bebas dari bakteri atau tidak, indikator yang dipergunakan ialah E.Coli. Tergantung dari cara pemeriksaan yang dilakukan, maka jumlah E.Coli yang masih dibenarkan terdapat dalam sumber air minum bermacam-macam.

3. Syarat kimia

Air minum yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia ataupun mineral, terutama oleh zat-zat-zat-zat ataupun mineral yang berbahaya bagi kesehatan. Selanjutnya diharapkan pula zat ataupun bahan kimia yang terdapat


(34)

di dalam air minum, tidak sampai menimbulkan kerusakan pada tempat penyimpanan air, sebaliknya zat ataupun bahan kimia dan atau mineral yang dibutuhkan oleh tubuh, hendaknya harus terdapat dalam kadar yang sewajarnya dalam sumber air minum tersebut.

Diare mudah dicegah antara lain dengan cara:

a.

Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu

penting: 1) sebelum makan, 2) setelah buang air besar, 3)

sebelum memegang bayi, 4) setelah menceboki anak dan 5)

sebelum menyiapkan makanan;

b.

Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara

lain dengan cara merebus, pemanasan dengan sinar matahari

atau proses klorinasi;

c.

Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak

tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain);

d.

Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya


(35)

2.3. Landasan Teoritis

Perilaku masyarakat yang mengkonsumsi air tidak dimasak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendasari timbulnya perilaku. Menurut teori Green, yang mendasari timbulnya perilaku tersebut dikelompokkan menjadi faktor predisposing, enabling dan reinforcing. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Faktor Predisposisi a. Umur b. Pendidikan c. Pengetahuan d. Sikap

e. Status Ekonomi

Faktor Pendukung a. Sarana dan prasarana b. Ketersediaan

Layanan kesehatan c. Media massa

Pelayanan Kesehatan

Tindakan Lingkungan

Status Kesehatan

Faktor Pendorong a. Sikap dan

tindakan petugas b. Dukungan

keluarga dan masyarakat


(36)

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan landasan teoritis, dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Perilaku Masyarakat dalam Mengelola Air Minum

1. Faktor Predisposisi

a. Pengetahuan b. Sikap

c. Kepercayaan d. Tradisi

2. Faktor Pendukung

a. Media

3. Faktor Pendorong

a. Dukungan Petugas Kesehatan b. Dukungan Keluarga & Masyarakat

Pengolahan Air Minum

1. Air dimasak 2. Air tidak dimasak

Karakteristik Masyarakat

1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan 4. Pekerjaan

Kasus Diare


(37)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan Case-Control Study yaitu menganalisa ciri populasi (melalui sampel penelitian) dengan melakukan penelusuran ke belakang untuk mendapatkan gambaran paparan faktor risikonya (Gordis, 2000).

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena pada tahun 2006 ditemukan kasus kematian yang disebabkan oleh diare di wilayah ini.

Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan bulan Mei sampai Agustus 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah seluruh pasien yang mengalami diare di wilayah kerja puskesmas Kecamatan Celala bulan Januari, Pebruari, Maret, dan April tahun 2008 seperti pada tabel berikut ini:


(38)

Tabel 3.1. Jumlah Penderita Diare (Populasi) Berdasarkan Umur dan Waktu No. Jumlah Penderita Berdasarkan Umur (Tahun)

Bulan < 1 1-4 5-9 10-14 15-19 20-44 45-54 55-59 60-69 ≥ 70

Total Jan 5 4 3 3 4 3 4 1 - 1 28 Feb 6 10 1 4 5 6 7 2 2 - 43

Maret 4 6 5 9 6 8 7 1 10 3 59

April 5 4 3 4 4 13 10 5 5 7 60

Total 20 24 12 20 19 30 28 9 17 11 190 Sumber: Puskesmas Celala

Perhitungan besar sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus studi kasukontrol berpasangan (perbandingan 1 kasus dan 1 kontrol) sebagai berikut:

2 2 1 2 ⎪ ⎪ ⎭ ⎪⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎨ ⎧ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + = P PQ z z n β α di mana

(

R

)

R P

+ =

1 (Sastroasmoro, 1995)

Keterangan:

R = Perkiraan OR= 2

α = Nilai kemaknaan 0,05, di mana Zα =1,960

β = Power sebesar 80%, di mana Zβ =0,842 P = Prakiraan efek kontrol, di mana

( )

3

2 2 1 2 = + = P

Q = 1-P = 1 – 2/3 = 1/3 Hasil perhitungan: 2 2 1 3 2 3 1 3 2 842 , 0 2 960 , 1 ⎪ ⎪ ⎭ ⎪⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎨ ⎧ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + = x n 2 166 , 0 ) 471 , 0 842 , 0 ( 98 , 0 ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ +

= x =70,1

Berdasarkan perhitungan di atas didapatkan jumlah sampel minimal kasus sebanyak 70 penderita. Dalam penelitian ini menggunakan purposif sampel dengan kriteria:


(39)

a. Kasus adalah pasien diare yang pernah berobat (4 bulan terakhir) di Puskesmas Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah.

b. Kontrol adalah masyarakat yang tidak menderita diare.

Dilakukan matching terhadap umur dan jenis kelamin untuk sampel yang menjadi kontrol. Waktu 4 bulan dijadikan kriteria inklusi dengan harapan subjek masih mampu mengingat kebiasaan mereka sebelum terdiagnosa menerita diare. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah jika responden tidak bersedia diwawancarai setelah dilakukan penjelasan sebanyak 3 kali, maka digantikan dengan responden lain.

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara proportional

sampling to size, yaitu mengambil sampel dengan menghitung proporsi jumlah

sampel di setiap unit analisis (Puskesmas). Proporsi sampel dalam penelitian ini adalah perbandingan jumlah penderita per bulan dengan jumlah populasi, dikalikan dengan jumlah sampel, maka jumlah sampel di setiap bulan adalah seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 3.2. Jumlah Sampel Berdasarkan Bulan

No. Bulan Jumlah Penderita Diare Jumlah Sampel (%)

1. Januari 28 11 (14)

2. Pebruari 43 16 (24)

3. Maret 59 21 (30)

4. April 60 22 (32)


(40)

Untuk mengambil sampel terpilih setiap bulan dilakukan dengan metode

simple random sampling, yaitu mengambil sampel dengan metode acak dengan cara

undian sampai memenuhi jumlah sampel yang diinginkan.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung pada subjek penelitian dengan menggunakan kuesioner Adapun petugas wawancara (interviewer) adalah peneliti sendiri dibantu oleh tenaga terampil yang terlebih dahulu dilatih.

Uji coba (pre-test) kuesioner dilaksanakan di Kecamatan Bintang. Jumlah responden sebanyak 30 orang. Kecamatan Bintang dipilih sebagai lokasi uji coba karena kecamatan ini mempunyai karakteristik masyarakat yang hampir sama dengan Kecamatan Celala.

Berdasarkan pendapat Arikunto (1991) yang mengutip pendapat Anderson sebuah tes dikatakan valid, apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Pentingnya validitas kuesioner penelitian karena ketepatan pengujian hipotesa sangat tergantung pada kualitas data yang dikumpulkan melalui kuesioner penelitian. Data yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari kuesioner yang dinyatakan valid (Arikunto, 1991).

Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner (pedoman untuk wawancara langsung) sebagai alat pengumpulan data. Arikunto (1991) menyebutkan bahwa sebuah pertanyaan (item) dikatakan valid apabila


(41)

mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Artinya satu item mempunyai kesejajaran dengan skor total.

Berdasarkan hasil uji diperoleh nilai corrected item total correlation > 0,361 dan nilai cronbach’s alpha if item deleted > 0,8. Hal ini menunjukkan bahwa semua pertanyaan dinyatakan valid dan reliabel (terlampir).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perilaku dalam mengonsumsi air tidak dimasak. Sedangkan variabel terikat adalah kasus diare.

Definisi operasional dari variabel penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang tata cara mengonsumsi air untuk keperluan sehari-hari.

2. Sikap adalah persepsi/pandangan responden terhadap tata cara mengonsumsi air. 3. Kepercayaan adalah pengetahuan dan sikap yang sudah diwujudkan dalam bentuk

perilaku yang lebih sulit untuk dirubah.

4. Tradisi adalah kebiasaan di masyarakat yang memungkinkan seseorang berperilaku tidak sehat.

5. Informasi adalah informasi yang didapatkan oleh responden tentang mengonsumsi air.

6. Dukungan petugas kesehatan adalah saran dan anjuran dari petugas kesehatan tentang mengonsumsi air.


(42)

7. Dukungan keluarga dan masyarakat adalah dukungan pada responden tentang mengonsumsi air.

8. Kasus Diare adalah orang yang dinyatakan menderita penyakit diare berdasarkan diagnosa dokter puskesmas.

9. Mengolah air minum adalah kebiasaan masyarakat dalam memasak atau tidak memasak air minum setelah diperoleh dari sumbernya baik dari sungai, sumur, maupun tempat penampungan air.

3.6. Metode Pengukuran

Untuk memperjelas variabel penelitian seperti pada kerangka konsep di atas, maka diberikan metode pengukuran seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.3. Nama Variabel, Cara dan Alat Ukur, Hasil Ukur, Skala Ukur, dan Kategori Hasil Ukur

No Nama Variabel

Cara dan Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala

Ukur

Kategori

1 2 3 4 5

Variabel Independen

1. Pengetahuan Mengukur pengetahuan/

Kuesioner

1. Jawaban benar < 50% 2. Jawaban benar ≥50 %

Nominal 1. Tidak Baik

2. Baik

2. Sikap Mengukur sikap/

Kuesioner

1. Jawaban benar < 50% 2. Jawaban benar ≥50 %

Nominal 1. Tidak Baik

2. Baik 3. Kepercayaan Mengukur kepercayaan/

Kuesioner

1. > 1 Kepercayaan 2. 0

Nominal 1. Ada

2. Tidak ada

4. Tradisi Menanyakan tentang tradisi

mengonsumsi air/ Kuesioner

1. > 1 tradisi 2. 0

Nominal 1. Ada

2. Tidak ada

5. Informasi Menanyakan tentang

informasi/ Kuesioner

1. Tidak ada informasi 2. > 1 Informasi

Nominal 1. Tidak


(43)

LanjutanTabel 3.3.

6. Dukungan petugas kesehatan

Menanyakan tentang dukungan petugas kesehatan/ Kuesioner

1. Tidak ada dukungan 2. Ada dukungan

Nominal 1. Tidak Baik

2. Baik

7. Dukungan keluarga dan masyarakat

Menanyakan tentang dukungan keluarga dan masyarakat/

Kuesioner

1. Tidak ada dukungan 2. Ada dukungan

Nominal 1. Tidak Baik

2. Baik

8. Pengelolaan

Air

Menanyakan tentang pengolahan air

1. Tidak dimasak 2. Dimasak

Nominal 1. Tidak Baik

2. Baik Variabel Dependen

9. Kasus Diare Melihat kartu status pasien di

Puskesmas/ Kuesioner

1. > 1 kali diare 2. Tidak pernah diare

Nominal 1. Diare

2. Tidak

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini adalah dengan analisis bivariat, dilakukan dengan menggunakan uji chi-square, untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat. Kemudian untuk mengetahui faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian diare dilanjutkan dengan uji multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.


(44)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kecamatan Celala merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Tengah. Daerah Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di tengah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan luas wilayah 4.318,39 km2, terletak antara 4,10330 sampai 5,57500 Lintang Utara dan 95,15400 sampai 97,20250 Bujur Timur dengan ketinggian bervariasi antara 100 meter sampai dengan 2.500 meter di atas permukaan laut.

Kabupaten Aceh Tengah memiliki iklim tropis, di mana musim kemarau biasanya jatuh pada Bulan Januari sampai dengan Juli, musim hujan berlangsung dari Bulan Agustus sampai Bulan Desember. Rata-rata curah hujan berkisar antara 1.082 sampai dengan 2.409 milimeter per tahun dengan jumlah hari hujan antara 113 sampai dengan 160 hari per tahun.

Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Aceh Tengah adalah: Sebelah Utara : Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Bieuen. Sebelah Selatan : Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Gayo Lues. Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Timur.

Sebelah Barat : Kabupaten Pidie.

Topografi Kabupaten Aceh Tengah adalah bergunung dan berbukit. Memiliki 14 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Celala.


(45)

Kabupaten Aceh Tengah mempunyai sebuah danau yang diberi nama Danau Laut Tawar. Seluruh badan danau ini dikelilingi bukit yang ditumbuhi pohon pinus merkusi, sebagaimana pegunungan dan bukit lainnya yang banyak terdapat di kabupaten ini. Danau ini member panorama indah bagi Kabupaten Aceh Tengah, dan merupakan objek parawisata yang membanggakan bagi masyarakat Kabupaten Aceh Tengah.

4.2. Perilaku Masyarakat 4.2.1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi pada penelitian ini merupakan variabel bebas, yang terdiri dari pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi.

Secara rinci faktor predisposisi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1. Faktor Predisposisi Berdasarkan Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan, dan Tradisi

Status Responden Faktor Predisposisi

Kasus (%) Kontrol (%)

1. Pengetahuan

a. Tidak Baik 44 62,9 30 42,9

b. Baik 26 37,1 40 57,1

Total 70 100,0 70 100,0

2. Sikap

a. Tidak Baik 46 65,7 28 40,0

b. Baik 24 34,3 42 60,0

Total 70 100 70 100

3. Kepercayaan

a. Ada 47 67,1 30 42,9

b. Tidak ada 23 32,9 40 57,1

Total 70 100 70 100

4. Tradisi

a. Ada 29 41,4 15 21,4

b. Tidak ada 41 58,6 55 78,6


(46)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa orang yang mengalami diare sebagian besar mempunyai pengetahuan tidak baik yaitu 44 orang (62,9%), sedangkan orang yang tidak mengalami diare sebagian besar mempunyai pengetahuan baik yaitu 40 orang (57,1%).

Orang yang mengalami diare sebagian besar mempunyai sikap tidak baik yaitu 46 orang (65,7%), sedangkan orang yang tidak mengalami diare sebagian besar mempunyai sikap baik yaitu 42 orang (60,0%).

Orang yang mengalami diare sebagian besar yang tidak mempunyai tradisi yaitu 46 orang (65,7%), sedangkan orang yang tidak mengalami diare sebagian besar mempunyai sikap baik yaitu 42 orang (60,0%).

4.2.2. Faktor Pendukung (Enabling Factor)

Faktor enabling pada penelitian ini merupakan variabel bebas, yang terdiri dari informasi. Secara rinci faktor enabling dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.2. Faktor Pendukung Berdasarkan Informasi

Status Responden Faktor Enabling

Kasus (%) Kontrol (%)

1. Informasi

a. Tidak ada 31 44,3 19 27,1

B. Ada 39 55,7 51 72,9

Total 70 100 70 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa orang yang mengalami diare sebagian besar mempunyai informasi yaitu 39 orang (55,7%), sedangkan orang yang tidak mengalami diare juga sebagian besar mempunyai informasi yaitu 51 orang (72,9%).


(47)

4.2.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)

Faktor reinforcing pada penelitian ini merupakan variabel bebas, yang terdiri dari dukungan petugas kesehatan, dukungan keluarga, dan masyarakat.

Secara rinci faktor predisposisi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3. Faktor Pendorong Berdasarkan Dukungan Petugas dan Dukungan Keluarga dalam Memasak Air Minum Sebelum Dikonsumsi

Status Responden Faktor Reinforcing

Kasus (%) Kontrol (%)

1. Dukungan Petugas

a. Tidak Ada 28 40,0 19 27,1

b. Ada 42 60,0 51 72,9

Total 70 100,0 70 100,0

2. Dukungan keluarga

a. Tidak Ada 28 40,0 46 65,7

b. Ada 42 60,0 24 34,3

Total 70 100 70 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa orang yang mengalami diare sebagian besar mempunyai dukungan petugas yaitu 42 orang (60,0%), sedangkan orang yang tidak mengalami diare sebagian besar mempunyai dukungan petugas yaitu 51 orang (72,9%).

Orang yang mengalami diare sebagian besar mempunyai dukungan keluarga yaitu 42 orang (60,0 %), sedangkan orang yang tidak mengalami diare sebagian besar tidak mempunyai dukungan keluarga yaitu 46 orang (65,7%).

4.3. Karakteristik Masyarakat

Karakteristik masyarakat (responden) pada penelitian ini merupakan variabel bebas yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.


(48)

Secara rinci karakteristik responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4. Karakteritik Masyarakat Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Pekerjaan

Status Responden Karakteristik Masyarakat

Kasus % Kontrol %

1. Umur

a. < 40 Tahun b. ≥ 40 Tahun

29 41 41,4 58,6 29 41 41,4 58,6 2. Jenis Kelamin

a. Laki-laki b. Perempuan 23 47 32,9 67,1 23 47 32,9 67,1 3. Pendidikan a. SD b. SLTP c. SLTA 15 45 10 21,4 64,3 14,3 15 45 10 21,4 64,3 14,3 4. Pekerjaan a. Petani b. Pedagang 41 29 58,6 41,4 41 29 58,6 41,4

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 40 tahun ke atas, yaitu 58,6%. Sebagian besar responden mempunyai jenis kelamin perempuan, yaitu 67,1%. Sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan SLTP, yaitu 64,3%. Sebagian besar responden mempunyai pekerjaan petani, yaitu 58,6 %.

4.4. Pengolahan Air

Pengolahan air pada penelitian ini merupakan variabel bebas. Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(49)

Tabel 4.5. Hasil Analisis Hubungan Antara Pengolahan Air dengan Kejadian Diare

Status Responden Pengolahan Air

Kasus (%) Kontrol (%)

a. Tidak Memasak 49 70,0 24 34,3

b. Memasak 21 30,0 46 65,7

Total 70 100 70 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang tidak memasak air mengalami diare yaitu 49 kasus (70%).

4.5. Analisis Hubungan Antara Faktor Predisposisi, Pendukung, dan

Pendorong dengan Kejadian Diare

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan kejadian diare dan dengan melihat odds ratio, maka dilakukan analisis (tabel 2 x 2) pada semua variabel bebas yang diteliti. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square dengan matched analysis, perhitungan OR dengan Cl 95%.

Analisis hubungan antara faktor perilaku dengan kejadian diare dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(50)

Tabel 4.6. Hasil Analisis Hubungan Antara Faktor Predisposisi, Pendukung, dan Pendorong dengan Kejadian Diare

Perilaku Masyarakat Kasus

(%)

Kontrol (%)

Sig. OR 95 % CI

1. Pengetahuan

a. Tidak Baik 44 (62,9) 30 (42,9) 0,018* 2,25 1,14<OR<4,443 b. Baik 26 (37,1) 40 (57,1)

Total 70 (100) 70 (100)

2. Sikap

a. Tidak Baik 46 (65,7) 28 (40,0) b. Baik 24 (34,3) 42 (60,0)

0,002* 2,87 1,44<OR<5,71

Total 70 (100) 70 (100)

3. Kepercayaan

a. Ada 47 (67,1) 30 (42,9) b. Tidak Ada 23 (32,9) 40 (57,1)

0,004* 2,72 1,37<OR<5,419

Total 70 (100) 70 (100)

4. Tradisi

a. Ada 29 (41,4) 15 (21,4) b. Tidak ada 41 (58,6) 55 (78,6)

0,001* 2,59 1,23<OR<5,45

Total 70 (100) 70 (100)

5. Informasi

a. Tidak ada 31 (44,3) 19 (27,1) b. Ada 39 (55,7) 51 (72,9)

0,034* 2,13 1,05<OR<4,32

Total 70 (100) 70 (100)

6. Dukungan Petugas

a. Tidak ada 28 (40,0) 16 (22,9) b. Ada 42 (60,0) 54 (77,1)

0,029* 2,25 1,07<OR<4,69

Total 70 (100) 70 (100)

7. Dukungan Keluarga

a. Tidak ada 42 (60,0) 30 (42,9) b. Ada 28 (40,0) 40 (57,1)

0,042* 2,00 1,02<OR<3,92

Total 70 (100) 70 (100)

8. Pengolahan Air

a. Tidak dimasak 49 (70,0) 24 (34,3) b. Dimasak 21 (30,0) 46 (65,7)

0,000* 4,47 2,19<OR<9,10

Total 70 (100) 70 (100)

Keterangan: *Bermakna secara statistik (Sig.< 0,05)

Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel di atas, analisis hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare, diperoleh nilai Sig.=0,018. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan kejadian diare (Sig.<0,05).


(51)

Berdasarkan analisis hubungan antara sikap dengan kejadian diare, diperoleh nilai Sig.=0,002. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan kejadian diare (Sig.<0,05).

Berdasarkan analisis hubungan antara kepercayaan dengan kejadian diare, diperoleh nilai Sig.=0,004. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kepercayaan dengan kejadian diare (Sig.<0,05).

Berdasarkan analisis hubungan antara tradisi dengan kejadian diare, diperoleh nilai Sig.=0,011. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tradisi dengan kejadian diare (Sig.<0,05).

Berdasarkan analisis hubungan antara informasi dengan kejadian diare, diperoleh nilai Sig.=0,034. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara informasi dengan kejadian diare (Sig.<0,05).

Berdasarkan analisis hubungan antara dukungan petugas dengan kejadian diare, diperoleh nilai Sig.=0,029. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan petugas dengan kejadian diare (Sig.<0,05).

Berdasarkan analisis hubungan antara dukungan keluarga dengan kejadian diare, diperoleh nilai Sig.=0,042. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kejadian diare (Sig.<0,05).


(52)

4.6. Faktor yang Paling Dominan Berhubungan dengan Kejadian Diare

Untuk mengetahui faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian diare, maka dilakukan analisis multivariat antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 4.7. Hasil Analisis Faktor yang Paling Dominan Berhubungan Kejadian Diare

No. Variabel Penelitian B

1. Pengetahuan 1.291

2. Sikap 2.628

3. Kepercayaan 0.423

4. Tradisi 1.022

5. Informasi 0.753

6. Dukungan petugas 0.822

7. Dukungan keluarga 0.418

8. Pengolahan Air Minum 1.498

Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa variabel sikap mempunyai nilai B tertinggi yaitu sebesar 2,628, artinya variabel sikap merupakan variabel yang paling dominan berhubungan kejadian diare.


(53)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi, pada penelitian ini merupakan variabel bebas. Hasil penelitian menghimpun 4 faktor, yang mencakup: pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan tradisi.

1. Pengetahuan

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa orang yang menderita diare sebagian besar mempunyai pengetahuan tidak baik, yaitu sebanyak 44 orang (62,9%), sedangkan orang yang tidak mengalami sebagian besar mempunyai pengetahuan baik, yaitu 40 orang (57,1%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian diare (Sig.<0,05).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulkifli (2003). Menurut Zulkifli (2003) bahwa pengetahuan mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi terjadinya penyakit Diare. Bila dikaitkan dengan fenomena epidemiologi maka pengetahuan yang dimaksudkan adalah sejauhmana masyarakat mengetahui tentang penyakit, gejala penyebaran/distribusi maupun dampak dari penyakit tertentu. Pengetahuan merupakan bagian dari perilaku yang merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa masyarakat banyak yang mempunyai pengetahuan yang salah


(54)

tentang mengkonsumsi air tidak dimasak. Hal ini dapat dilihat berdasarkan jawaban-jawaban dari responden bahwa air tidak dimasak, khususnya yang mengalir di ladang adalah yang paling baik dibandingkan dengan air yang sudah dimasak di rumah.

2. Sikap

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa orang yang menderita diare sebagian besar mempunyai sikap tidak baik, yaitu sebanyak 46 orang (65,7%), sedangkan orang yang tidak mengalami sebagian besar mempunyai sikap baik, yaitu 42 orang (60,0%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan kejadian diare (Sig.<0,05).

Menurut Sarwono (1993) sikap merupakan bagian yang sangat penting dari masyarakat untuk terjadinya suatu penyakit. Sikap maksudnya disini adalah yang berhubungan dengan kesehatan, khususnya sikap terhadap pengolahan air minum dalam upaya pencegahan kejadian diare.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa masyarakat banyak yang tidak setuju terhadap pengolahan air dengan memasaknya terlebih dahulu sebelum dimasak, sehingga pada suhu 1000C dapat dipastikan kuman penyebab penyakit yang terdapat di dalam air tersebut sudah tidak ada lagi. Selain itu juga berdasarkan hasil uji multivariat, diperoleh hasil bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan terjadinya diare adalah sikap. Menurut Green (1999), sikap merupakan faktor predisposi untuk terjadinya suatu penyakit. Sikap masyarakat tentang air tidak dimasak sangat berhubungan dengan kejadian diare itu sendiri. Apabila masyarakat


(55)

mengkonsumsi air yang tidak dimasak, maka sangat rentan baginya untuk mengalami kejadian diare.

3. Kepercayaan

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa orang yang menderita diare sebagian besar mempunyai kepercayaan terhadap mengkonsumsi air sebelum dimasak, yaitu sebanyak 47 orang (67,1%), sedangkan orang yang tidak mengalami sebagian besar tidak mempunyai kepercayaan, yaitu 40 orang (57,1%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kepercayaan dengan kejadian diare (Sig.<0,05).

Menurut Green (1999) bahwa kepercayaan juga merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya suatu penyakit. Tahap ini merupakan tahap selanjutnya dari perilaku, bahwa jika pengetahuan dan sikapnya sudah diwujudkan dalam bentuk kepercayaan maka biasanya perilaku lebih sulit untuk dirubah. Cara penularan diare disebabkan karena adanya infeksi oleh agen penyebab yang diare.

Hal ini dapat dilihat dalam penelitian ini bahwa masyarakat percaya meskipun air tidak dimasak, tetapi tidak dapat menyebabkan penyakit.

4. Tradisi

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa orang yang menderita diare sebagian besar tidak mempunyai tradisi mengonsumsi air sebelum dimasak, yaitu sebanyak 41 orang (58,6%), dan orang yang tidak mengalami juga sebagian besar tidak mempunyai tradisi, yaitu 55 orang (78,6%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tradisi dengan kejadian diare (Sig.<0,05).


(56)

Menurut Lawrence Green (1999) bahwa tradisi di masyarakat merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya suatu penyakit. Tradisi yang dimaksud adalah apakah ada tradisi yang ada di masyarakat lebih memungkinkan seseorang berperilaku tidak sehat, misalnya tradisi mengonsumsi air tidak dimasak.

Penyakit diare ini penularannya dapat melalui kontaminasi agent (penyebab penyakit) seperti virus, bakteri dan sebagainya dengan makanan, minuman yang kemudian dimakan oleh orang sehat. Penyakit ini biasanya juga termasuk dalam penyakit yang sumber penularannya melalui perantaraan air atau sering disebut sebagai water borne diseases. Agent penyebab penyakit diare sering dijumpai pada sumber-sumber air yang sudah terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit, air yang sudah tercemar apabila digunakan oleh orang sehat bisa membuat orang tersebut terpapar dengan agent penyebab penyakit diare.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat bahwa mengonsumsi air tidak dimasak bukanlah hal yang baru, tetapi sudah merupakan kebiasaan (tradisi) dari orang tua zaman dahulu.

5.2. Faktor Pendukung (Enabling Factor) 1. Informasi

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa orang yang menderita diare sebagian besar mempunyai informasi mengonsumsi air sebelum dimasak, yaitu sebanyak 39 orang (55,7%), dan orang yang tidak mengalami juga sebagian besar mempunyai


(57)

informasi, yaitu 51 orang (72,9%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara informasi dengan kejadian diare (Sig.<0,05).

Menurut Lawrence Green (1999) bahwa informasi dari petugas kesehatan tentang suatu penyakit juga sangat berhubungan dengan kejadian suatu penyakit. Informasi dimaksud adalah informasi bagi individu/masyarakat dalam hal pencegahan dan pengobatan suatu penyakit yang dapat diperoleh melalui sarana/ prasarana kesehatan. Dalam hal ini penyakit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penyakit diare. Informasi yang kurang jelas sering sekali membuat masyarakat tidak tahu bahwa apa yang sedang dikerjakannya adalah memenuhi syarat kesehatan. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa penderita dan bukan penderita diare sama-sama paling banyak pada orang yang mempunyai informasi. Hal ini dapat diketahui bahwa masyarakat mudah untuk mendapatkan informasi tentang penyakit yang mereka alami dan bagaimana pencegahan dan pengobatannya.

5.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor) 1. Dukungan Petugas

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa orang yang menderita diare sebagian besar mempunyai dukungan petugas, yaitu sebanyak 42 orang (60,0%), dan orang yang tidak mengalami juga sebagian besar mempunyai dukungan petugas, yaitu 54 orang (77,1%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan petugas dengan kejadian diare (Sig.<0,05).


(58)

Menurut Zulkifli (2003) bahwa masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara sedang berkembang, pada dasarnya menyangkut dua aspek utama. Pertama, aspek fisik seperti sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, sedangkan yang kedua adalah aspek non fisik yang menyangkut perilaku dan dukungan orang lain termasuk petugas kesehatan.

Dukungan petugas kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam perilaku kesehatan. Sementara itu peranan guru, orang tua, teman sebaya dan tokoh masyarakat merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam perubahan perilaku. Contoh dalam kasus pencegahan penyakit, apabila seorang ibu telah mendapat penjelasan tentang pencegahan kejadian diare yang benar dan coba menerapkannya, akan tetapi karena lingkungannya belum ada yang menerapkan, maka ibu tersebut menjadi asing di masyarakat dan bukan tidak mungkin ia menjadi kembali dengan tidak melakukan pencegahan diare. Dalam penelitian ini diketahui bahwa masyarakat mendapat bimbingan dan penyuluhan dari petugas kesehatan tentang pengelolaan air yang sesuai standar kesehatan.

2. Dukungan Keluarga

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa orang yang menderita diare sebagian besar tidak mempunyai dukungan keluarga, yaitu sebanyak 42 orang (60,0%), dan orang yang tidak mengalami sebagian besar mempunyai dukungan keluarga, yaitu 40 orang (57,1%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kejadian diare (Sig.<0,05).


(59)

Menurut Lawrence Green (1999) bahwa peranan keluarga merupakan faktor pendorong untuk mencegah terjadinya suatu penyakit. Peranan keluarga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam perubahan perilaku. Dalam penelitian ini diketahui bahwa responden mendapat dukungan dari keluarga untuk meminum air yang sudah dimasak terlebih dahulu, membawa air minum yang sudah dimasak dari rumah ke ladang, dan tidak mengonsumsi air yang mengalir di ladang sebelum dimasak. Karena ketiga hal ini dapat menyebabkan penyakit diare.

5.4. Pengolahan Air Minum

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa orang yang menderita diare sebagian besar tidak memasak air terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, yaitu sebanyak 49 orang (70,0%), dan orang yang tidak mengalami sebagian besar memasak air minum terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, yaitu 46 orang (65,7%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kejadian diare (Sig.<0,05).

Menurut Miller (2001) bahwa bagi manusia, air sangat esensial untuk proses pencernaan, tetapi air juga rentan terhadap kontaminasi dan pencemaran. Sebagian besar air untuk konsumsi manusia telah tercemar. Penggunaan air yang terbanyak adalah untuk kepentingan bidang pertanian (41%), kepentingan umum (38%), dan pabrik industri (11%). Hanya 10% yang langsung digunakan oleh masyarakat. Hampir semua air permukaan sudah dalam kondisi tercemar dan memerlukan pengolahan sebelum dikonsumsi dengan aman.


(60)

Memasak air sebelum dikonsumsi merupakan suatu hal yang sangat penting. Jika dimungkinkan juga sebaiknya air dimasak sampai mendidih dengan suhu 1000C. Hal ini untuk memastikan kuman penyakit yang terdapat dalam air sudah mati. Sementara jika dilihat dari hasil penelitian mayoritas dari mereka yang mengalami diare adalah orang yang tidak memasak air sebelum dikonsumsi. Diare ini ini kemungkinan besar disebabkan oleh air yang tidak dimasak sebelum dikonsumsi.


(61)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Masih banyak masyarakat Kecamatan Celala yang mengonsumsi air tidak dimasak.

2. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, informasi, dukungan petugas, dan dukungan keluarga dengan kejadian diare (Sig.<0,05).

3. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian diare adalah sikap dengan nilai B= 2,628.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran dalam penelitian ini adalah:

1. Perlu adanya peningkatan promosi kesehatan oleh pemerintah daerah melalui petugas kesehatan pada masyarakat Celala tentang peningkatan kualitas hidup melalui perilaku hidup sehat khususnya dalam memasak air minum sebelum diminum.

2. Mengingat faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian diare adalah sikap, maka perlu adanya pendekatan tokoh agama (TOGA) dan tokoh


(62)

masyarakat (TOMA) untuk ikut serta mengkampanyekan pentingnya memasak air minum sebelum dikonsumsi.

3. Pemerintah perlu menyediakan sarana air bersih yang layak dikonsumsi dan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S, 1991, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta. Depkes, 2004, Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare, Jakarta. Direktorat P2ML, 2005, tentang Pemberantasan Penyakit Menular Langsung.

Gordis, L, 2000, Epidemiologi 2nded. WB. Saunders Company, London.

Green, L, 1980, Health Education Planning; A Diagnostic Approach, The John Hopkin Unversity.

Kepmenkes No. 907 Tahun 2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

Miller, G.T, 2001, Living in the Environment: Principle, Connection, and Solution,

12th ed. Wadsworth/Thompson Learning, Belmont, CA.

Notoatmodjo. S, 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Edisi Pertama, Andi Offset, Yogyakarta.

________, 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta. Jakarta.

________, 2005, Promosi Kesehatan; Teori dan Aplikasi, PT Asti Mahasatya, Jakarta.

Permenkes No. 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

Sastrawijaya, 2000, Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta.

Sastroasmoro. S, dan Ismail S, 1995, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Binarupa, Jakarta.

Soemarwoto. O, 2003, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University, Jakarta.

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), 2004, Sudut Pandang Masyarakat

Mengenai Status, Cakupan, Ketanggapan, dan Sistem Pelayanan Kesehatan.


(64)

Zulkifli, 2003, Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare untuk Menentukan Kebijakan Penanggulangan Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie Tahun 2003. Tesis Program Studi Adminstrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(1)

Menurut Lawrence Green (1999) bahwa peranan keluarga merupakan faktor pendorong untuk mencegah terjadinya suatu penyakit. Peranan keluarga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam perubahan perilaku. Dalam penelitian ini diketahui bahwa responden mendapat dukungan dari keluarga untuk meminum air yang sudah dimasak terlebih dahulu, membawa air minum yang sudah dimasak dari rumah ke ladang, dan tidak mengonsumsi air yang mengalir di ladang sebelum dimasak. Karena ketiga hal ini dapat menyebabkan penyakit diare.

5.4. Pengolahan Air Minum

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa orang yang menderita diare sebagian besar tidak memasak air terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, yaitu sebanyak 49 orang (70,0%), dan orang yang tidak mengalami sebagian besar memasak air minum terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, yaitu 46 orang (65,7%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kejadian diare (Sig.<0,05).

Menurut Miller (2001) bahwa bagi manusia, air sangat esensial untuk proses pencernaan, tetapi air juga rentan terhadap kontaminasi dan pencemaran. Sebagian besar air untuk konsumsi manusia telah tercemar. Penggunaan air yang terbanyak adalah untuk kepentingan bidang pertanian (41%), kepentingan umum (38%), dan pabrik industri (11%). Hanya 10% yang langsung digunakan oleh masyarakat. Hampir semua air permukaan sudah dalam kondisi tercemar dan memerlukan pengolahan sebelum dikonsumsi dengan aman.

Musran : Hubungan Perilaku Masyarakat Dalam Mengelola Air Minum Dengan Kasus Diare Di Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2008, 2009


(2)

Memasak air sebelum dikonsumsi merupakan suatu hal yang sangat penting. Jika dimungkinkan juga sebaiknya air dimasak sampai mendidih dengan suhu 1000C. Hal ini untuk memastikan kuman penyakit yang terdapat dalam air sudah mati. Sementara jika dilihat dari hasil penelitian mayoritas dari mereka yang mengalami diare adalah orang yang tidak memasak air sebelum dikonsumsi. Diare ini ini kemungkinan besar disebabkan oleh air yang tidak dimasak sebelum dikonsumsi.


(3)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Masih banyak masyarakat Kecamatan Celala yang mengonsumsi air tidak dimasak.

2. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, informasi, dukungan petugas, dan dukungan keluarga dengan kejadian diare (Sig.<0,05).

3. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian diare adalah sikap dengan nilai B= 2,628.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran dalam penelitian ini adalah:

1. Perlu adanya peningkatan promosi kesehatan oleh pemerintah daerah melalui petugas kesehatan pada masyarakat Celala tentang peningkatan kualitas hidup melalui perilaku hidup sehat khususnya dalam memasak air minum sebelum diminum.

2. Mengingat faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian diare adalah sikap, maka perlu adanya pendekatan tokoh agama (TOGA) dan tokoh

Musran : Hubungan Perilaku Masyarakat Dalam Mengelola Air Minum Dengan Kasus Diare Di Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2008, 2009


(4)

masyarakat (TOMA) untuk ikut serta mengkampanyekan pentingnya memasak air minum sebelum dikonsumsi.

3. Pemerintah perlu menyediakan sarana air bersih yang layak dikonsumsi dan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S, 1991, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta. Depkes, 2004, Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare, Jakarta. Direktorat P2ML, 2005, tentang Pemberantasan Penyakit Menular Langsung.

Gordis, L, 2000, Epidemiologi 2nded. WB. Saunders Company, London.

Green, L, 1980, Health Education Planning; A Diagnostic Approach, The John Hopkin Unversity.

Kepmenkes No. 907 Tahun 2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

Miller, G.T, 2001, Living in the Environment: Principle, Connection, and Solution,

12th ed. Wadsworth/Thompson Learning, Belmont, CA.

Notoatmodjo. S, 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Edisi Pertama, Andi Offset, Yogyakarta.

________, 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta. Jakarta.

________, 2005, Promosi Kesehatan; Teori dan Aplikasi, PT Asti Mahasatya, Jakarta.

Permenkes No. 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

Sastrawijaya, 2000, Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta.

Sastroasmoro. S, dan Ismail S, 1995, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Binarupa, Jakarta.

Soemarwoto. O, 2003, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University, Jakarta.

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), 2004, Sudut Pandang Masyarakat

Mengenai Status, Cakupan, Ketanggapan, dan Sistem Pelayanan Kesehatan.

Wardhana, 2004, Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset, Yogyakarta.

Musran : Hubungan Perilaku Masyarakat Dalam Mengelola Air Minum Dengan Kasus Diare Di Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2008, 2009


(6)

Zulkifli, 2003, Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare untuk Menentukan Kebijakan Penanggulangan Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie Tahun 2003. Tesis Program Studi Adminstrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


Dokumen yang terkait

Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)

3 83 104

Respon Masyarakat Desa Sitio Ii Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Terhadap Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Oleh Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul

2 59 107

Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara Terhadap Penggunaan Pembayaran Non Tunai

3 55 95

Hubungan Perilaku Penanganan dan Kualitas Air Minum Rumah Tangga dengan Kejadian Diare Anak Balita (Studi Kasus di Desa Tanah Baru, Kecamatan Kedung Halang, Kabupaten Bogor)

0 8 128

HUBUNGAN ANTARA PENYEDIAAN AIR MINUM DAN PERILAKU HIGIENE SANITASI DENGAN KEJADIAN DIARE DI DAERAH PASKA BENCANA DESA BANYUDONO KECAMATAN DUKUN KABUPATEN MAGELANG

2 32 181

UPAYA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ACEH TENGAH DALAM MENERAPKAN SYARIAT ISLAM BERBUSANA MUSLIMAH (STUDI KASUS DI DESA BERAWANG GADING KECAMATAN CELALA KABUPATEN ACEH TENGAH).

0 2 29

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN SUMBER AIR DAN KEBIASAAN PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT) DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA SAWAHAN KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2008.

0 0 6

HUBUNGAN ANTARA SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA SINGOSARI KECAMATAN MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2008.

0 0 8

LPSE Kabupaten Aceh Tengah Camat Celala

0 0 2

HUBUNGAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN PEMANFAATAN JAMBAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI KELURAHAN MALINO KECAMATAN TINGGIMONCONG KABUPATEN GOWA TAHUN 2010

0 0 75