Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007

(1)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

KARAKTERISTIK DAN KONDISI LINGKUNGAN RUMAH PENDERITA PENYAKIT LEPTOSPIROSIS PADA BEBERAPA

KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI NAD TAHUN 2007

SKRIPSI

Oleh :

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

HENDRA SINARTA KETAREN NIM : 021000189


(2)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

KARAKTERISTIK DAN KONDISI LINGKUNGAN RUMAH PENDERITA PENYAKIT LEPTOSPIROSIS PADA BEBERAPA

KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI NAD TAHUN 2007

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM : 021000189

HENDRA SINARTA KETAREN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judu l :

KARAKTERISTIK DAN KONDISI LINGKUNGAN RUMAH PENDERITA PENYAKIT LEPTOSPIROSIS PADA BEBERAPA

KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI NAD TAHUN 2007

Yang dipersiapkan dan diseminarkan oleh :

NIM : 021000189

HENDRA SINARTA KETAREN

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 5 Mei 2007 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Ir. Evi Naria, M.Kes

NIP. 132049787 NIP. 132058731

Ir. Indra Chahaya S.MSi

Penguji II Penguji III

Dr. Irnawati Marsaulina, MS

NIP. 132089428 NIP. 140304455

Yukresna Ivo, SKM, MKM

Medan, 5 Mei 2007 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 131 124 053 dr. Ria Masniari Lubis, M.Si


(4)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

ABSTRAK

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri dengan manifest berubah-ubah, sumber penularan penyakit ini adalah tikus, babi, sapi dan anjing. Pada tahun 2005 > 170 serotype leptospira yang telah di identifikasi dan hampir setengahnya terdapat di Indonesia. Angka kematian Leptospira mencapai 2,5 – 16,45% (rata-rata 7,1%), peningkatan penderita leptospira terus berlanjut pada saat pasca banjir. Pada tahun 2006 diketahui bahwa pada lima Kabupaten/ Kota di Propinsi NAD yaitu Aceh Tamiang, Aceh Timur, Langsa, Lhok Seumawe, Aceh Utara telah ditemukan 49 orang yang terdeteksi oleh penyakit leptospirosis.

Jenis penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik penderita dan kondisi lingkungan rumah penderita Leptospirosis pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD tahun 2007. Penelitian ini menggunakan data Primer dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder dari Dinas Kesehatan NAD dan Dirjen PP & PL Depkes RI. Sampel yaitu penderita leptospirosis yang berjumlah 49 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 49 penderita Leptospirosis yang terbanyak adalah di Kabupaten Langsa yaitu 20 orang (41%). Kelompok umur yang terbanyak pada kelompok umur 20-30 tahun 23 orang (47%). Penderita leptospirosis terbanyak adalah Laki-laki sebanyak 26 orang (53.1%). Pekerjaan yang tidak beresiko sebanyak 46 orang (93%). Frekuensi banjir terbanyak yatu satu kali setahun berjumlah 27 orang (55.1%). Lama surutnya air di rumah penderita yaitu selama 1 – 3 hari sebanyak 24 orang (49%). Status rumah penderita yang rawan terhadap banjir sebanyak 47 orang (95.9%). Tempat penyimpanan air terbanyak adalah tertutup yaitu 46 orang (93.9%).Tempat penyimpanan makanan terbanyak adalah tertutup yaitu 47 orang (95.5%) dan 32 orang (65%) penderita leptospirosis pada rumahnya ditemukan tikus.

Perlu dilakukan penyebaran informasi kepada masyarakat luas tentang penyakit Leptospirosis, dan Dinas kesehatan NAD perlu mengembangkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap penyakit Leptospirosis untuk melihat keadaan penyakit ini di masyarakat sehingga pemberantasan pennyakit dapat dilakukan secara optimal.


(5)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

ABSTRACT

Leptospyrocyst is a kind of zoonocyst disease which caused by bacteria infection by variable manifestation, the contaminating factor including rat, pig, cow and dog. In 2005, more than 170 serotype leptospire have been identified and almost half of them found in Indonesia. The death rate due to Leptospire achieved 2.5-16, 45% (mean 7, 1%), the increasing of leptospire patients continued during post flood. In 2006 ascertained that in five districts/city in Mangrove Aceh Darussalam province namely Aceh Taming, East Aceh, Lings, Look Sumbawa, North Aceh found that 49 persons detected by leptospyrocyst disease.

This research is a descriptive type, which aim to find out patients’ characteristics and dwelling place environment condition on Leptospyrocyst patients in some districts/city in NAD province in 2007. The research use primary data by employing questioner and secondary data from Health Department of NAD and General Directorate PP & PL Health Department RI. Samples taken from leptospyrocyst patients with total 49 people.

The result of this research indicates that from 49 leptospyrocyst patients, largely found in Langsa district namely 20 patients (41%). Age group largely on 20-30 years old namely 23 patients (47%). Most of the leptospyrocyst patients were men namely 26 patients (53, 1%). Safe professions namely 46 patients (93%). The frequency of flood largely happen once a year namely 24 patients (49%), Dwelling status of the patients which precarious toward flood namely 47 patients (95.9%). The most water storage are closed namely 46 patients (93, 9%). The most food storage were closed namely 47 patients (95, 5%) and 32 patients (65%) suffer leptospyrocyst found many rates in their houses.

It need to perform information spreading for the entire society about leptospyrocyst disease and the Health Department of NAD need to improve Early Caution System (SKD) toward this disease to observe this disease in the society therefore the exterminating can be done optimally.


(6)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hendra Sinarta Ketaren

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 24 Januari 1981

Agama : Kristen Protestan

Alamat rumah : Jl. Kenanga No. 12 Komp. Pemda Tk. I Medan Alamat kantor : Jl. K.H. Wahid Hasyim No. 15 Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1986 – 1992 : SD Kristen Immanuel Medan 2. Tahun 1992 – 1995 : SMP Negeri I Medan

3. Tahun 1995 – 1998 : SMU Methodist I Medan 4. Tahun 1998 – 2002 : AKL Depkes RI Jakarta Riwayat Pekerjaan : Tahun 2002 s/d sekarang : BTKL PPM Kelas I Medan


(7)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa karena kasih dan setia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”

KARAKTERISTIK DAN KONDISI LINGKUNGAN RUMAH PENDERITA PENYAKIT LEPTOSPIROSIS PADA BEBERAPA KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI NAD TAHUN 2007 ”.

Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Indra Chahaya S, MSi selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan FKM-USU dan Dosen Pembimbing Skripsi II.

3. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah banyak memberikan saran dan pengarahan sampai selesainya skripsi ini.

4. DR. Drs. Surya Utama, MS selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Seluruh dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

6. Seluruh pimpinan dan staf Balai Tehnik Kesehatan Lingkungan –

Pemberantasan Penyakit Menular ( BTKL-PPM ) Medan, khususnya Kak Ivo dan Kak Heri yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan saran sampai selesainya skripsi ini.

7. Secara khusus buat kedua orang tuaku tercinta Bapak S. Otniel Ketaren dan Mama S. Hutabarat beserta kakakku Cynthia dan adikku Naomi, terima kasih untuk kasih sayang, doa, dukungan, serta bantuan moril dan materil yang tiada hentinya kepada saya.

8. Istriku Mila dan anakku Olga, Kezia yang tersayang.

9. Seluruh teman-teman Peminatan Kesehatan Lingkungan FKM – USU.

10.Semua pihak yang telah banyak membantu kelancaran skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

Semoga Allah Yang Maha Kuasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada kita semua.

Penulis juga menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dan berguna demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, saya berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2009 Penulis


(9)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSRACT ... ii

ABSTRAK ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan ... 6

2.2. Faktor Lingkungan ... 7

2.2.1. Perubahan Lingkungan ... 7

2.2.2. Tempat Penyimpanan Air ... 8

2.2.3. Tempat Penyimpanan Makanan ... 8

2.3. Tikus ... 9

2.4. Leptospirosis ... 10


(10)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

2.6. Distribusi Penyakit ... 11

2.7. Cara Penularan ... 12

2.8. Reservoir ... 14

2.9. Cara Pemberantasan ... 14

2.10. Kerangka Konsep ... 17

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 18

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 18

3.2.2 Waktu Penelitian ... 18

3.3. Populasi dan Sampel ... 18

3.3.1. Populasi ... 18

3.3.2. Sampel ... 19

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 19

3.5. Defenisi Operasional ... 20

3.6. Teknik Pengolahan Data ... 22

3.7. Analisis Data ... 22

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Penelitian ... 23

4.1.1 Kejadian Leptospirosis ... 23

4.1.2 Karakteristik ... 24

4.1.2.1 Umur ... 24

4.1.2.2 Jenis Kelamin ... 25

4.1.2.3 Pekerjaan ... 25

4.1.3 Keadaan Lingkungan ... 26

4.1.3.1 Frekuensi banjir ... 26


(11)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

4.1.4 Keadaan Rumah ... 27

4.1.4.1 Status Rumah Terhadap Banjir ... 27

4.1.4.2 Tempat Penyimpanan Air ... 28

4.1.4.3 Tempat Penyimpanan Makanan ... 28

4.1.4.4 Keberadaan Tikus ... 29

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Kejadian Leptospiorosis ... 30

5.2. Karakteristik ... 30

5.2.1 Umur ... 30

5.2.2 Jenis Kelamin ... 31

5.2.3 Pekerjaan ... 32

5.3. Keadaan Lingkungan ... 33

5.3.1 Frekuensi banjir ... 33

5.3.2 Lama Surutnya Banjir ... 33

5.4. Keadaan Rumah ... 34

5.4.1 Status Rumah Terhadap Banjir ... 34

5.4.2 Tempat Penyimpanan Air ... 34

5.4.3 Tempat Penyimpanan Makanan ... 35

5.4.4 Keberadaan Tikus ... 36

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 37

6.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah Penderita Leptospirosis pada Beberapa Kabupaten/Kota

Di Propinsi NAD, Tahun 2006 ... 19 Tabel 4.1 Kasus Leptospirosis pada Bebarapa Kabupaten/Kota di Propinsi

NAD Tahun 2007 ... 23 Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur pada

Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD Tahun 2007 ... 24 Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada

Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD Tahun 2007 ... 25 Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan pada

Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD Tahun 2007 ... 25 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Banjir di Rumah Responden pada

Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD Tahun 2007 ... 26 Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Lama Surutnya Air

Pada Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD Tahun 2007 ... 27 Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Status Rumah Terhadap Banjir

Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD Tahun 2007 ... 27 Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Penyimpanan Air pada

Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD Tahun 2007 ... 28 Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Penyimpanan Makanan

Pada Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD Tahun 2007 ... 29 Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan Tikus pada


(13)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner

Lampiran 2. Lembar Observasi

Lampiran 3. Surat keterangan telah selesai melakukan penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara

Lampiran 4. Surat keterangan telah selesai melakukan penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur

Lampiran 5. Surat keterangan telah selesai melakukan penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang

Lampiran 6. Surat keterangan telah selesai melakukan penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe


(14)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Tujuan Pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk nya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang optimal (DepKes, 2005)

Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah. Bahwasanya lingkungan berpengaruh pada terjadinya penyakit sudah sejak lama diperkirakan orang (Slamet, 1994)

Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 dikatakan bahwa kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengendalian vektor penyakit dan penyehatan atau pengamanan lainnya.

Dewasa ini berbagai masalah kesehatan yang timbul dalam masyarakat terutama disebabkan karena keadaan kesehatan lingkungan yang kurang atau tidak memenuhi syarat disamping faktor perilaku hidup sehat yang belum memasyarakat.


(15)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Menurut Blum faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap kesehatan manusia dibandingkan dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Lingkungan yang sehat diartikan sebagai lingkungan yang konduktif bagi terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan berwawasan lingkungan dan kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong.

Berbagai penyakit yang timbul di masyarakat sebenarnya merupakan suatu indikator dari baik buruknya kondisi lingkungan, sebagai contoh yaitu penyakit leptospirosis.

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi

bakteri dengan manifest berubah-ubah. Ciri-ciri umum dari penyakit ini adalah demam dengan serangan tiba-tiba, sakit kepala , menggigil, mialgia berat (betis dan kaki) dan merah pada conjuctiva. Manifest lain yang mungkin muncul adalah demam diphasic, meningitis, ruam, anemia, perdarahan dalam kulit dan selaput lendir, gangguan mental dan depresi, myocarditis dan radang paru-paru ( Chin, 2000).

Penyebab penyakit ini adalah Leptospira dari ordo Spirochaetules. Lebih dari 170 serotype leptospira yang telah di identifikasi dan hampir setengahnya terdapat di Indonesia. Leptospira hanya dapat dilihat dengan mikroskop medan gelap atau mikroskop phase kontras. Leptospira peka terhadap asam dan dapat hidup dalam air tawar selama kurang lebih satu bulan. (Dep.Kes., 2005)


(16)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Bakteri patogen dapat ditemukan pada sekreta hewan atau binatang yang terinfeksi, permukaan air menjadi terkontaminasi oleh bakteri patogen ini dari sumber pembuangan limbah dan meluapnya septic tank dan seringkali dari kotoran manusia dari masyarakat yang tidak memiliki toilet. Kontaminasi permukaaan air dapat menginfeksi manusia dengan berbagai cara., melalui tangan dan suplai air minum (WHO, 1991)

Sumber penularan penyakit ini adalah tikus, babi, sapi dan anjing. Ada banyak hewan lain yang dapat menjadi hospes alternative, biasanya berperan sebagai karrier dalam waktu singkat seperti rubah, tupai, rusa.

Di Indonesia Leptospirosis tersebar antara lain di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. (Dep.Kes., 2005)

Angka kematian Leptospira termasuk tinggi, bisa mencapai 2,5 – 16,45 % (rata-rata 7,1 %). Pada usia lebih 50 tahun bisa mencapai 56%. Penderita yang di sertai selaput mata berwarna kuning (kerusakan jaringan hati), resiko kematian akan lebih tinggi. (Dep.Kes, 2002).

Hasil spot survei yang dilakukan Sub. Dit Zoonosis sejak tahun 1994 – 1996, ternyata distribusi leptospirosis tersebar di banyak propinsi, namun demikian hal diatas belum bisa menggambarkan secara sebenarnya situasi di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih perlunya dilakukan base line data (pengumpulan data dasar) guna dapat dilakukan pemetaan, sehingga dapat


(17)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

diketahui besaran masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini merupakan re-emerging disease, sehingga sewaktu-waktu dapat muncul secara sporadis (Dep.Kes, 2004)

Kaitan antara banjir dan leptospirosis sudah dicatat oleh beberapa peneliti ; resiko wabah ini meningkat pesat dengan terjadinya beberapa faktor, termasuk banjir, kepadatan penduduk tinggi, kehadiran tikus, kucing dan anjing serta insidence leptospirosisi pada binatang (WHO, 2001)

Sebagaimana diketahui pada akhir Desember 2004, sebagian besar propinsi NAD telah dilanda bencana gempa bumi cukup besar yang kemudian disusul dengan gelombang Tsunami, dan sampai saat ini dilaporkan beberapa kabupaten sering terjadi banjir seperti Aceh Tamiang, Langsa. Lhok Seumawe, Aceh Utara dan Aceh Timur.

Dari hasil penelitian survei serologis leptospirosis pada manusia dan tikus yang dilakukan oleh DitJend PP & PL yang bekerjasama dengan BTKL-PPM Medan tahun 2006 diketahui bahwa pada lima kabupaten diatas telah ditemukan 49 orang yang terdeteksi oleh penyakit leptospirosis.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas di ketahui terdapat penderita Leptospirosis di beberapa kabupaten/kota di NAD namun belum diketahui informasi tentang karakteristik dan kondisi lingkungan rumah penderita leptospirosis.


(18)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009 1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik dan kondisi lingkungan penderita

Leptospirosis pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam Tahun 2007.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik penderita berdasarkan umur, jenis pekerjaan , jenis kelamin

2. Untuk mengetahui frekuensi banjir di wilayah penderita 3. Untuk mengetahui lama surutnya banjir di wilayah penderita.

4. Untuk mengetahui karakteristik penderita berdasarkan kondisi rumah penderita yang meliputi status rumah terhadap banjir, tempat penyimpanan air, tempat penyimpanan makanan dan keberadaan tikus.

1.4.Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai informasi bagi Pihak Dinas Kesehatan Propinsi NAD dalam melakukan pencegahan terhadap penyebaran penyakit Leptospirosis.

1.4.2. Sebagai referensi untuk penelitian lanjutan.


(19)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia. Lingkungan disekitar manusia dapat dikategorikan dalam lingkungan fisik, biologi, dan sosial. Jadi lingkungan adalah kumpulan dari semua kondisi dari luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan dari organisme hidup manusia. Defenisi kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologis yang harus ada antara manusia dengan lingkungannya agar dapat menjamin keadaan sehat bagi manusia (UU No.23 Tahun 1992). Lingkungan dan manusia harus seimbang, apabila terjadi ketidak seimbangan lingkungan maka akan menimbulkan berbagai macam penyakit.

Menurut John Gordon, model segitiga epidemiologi menggambarkan relasi tiga komponen penyebab penyakit yaitu adanya interaksi antara 3 (tiga) faktor dasar epidemiologi yaitu agent (penyebab penyebab penyakit), host (manusia dan karakteristiknya), dan environment (lingkungan fisik, kimia, biologi). Model Segitiganya dapat digambarkan sebagai berikut :

Host

Agent Environment

Gambar 1. Model Segitiga Epidemiologi (Kusnoputranto, 2000)


(20)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan mengubah keseimbangan antara ketiga komponen tersebut, dengan akibat menaikkan atau menurunkan kejadian penyakit yang bersangkutan (Kusnoputranto, 2000)

Dinamika dan permasalahan kesehatan lingkungan akibat perubahan-perubahan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya kesehatan masyarakat mulai dari sumber perubahan (munculnya komponen yang memiliki potensi bahaya), dinamika dan kinetika komponen tersebut tidak lagi menimbulkan bahaya kesehatan. Perubahan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya kesehatan masyarakat ini meliputi : lingkungan fisik (perubahan lingkungan akibat banjir, air dan tanah), lingkungan biologi (pemeliharaan ternak) dan lingkungan social (pekerjaan).

2.2. Faktor Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Kejadian Leptospirosis.

Berdasarkan pendekatan teoritis terdapat berbagai faktor yang berkaitan dengan kejadian leptospirosis, salah satunya faktor lingkungan. Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik yaitu : status lingkungan rumah terhadap banjir, tempat penyimpanan air, tempat penyimpanan makanan; lingkungan biologis meliput i binatang/ternak (James Chin, 2000).

2.2.1 Perubahan Lingkungan Akibat Banjir

Penyakit leptospirosis ini biasa tersebar pada negara-negara tropis yang curah hujan dan kelembaban udaranya cukup tinggi. Pada tahun 1995 di Nicaragua seusai


(21)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

bencana banjir, tercatat 13 orang meninggal dari 2000 orang yang dirawat di rumah sakit karena Leptospirosis. Yang merupakan faktor lingkungan berkaitan dengan kejadian leptospirosis adalah sebagai berikut :

Perubahan lingkungan akibat banjir akan mempercepat penyebaran penyakit Leptospirosis, hal ini di akibatkan urine hewan yang terinfeksi kuman leptospirosis akan terbawa oleh genangan air dan mencemari lingkungan sekitar rumah pada tempat-tempat yang becek, berair sehingga akan mudah masuk kedalam tubuh manusia melalui pori-pori kulit, kaki, tangan dan tubuh lain. Bakteri ini tergolong makhluk hidup yang kuat karena mampu bertahan hidup pada kisaran temperature 7ºC – 36 ºC dan pada pH 7 air yang netral. (Suroso, 2002).

2.2.2. Tempat Penyimpanan Air

Tersedianya tempat penyimpanan air yang aman dan tertutup dapat mencegah terjadinya kontaminasi oleh hewan rodent yang dapat mengakibatkan penyakit infeksi leptospirosis. Air merupakan tempat berkembangbiaknya bakteri leptospira yang mematikan karena bakteri tersebut mampu bertahan hidup bulanan, oleh karena itu air yang dipakai mandi atau minum sebaiknya disimpan pada tempat yang aman dan tertutup. (www. Depkes).

2.2.3. Tempat penyimpanan Makanan

Tersedianya tempat penyimpanan makanan yang aman akan menjamin tidak terjadinya kontaminasi yang dapat menimbulkan kerugian bagi kesehatan. Makanan


(22)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

yang terkontaminasi setitik urine tikus yang terinfeksi leptospira, kemudian dimakan manusia akan terjadi penyakit leptospirosis. Makanan hendaknya di simpan dalam tempat yang terbuat dari bahan kaca, logam dan lain-lain serta disimpan pada rodent proof (Depkes RI, 2002).

2.3. Tikus

Menurut P2 & PL DepKes semua tikus berpotensi menyebarkan bakteri leptospira melalui kencingnya, bakteri itu mengakibatkan penyakit leptospirosis, dimana semua tikus berpotensi menyebarkan bakteri itu, namun hasil penangkapan rodent yang diduga mempunyai peranan penting pada waktu terjadi Kejadian Luar Biasa di DKI Jakarta dan Bekasi adalah : Rattus norvegicus, Rattus rattus diardii,

Suncus murinus dan Rattus exulans. Tanda-tanda keberadaan tikus dapat dilihat dari

kotoran, kencing, jejak, keratan dan lubang tikus.

Tabel 2.1. Deskripsi Spesies Tikus

No Spesies TL

(mm) T (mm) HF (mm) E (mm) M (mm) Warna bulu

Atas Bawah

1 Rr diardi

(T. rumah)

220-370 05-116 33-38 10-23 2+3-10 Coklat tua

kelabu

Coklat tua kelabu 2 R. exulans (T.

ladang)

220-285 95-120 24-28 19-20 2+2-8 Coklat kelabu Putih kelabu

3 R. tiomanicus 300-400 95-120 32-37 19-23 2+3-10 Coklat tua

kelabu

Putih kelabu 4 R. argentiventer

brevicunatus (T. sawah)

270-270 85-105 30-32 10-21 3+3-12 Coklat muda kelabu

5 R. norwegicus (T. reol)

300-400 60-100 42-47 18-22 3+3-12 Coklat kelabu kelabu

6 R. niniventer (T. bukit)

260-370 125-140 20-26 18-22 Kuning coklat Putih berbulu

7 R. sabanus 430-520 130-145 42-50 20-24 2+2-6 Coklat pucat Putih,bulu agak


(23)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

8 Mus casteneus

casteneus (T. piti)

175 60-120 12-16 8-12 3+2-10 Coklat

abu-abu

Abu-abu tua

9 Mus musculus 175 95-125 12-18 8-12 3+2-10 Coklat

abu-abu

Coklat abu-abu 10 Mylemys suillus

(T. babi)

125-150 11-15 21-25 16-18 2+1-6 Coklat tua coklat

11 Suncus murinus (Cecurut)

175-212 62-75,5 17-20 10-13 0+3-6 kelabu putih

TL = Total length = panjang keseluruhan

T = Tail = panjang ekor

HF = Hind foot = telapak kaki belakang

E = Ear = telinga

M = Mammae = jumlah puting susu

(DepKes, 2006)

2.4. Leptospirosis

Leptospirosis a group of zoonotic bacterial disease with protean manifestation (Benenson, 1995). Dep.Kes mengidentifikasi Leptospirosis adalah

penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri leptospira (bentuk spiral) dapat menyerang hewan dan manusia.(DepKes., 2005). Bakteri ini mempunyai ratusan serotype. Nama-nama dari serotype ini sebagian diambil dari nama penderita atau tempat di Indonesia, seperti serotype harjo, mankarso, naam, sarmin, djasiman,

sentot, rahcmati, paijan, bangkkinang dan binjei. Untuk manusia menyebabkan

gejala-gejala yang amat banyak dan sebagian orang lain bahkan tidak menampakkan gejala sama sekali (Anonim, 2006). Penelitian tentang Leptospirosis Adolf Heil pada tahun 1886. Dia menemukan adanya penyakit tersebut pada manusia dengan gambaran klinis : Demam, pembesaran hati dan limpa, ikterus dan ada tanda-tanda kerusakan pada ginjal. Penyakit dengan gejala-gejala tersebut diatas oleh Goldsmith (1887) disebut sebagai “Weil’s Disease” dan pada tahun 1915, Ini berhasil


(24)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

membuktikan bahwa Weil’s Disease disebabkan oleh bakteri Leptospira

ichterohemorrhagie (Dep.Kes., 2002).

2.5. Penyebab Penyakit

Penyebab penyakit adalah Leptospira, anggota dari ordo Spirochaetales. Leptospira yang menularkan penyakit termasuk ke dalam spesies Leptospira

interrogans, yang di bagi-bagi menjadi berbagai serovarian (Chin, 2000). Leptospira interrogans termasuk dalam kelompok bakteri (Anonim, 2006) . Kelangsungan hidup Leptospira patogen di lingkungan tergantung beberapa faktor meliputi : pH,

temperatur, dan kehadiran komponen penghambat (Dep.Kes., 2005)

Bentuk spiral dan pilinan yang rapat dan ujung-ujungnya bengkok seperti kait dari bakteri Leptospira menyebabkan gerakan Leptospira sangat aktif, baik gerakan berputar sepanjang sumbunya, maju mundur, maupun melengkung, karena ukurannya yang sangat kecil (Dep.Kes., 2002)

Leptospira hanya dapat dilihat dengan mikroskop medan gelap atau mikroskop fase kontras. Leptospira peka terhadap asam dan dapat hidup dalam air tawar selama kurang lebih satu bulan, tetapi dalam air laut, air selokan dan air kemih yang tidak di encerkan akan cepat mati (DepKes, 2005).

2.6. Distribusi Penyakit

Leptospira adalah zoonosis yang tersebar diseluruh dunia (Jawets, dkk, 2001). Penyakit ini muncul didaerah perkotaan dan pedesaan baik di negara maju maupun


(25)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

negara berkembang kecuali daerah kutub. Penyakit ini dapat terjadi sebagai resiko pekerjaan (occupational hazard) menyerang petani padi dan tebu, pekerja tambang, dokter hewan, peternak, peternak sapi perah, pekerja yang bekerja di pemotongan hewan, nelayan dan tentara. KLB dapat terjadi pada orang-orang yang terpajan dengan sungai, kanal dan danau yang airnya tercemar dengan urine binatang peliharaan dan binatang liar atau tercemar jaringan binatang yang terinfeksi. Penyakit ini terutama menyerang laki-laki terkait dengan pekerjaannya namun cenderung terjadi peningkatan jumlah penderita pada anak-anak di daerah perkotaan. (Chin, 2000). Di pulau-pulau Pasific infeksi Leptospirosis adalah infeksi yang paling sering terjadi pada populasi manusia (Anonim, 2006) WHO melaporkan bahwa dari suatu studi domestik yang dilakukan terhadap 107 pasien yang didiagnosa menderita Leptospirosis sekitar 90% adalah laki-laki, yang umumnya memiliki resiko lebih besar karena keterpapaparan mereka pada air yang terkontaminasi dalam dunia kerja (WHO, 1989).

2.7. Cara Penularan

Manusia terinfeksi Leptospira melalui kontak dengan air, tanah (lumpur), tanaman yang telah di kotori oleh air seni dari hewan-hewan penderita Leptospirosis. Tempat masuknya Leptospira biasanya melalui kulit yang terluka atau mukosa, pada kulit yang utuh, infeksi dapat terjadi setelah kontak lama dengan air yang terkontaminasi Leptospira, kadang-kadang melalui saluran pencernaan dari makanan yang terkontaminasi oleh urine tikus yang terinfeksi. (Dep.Kes. 2005).


(26)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Masuknya kuman Leptospira pada hospes secara kualitatif berkembang bersamaan dengan proses infeksi pada semua serevoar Leptospira, namun masuknya kuman secara kuantitatif berbeda bergantung : agen, host dan lingkungan. Kuman Leptospira akan masuk dalam peredaran darah yang di tandai dengan adanya demam dan berkembang pada target organ serta akan menunjukkan gejala infeksi pada organ tersebut. Gejala yang khas pada penyakit ini yaitu timbulnya rasa nyeri pada otot, terutama otot betis. Apabila dipegang, otot betis terasa nyeri sekali. Demikian pula pada otot-otot lain, biasanya otot-otot punggung bagian bawah dan otot-otot paha juga terasa nyeri. Gejala demikian biasanya juga bercampur dengan kelelahan, terutama setelah bekerja keras. Nafsu makan berkurang, merupakan gajala lain pada penyakit ini. Bahkan sebagian penderita tidak ada nafsu makan sama sekali. Penderita merasa mual sampai muntah-muntah hebat, kadang-kadang justru disertai diare. Manifestasi perdarahan juga merupakan tanda khas dari leptospirosis, berupa muntah darah, terdapat darah dalam tinja, perdarahan di bawah kulit. Sering pula kelihatan pembuluh darah halus yang tampak membayang pada selaput bening mata maupun hulu kerongkongan. Kuman ini akan tinggal beberapa hari pada organ seperti hati, limpa, ginjal dengan ditandai perubahan patologis. Hati dapat membesar dan disertai gejala serta tanda mirip orang sakit kuning (hepatitis), yaitu selaput lendir serta kulit berwarna kuning. (Anies, 2005)

Masa penularan 4 – 19 hari, rata-rata 10 hari. Leptospira berada dalam air seni penderita 1 bulan, tetapi menurut pengamatan pada hewan dan manusia yang


(27)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

terinfeksi leptospira, air seninya masih mengandung Leptospira sampai 11 bulan dari sakit (Dep.Kes., 2005).

2.8. Reservoir

Hewan peliharaan dan binatang liar ; jenis serum berbeda-beda pada setiap hewan yang terinfeksi. Khususnya tikus besar (ichterohemorrhagie), babi (pamona), lembu (hardjo), anjing (canicola) dan raccoon (autumnalis) di AS. Ada banyak hewan lain yang dapat menjadi hospes alternatif, biasanya berperan sebagai carrier dalam waktu singkat. Hewan tersebut contohnya adalah binatang pengerat liar (James Chin, 2000).

2.9. Cara Pemberantasan

Pasca banjir, kita perlu mewaspadai berjangkitnya penyakit ini, terutama sehabis membersihkan sisa-sisa banjir atau mencebur air genangan tanpa alas kaki. Pencelupan pada air yang tercemar air kencing binatang, terutama tikus, yang mengandung leptospira, merupakan sumber penjangkitan yang banyak terjadi. Beberapa upaya berikut dapat mengurangi kemungkinan berjangkitnya leptospirosis pasca banjir. (Anies, 2005)

A. Upaya Pencegahan

1. Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan penyakit ini. Jangan berenang atau menyeberangi sungai yang airnya diduga tercemar oleh Leptospira, dan gunakan alat-alat


(28)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

pelindung yang diperlukan apabila harus bekerja pada perairan yang tercemar.

2. Lindungi para pekerja yang bekerja didaerah yang tercemar

dengan perlindungan secukupnya dengan menyediakan sepatu boot, sarung tangan dan apron.

3. Kenali tanah dan air yang berpotensi terkontaminasi dan keringkan air tersebut jika memungkinkan.

4. Berantas hewan-hewan pengerat dari pemukiman terutama

dipedesaan dan ditempat-tempat rekreasi.

5. Pisahkan hewan peliharaan yang terinfeksi; cegah kontaminasi pada lingkungan manusia, tempat kerja dan tempat rekreasi oleh urin hewan yang telah terinfeksi.

6. Pemberian imunisasi pada hewan ternak dan binatang peliharaan dapat mencegah timbulnya penyakit, tetapi tidak mencegah terjadinya infeksi Leptospiruria.

7. Imunisasi diberikan kepada orang yang karena pekerjaannnya terpajan dengan Leptospiran jenis serovarian tertentu, hal ini dilakukan di Jepang, Cina, Itali, Spanyol, Perancis dan Israel.

8. Doxycycline telah terbukti efektif untuk mencegah Leptospirosis pada anggota militer dengan memberikan dosis oral 200 mg seminggu sekali selama masa penularan di Panama.


(29)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat

2. Isolasi : tindakan kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh 3. Desinfeksi serentak : Dilakukan terhadap benda yang tercemar

dengan urin

4. Invetigasi orang-orang yang kontak dan sumber infeksi 5. Pengobatan spesifik. ( Chin, 2000)


(30)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

2.10. Kerangka Konsepsional

1.Umur

Karakteristik Penderita

2.Jenis Kelamin 3.Pekerjaan

1.Frekuensi Banjir

Keadaan Lingkungan

2.Lama surutnya Banjir LEPTOSPIROSIS

1. Status Rumah Terhadap Banjir

KEADAAN RUMAH

2. Tempat Penyimpanan Air 3. Tempat Penyimpanan Makanan 4. Keberadaan Tikus


(31)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik penderita dan kondisi lingkungan rumah penderita penyakit Leptospirosis pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Aceh Tamiang, Langsa, Lhok Seumawe, Aceh Utara dan Aceh Timur.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2006 – Januari 2007.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi sebanyak 49 orang adalah seluruh penduduk yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang, Langsa, Lhok Seumawe dan Aceh Timur yang positip terkena penyakit Leptospirosis berdasarkan Survey serologis yang dilakukan oleh Ditjen PP & PL dan BTKL –PPM Medan, Maret tahun 2006.


(32)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009 3.3.2. Sampel

Penderita Leptospirosis pada beberapa Kabupaten/Kota di Prop. NAD, yaitu berjumlah 49 orang.

Tabel 1. Jumlah Penderita Leptospirosis pada beberapa Kabupaten/Kota di - Prop. NAD, Tahun 2006

No. Kabupaten/Kota Jumlah penderita

1. 2. 3. 4. 5.

Lhokseumawe Langsa

Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Utara

3 orang 20 orang 4 orang 7 orang 15 orang

Jumlah 49 Orang

Sumber : Dit.Jen PP & PL, 2006

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data Primer : Dengan melakukan wawancara dan pengamatan terhadap penderita Leptospirosis

Data Sekunder : 1. Data wilayah diperoleh dari Dinas Kesehatan NAD Data penderita diperoleh dari Ditjen PP & PL DepKes RI.


(33)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

3.5. Defenisi Operasional :

1. Leptospirosis

Adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri leptospira yang di identifikasi melalui pemeriksaan serologis positif pada pemeriksaan spesimen darah responden (pemeriksaan ini dengan menggunakan Lepto Tek Flow)

2. Umur

Lama hidup responden berdasarkan ulang tahun terakhir yang dihitung dalam tahun.

3. Pekerjaan

Adalah profesi responden yang menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

1. Beresiko (penambang, petani, nelayan, peternak, dokter hewan) 2. Tidak beresiko (selain lima pekerjaan diatas)

4. Jenis Kelamin

Adalah pembagian manusia menurut anatomis dan fisiologis laki-laki dan perempuan

1. Laki-laki 2. Perempuan


(34)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

5. Frekwensi Banjir

Jumlah datangnya banjir dalam setahun kerumah responden 1. lebih dari 2x setahun

2. 2 x setahun 3. 1 x setahun 6. Lama Surutnya Banjir

Lama surutnya banjir yang dihitung dalam hari 1. Lebih dari 3 hari

2. 1 – 3 hari 3. Dibawah 1 hari 7. Status rumah terhadap Banjir :

Banjir atau tidaknya kondisi lingkungan rumah responden ketika curah hujan tinggi.

8. Sarana Penyimpanan Makanan

Kondisi tempat penyimapanan makanan dilihat dari penutupnya 1. Terbuka

2. Tertutup

9. Sarana Penyimpanan Air

Kondisi tempat penyimpanan air dilihat dari penutupnya 1.Terbuka

2.Tertutup 10.Keberadaan tikus

Jika ketika dilakukan pengamatan didapati tikus dirumah responden (di pasang perangkap tikus dirumah responden dan dilihat 24 jam kemudian)


(35)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

3.6. Teknik Pengolahan Data

Data yang terkumpul diolah dalam bentuk narasi dan tabel.

3.7. Analisis Data


(36)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD diperoleh data bahwa ditemukan 49 orang yang terkena kasus Leptospirosis, selanjutnya 49 orang penderita ini dijadikan responden dalam penelitian ini. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

4.1.1 Kejadian Leptospirosis

Jumlah kasus Leptospirosis pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD berdasarkan pada tabel berikut.

Tabel 4.1. Kasus Leptospirosis pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD Tahun 2007

No Kabupaten/Kota Jumlah (orang) %

1 Lhokseumawe 3 6

2 Langsa 20 41

3 Aceh Timur 4 8

4 Aceh Tamiang 7 14

5 Aceh Utara 15 31

Jumlah 49 100

Dari hasil survey sebelumnya dengan melakukan pemeriksaan laboratorium diketahui bahwa terdapat 49 penderita Leptospirosis di 5 Kabupaten tersebut. Di


(37)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Kabupaten Langsa terdapat jumlah penderita yang paling tinggi yaitu 20 orang (41%), diikuti Kabupaten Aceh Utara 15 orang (31%).

4.1.2. Karakteristik 4.1.2.1. Umur

Hasil penelitian berdasarkan kelompok umur responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD, Tahun 2007

Kelompok Umur Jumlah (orang) %

< 20 tahun 8 16.3

20 - 30 tahun 23 47

> 30 tahun 18 36.7

Jumlah 49 100

Dari hasil tabel diatas dapat dilihat distribusi responden berdasarkan kelompok umur di beberapa kabupaten/kota Propinsi NAD diketahui umur < 20 tahun berjumlah 8 orang (16.3%), 20 - 30 tahun berjumlah 23 orang (47%) dan umur > 30 tahun sebanyak 18 orang (36.7%).


(38)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

4.1.2.2. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menurut kelompok Jenis Kelamin pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada beberapa

Kabupaten/Kota Propinsi NAD, Tahun 2007

Hasil tabel diatas dapat diketahui distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD yang terbanyak adalah Laki-laki 26 orang (53.1%) dan Perempuan 23 orang (46,9%).

4.1.2.3. Pekerjaan

Hasil penelitian menurut pekerjaan pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD Tahun 2007

Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Beresiko 3 6.1

Tidak Beresiko 46 93.9

Jumlah 49 100

Dari hasil tabel diatas dapat diketahui distribusi responden berdasarkan pekerjaan yang tidak beresiko berjumlah 46 orang (93.9%) dan beresiko yaitu petani dan peternak sebanyak 3 orang (6.1%).

Jenis Kelamin Jumlah (orang) %

Laki-Laki 26 53,1

Perempuan 23 46,9


(39)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

4.1.3. Keadaan Lingkungan

Hasil penelitian menurut keadaan lingkungan yang berada pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD.

4.1.3.1. Frekwensi Banjir

Berdasarkan penelitian menurut frekuensi banjir pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Banjir di rumah Responden pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD Tahun 2007 Frek Banjir Jumlah (orang) Persentase (%)

2 x setahun 22 44.9

1 x setahun 27 55.1

Jumlah 49 100

Dari tabel diatas dapat dilihat distribusi responden berdasarkan frekuensi banjir pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dimana datangnya banjir setahun ke rumah responden terbanyak yaitu 1x setahun berjumlah 27 orang (55.1%) sedangkan frekuensi banjir selama 2x setahun berjumlah 22 orang (44.9%).

4.1.3.2. Lama Surutnya Banjir

Berdasarkan hasil penelitian menurut lama surutnya banjir pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


(40)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Lama Surutnya Air pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD, Tahun 2007

Lama Surutnya Air Jumlah (orang) Persentase (%)

> 3 hari 13 26.5

1 – 3 hari 24 49

< 1 hari 12 24.5

Jumlah 49 100

Dari tabel 4.6 diatas dapat diketahui frekuensi lama surutnya air pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD selama 1 – 3 hari 24 orang (49%) sedangkan > 3 hari berjumlah 13 orang (26.5%) dan < 1 hari 12 orang (24.5%).

4.1.4. Keadaan Rumah

Hasil penelitian berdasarkan keadaan rumah responden pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dapat dilihat pada tabel berikut.

4.1.4.1. Status Rumah Terhadap Banjir

Berdasarkan penelitian keadaan status rumah terhadap banjir pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD.

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Status Rumah Terhadap Banjir Pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD, Tahun 2007

Frek Banjir Jumlah (orang) Persentase (%)

Banjir 47 95.9

Tidak 2 4.1


(41)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Distribusi Responden berdasarkan status rumah terhadap banjir pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD yang terkena Banjir 47 orang (95.9%) dan tidak terkena banjir sebanyak 2 orang (4.1%).

4.1.4.2. Tempat Penyimpanan Air

Kondisi tempat penyimpanan air rumah responden pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Penyimpanan Air pada beberapa Kabupaten/Kota Propinsi NAD, Tahun 2007 Tempat Penyimpanan Air Jumlah (orang) Persentase (%)

Terbuka 3 6.1

Tertutup 46 93.9

Jumlah 49 100

Distribusi responden berdasarkan tempat penyimpanan air pada beberapa Kabupaten/Kota Propinsi NAD yang tertutup yaitu 46 orang (93.9%) dan penyimpanan air terbuka 3 orang (6.1%).

4.1.4.3. Tempat Penyimpanan Makanan

Berdasarkan hasil penelitian menurut tempat penyimpanan makanan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.


(42)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Penyimpanan Makanan pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD, Tahun 2007

Tempat Penyimpanan Makanan Jumlah (orang) Persentase (%)

Terbuka 2 4.1

Tertutup 47 95.9

Jumlah 49 100

Tabel 4.9 diatas dapat dilihat tempat penyimpanan makanan pada beberapa Kabupaten/Kota di NAD yang tertutup sebanyak 47 orang (95.9%) dan yang terbuka sebanyak 2 orang (4.1%).

4.1.4.4. Keberadaan Tikus

Berdasarkan penelitian menurut keberadaan tikus yang berada di rumah responden pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dapat dilihat dibawah ini.

Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan Tikus pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD, Tahun 2007 Keberadaan Tikus Jumlah (orang) Persentase (%)

Ada 32 65

Tidak Ada 17 35

Jumlah 49 100

Dari tabel diatas 4.10 dapat dilihat keberadaan Tikus di rumah responden yang terdapat tikus berjumlah 32 orang (65%) dan rumah yang tidak terdapat tikus 17 orang (35%).


(43)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Kejadian Leptospirosis

Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap masyarakat diketahui bahwa terdapat 49 penderita Leptospirosis pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD tersebut. Jumlah penderita yang paling tinggi ditemukan di Kabupaten Langsa yaitu 20 orang (40,8%) diikuti Kabupaten Aceh Utara 15 orang (30,6%) frekuensi ini lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Hal ini disebabkan frekuensi banjir yang datang ke Kota Langsa 2 x dalam setahun. Penyelidikan Epidemiologi oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta pada tahun 2002 yaitu Kecamatan Cengkareng, Palmerah dan Tanah Abang dimana dari 138 responden didapatkan proporsi leptospirosis sebesar 13%. Hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Mampang Prapatan oleh Feurah, dkk, 2002 didapatkan proporsi kejadian leptospirosis positif sebesar 14,3% dari 46 responden (Deasy, 2002).

5.2. Karakteristik 5.2.1 Umur

Dari hasil penelitian dapat diketahui distribusi responden menurut umur yang paling terbanyak adalah 20 - 30 thn sebanyak 23 orang (47%), > 30 thn sebanyak 18 orang (36.7%), sedangkan < 20 tahun sebanyak 8 orang


(44)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

(16.3%), hal ini sesuai menurut Yatim yang dikutip Hernowo (2002), bahwa jumlah pasien Leptospirosis sebanyak 80 orang selama periode 1991 – 1993 didapat kelompok umur diatas 50 tahun sebanyak 28 orang (35%) orang, kelompok umur 40 – 49 tahun sebanyak 21 orang (26%). Kelompok umur 20 – 39 tahun sebanyak 4 (5%) orang. Dari jumlah pasien per kelompok umur tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok umur 20 – 39 tahun cenderung lebih beresiko terkena leptospirosis.

Penyakit Leptospirosis jarang terjadi pada bayi dan anak remaja mungkin karena kenyataannya mereka paling sedikit terpapar (Sehgal, Et.al, 1991). Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, hal ini mungkin diakibatkan pekerjaannya yang lebih banyak terpapar oleh hewan yang terinfeksi dan lingkungan yang terkontaminasi (Soebronto, 1981).

5.2.2 Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian diketahui menurut Janis kelamnin penderita leptospirosis yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 26 orang (53,1%) sedangkan perempuan sebanyak 23 orang (46,9%), ini diakibatkan pada saat banjir terjadi laki-laki turun langsung membersihkan lingkungan sehingga terpapar dengan kotoran rodent.

Demikian juga menurut teori Sehgal et.al (1991) yang mengatakan bahwa laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk terinfeksi leptospirosis. Hal ini mungkin diakibatkan karena laki-laki memiliki


(45)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

pekerjaan yang lebih terpapar oleh hewan yang terinfeksi dan lingkungan yang terkontaminasi (Soebronto 1981, Depkes 2002).

5.2.3 Pekerjaan

Hasil penelitian ini diperoleh berdasarkan tingkat pekerjaan terbanyak tidak beresiko yaitu 46 orang (93,9%) dan yang beresiko yaitu petani dan peternak sebanyak 3 orang (6,1%).

Ini dapat disebabkan penderita leptospirosis waktu menggunakan sumber air bersih untuk pertanian telah tercemar dengan bakteri leptospirosis atau perilaku kebiasaan membersihkan kaki, tangan dan tubuh lainnya tidak menggunakan sabun setelah kontak dengan air yang tergenang dan telah terkontaminasi dengan bakteri leptospirosis.

Menurut Simanjuntak (2002) leptospirosis disebut juga penyakit pekerjaan, karena sering menyerang petani, pekerja pembersih selokan, pemburu bebek liar, para dokter hewan, pekerjaan rumah potong, pekerja perkebunan dan para wisatawan pendaki gunung.

Menurut teori Faisal (1998) bakteri leptospirosis mampu bertahan hidup lama pada air tergenang seperti di kolam renang, di lubuk sungai dan di tanah lembab, tanah rawa dan Lumpur di pertambangan dan pertanian/perkebunan. Untuk itu pekerjaan merupakan faktor resiko timbulnya kejadian leptospirosis. Hal ini disebabkan pekerjaan yang dilakukan kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi leptospirosis.


(46)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

5.3. Keadaan Lingkungan 5.3.1. Frekuensi Banjir

Dari hasil penelitian ditemukan frekuensi banjir pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dalam 1x setahun sebanyak 27 responden (55%) sedangkan 2x setahun 22 responden (45%). Hai ini disebabkan lebih sering banjir datang maka makin besar kemungkinan seseorang untuk terkena penyakit leptospirosis.

Menurut Depkes RI (2002) yang dikutip oleh Deasy (2002), bahwa pada frekuensi musim hujan yang lebih sering turun hujan dalam setahun perlu mewaspadai berjangkitnya penyakit leptospirosis, karena daerah tersebut berpotensi besar untuk terjadi banjir. Kondisi lingkungan yang banjir akan mempercepat proses penularan bakteri leptospira melalui air (Depkes, 2005).

5.3.2. Lama Surutnya Banjir

Dari hasil penelitian lama surutnya banjir terdapat lebih banyak selama 1 - 3 hari yaitu 24 (49%) responden, sedangkan yang < 3 hari berjumlah 13 responden (26,5%), hal ini sesuai pendapat Gindo (2002), mengatakan ada kecenderungan jumlah penderita leptospirosis meningkat setelah banjir terlebih lama surutnya air sampai 3 hari atau lebih, pada pasca banjir perlu diwaspadai terutama sehabis membersihkan sisa-sisa banjir atau mencebur air genangan tanpa alas kaki, air genangan tersebut telah tercemar air kencing


(47)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

binatang terutama tikus yang mengandung leptospira yang merupakan sumber penularan yang banyak terjadi.

5.4. Keadaan Rumah

5.4.1. Status Rumah Terhadap Banjir

Status rumah penderita leptospirosis terhadap banjir pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dapat dilihat bahwa rumah yang rawan terkena banjir berjumlah 47 responden (95.9%) sedangkan yang tidak terkena banjir hanya 2 responden (4,1%), ini sesuai dengan penelitian Deasy (2002) yang mengatakan penduduk yang tinggal di daerah banjir memiliki peluang 4,516 kali terkena leptospirosis dibandingkan penduduk yang tinggal daerah yang tidak banjir. Karena rumah yang rawan terkena banjir penduduknya lebih berpeluang terinfeksi bakteri leptospira, hal ini disebabkan penduduk lebih lama kontak langsung dengan air yang telah tercemar air kencing dari tikus tersebut.

5.4.2. Tempat Penyimpanan Air

Dari hasil penelitian dibeberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD yang tempat penyimpanan air tertutup berjumlah 46 responden (94%) sedangkan yang terbuka hanya 3 responden (6%).


(48)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Ini dapat diketahui air bersih yang tidak tertutup dapat dimasuki oleh binatang pengerat tersebut dan terkontaminasi dengan kotoran binatang pengerat tersebut.

Menurut pendapat Sehgal, Et.al (1991) yang mengatakan bahwa salah satu cara untuk mengontrol dan melindungi individu/masyarakat dari kontaminasi kuman leptospirosis adalah dengan menjaga tempat penyimpanan air dalam keadaan tertutup, untuk mencegah dari binatang pengerat.

5.4.3. Tempat Penyimpanan Makanan

Dari hasil penelitian dibeberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD yang tempat penyimpanan Makanan tertutup berjumlah 47 responden (95,5%) sedangkan yang terbuka hanya 2 responden (4.1%).

Dengan tidak tertutupnya tempat penyimpanan makanan dapat memudahkan makanan terkontaminasi dengan bakteri leptospirosis yang oleh kencing tikus.

Menurut pendapat Sehgal, et.al (1991) yang mengatakan bahwa salah satu cara untuk mengontrol dan melindungi individu/masyarakat dari kontaminasi kuman leptospirosis adalah dengan menjaga makanan dari binatang pengerat. Semua makanan harus disimpan dalam tempat penyimpanan yang rodent-proof.


(49)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

5.4.4. Keberadaan Tikus

Dari hasil penelitian di 5 kabupaten Propinsi NAD di ketahui rumah responden yang terdapat tikus berjumlah 32 orang (32%) dan rumah yang tidak terdapat tikus berjumlah 17 orang (35%). Tikus besar merupakan salah satu reservoir penyakit ini. (Chin, 2000).

Dengan keberadaan tikus di rumah penderita, dapat memudahkan terkontaminasi dengan bakteri leptospirosis.

Manusia terinfeksi Leptospira melalui kontak dengan air, tanah (lumpur), tanaman yang telah di kotori oleh air seni dari hewan-hewan penderita Leptospirosis. Tempat masuknya Leptospira biasanya melalui kulit yang terluka atau mukosa, pada kulit yang utuh, infeksi dapat terjadi setelah kontak lama dengan air yang terkontaminasi Leptospira, kadang-kadang melalui saluran pencernaan dari makanan yang terkontaminasi oleh urine tikus yang terinfeksi. (Dep.Kes. 2005).


(50)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Kejadian leptospirosis pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD tahun 2006 terbanyak di Kabupaten Langsa dengan jumlah penderita 20 orang atau 41% dari total penderita.

2. Berdasarkan karakteristik penderita berdasarkan kelompok umur penderita Leptospirosis yang terbanyak pada kelompok umur 20 - 30 tahun sebanyak 23 orang (47%), > 30 tahun sebanyak 18 orang (36.7%) dan < 20 tahun 8 orang (16.3%) dan penderita Leptospirosis yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 26 orang (53.1%) sedangkan berdasarkan pekerjaan adalah yang tidak beresiko sebanyak 46 orang (93,9%).

3. Berdasarkan keadaan lingkungan, dimana datangnya banjir dalam setahun ke rumah penderita Leptospirosis terbanyak yaitu 1 x setahun berjumlah 27 orang (55.1%) dan lama surutnya banjir di rumah penderita Leptospirosis yaitu selama 1 – 3 hari sebanyak 24 orang (49%).

4. Status rumah terhadap banjir yaitu rumah penderita Leptospirosis yang terkena banjir sebanyak 47 orang (95.9%) sedangkan berdasarkan tempat penyimpanan air yang terbanyak adalah tertutup sebanyak 46 orang (93.9%) dan tempat penyimpanan makanan yang terbanyak adalah tertutup sebanyak 47 orang (95,5%) sedangkan keberadaan tikus dirumah penderita sebanyak 32 orang (65%).


(51)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009 6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran kejadian leptospirosis di Propinsi NAD khususnya pada lima kabupaten yang menjadi lokasi penelitian ini, mengingat masih banyaknya factor yang mempengaruhi kejadian leptospirosis yang belum diteliti dalam penelitian ini. Sehingga hasil penelitian tersebut dapat menjadi bahan masukkan bagi Dinas Kesehatan Propinsi NAD didalam mengoptimalkan program kesehatan.

2. Perlu dilakukan penyebaran informasi kepada masyarakat luas tentang penyakit leptospirosis, pentingnya memelihara Personal Higyene, menjaga kebersihan lingkungan dan sanitasi untuk menghindarkan masyarakat dari leptospirosis.

3. Untuk mengurangi keterpaparan dengan kotoran rodent maka disarankan perilaku kebiasaan membersihkan kaki, tangan dan tubuh lainnya dengan sabun, menggunakan sepatu bot dan sarung tangan pada saat kontak dengan genangan air.

4. Dinas kesehatan Propinsi NAD perlu mengembangkan Sistem

Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap penyakit leptospirosis untuk melihat keadaan penyakit ini di masyarakat sehingga pemberantasan penyakit dapat dilakukan secara optimal.


(52)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Anies, 2005. Mewaspadai Penyakit Lingkungan, Elex Media Komputindo, Jakarta

Benensons, Abram , 1995.Control Of Communicable Disease Manual, American Public Health Association Washington DC

Chin, James, 2000, Control of Communicable Disease Manual, 17 ed. American Public Health Association, Washington CDC, 2000 Editor, Dr. I. Nyoman Kandun, MPH, Dep.Kes.

Departemen Kesehatan RI, 2002, Makalah Penanggulangan Leptospirosis di

Indonesia, 2002, Jakarta DitJen PPM & PL, Jakarta.

______________, 2005, Profil Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan (PPM & PL) Tahun 2004, Jakarta

.

______________, 2004, Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan Kasus

Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia, Jakarta.

______________, 2005, Selayang Pandang Pemberantasan Penyakit Menular

dan Penyehatan Lingkungan di Indonesis, Dharma Wanita

Persatuan PPM & PL, Jakarta .

______________, 2005, Pedoman Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia Dit.Jen. PPM & PL, Jakarta.

______________, 2006, Metode Sero Survey Leptospirosis Dit.Jen. PPM & PL, Jakarta.

Jawetz., dkk, 2001 , Mikrobiologi Kedokteran, Salemba, Jakarta. Kusnoputranto, H. dan Susana D, 2000, Kesehatan Lingkungan, Depok

Slamet, Juli Soemirat, 1994, Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada, Yogyakarta


(53)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Suroso, Thomas, 2002. Leptospirosis Mengintai Anak, Majalah Ayahbunda No.75, Jakarta

WHO, 1989, Our Planet, Our Health, Report of the WHO Commission on

Health and Environment, Editor: Kusnanto, Hari, dr, Dr.PH, Gajah

Mada University Press.

WHO, 1991 , Surface Water Drainage For Low-Income Communities, Geneva.


(1)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Ini dapat diketahui air bersih yang tidak tertutup dapat dimasuki oleh binatang pengerat tersebut dan terkontaminasi dengan kotoran binatang pengerat tersebut.

Menurut pendapat Sehgal, Et.al (1991) yang mengatakan bahwa salah satu cara untuk mengontrol dan melindungi individu/masyarakat dari kontaminasi kuman leptospirosis adalah dengan menjaga tempat penyimpanan air dalam keadaan tertutup, untuk mencegah dari binatang pengerat.

5.4.3. Tempat Penyimpanan Makanan

Dari hasil penelitian dibeberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD yang tempat penyimpanan Makanan tertutup berjumlah 47 responden (95,5%) sedangkan yang terbuka hanya 2 responden (4.1%).

Dengan tidak tertutupnya tempat penyimpanan makanan dapat memudahkan makanan terkontaminasi dengan bakteri leptospirosis yang oleh kencing tikus.

Menurut pendapat Sehgal, et.al (1991) yang mengatakan bahwa salah satu cara untuk mengontrol dan melindungi individu/masyarakat dari kontaminasi kuman leptospirosis adalah dengan menjaga makanan dari binatang pengerat. Semua makanan harus disimpan dalam tempat penyimpanan yang rodent-proof.


(2)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

5.4.4. Keberadaan Tikus

Dari hasil penelitian di 5 kabupaten Propinsi NAD di ketahui rumah responden yang terdapat tikus berjumlah 32 orang (32%) dan rumah yang tidak terdapat tikus berjumlah 17 orang (35%). Tikus besar merupakan salah satu reservoir penyakit ini. (Chin, 2000).

Dengan keberadaan tikus di rumah penderita, dapat memudahkan terkontaminasi dengan bakteri leptospirosis.

Manusia terinfeksi Leptospira melalui kontak dengan air, tanah (lumpur), tanaman yang telah di kotori oleh air seni dari hewan-hewan penderita Leptospirosis. Tempat masuknya Leptospira biasanya melalui kulit yang terluka atau mukosa, pada kulit yang utuh, infeksi dapat terjadi setelah kontak lama dengan air yang terkontaminasi Leptospira, kadang-kadang melalui saluran pencernaan dari makanan yang terkontaminasi oleh urine tikus yang terinfeksi. (Dep.Kes. 2005).


(3)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Kejadian leptospirosis pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD tahun 2006 terbanyak di Kabupaten Langsa dengan jumlah penderita 20 orang atau 41% dari total penderita.

2. Berdasarkan karakteristik penderita berdasarkan kelompok umur penderita Leptospirosis yang terbanyak pada kelompok umur 20 - 30 tahun sebanyak 23 orang (47%), > 30 tahun sebanyak 18 orang (36.7%) dan < 20 tahun 8 orang (16.3%) dan penderita Leptospirosis yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 26 orang (53.1%) sedangkan berdasarkan pekerjaan adalah yang tidak beresiko sebanyak 46 orang (93,9%).

3. Berdasarkan keadaan lingkungan, dimana datangnya banjir dalam setahun ke rumah penderita Leptospirosis terbanyak yaitu 1 x setahun berjumlah 27 orang (55.1%) dan lama surutnya banjir di rumah penderita Leptospirosis yaitu selama 1 – 3 hari sebanyak 24 orang (49%).

4. Status rumah terhadap banjir yaitu rumah penderita Leptospirosis yang terkena banjir sebanyak 47 orang (95.9%) sedangkan berdasarkan tempat penyimpanan air yang terbanyak adalah tertutup sebanyak 46 orang (93.9%) dan tempat penyimpanan makanan yang terbanyak adalah tertutup sebanyak 47 orang (95,5%) sedangkan keberadaan tikus dirumah penderita sebanyak 32 orang (65%).


(4)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran kejadian leptospirosis di Propinsi NAD khususnya pada lima kabupaten yang menjadi lokasi penelitian ini, mengingat masih banyaknya factor yang mempengaruhi kejadian leptospirosis yang belum diteliti dalam penelitian ini. Sehingga hasil penelitian tersebut dapat menjadi bahan masukkan bagi Dinas Kesehatan Propinsi NAD didalam mengoptimalkan program kesehatan.

2. Perlu dilakukan penyebaran informasi kepada masyarakat luas tentang penyakit leptospirosis, pentingnya memelihara Personal Higyene, menjaga kebersihan lingkungan dan sanitasi untuk menghindarkan masyarakat dari leptospirosis.

3. Untuk mengurangi keterpaparan dengan kotoran rodent maka disarankan perilaku kebiasaan membersihkan kaki, tangan dan tubuh lainnya dengan sabun, menggunakan sepatu bot dan sarung tangan pada saat kontak dengan genangan air.

4. Dinas kesehatan Propinsi NAD perlu mengembangkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap penyakit leptospirosis untuk melihat keadaan penyakit ini di masyarakat sehingga pemberantasan penyakit dapat dilakukan secara optimal.


(5)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Anies, 2005. Mewaspadai Penyakit Lingkungan, Elex Media Komputindo, Jakarta

Benensons, Abram , 1995.Control Of Communicable Disease Manual, American Public Health Association Washington DC

Chin, James, 2000, Control of Communicable Disease Manual, 17 ed. American Public Health Association, Washington CDC, 2000 Editor, Dr. I. Nyoman Kandun, MPH, Dep.Kes.

Departemen Kesehatan RI, 2002, Makalah Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia, 2002, Jakarta DitJen PPM & PL, Jakarta.

______________, 2005, Profil Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM & PL) Tahun 2004, Jakarta

.

______________, 2004, Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan Kasus Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia, Jakarta.

______________, 2005, Selayang Pandang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan di Indonesis, Dharma Wanita Persatuan PPM & PL, Jakarta

.

______________, 2005, Pedoman Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia Dit.Jen. PPM & PL, Jakarta.

______________, 2006, Metode Sero Survey Leptospirosis Dit.Jen. PPM & PL, Jakarta.

Jawetz., dkk, 2001 , Mikrobiologi Kedokteran, Salemba, Jakarta. Kusnoputranto, H. dan Susana D, 2000, Kesehatan Lingkungan, Depok

Slamet, Juli Soemirat, 1994, Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada, Yogyakarta


(6)

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Suroso, Thomas, 2002. Leptospirosis Mengintai Anak, Majalah Ayahbunda No.75, Jakarta

WHO, 1989, Our Planet, Our Health, Report of the WHO Commission on Health and Environment, Editor: Kusnanto, Hari, dr, Dr.PH, Gajah Mada University Press.

WHO, 1991 , Surface Water Drainage For Low-Income Communities, Geneva.