Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di Kota Medan

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERTUMBUHAN AGROINDUSTRI

DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

HARRY DHARMA PUTRA

037018043/EP

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERTUMBUHAN AGROINDUSTRI

DI KOTA MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HARRY DHARMA PUTRA

037018043/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGA- RUHI PERTUMBUHAN AGROINDUSTRI DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Harry Dharma Putra Nomor Pokok : 037018043

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui: Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, SE, M.Si) (Drs. Iskandar Syarief, MA) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur,

(Dr. Murni Daulay, SE, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah Diuji Pada

Tanggal 17 Februari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Murni Daulay, SE, M.Si Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, MA 2. Dr. Rahmanta, MSi

3. Drs. Rujiman, MA


(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan agroindustri di Kota Medan.

Metode yang digunakan dalam menganalisis perkembangan agroindustri di Kota Medan adalah metode Ordinary Least Square (OLS), dengan menggunakan data time series dari tahun 1986 sampai 2007. Untuk menemukan estimasi yang akurat, maka digunakan dalam penelitian ini digunakan tes asumsi klasik dan tes satistik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi sebesar R 82,50 persen. Hasil estimasi terhadap variabel bebas menunjukkan bahwa variabel investasi di sektor agroindustri berpengaruh positif serta signifikan pada taraf kepercayaan 1 persen. Variabel tingkat suku kredit berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf kepercayaan 1 persen. Variabel jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor agroindustri berpengaruh positif serta signifikan pada taraf kepercayaan hingga 1 persen. Kemudian, variabel krisis ekonomi berpengaruh signifikan terhadap perkembangan agroindustri di Kota Medan.

2

Kata Kunci: Agroindustri, investasi, tingkat suku bunga bank umum, tenaga kerja, krisis ekonomi


(6)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the factors which influence on the growth of agroindustry in Medan city.

The method used to analyze the factors that influence on growth of the agroindustring in Medan city is Ordinary Least Square(OLS) method using time series data begin from 1986 until 2007. To finding accurately estimation, we used classical assumption and test of statistic in this research.

The result of this study shows that the coefficien determination R is 82,50 percent. The result of estimation to independent variables shows investment variable, has positive and significant effect at 1 percent degree of confidence. Loan interest rate variable has negative and significant effect at 1 pecent degree of confidence. Amount of labor that work in agroindustry has positive and significant effect at 1 percent degree of confidence. Therefor economic crisis has significant effect on the growth of agroindustry in Medan City.

2


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul:

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Agroindustri Di

Kota Medan.

Tesis ini sengaja disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dan mendapat gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Mulai perencanaan sampai penyelesaian tesis ini, Penulis telah mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut :

1. Kedua Orang Tua penulis, H. Harmaini Hasan, SH, MM & Hj Norma yang merawat dan membimbing penulis dari kecil sampai dewasa.

2. Istri penulis, Diana Zuraeda, Skom yang terus mensupport penulis dan kedua anak penulis, Amanda Desfiana Putri dan Anastasya Deli Putri.

3. Prof. dr. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, SpA(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara

4. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU Medan .


(8)

5. Dr. Murni Daulay, M.Si selaku dosen pembimbing dan juga sebagai Ketua Program Magister Ekonomi Pembangunan.

6. Drs. Iskandar Syarief, MA selaku dosen pembimbing I Penulis, yang telah dengan sabar memberikan petunjuk serta bimbingan, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

7. Dr. Rahmanta, M.Si, selaku dosen penguji I Penulis yang telah memberikan banyak masukan dalam penyelesaian tesis ini.

8. Drs. Rujiman, MA, selaku dosen penguji II Penulis yang telah memberikan banyak masukan dalam penyelesaian tesis ini.

9. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si, selaku dosen penguji III Penulis yang telah memberikan banyak masukan dalam penyelesaian tesis ini.

10.Kepada seluruh dosen yang mengajar di Program Pascasarjana Ekonomi Universitas Sumatera Utara atas segala kebaikan mereka dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmad dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Tesis ini tentu saja masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif senantiasa Penulis harapkan dari segenap pembaca demi kesempurnaan tesis ini dimasa yang akan datang.


(9)

Kepada Peneliti lain mungkin masih bisa mengembangkan hasil penelitian ini pada ruang lingkup yang lebih luas dan analisis yang lebih tajam. Akhirnya Penulis selalu berharap semoga tesis ini ada mamfaatnya.

Medan, 17 Februari 2009

Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Harry Dharma Putra

Alamat : Jl.Brigjen Katamso No.482

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS) Tempat/Tanggal lahir : Medan, 21 Juni 1978 Jenis Kelamin : Laki- laki

Nama Orang Tua Laki-laki : H.Harmaini Hasan ,SH,MM Nama Irang tua Perempuan : Hj.Norma

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar : SD Swasta Harapan Medan lulus tahun 1990 2. Sekolah Menengah Pertama : SMPN 1 Tebing Tinggi lulus tahun 1993 3. Sekolah Menengah Atas : SMUN 1 Medan lulus tahun 1996

4. Universitas : Fakuitas Ilmu Komputer Universitas Guna Dharma Jakarta lulus tahun 2002


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Pengertian dan Peranan Agroindustri ... 9

2.2 Agroindustri Hasil Pertanian ... 13

2.3 Karakteristik Agroindustri ... 16

2.4 Teknis Pengolahan Agroindustri Hasil Pertanian ... 18


(12)

2.6 Kebijakan Nasional Pembangunan Agroindustri ... 24

2.7 Skenario Pertumbuhan Ekonomi... 26

2.8 Pengembangan Agroindustri... 28

2.9 Permasalahan yang Dihadapi ... 30

2.10 Peluang Pengembangan Agroindustri ... 36

2.11 Kendala Pengembangan Agroindustri ... 38

2.12 Kerangka Konsep ... 45

2.13 Hipotesis Penelitian ... 46

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 47

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 47

3.3 Identifikasi Variabel ... 48

3.4 Model Analisis ... 48

3.5 Metode Analisis Data ... 49

3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 50

3.6.1 Koefisien Determinasi (R ) ... 50 2 3.6.2 Uji F (Uji Keseluruhan) ... 51

3.6.3 Uji t (Uji Parsial) ... 51

3.7 Pengujian Terhadap Validitas Asumsi Klasik ... 52

3.7.1 Uji Multikolinearitas ... 52

3.7.2 Uji Autokorelasi ... 53

3.7.3 Uji Normalitas ... 53

3.7.4 Linearitas ... 54

3.8 Definisi Operasional ... 55

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 56


(13)

4.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan ... 57

4.3 Struktur Ekonomi Kota Medan ... 60

4.4 Peluang Investasi Di Kota Medan ... 63

4.5 Pertumbuhan Sektor Agroindustri di Kota Medan... 65

4.6 Hasil Penelitian Dan Pembahasan ... 68

4.7 Analisis Statistik dan Intepretasi Ekonomi ... 70

4.7.1 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R ) ... 70 2 4.7.2 Hasil Keseluruhan (Uji-F) ... 71

4.7.3 Hasil Uji Parsial (Uji-t) ... 71

4.8 Hasil Uji Validitas Asumsi Klasik ... 73

4.8.1 Hasil Uji Multikolinearitas ... 73

4.8.2 Hasil Uji Autokorelasi ... 74

4.8.3 Hasil Uji Normalitas ... 75

4.8.4 Hasil Uji Linearitas ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 77


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Aktivitas Pengolahan, Bentuk Produk, dan Tingkatan Proses Perubahan Bentuk dalam Kegiatan

Agroindustri Hasil Pertanian ... 20

4.1. Produk Domestik Regional Bruto Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004 – 2006 (Milyar Rupiah) ... 58

4.2. Produk Domestik Regional Bruto Kota Medan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 – 2006 (Milyar Rupiah) ... 59

4.3. Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004 - 2006 (%) ... 62

4.4. Indikator Pertumbuhan PDRB Kota Medan ... 65

4.5. Laju Pertumbuhan Sektor Agroindustri di Kota Medan ... 66


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Konsep Penelitian Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Sektor

Agroindustri ... ... 45 4.1. PDRB Kota Medan ADH Berlaku dan Konstan Tahun 2000

Periode 2004-2006 ... 60 4.2. Struktur PDRB Menurut Penggolongan Sektor


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Penelitian ... 80

2. Hasil Regresi ... 81

3. Uji Multikolinearitas ... 82

4. Uji Autokorelasi ... 84

5. Uji Normalitas ... 85


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Memasuki abad ke-21 perekonomian Indonesia menghadapi sejumlah permasalahan yang sangat berat, khususnya akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Penurunan pendapatan, kemiskinan, pengangguran, laju inflasi yang tinggi merupakan sederet persoalan ekonomi yang yang memerlukan pemecahan sesegera mungkin. Krisis ekonomi tersebut bukan merupakan bencana ekonomi, melainkan suatu koreksi pasar terhadap strategi pembangunan ekonomi yang ditempuh selama ini, yang lebih memfokuskan kepada pembangunan industri yang bersifat hi-tech dengan mengandalkan murahya tenaga kerja dengan mengandalkan komponen bahan baku utama adalah impor (foodloose industry). Pembangunan pertanian kurang menjadi perhatian sedangkan sebagian besar penduduk Indonesia mata pencahariannya adalah bertani.

Adanya persepsi yang salah bahwa kemajuan suatu bangsa tidak mungkin dicapai melalui pemberdayaan sektor pertanian juga merupakan salah satu penyebab lain dari kegagalan penentuan fokus pembangunan ekonomi nasional (Lukmana, 1995). Negara yang tidak mengadakan perbaikan disektor pertanian, mengambil resiko yang serius dan akan mengalami kemacetan (bottle neck) dalam pembangunannya (Kotler, dkk, 1998). Menurut Hardiansyah (2000) kita harus mempelajari sejarah bahwa


(18)

2

negara-negara industri seperti Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Swiss, Inggris, Belanda, Jepang, dan Australia, memulai ekonominya melalui sektor pertanian dan bahkan sampai saat ini masih mengandalkan produk pertanian dan hasil olahannya untuk mencukupi kebutuhan pangan dan kebutuhan devisa. Sebaliknya Negara Uni Sovyet yang pada mulanya merupakan salah satu dari dua negara adi kuasa, sekarang menjadi tertinggal kerena menomorduakan pembangunan sektor pertaniannya sehingga mengalami kekurangan pangan yang cukup serius.

Untuk memecahkan persoalan ekonomi yang sangat luas tersebut, Indonesia memerlukan strategi pembangunan ekonomi yang memiliki kemampuan jangkauan pemecahan masalah yang luas dan visioner, yang tidak hanya mampu menghasilkan devisa yang besar untuk pembayaran hutang, menciptakan lapangan pekerjaan, menghapuskan kemiskinan, mewujudkan pemerataan, menjamin pembangunan yang berkelanjutan dan strategi yang ditempuh tersebut tidak harus tergantung pada impor bahan baku, barang modal, tenaga ahli maupun pembiayaan.

Pengembangan agroindustri merupakan salah satu opsi yang perlu dipertimbangkan. Sebagai industri berbasis sumber daya, agroindustri berpotensi dapat meningkatkan cadangan devisa serta penyediaan lapangan kerja. Hal ini dinilai strategis mengingat Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di daerah tropis yang memiliki keragaman hayati (biodiversity) cukup besar. Untuk sektor perkebunan saja tidak kurang dari 145 komoditi yang tercatat sebagai komoditi binaan, sementara yang memiliki nilai ekonomis dapat diandalkan baru sekitar 10% diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, jambu mete (Saragih, 2000).


(19)

9

Selanjutnya, pengembangan agroindustri akan sangat strategis apabila dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Pengertian terpadu adalah keterkaitan usaha sektor hulu dan hilir (backward and forward linkages), serta pengintegrasian kedua sektor tersebut secara sinergis dan produktif. Sedangkan dengan konsepsi berkelanjutan, diartikan sebagai pemanfaatan teknologi konservasi sumberdaya dengan melibatkan kelompok/ lembaga masyarakat, serta pemerintah pada semua aspek.

Dengan demikian diperlukan jaringan kerja dan peran aktif semua pihak yang terkait. Keterpaduan dan berkelanjutan inilah yang menempatkan UKM yang tergabung dalam sentra-sentra, menjadi variabel penting. Hal ini karena agroindustri, yang memproduksi kebutuhan konsumsi masyarakat memiliki multipliereffects yang tinggi karena keterlibatan berbagai komponen dalam masyarakat (Tambunan, 2003)

Sejak reformasi, salah satu diskursus yang mengemuka dalam pembangunan ekonomi nasional adalah perlunya shifting paradigm agar pembangunan lebih berbasis pada pertanian dalam arti luas sehingga industri yang seharusnya dikembangkan adalah industri manufaktur agro (agroindustri).

Pengembangan agroindustri diyakini akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus menciptakan pemerataan pembangunan. Diakui atau tidak, ekonomi Indonesia sekarang mempunyai masalah yang krusial dalam bidang pengangguran dan kemiskinan. Titik lemah perekonomian kita adalah tidak bergeraknya sektor riil sehingga kesempatan kerja terbatas. Padahal sebagian besar penduduk miskin berada pada sektor ini, khususnya pertanian dalam arti luas. Oleh karena itu, diperlukan keberanian pemerintah untuk melakukan terobosan


(20)

strategi menjadikan agroindustri sebagai lokomotif ekonomi untuk menarik sektor lainnya. Seperti diketahui, keunggulan komparatif perekonomian Indonesia adalah besarnya potensi sumber daya alam terbarukan (renewable resources) dan pengalaman agroindustri sebagai penyelamat ekonomi kita selama krisis.

Dalam sektor-sektor agroindustri itu ditemui sejumlah keunggulan, indikatornya antara lain: pertama, dari sisi sektor tenaga kerja, kegiatan pertanian merupakan penyerap tenaga kerja yang terbesar dan merupakan sumber pendapatan mayoritas penduduk. Kedua, dari sisi sektor pangan, pertanian merupakan penghasil makanan pokok penduduk. Peran ini tidak dapat disubstitusi secara sempurna oleh sektor ekonomi lainnya, kecuali apabila impor pangan menjadi pilihan. Ketiga, dari sisi sektor ekonomi makro, komoditas pertanian sebagai penentu stabilitas harga, yang menjadi indikator kesejahteraan masyarakat. Harga produk-produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen sehingga dinamikanya sangat berpengaruh terhadap inflasi. Keempat, dari sisi sektor perdagangan, akselerasi pembangunan pertanian sangat penting untuk mendorong ekspor dan mengurangi impor. Kelima, dari sisi sektor industri, komoditas pertanian merupakan bahan industri manufaktur pertanian. Keenam, dari sisi sektor pembangunan daerah, pada tataran pelaksanaan pertanian memiliki keterkaitan antara regional dan sektoral yang sangat tinggi. Ketujuh, dari sisi penanggulangan kemiskinan, sektor-sektor agroindustri merupakan kegiatan yang paling banyak mengikutsertakan kelompok masyarakat yang tidak mampu dan berada dalam kawasan yang belum maju atau kawasan tertinggal. Dan kedelapan, dari sisi investasi, sektor-sektor agroindustri


(21)

merupakan kegiatan yang paling banyak menarik dan menghimpun investasi, terutama investasi asing.

Tantangan pembangunan yang dihadapi oleh pemerintah Kota Medan pada masa yang akan datang adalah bagaimana mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai dan meningkatkan serta memperluas landasan ekonomi daerah yang didukung oleh peningkatan ekspor non migas dan perluasan kesempatan kerja sehingga mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat. Untuk menghadapi tantangan tersebut, pembangunan ekonomi Kota Medan menghadapi pula beberapa kendala. Beberapa kendala tersebut adalah (1) tenaga kerja, (2) modal (3) prasarana dan sarana yang kurang, (4) kerusakan sumber daya alam yang terjadi akibat pembangunan yang dilakukan selama ini, (5) koordinasi antar lembaga yang lemah, (6) penduduk yang masih tinggal dalam kemiskinan dan (7) teknologi yang masih rendah.

Usaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan juga berkelanjutan (sustainable) akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan ekonomi, dan ekspor. Peluang yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Medan untuk mencapai tersebut antara lain: (1) potensi sumber daya, yang belum optimal dimanfaatkan dan yang belum dimanfaatkan, (2) adanya industri pengolahan (agroindustri) yang cukup berkembang, (3) lokasi yang strategis, dan (4) jumlah penduduk yang besar.


(22)

Dengan memperhatikan kendala dan peluang untuk mencapai sasaran pembangunan yang mempunyai dampak terhadap kesejahteraan masyarakat maka perlu ada suatu kebijaksanaan yang tepat yaitu bagaimana mengembangkan sektor yang dapat menjadi unggulan dalam pembangunan ekonomi.

Pembangunan industri di Kota Medan diarahkan terutama untuk mengembangkan industri yang berorientasi ekspor dengan memanfaatkan potensi sumber daya dari daerah hinterland, selain sumber daya alam, sumber daya manusia, letaknya yang sangat strategis sebagai pintu gerbang Indonesia bagian barat, adanya pelabuhan laut Belawan dan Bandar Udara Polonia, memiliki sarana dan prasarana yang sangat mendukung seperti adanya Kawasan Industri Medan yang terlibat langsung dalam segitiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand dan sekaligus berbatasan dengan Segitiga Singapura-Johor-Riau.

Pengembangan sektor agroindustri penting bagi pertumbuhan ekonomi karena peranannya dalam hal: (1) meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto, (2) meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, (3) meningkatkan pangsa pasar dan ekspor, (4) meningkatkan pendapatan petani, (5) persiapan menuju Negara industri baru.

Upaya pengembangan dan perluasan kegiatan industri pengolahan termasuk agroindustri perlu ditingkatkan dan didorong melalui penciptaan iklim yang lebih meransang bagi penanaman modal. Kota Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia sangat berpotensial untuk berkembangnya investasi khususnya disektor agroindustri. Hal ini karena Kota Medan sebagai pusat aktivitas perekonomian dan


(23)

perdagangan di Sumatera Utara khususnya dengan daerah hinterland merupakan daerah basis pertanian.

Dengan demikian, dipandang perlu untuk mengkaji lebih jauh pengaruh perkembangan sektor agrindustri terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Medan dan diharapkan akan mampu menjawab tantangan saat ini dan masa yang akan datang.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh investasi sektor agroindustri terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan?

2. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga kredit terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan?

3. Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan?

4. Bagaimana pengaruh krisis ekonomi terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan?


(24)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh investasi sektor agroindustri terhadap pertumbuhan sektor agroindustri Kota Medan.

2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga kredit terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui pengaruh tenaga kerja sektor agroindustri terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan.

4. Untuk mengetahui pengaruh krisis ekonomi terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari studi ini adalah:

1. Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan.

2. Sebagai masukan bagi Pemerintah Kota Medan dalam menentukan kebijakan mengenai masalah pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan.

3. Sebagai dasar menyusun kebijaksanaan baru pembangunan ekonomi wilayah secara khusus di sektor agroindustri.

4. Sebagai bahan informasi terdokumentasi bagi peneliti lain yang mempunyai keinginan melakukan studi tentang sektor agroindustri.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Peranan Agroindustri

Agroindustri dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan industri yang memanfaatkan produk primer hasil pertanian sebagai bahan bakunya untuk diolah sedemikian rupa sehingga menjadi produk baru baik yang bersifat setengah jadi yang dapat dikonsumsi. Menurut saragih (2000), agribisnis (adapula yang menyebutnya agrobisnis) merupakan suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem yang terkait antar satu dengan yang lain. Keempat subsitem tersebut adalah:

a. Subsistem agribisnis hulu, mencakup semua kegiatan untuk memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian antara lain: pupuk, bibit unggul, dan pestisida. b. Subsistem agribisnis usaha tani, merupakan kegiatan ditingkat petani antara lain:

lahan, tenaga kerja, modal, teknologi, dan lain-lain yang menghasilkan produk pertanian.

c. Subsistem agribisnis hilir, sering disebut sebagai kegiatan agroindustri yang merupakan kegiatan industri yang menggunakan produk pertanian sebagai bahan baku. Contohnya kegiatan pabrik minyak kelapa sawit, pabrik tepung topioka, pabrik kertas dan lain-lain.


(26)

d. Subsistem jasa penunjangan (supporting institution), yaitu kegiatan jasa yang melayani pertanian seperti kebijakan pemerintah, perbankan, penyeluhuan, pembiayaan, dan lain-lain.

Keempat subsistem tersebut saling terkait dan tergantung satu sama lain. Hambatan dalam satu subsistem akan mengakibatkan hambatan pada subsistem yang lain. Misalnya, kegiatan agroindustri tidak mungkin berkembang tanpa dukungan pengadaan bahan baku dari kegiatan produksi pertanian maupun dukungan sarana perdagangan dan pemesaran.

Agroindustri sebagai salah satu subsistem yang penting dalam sistem agribisnis, memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan yang tinggi karena pangsa pasar yang besar dalam produk nasional. Agroindustri juga dapat mempercepat transpormasi struktur perekonomian dari pertanian ke industri.

Menurut Hardiansyah (2000), strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis (dan agroindustri) pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu: menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian; menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien dan fleksibel; menciptakan nilai tambah; meningkatkan penerimaan devisa; menciptakan lapangan kerja; dan memperbaiki pembagian pendapatan.


(27)

Menurut Saragih (1998), agroindustri merupakan suatu sektor yang meminpin (leading sector) dimasa yang akan datang karena sektor tersebut:

a. Memiliki pangsa pasar yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan sehingga kemajuan yang dicapai dapat mempenagruhi perekonomian secara keseluruhan.

b. Memiliki pertumbuhan dan nilai tambah yang relatif tinggi.

c. Memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward

lingkages) yang cukup besar sehingga mampu untuk menarik pertumbuhan pada

sektor lainnya.

d. Keragaman kegiatan sektor tersebut tidak memiliki unsur-unsur yang dapat menjadi kendala (bottle neck effect) jika sedang berkembang.

Yang dimaksud dengan leading sector adalah suatu sektor yang memimpin dalam konsep pembangunan ekonomi di masa yang akan dating. Jika sektor agroindustri sebagai leading sector maka agroindustri dapat menggerakkan sektor industri, menggerakkan sektor pertanian, menggerakkan tenaga kerja, dan juga menggerakkan layanan yang lain, seperti keuangan, penelitian, pelatihan, transportasi, dan sebagainya.

Saragih (1998) menjelaskan bahwa justifikasi yang paling kuat dalam mengangkat agroindustri sebagai sektor pemimpin pada PJP II yang merupakan kelanjutan dari pembangunan yang sudah dilakukan selama PJP I. Pengembangan agroindustri tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan kegiatan industri itu


(28)

sendiri tetapi sekaligus untuk mengembangkan kegiatan budaya (on-farm agribusiness) dan kegiatan-kegiatan lain dalam sistem agribisnis secara keseluruhan.

Hal ini dapat memberikan pengaruh yang sangat besar bagi pencapaian berbagai tujuan pembangunan seperti mengatasi kemiskinan, peningkatan pemerataan, peningkatan ekspor, pengembangan kegiatan dan pelestarian lingkungan dan sebagainya.

Pengembangan agroindustri diperlukan agar terciptanya keterkaitan yang erat antara sektor pertanian dan sektor industri, sehingga proses transformasi struktur perekonomian berjalan dengan mulus dan efisien dari dominasi sektor pertanian menjadi dominasi sektor industri. Struktur perekonomian seimbang yang terwujud akan menjadi ciri-ciri sebagai berikut: (1) bagian sektor pertanian dalam menyediakan pendapatan nasional secara relatif menurun, sedangkan sektor-sektor di luar sektor pertanian mengalami kenaikan terutama untuk sektor industri, (2) penyerapan tenaga kerja sektor pertanian secara relatif menurun sedangkan sektor-sektor diluar sektor-sektor pertanian terutama sektor-sektor industri mengalami kenaikan, (3) sektor-sektor pertanian mampu menyediakan bahan pangan untuk untuk keperluan nasional, (4) sektor pertanian mampu menyediakan bahan baku untuk keperluan industri dalam negeri, dan (5) produktifitas tenaga kerja di sektor pertanian relatif sama besarnya dengan produktifitas tenaga kerja di sektor pertanian.

Dalam mewujudkan ciri-ciri struktur perekonomian seimbang tersebut, pengembangan agroindustri memiliki beberapa saasaran sekaligus yaitu: (1) menarik pengembangan sektor pertanian, (2) menciptakan nilai tambah, (3) menciptakan


(29)

lapangan pekerjaan, (4) meningkatkan penerimaan devisa, dan (5) memperbaiki pemerataan pendapatan. Agroindustri penting bagi perekonomian Indonesia karena peran agroindustri tersebut dalam hal : (1) meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), (2) meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, (3) meningkatkan pangsa pasar dan ekspor, (4) meningkatkan pendapatan petani, dan (5) persiapan menuju Negara industri baru.

Pasal 10 dan 11 Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian menyatakan keterkaitan agroindustri diarahkan kepada: (1) keterkaitan antara industri pengolahan dengan sumberdaya alam dan pemasarannya, (2) keterkaitan antara industri pengolahan yaitu hulu/dasar, industri hilir dan industri kecil, (3) keterkaitan antara industri pengolahan dengan industri pendukungnya, antara lain industri mesin, industri agroindustri dan industri pengolahan, (4) keterkaitan antara sektor industri dengan sektor ekonomi dan sektor-sektor lainnya antara lain sektor perhubungan, sektor jasa dan perbankan.

2.2. Agroindustri Hasil Pertanian

Agroindustri pengolahan hasil pertanian merupakan bagian dari agroindustri, yang mengolah bahan baku yang bersumber dari tanaman, binatang dan ikan. Pengolahan yang dimaksud meliputi pengolahan berupa proses transpormasi dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengepakan, dan distribusi. Pengolahan dapat berupa pengolahan sederhana seperti pembersihan, pemilihan (grading), pengepakan atau dapat pula berupa pegolahan yang lebih


(30)

canggih, seperti penggilingan (milling), penepungan (powdering), ekstraksi dan penyulingan (extraction), penggorengan (roasting), pemintalan (spinning), pengalengan (canning) dan proses pabrikasi lainnya.

Dengan perkataan lain, pengolahan adalah suatu operasi atau rentetan operasi terhadap terhadap suatu bahan mentah untuk dirubah bentuknya dan atau komposisinya. Dari definisi tersebut terlihat bahwa pelaku agroindustri pengolahan hasil pertanian berada diantara petani yang memproduksi dengan konsumen atau pengguna hasil agroindustri. Dengan demikian dari uraian diatas menunjukan bahwa Agroindustri pengolahan hasil pertanian, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) dapat meningkatkan nilai tambah, (b) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan, (c) meningkatkan daya saing, dan (d) menambah pendapatan dan keuntungan produsen.

Menurut Austin (1992), agroindustri hasil pertanian mampu memberikan sumbangan yang sangat nyata bagi pembangunan di kebanyakan negara berkembang karena empat alasan, yaitu:

Pertama, agroindustri hasil pertanian adalah pintu untuk sektor pertanian. Agroindustri melakukan transformasi bahan mentah dari pertanian termasuk transformasi produk subsisten menjadi produk akhir untuk konsumen. Ini berarti bahwa suatu negara tidak dapat sepenuhnya menggunakan sumber daya agronomis tanpa pengembangan agroindustri. Disatu sisi, permintaan terhadap jasa pengolahan akan meningkat sejalan dengan peningkatan produksi pertanian. Di sisi lain, agroindustri tidak hanya bersifat reaktif tetapi juga menimbulkan permintaan ke


(31)

belakang, yaitu peningkatan permintaan jumlah dan ragam produksi pertanian. Akibat dari permintaan ke belakang ini adalah: (a) petani terdorong untuk mengadopsi teknologi baru agar produktivitas meningkat, (b) akibat selanjutnya produksi pertanian dan pendapatan petani meningkat, dan (c) memperluas pengembangan prasarana (jalan, listrik, dan lain-lain).

Kedua, agroindustri hasil pertanian sebagai dasar sektor manufaktur. Transformasi penting lainnya dalam agroindustri kemudian terjadi karena permintaan terhadap makanan olahan semakin beragam seiring dengan pendapatan masyarakat dan urbanisasi yang meningkat. Indikator penting lainnya tentang pentingnya agroindustri dalam sektor manufaktur adalah kemampuan menciptakan kesempatan kerja. Di Amerika Serikat misalnya, sementara usahatani hanya melibatkan 2 persen dari angkatan kerja, agroindustri melibatkan 27 persen dari angkatan kerja.

Ketiga, agroindustri pengolahan hasil pertanian menghasilkan komoditas ekspor penting. Produk agroindustri, termasuk produk dari proses sederhana seperti pengeringan, mendominasi ekspor kebanyakan negara berkembang sehingga menambah perolehan devisa. Nilai tambah produk agroindustri cenderung lebih tinggi dari nilai tambah produk manufaktur lainnya yang diekspor karena produk manufaktur lainnya sering tergantung pada komponen impor.

Keempat, agroindustri pangan merupakan sumber penting nutrisi. Agroindustri dapat menghemat biaya dengan mengurangi kehingan produksi pasca panen dan menjadikan mata rantai pemasaran bahan makanan juga dapat memberikan


(32)

keuntungan nutrisi dan kesehatan dari makanan yang dipasok kalau pengolahan tersebut dirancang dengan baik.

2.3. Karakteristik Agroindustri

Sebelum mengembangkan agroindustri pemilihan jenis agroindustri merupakan keputusan yang paling menentukan keberhasilan dan keberlanjutan agroindustri yang akan dikembangkan. Pilihan tersebut ditentukan oleh kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada tiga komponen dasar agroindustri, yaitu pengadaan bahan baku, pengolahan dan pemasaran.

Pemasaran biasanya merupakan titik awal dalam analisis proyek agroindustri. Analisis pemasaran mengkaji lingkungan eksternal atau respon terhadap produk agroindustri yang akan ditetapkan dengan melakukan karakteristik konsumen, pengaruh kebijaksanaan pemerintah dan pasar internasional.

Kelangsungan agroindustri ditentukan pula oleh kemampuan dalam pengadaan bahan baku. Tetapi pengadaan bahan baku jangan sampai merupakan isu yang dominan sementara pemasaran dipandang sebagai isu kedua, karena baik pemasaran maupun pengadaan bahan baku secara bersama menentukan keberhasilan agroindustri. Tetapi, karena pengkajian agronomi memerlukan waktu dan sumberdaya yang cukup banyak maka identifikasi kebutuhan pasar sering dilakukan terlebih dahulu. Alasan lain adalah karena lahan dapat digunakan untuk berbagai tanaman atau ternak, sementara pengkajian pemasaran dapat memilih berbagai alternatif tanaman atau ternak.


(33)

Karakteristik agroindustri yang menonjol sebenarnya adalah adanya ketergantungan antar elemen-elemen agroindustri, yaitu pengadaan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran produk. Agroindustri harus dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari empat keterkaitan sebagai berikut:

a) Keterkaitan mata rantai produksi, adalah keterkaitan antara tahapan-tahapan operasional mulai dari arus bahan baku pertanian sampai ke prosesing dan kemudian ke konsumen.

b) Keterkaitan kebijaksanaan makro-mikro, adalah keterkaitan berupa pengaruh kebijakan makro pemerintah terhadap kinerja agroindustri.

c) Keterkaitan kelembagaan, adalah hubungan antar berbagai jenis organisasi yang beroperasi dan berinteraksi dengan mata rantai produksi agroindustri.

d) Keterkaitan internasional, adalah kesaling ketergantungan antara pasar nasional dan pasar internasional dimana agroindustri berfungsi.

Pengelolaan agroindustri dapat dikatakan unik, karena bahan bakunya yang berasal dari pertanian (tanaman, hewan, ikan) mempunyai tiga karakteristik, yaitu musiman (seasonality), mudah rusak (perishabelity), dan beragam (variability).

Tiga karakteristik lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah: Pertama, karena komponen biaya bahan baku umumnya merupakan komponen terbesar dalam agroindustri maka operasi mendatangkan bahan baku sangat menentukan operasi perusahaan agroindustri. Ketidakpastian produksi pertanian dapat menyebabkan ketidakstabilan harga bahan baku sehingga merumitkan pendanaan dan pengelolaan modal kerja. Kedua, karena banyak produk-produk agroindustri merupakan


(34)

kebutuhan yang harus dipenuhi atau merupakan komoditas penting bagi perekonomian suatu negara maka perhatian dan keterlibatan pemerintah dalam kegiatan agroindustri sering terlalu tinggi. Ketiga, karena suatu produk agroindustri mungkin diproduksi oleh beberapa negara maka agroindustrilokal terkait ke pasar internasional sebagai pasar alternatif untuk bahan baku, impor bersaing, dan peluang ekspor. Fluktuasi harga komoditas yang tinggi di pasar internasional memperbesar ketidakpastian finansial disisi input dan output.

Salah satu permasalahan yang timbul akibat sifat karakteristik bahan baku agroindustri dari pertanian adalah tidak kontinyunya pasokan bahan baku, sehingga seringkali terjadi kesenjangan antara ketersediaan bahan baku dengan produksi dalam kegiatan agroindustri (idle investment). Sebagai salah satu contoh pada tahun 1986 dari 6 janis kegiatan agroindustri terjadi idle investment sekitar 20–60 persen dengan urutan agroindustri adalah margarin, minyak kelapa, makanan ternak, dan pengolahan ikan (Soekartawi, 1991).

2.4. Teknis Pengolahan Agroindustri Hasil Pertanian

Pemahaman tentang komponen-komponen pengolahan memerlukan pemahaman fungsi-fungsinya. Dari segi teknis, tiga tujuan pengolahan agroindustri adalah merubah bahan baku menjadi mudah diangkut, diterima konsumen, dan tahan lama.

Fungsi pengolahan harus pula dipahami sebagai kegiatan strategis yang menambah nilai dalam mata rantai produksi dan menciptakan keunggulan kompetitif. Sasaran-sasaran ini dicapai dengan merancang dan mengoperasikan kegiatan


(35)

pengolahan yang hemat biaya atau dengan meragamkan produk. Fungsi teknis pengolahan seharusnya dipandang dari perspektif strategis tersebut.

Dengan demikian manfaat agroindustri adalah merubah bentuk dari satu jenis produk menjadi bentuk yang lain sesuai dengan keinginan konsumen, terjadinya perubahan fungsi waktu, yang tadinya komoditas pertanian yang perishable menjadi tahan disimpan lebih lama, dan meningkatkan kualitas dari produk itu sendiri, sehingga meningkatkan harga dan nilai tambah.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Soekartawi (1991), bahwa agroindustri dapat meningkatkan nilai tambah, meningkatkan kualitas hasil, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan ketrampilan produsen, dan meningkatkan pendapatan. Yang perlu diperhatikan adalah penyebaran marjin dari meningkatnya nilai tambah tersebut antar mata rantai pemasaran. Untuk itu, diperlukan kebijaksanaan yang dapat menditribusikan manfaat dari terjadinya peningkatan nilai tambah tersebut.

Agroindustri pengolahan hasil pertanian merupakan aktivitas yang merubah bentuk produk pertanian segar dan asli menjadi bentuk yang berbeda sama sekali. Beberapa contoh aktivitas pengolahan adalah penggilingan (milling), penepungan (powdering), ekstraksi dan penyulingan (extraction), penggorengan (roasting), pemintalan (spinning), pengalengan (canning) dan proses pabrikasi lainnya. Pada umumnya proses pengolahan ini menggunakan instalasi mesin atau pabrik yang terintegrasi mulai dari penanganan input atau produk pertanian mentah hingga bentuk siap konsumsi berupa barang yang telah dikemas. Klasifikasi tahapan perubahan


(36)

bentuk pada proses pengolahan dan bentuk produk dalam agroindustri hasil pertanian adalah terlihat pada tabel 2.1.

Alternatif teknologi yang tersedia untuk pengolahan hasil-hasil pertanian bervariasi mulai dari teknologi tradisional yang digunakan oleh industri kecil (cottage

industry) sampai kepada teknologi canggih yang biasanya digunakan oleh industri

besar. Dengan demikian alternatif teknologi tersebut bervariasi dari teknologi yang padat karya sampai ke teknologi yang padat modal.

Tabel 2.1 Aktivitas Pengolahan, Bentuk Produk, dan Tingkatan Proses Perubahan Bentuk dalam Kegiatan Agroindustri Hasil Pertanian

LEVEL DARI PROSES PERUBAHAN BENTUK

I II III IV Aktivitas pengolahan

Pembersihan

Pemisahan

Biji Pemasakan Kimiawi

Penilaian Penggilingan Paterisasi perubahan

Pemotongan Pengalengam Penyusunan

Pencampuan Penggoengan

Pemintalan

Penyulingan

Perakitan

Aktivitas pengolahan

Buah segar Tepung Produk sehari-hari

Makanan instan Sayuran segar

Makanan

Kaleng Buah dan sayuan Produk

Telur Goni Daging Ban

Kapas Kuah

Kayu Tektil and

Karet Pakaian

Perabotan

Gula

Minuman


(37)

2.5. Penerapan Dan Pengembangan Agroindustri Hasil Pertanian

Teknologi maju dan mesin-mesin berkapasitas besar dapat mengurangi biaya peubah (variable cost) seperti biaya tenaga kerja per unit output serta dapat memperkuat kedudukan perusahaan di pasar produk bersangkutan, karena kualitas outputnya yang tinggi, standar kualitasnya yang konsisten, dan volume produksinya yang besar sehingga dapat menarik pembeli dengan jumlah pembelian besar. Tetapi tingkat produksi dan teknologi yang tinggi menuntut pengembangan prasarana, pengelolaan, dan tenaga kerja terampil. Disamping itu, karena biaya tetap (fixed cost) yang tinggi maka perusahaan seperti itu harus memiliki kepastian penyediaan bahan baku serta kepastian pasar untuk produk yang dihasilkan dan beroperasi mendekati kapasitas efektifnya agar perusahaan tersebut berjalan sehat (viable).

Perlu diingat bahwa pilihan teknologi pada kebanyakan operasi pengolahan dapat dikelompokan ke dalam 2 kategori. Pertama, pilihan diantara berbagai jenis peralatan dan mesin-mesin untuk menyelesaikan proses yang sama. Kedua, pilihan diantara proses-proses yang menghasilkan produk akhir yang sama.

Proses agroindustri tidak hanya terdiri dari operasi tunggal tetapi terdiri dari beberapa tahap dengan sistem-sistem penunjang. Masing-masing sistem mempunyai kendala dan alternatif teknis. Jenis teknologi yang digunakan untuk masing-masing sistem harus ditetapkan secara terpisah, tetapi kemudian dirangkaikan dalam kontek perusahaan secara keseluruhan. Sebagai contoh, pertanyaan tentang sumber tenaga yang menjalankan mesin penggilingan; sedangkan tingkat tekanan uap yang


(38)

dirancang untuk mesin penggilling akan menentukan apakah motor-motor pada bagian pencucian digerakan tenaga listrik atau tenaga uap.

Pada tahap-tahap produksi, setiap perusahaan agroindustri terdiri dari komponen-komponen fisik sebagai berikut: (a) penerimaan dan penyimpanan bahan mentah, (b) pengkondisian bahan mentah, (c) pengolahan utama (pemisahan, pemusatan, pencampuran, dan stabilitas), (d) pengemasan, (e) penyimpanan produk-produk yang dihasilkan, dan (f) pengiriman produk-produk yang dihasilkan.

Disamping komponen-komponen fisik tersebut diatas, perusahaan agroindustri memerlukan sistem-sistem penunjang seperti sumber energi, air, bahan-bahan, perlakuan dan dan pembuangan limbah, pemeliharaan dan perbaikkan. Kebanyakan agroindustri juga mempunyai sistem penerimaan, penyimpanan, dan penyiapan bahan-bahan yang diperlukan dalam pengolahan secara terpisah, dan paling sedikit mempunyai sistem produk sampingan yang dilengkapi dengan tahap-tahap pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi. Sistem administrasi dan pengolahan serta perumahan staf juga diperlukan untuk menjamin operasi pabrik secara efisien.

Untuk menemukan teknologi atau paket barang modal yang tepat untuk suatu perusahaan agroindustri, perusahaan tersebut harus memahami pasar yang dilayani dan memahami ketersediaan bahan baku. Setelah menetapkan produk yang diinginkan serta semua semua parameter dalam sistem penyediaan bahan baku, faktor-faktor yang berkaitan dengan teknologi pengolahan atau faktor-faktor yang berkaitan dengan persyaratan produk dan proses perlu diidentifikasi.


(39)

Dalam menyelidiki pilihan teknologi, beberapa pertanyaan berikut ini perlu mendapat jawaban: (a) sampai tingkat mana penggunaan kapasitas yang mungkin dan bagaimana pengaruhnya terhadap biaya produksi, (b) secara relatif, bagaimana pentingnya tenaga kerja, modal, dan faktor-faktor produksi lainnya dalam biaya setiap alternatif teknologi di lokasi yang direncanakan, (c) bagaimana setiap alternatif teknologi mempengaruhi produksi dan fleksibilitas pemasaran, (d) infrastruktur apa dan pelayanan pendukung apa yang diperlukan oleh masingmasing alternatif teknologi, dan (e) apa implikasi pengelolaan dari masing-masing teknologi dan faktor-faktor sosial ekonomi apa yang mempengaruhi penyediaan bahan baku, pekerja dan pelanggan.

Pemilihan teknologi adalah satu keputusan yang sangat penting dalam pelaksanaan agroindustri. Austin (1981) menunjukkan bahwa kriteria utama yang harus diperhatikan dalam pemilihan teknologi diantaranya adalah:

a) Kebutuhan kualitas (quality requirements). Teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasar terutama yang menyangkut kualitas. Karena preferensi konsumen sangat beragam, maka teknologi yang dipilihpun harus mampu memenuhi kebutuhan tersebut.

b) Kebutuhan pengolahan (process requirements). Sudah barang tentu bahwa setiap jenis alat pengolahan memiliki kemampuan tertentu untuk mengolah suatu bahan baku menjadi berbagai bentuk produk. Semakin tinggi kemampuan suatu alat untuk menghasilkan berbagai jenis produk, maka akan semakin kompleks jenis teknologinya dan akan semakin mahal investasinya. Oleh karena itu, pemilihan


(40)

teknologi harus memadukan pertimbangan antara kompleksitas teknologi dan biaya yang dibutuhkan.

c) Penggunaan kapasitas (capacity utilization). Pemilihan teknologi harus disesuaikan dengan kapasitas yang akan digunakan, sedangkan kapasitas yang akan digunakan sangat tergantung dari ketersediaan dan kontinuitas bahan baku (raw material).

d) Kapasitas kemampuan manajemen (management capability). Biasanya suatu pengelolaan akan berjalan baik pada tahap awal karena besarnya kegiatan masih berada dalam cakupan pengelolaan yang optimal (optimum management size). Setelah besar, masalah biasanya mulai muncul dan hal itu menandakan bahwa skala usaha sudah melebihi kapasitas pengelolaan.

2.6. Kebijakan Nasional Pembangunan Agroindustri

Kementerian pertanian Indonesia telah menetapkan asas strategi pembangunan pertanian yang dituangkan dalam pembangunan sistem agribisnis sebagai penggerak ekonomi nasional. Pada intinya asas strategi pembangunan pertanian tersebut mencakup empat hal penting, yiaitu (Departement Pertanian, 2007):

1. Pembangunan pertanian harus menjadi inti pembangunan nasional

2. Pembangunan pertanian harus dilakukan melalui pendekatan sistem agribisnis 3. Keberhasilan pembangunan agribisnis sebagian besar tergantung kepada faktor

dan polisi yang berada di luar kewenangan Departemen Pertanian, sehingga diperlukan upaya koordinasi yang sangat baik antar instansi terkait


(41)

4. Pengembangan agribisnis harus dalam upaya meningkatkan daya saing, membangun ekonomi kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi dalam kerangka penguatan ekonomi daerah.

Berdasarkan prosesnya, perancangan ini dibahagi menjadi: (1) perancangan dari bawah ke atas (bottom up planning); dan (2) perancangan dari atas ke bawah

(topdown planning). Perancangan dari bawah ke atas dianggap sebagai pendekatan

perancangan yang seharusnya diikuti kerana dipandang lebih didasarkan kepada keperluan nyata. Pandangan ini timbul kerana perancangan dari bawah ke atas ini dimulakan prosesnya dengan mengenali keperluan di peringkat penduduk yang secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan dan mendapat kesan dari aktiviti pembangunan yang dirancang.

Perancangan dari atas ke bawah ialah pendekatan perancangan yang menerapkan teknik pelaksanaan rancangan induk kedalam rancangan lebih terperinci. Polisi desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana ditunjukkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang memberikan kuatkuasa semakin besar kepada kerajaan daerah telah menuntut berbagai perubahan dalam sistem pengelolaan pemerintahan. Salah satu perubahan tersebut adalah dalam sistem dan mekanisme perancangan pembangunan nasional yang lebih bersifat desentralistik. Sesuai dengan perubahan tersebut sekarang diperlukan pengaturan mengenai sistem dan mekanisme perancangan pembangunan nasional yang baru untuk mengakomodasikan berbagai tuntutan reformasi ke dalam suatu sistem


(42)

perancangan pembangunan nasional yang lebih demokratis, desentralistik, sinergis, komprehensif, dan berterusan.

2.7. Skenario Pertumbuhan Ekonomi

Mengawali kerja beratnya, Pemerintah telah menetapkan sasaran-sasaran ekonomi yang diungkapkan dalam indikator-indikator laju pertumbuhan berikut: Mendorong laju pertumbuhan ekonomi dari 4,5% pada tahun 2003 menjadi 7,6% pada tahun 2009, sehingga dalam lima tahun mendatang dapat mencapai rata-rata 6,6% per tahun. Tingkat pertumbuhan ini, secara teoritik, diperlukan untuk menurunkan angka pengangguran dan tingkat kemiskinan. Pengangguran akan dikurangi dari 9,5% pada tahun 2003 menjadi 6,7 % pada tahun 2009. Sedangkan tingkat kemiskinan ditekan dari 16,6 % pada tahun 2004 menjadi 8,2 % pada tahun 2009. Sasaran laju pertumbuhan di atas hanya akan tercapai jika rasio investasi terhadap PDB dapat ditingkatkan dari 20,5% pada tahun 2004 menjadi 28,4% pada tahun 2009.

Lebih lanjut, secara konsensual disebutkan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi umumnya mengandalkan pada aspek konsumsi, investasi dan ekspor. Laju pertumbuhan ekonomi yang kita alami selama tahun-tahun terkahir, ternyata lebih banyak didominasi oleh pertumbuhan konsumsi yang sangat berfluktuasi. Sedangkan pertumbuhan dengan meningkatkan investasi mengalami hambatan karena iklim investasi yang belum membaik, sementara negara-negara tetangga terutama di Asia Tenggara lebih menarik dan menjanjikan bagi investor. Keadaan ini diperburuk oleh


(43)

kondisi infrastruktur yang kurang memadai untuk menopang kebutuhan minimal pertumbuhan ekonomi yang kita butuhkan untuk menekan tingkat pengangguran dan kemiskinan.

Secara sektoral, pemerintah berketetapan hati menempuh kebijaksanaan untuk mempercepat pemulihan pertumbuhan ekonomi. Yang terkait langsung dengan UMKM, dalam berbagai kesempatan, telah dicanangkan tiga butir kebijakan pokok di bidang ekonomi. Pertama, adalah peningkatan layanan jasa -keuangan khususnya untuk pelaku UMKM, yang meliputi perbaikan layanan jasa perbankan, pasar modal, multifinance, asuransi, dan sebagainya. Kebijakan pokok kedua adalah peningkatan infrastruktur layanan jasa-keuangan, berupa akses pasar, layanan penagihan dan pembayaran, kemudahan investasi dan menabung, serta dukungan umum atas pelaksanaan transaksi perdagangan.

Data tahun 2003 menunjukkan bahwa UMKM menyerap 99,45% tenaga kerja, tetapi hanya 58,3% dalam penciptaan nilai tambah. Akibatnya terdapat ketimpangan yang mencolok antara produktivitas per tenaga kerja antara UMKM dengan usaha besar yaitu 1:129. Jika seandainya produktivitas tenaga kerja dalam UMKM dapat menyamai 2% saja (dari 0.8% dewasa ini) dari produktivitas usaha besar maka nilai PDB Indonesia akan meningkatlebih dari 50% dari PDB tahun 2003.(Bakri, 2004). Peningkatan layanan jasa dan infrastruktur pendukungnya tidak akan berarti banyak tanpa upaya pembenahan menyeluruh untuk meningkatkan kemampuan entrepreneurship bagi pelaku UMKM. Maka, kebijakan pokok ketiga adalah meningkatkan kemampuan dan penguasaan aspek-aspek teknis dan manajemen


(44)

usaha, pengembangan produk dan penjualan, administrasi keuangan, dan kewirausahaan secara menyeluruh.

2.8. Pengembangan Agroindustri

Paparan skenario di atas tidak secara spesifik menunjukkan pada segmen industri apa prioritas pengembangan akan difokuskan. Pengembangan agroindustri merupakan salah satu opsi yang perlu dipertimbangkan. Sebagai industri berbasis sumber daya, agroindustri berpotensi dapat meningkatkan cadangan devisa serta penyediaan lapangan kerja.

Hal ini dinilai strategis mengingat Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di daerah tropis yang memiliki keragaman hayati (biodiversity) cukup besar. Untuk sektor perkebunan saja tidak kurang dari 145 komoditi yang tercatat sebagai komoditi binaan, sementara yang memiliki nilai ekonomis dapat diandalkan baru sekitar 10% diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, jambu mete (Saragih, 2002). Selanjutnya, pengembangan agroindustri akan sangat strategis apabila dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Pengertian terpadu adalah keterkaitan usaha sektor hulu dan hilir

(backward and forward linkages), serta pengintegrasian kedua sektor tersebut secara sinergis dan produktif. Sedangkan dengan konsepsi berkelanjutan, diartikan sebagai pemanfaatan teknologi konservasi sumberdaya dengan melibatkan kelompok/ lembaga masyarakat, serta pemerintah pada semua aspek.


(45)

Dengan demikian diperlukan jaringan kerja dan peran aktif semua pihak yang terkait. Keterpaduan dan berkelanjutan inilah yang menempatkan UKM yang tergabung dalam sentra sentra, menjadi variabel penting. Hal ini karena agroindustri, yang memproduksi kebutuhan konsumsi masyarakat memiliki .multiplier effects. tinggi karena keterlibatan berbagai komponen dalam masyarakat (Tambunan, 2003) Dari sisi perkembangan usaha dan kelembagaan, Departemen Perindustrian mendata 40 jenis komoditi dari air minum, ikan dalam kaleng, kecap, sampai dengan makanan ringan (snack food). Data yang dikumpulkan Depperindag (2003) menunjukkan bahwa perusahaan yang terlibat dalam agroindustri, jumlahnya meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2000 tercatat 2.673 perusahaan, dan berkembang menjadi 2.924 perusahaan pada tahun 2004.

Meningkatnya jumlah perusahaan agroindustri ternyata berdampak terhadap meningkatnya jumlah tenaga kerja. Total tenaga kerja pada tahun 1999 adalah 735.388 dan tumbuh menjadi 744.777 pada tahun 2003. Jumlah tenaga kerja ini adalah karyawan yang terlibat langsung dalam perusahaan. Jumlahnya akan jauh lebih besar bila memperhitungkan tenagakerja yang tidak langsung terkait dengan perusahaan agroindustri, misalnya pedagang pengecer, pemasok, dan tenaga permanen. Sementara itu, perkembangan kapasitas produksi menunjukkan gambaran bahwa masih banyak kemampuan produk yang bias dioptimalkan. Data yang ada menunjukkan bahwa pada semua komoditi, total kapasitas terpasang masih lebih besar dibandingkan dengan produksi riil. Rata-rata utilitas pada tahun 2001 adalah


(46)

56,25% dan menjadi 14,94% pada tahun 2004. Dengan demikian terjadi peningkatan produksi, yang lebih banyak dapat memanfaatkan kapasitas terpasang.

Dalam kegiatan ekspor-impor, agroindustri juga menunjukkan perkembangan. Dengan menggunakan ukuran berat/tonase, maka pada tahun 2000 diekspor 5.442 metrikton, meningkat menjadi 5.937 metrikton tahun 2003. Nilainya meningkat dari USD 2.743 juta pada tahun 2000 menjadi USD 3.769 juta pada tahun 2003. Sementara itu, dari sisi impor, ternyata juga mengalami kenaikan yaitu dari 1.835 metrikton pada tahun 2000 bernilai USD 696 juta menjadi 3.217 metrikton senilai USD 1.217 juta pada tahun 2003.

Dari sisi investasi dalam agorindustri menunjukkan peningkatan walaupun tidak signifikan, yaitu dari totalinvestasi sebesar Rp. 26.729 milyar pada tahun 1999 menjadi Rp. 27.850 milyar pada tahun 2003. Data sebagaimana dilaporkan di atas secara umum menggambarkan tren peningkatan dalam berbagai aspek pengembangan agroindustri. Sudah barang tentu tren umum di atas kurang menampakkan aspek lain yang lebih rinci, misalnya; proporsi perkembangan komoditas strategis, jenis dan sebaran komoditas di masing-masing wilayah, dan produktivitas masing-masing unit produksi.

2.9. Permasalahan yang Dihadapi

Masalah umum yang dihadapi dalampengembangan agroindustri adalah potensi agroindustri yang sangat besar belum sepenuhnya mampu diwujudkan secara berdaya-guna dan berhasil-guna hal ini disebabkan karena keterbatasan sumberdaya


(47)

permodalan, hambatan teknologi dan rendahnya efektivitas kelembagaan yang mampu melaksanakan fungsi-fungsi strategis di atas. Permasalahan tersebut muncul karena adanya beberapa titik lemah dalam kebijakan dan implementasi program pengembangan agroindustri di Indonesia,terutama adalah sebagai berikut :

1) Rendahnya Produktivitas dan Daya Saing

Pada fase awal krisis multidimensi pada tahun 1998, maka kegiatan agroindustri, tetap tegar menghadapi krisis. Akan tetapi situasi ini memunculkan masalah baru yaitu rendahnya produktivitas usaha dan disparitas pendapatan antar sektor, sehingga daya saing produk agroindustri kita khususnya di pasar internasional menurun. Produktivitas sangat terkait dengan aspek penerapan teknologi pengolahan, pengolahan hasil pertanian sebagian besar masih menggunakan teknologi serta peralatan pengolahan yang sampai saat ini sederhana dan masih belum memadai. Pengetahuan dan kesadaran petani sebagai produsen dan juga sebagai salah satu pelaku pasar masih kurang. Rendahnya penggunaan teknologi ini diakibatkan oleh tingkat kualitas sumber daya manusia pelaku agroindustri masih rendah dan kurang tersedianya teknologi dan peralatan pengolahan secara merata.

Lemahnya pembinaan dan penerapan jaminan mutu mempunyai andil terhadap rendahnya mutu produk yang dihasilkan agroindustri. Rendahnya kesadaran akan produk yang bermutu dan aman, sangat berpengaruh terhadap upaya-upaya peningkatan mutu hasil pertanian. Belum mampunya produk-produk agroindustri kita merespon perubahan tuntutan konsumen yang cenderung menyukai produk dengan kualitas tinggi, kontinyuitas pasokan, ketepatan waktu penyampaian, serta harga yang


(48)

kompetitif. Teknologi pengolahan yang telah ada ternyata tidak dimanfaatkan disebabkan (a) tidak tersedianya alat mesin yang produktif dan terjangkau, (b) kalaupun tersedia manajemen pengelolaannya masih sangat lemah (c) alat mesin panen dan pascapanen masih sangat mahal (d) adanya masalah sosiologis menyangkut penggunaan teknologi dan tenaga kerja manusia (Tambunan, 2003).

2) Keterbatasan kapasitas dan kemampuan pelaku agroindustri untuk

menghimpun sumberdaya dalam rangka meningkatkan posisi tawarnya

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa salah satu ciri agroindustri di Indonesia adalah sebagian besar beroperasi dalam skala yang relatif kecil. Hal ini berarti bahwa agroindustri bersifat menyebar, masif, dengan sumberdaya yang tersebar dan terpisah-pisah. Hal semacam ini menimbulkan masalah tersendiri dalam organisasi dan tatalaksana yang mampu mengorganisir sumberdaya sehingga terhimpun menjadi kekuatan penyalur aspirasi yang dapat disinergikan secara efektif.

Dewasa ini terdapat sekitar 34,42 juta unit usaha yang terdiri dari 2.000 unit usaha besar (konglomerasi), 37.000 unit usaha menengah dan selebihnya adalah unit usaha kecil. Usaha kecil tersebut, sebagian besar bergerak di bidang pertanian yakni 21,2 juta unit usaha atau 64% dari seluruh usaha kecil, bidang perdagangan 6,8 juta atau 17% dan bidang industri manufaktur 2,5 juta unit usaha atau 7,5% 6. Dari 33.381.000 unit usaha kecil hanya menguasai 33,9% PDB, sedang dari 2.000 usaha besar ternyata telah menguasai 61,1% PDB, dan sisanya sekitar 5% PDB dikuasai 37.000 unit usaha menengah.


(49)

Angka-angka di atas memperlihatkan adanya kesenjangan dalam produktivitas dan efisiensi antara industri-industri skala kecil, dan menengah di satu pihak dan industri-industri besar di lain pihak. Dari data agregat di atas, tampak hal yang ironis yaitu tidak terwakilinya aspirasi pelaku usaha agroindustri melalui institusi formal yang aspiratif. Walaupun jumlahnya besar namun posisi tawarnya secara politik tidak mampu terhimpun untuk menjadi kekuatan aspirasi kepentingan secara efektif. Hal ini penting karena dalam wacana pengambilan keputusan politik pada tingkat nasional, maka lobi-lobi politik diperlukan terutama untuk mempengaruhi opini publik, menjadi kelompok penekan dan sebagai institusi penyalur aspirasi dari konstituennya.

3) Lemahnya keterkaitan structural agroindustri, baik secara internal, maupun

dalam hubungannya dengan sektor lain

Pengembangan agroindustri semestinya menjadi pilihan yang strategis dalam menanggulangi permasalahan ekonomi dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hal ini disebabkan adanya kemampuan yang tinggi dari agroindustri dalam hal perluasan kesempatan kerja, mengingat sifat industri pertanian yang padat karya dan bersifat masal. Potensi yang besar dan tersebar tersebut belum dapat dirangkai menjadi suatu keterkaitan yang integratif, baik antar wilayah, antar sektor, dan bahkan antara satu komoditas dengan komoditas lain.

Pembangunan pertanian masa lalu dinilai cenderung bias pada padi dan beras. Sebagian besar upaya inovasi dan pembangunan teknologi program pertanian masa lalu difokuskan pada padi dan beras, sehingga inovasi dan pengembangan teknologi


(50)

bagi pangan lainnya berjalan sangat lamban bahkan tertinggal (Arifin, 2004). Akibatnya ketika kebijakan diversifikasi konsumsi pangan digalakkan untuk mengurangi ketergantungan pada beras, kemampuan untuk menyediakan produk pangan non-beras Indonesia tidak memadai sehingga kesempatan ini diisi oleh aneka pangan impor (Saragih, 2000).

Lokasi usaha tani yang terpencarpencar dengan luasan yang sempit serta jauh dari lokasi agroindustri yang mengolah, menyebabkan kurang terintegrasinya bahan baku dengan industri pengolah. Perusahaan agroindustri pada umumnya tidak mempunyai lahan budidaya sendiri, tetapi sangat tergantung kepada pasokan bahan baku dan petani sekitarnya. Keadaan ini mengandung kesulitan manajemen yang tinggi karena beragamnya masing-masing usaha dan lemahnya kemitraan akibat kurangnya pemahaman pihak petani dan pengusaha agroindustri dalam pengelolaan hasil yang baik.

Penyebab belum adanya koordinasi, integrasi tersebut karena belum adanya kebijakan-kebijakan dan program agroindustri terpadu, yang mencakup beberapa bentuk kebijaksanaan di tingkat perusahaan (firm level policy) kebijaksanaan tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha sejenis belum membuahkan hasil dan kebijaksanaan di tingkat system agroindustri yang mengatur keterkaitan antara beberapa sektor, kebijaksanaan ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan perekonomian terhadap agroindustri.


(51)

4) Kebijaksanaan makro dan mikro ekonomi yang kurang berpihak kepada

agroindustri

Pengembangan agroindustri pada berbagai skala kegiatan perlu didukung adanya kebijaksanaan makro dan mikro yang dapat menciptakan usaha yang kondusif, dan semakin memudahkan pelaku agroindustri dalam mengakses ke sumberdaya produktif.

Selama ini pembangunan pertanian cenderung bias ke masyarakat perkotaan, menguntungkan penduduk kota, dan nilai tambahnya lebih banyak dinikmati penduduk kota (Arifin, 2004). Perhatian pada kepentingan non-pertanian khususnya sektor industri dan manufaktur (ketika pangan dan pertanian menjadi residual) jauh lebih besar daripada pemenuhan kebutuhan pangan penduduk serta kesejahteraan petani. Akibatnya, potensi produksi agroindustri belum dikelola secara optimal, menyebabkan produktivitas agroindustri kurang berkembang.

Saragih (2000) mencatat bahwa di masa lalu, dengan orientasi pada peningkatan produksi (production-driven), maka yang menjadi motor penggerak sektor pertanian adalah usahatani. Dengan demikian usahatani menentukan perkembangan agroindustri hilir dan hulu. Hal ini tidak menjadi masalah karena memang sesuai dengan kondisi pasar pada masa itu. Di samping itu, karena target pembangunan sektor pertanian masih diorientasikan untuk mencapai tingkat memaksimalkan produksi. Atribut-atribut produk yang terurai secara rinci dan lengkap, belum menjadi tuntutan konsumen. Namun dewasa ini, lebih-lebih dengan disosialisasikannya undangundang tentang perlindungan konsumen, orientasi sektor agroindustri telah


(52)

berubah kepada orientasi pasar yang secara dinamik berusaha memenuhi preferensi konsumen, dan sekaligus berupaya keras untuk menjaga keamanan dan kepuasan konsumen.

Perubahan preferensi konsumen yang makin menuntut atribut produk yang lebih rinci dan lengkap serta adanya preferensi konsumen akan produk olahan, maka motor penggerak sektor pertanian berubah, dari usahatani kepada agroindustri. Keadaan ini mengharuskan adanya kebijaksanaan makro dan mikro yang berpihak kepada agroindustri.

2.10. Peluang Pengembangan Agroindustri

Kendatipun terdapat hal-hal yang merupakan penghambat terhadap pertumbuhan agroindustri, namun sektor ini masih memiliki peluang untuk berkembang secara meyakinkan, terutama bila dikelola secara arif dan bijaksana. Peluang tersebut adalah a. Jumlah penduduk Indonesia yang kini berjumlah lebih dari 220 juta jiwa

merupakan aset nasional dan sekaligus berpotensi menjadi konsumen produk agroindustri. Namun bila potensi ini tidak dikelola dengan baik, maka justru akan menjadi beban bagi kita semua. Tingkat pendapatan masyarakat yang semakin meningkat merupakan kekuatan yang secara efektif akan meningkatkan permintaan produk pangan olahan

b. Berlangsungnya era perdangangan bebas berskala internasional, telah semakin membuka kesempatan untuk mengembangkan pemasaran produk agroindustri.


(53)

c. Penyelenggaran otonomi daerah memberikan harapan baru akan munculnya prakarsa dan swakarsa daerah untuk menyelenggarakan pembangunan sesuai dengan program dan aspirasi wilayah yang spesifik dan berdaya saing. Peningkatan kinerja pemerintah daerah, bila dibarengi dengan stabilitas politik merupakan faktor penting yang akan menarik minat para investor untuk mengembangkan agroindustri.

d. Dari sisi suplai sumberdaya, agroindustri masih memiliki bahan baku yang beragam, berlimpah dalam jumlah dan tersebar di seluruh penjuru tanah air. Sementara itu kapasitas produksi usaha agroindustri yang masih dapat ditingkatkan. Modernisasi dan teknologi pengolahan yang semakin banyak diaplikasikan, merupakan jaminan akan meningkatnya kualitas dan kuantitas produksi agroindustri.

e. Dalam proses produksinya, bahan baku agroindustri tidak bergantung pada komponen impor. Sementara pada sisi hilir, produk agroindustri umumnya berorientasi ekspor. Dihadapkan pada peluang, sebagaimana diuraikan di atas, sektor agroindustri memiliki potensi dan peluang dan cukup menjanjikan untuk dikembangkan.


(54)

2.11. Kendala Pengembangan Agroindustri

Sebagai sektor yang mempunyai kekuatan untuk menjadi penggerak ekonomi nasional, agroindustri telah memperlihatkan peran yang sangat besar. Namun demikian pengembangan agroindustri dalam rangka mendukung ketahanan pangan juga menghadapi sejumlah kendala, antara lain adalah:

a. Belum terfokusnya arah dan orientasi perkembangan agroindustri sehingga sulit untuk menetapkan skala prioritasnya.

b. Belum efektifnya peran lembaga yang berperan dalam pengadaan stok produk agroindustri melemahkan sistem cadangan produk pertanian yang secara tradisional telah dikembangkan masyarakat selama ini.

c. Sentra-sentra produksi belum dapat diandalkan untuk bekerja secara efektif dan efisien sehingga mampu menyediakan bahan baku dan menghasilkan produk secara berkesinambungan dalam jumlah dan kualitas yang memadahi.

d. Penguasaan, pemilikan dan akses terhadap sarana teknologi dan alatalat pengolahan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas barang masih kurang. Faktor inilah yang menyebabkan mutu produk olahan belum dapat memenuhi standar kualitas yang diharapkan lebih-lebih penyesuaian dengan standarisasi produk yang diperlukan untuk mengisi pasar internasional.

e. Pemasaran dan distribusi belum berkembang terutama karena keterbatasan infrastruktur berupa sarana transportasi, komunikasi dan informasi.

f. Sumberdaya manusia yang memilki ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang profesional masih terbatas baik dalam jumlah, kualifikasi, maupun sebarannya.


(55)

g. Belum adanya kebijakan yang mengontrol dan mengendalikan ekspor bahan mentah untuk melindungi dan merangsang berkembangnya agroindustri di dalam negeri.

Dengan gambaran yang cukup kompleks tersebut di atas, maka konsepsi pengembangan agroindustri, hendaknya diorientasikan untuk mewujudkan kondisi agroindustri yang diharapkan dengan karakter sebagai berikut ;

1) Meningkatnya Produktivitas dan Daya Saing Agroindustri

Ketika Indonesia mengalami krisis multidimensional, agroindustri mampu menunjukkan kemampuannya untuk menjadi katup pengaman untuk mencegah terjadinya keterpurukan ekonomi yang lebih parah. Hal ini terjadi karena sesuai dengan ciri-ciri agroindustri. Ciri-ciri agroindustri ini terkait erat dengan karakteristik komoditas pertanian, yaitu: (a) bersifat musiman, (b) mudah rusak, (c) memakan tempat, (d) amat beragam, (e) transmisi harga rendah, dan (f) struktur pasar monopsonis (Arifin, 2003). Peningkatan produktivitas agroindustri diarahkan sehingga matarantai kegiatan agroindustri dalam negeri tidak lagi mengandalkan produk atau bahan baku diimpor. Kemandirian inilah yang perlu diwujudkan, sehingga kegiatan agroindustri diarahkan untuk mendukung substitusi impor, sehingga nilai tambah yang diciptakan dapat dinikmati pelaku agroindustri domestik, misalnya berupa penciptaan lapangan kerja baru.

Meningkatnya produktivitas dan daya saing juga dapat dilihat dari sisi tersedianya bahan baku. Aneka sumber daya pertanian tersedia secara alami di seluruh pelosok tanah air. Sehingga pengembangan agroindustri tidak perlu


(56)

bergantung pada komponen impor. Sebaliknya, agroindustri umumnya di ekspor, sehingga menambah devisa bagi negara. Komoditas hasil usaha tani yang belum diolah pun memiliki peluang menghasilkan devisa. Tidak sedikit pula permintaan impor berbagai komoditas agroindustri kita ke negara-negara yang tidak memiliki sumber daya alam pendukung agroindustri.

Dihadapkan pada cepatnya perubahan dan dinamika tuntutan masyarakat maka, meningkatnya daya saing agroindustri hendaknya diarahkan agar sektor ini muncul sebagai sektor andalan yang mampu memberi respons yang cepat dan besar terhadap dinamika pasar dan setiap kebijaksanaan pemerintah. Inilah hakekat dari peningkatan produktivitas dan daya saing. Untuk maksud tersebut peningkatan dan perbaikan teknologi produksi, distribusi, dan pemasaran sangat diperlukan, sebagai cara untuk menyesuaikan dengan tren perubahan tersebut di atas.

2) Menguatnya Kapasitas Dan Kemampuan Pelaku AgroindustriUntuk

Menghimpun Sumberdaya Dalam Rangka Meningkatkan Posisi Tawar

Agroindustri memiliki dimensi pemerataan karena melibatkan banyak pelaku pada berbagai strata sosial, mulai dari petani berskala usaha mikro hingga pengusaha agroindustri skala besar. Sektor ini melibatkan tenaga kerja cukup banyak yang selama ini tidak memperoleh kesempatan bekerja maupun berusaha di sektor formal. Kesempatan bekerja dan berusaha akan semakin besar dan semakin berkembang, seiring dengan berkembangnya agroindustri. Penguatan kapasitas dan kemampuan pelaku agroindustri sangat dimungkinkan karena agroindustri dapat diusahakan bahkan pada skala kecil relatif sehingga tidak memerlukan banyak modal investasi.


(57)

Usaha agroindustri skala kecil dapat bergerak luwes menyesuaikan diri dalam situasi yang cepat berubah karena tidak perlu terhambat oleh persoalan persoalan birokrasi sebagaimana yang sering dikeluhkan oleh perusahaan besar; usaha agroindustri kecil memiliki tenaga penjualan dan wirausaha yang tertempa secara alami; dan perubahan selera konsumen yang semakin bergeser dari produk-produk tahan lama yang dihasilkan secara massal ke produk produk yang lebih bersifat customized, yang akan lebih tepat untuk ditangani oleh usaha kecil.

Para petani-nelayan merupakan kelompok yang dominan dalam masyarakat agroindustri, yang umumnya dicirikan dengan kecilnya pemilikan atau penguasaan faktor produksi terutama tanah dan modal. Tingkat kemampuan dan profesionalisme sumberdaya manusia yang umumnya masih rendah. Kekurangmampuan dalam memanfaatkan dan memperluas peluang dan akses pasar, keterbatasan akses terhadap sumber-sumber permodalan, keterbatasan dalam penguasaan teknologi, dan kelemahan di bidang organisasi dan manajemen. Keterbatasan ini dapat mempengaruhi motivasi, perilaku dan kesempatan pengembangan usahanya.

Selain itu, vokalitas untuk memperjuangkan pendapat dan kebutuhan dari kelompok ini biasanya relatif rendah. Agar kelompok ini dapat berkembang bersama-sama pelaku ekonomi lainnya maka perlu adanya kebijaksanaan yang memberikan kesempatan dan peluang yang lebih besar agar para petani-nelayan, termasuk para pengusaha kecil dan menengah dapat mengembangkan usahanya (Saragih, 2000). Upayanya adalah menggabungkan sumberdaya mereka yang kecil dan tersebar, untuk


(58)

dipadukan dan disatukan dalam wadah yang efektif, representatif dan memiliki posisi tawar tinggi.

Hanya dengan mensinergikan semua kompetensi itulah agroindustri kita akan mampu bersaing di pasar global. Dengan demikian, konsolidasi dan pengorganisasian pelaku agroindustri merupakan langkah efektif untuk meningkatkan posisi tawar. Suatu kebijaksanaan (policy) lahir antara lain karena desakan masyarakat kepada policy makers. Kebijakan akan berjalan dengan baik bila didukung oleh pemerintah yang memahami tentang makna dan tujuan kebijakan tersebut disertai kelompok pendukung kebijakan tersebut baik kelompok formal, maupun non-formal di masyarakat. Lemahnya peran kelompok pendukung kebijakan ketahanan pangan untuk mengingatkan .penguasa. menyebabkan kebijakan diresidualkan bahkan disimpangkan implementasinya.

3) Menguatnya Keterkaitan Struktural Agroindustri, Baik Secara Internal,

Maupun Dalam Hubungannya Dengan Sektor Lain

Upaya integral untuk memperkuat kaitan struktural agroindustri (secara internal maupun eksternal) merupakan keniscayaan. Sebab keberadaan agroindustri yang terpisah dengan industri hulu dan hilir tidak akan mampu menjadi penggerak ekonomi secara efektif. Sektor ini hanya dapat menjadi kekuatan yang efektif apabila dikombinasi dengan sektor hulu dan hilir serta industri penunjang lain yang terkait misalnya, transportasi, industri, perdagangan, dan jasa.


(59)

Agroindustri merupakan rangkaian kegiatan agrobisnis berbasis pertanian yang saling berkaitan dalam suatu sistem produksi, pengolahan, distribusi, pemasaran dan berbagai kegiatan atau jasa penunjangnya. Keterkaitan structural antar sub-sistem amat vital dan merupakan kunci sukses dalam membangun agroindustri yang tangguh.

Kegiatan agroindustri dapat menghasilkan produk pangan dan/atau produk nonpangan. Bahkan hampir semua jenis pangan yang dipasarkan dan dikonsumsi berasal dari kegiatan produsen agroindustri di dalam negeri maupun di luar negeri. Bagi Indonesia, sejauh pada aspek produksi; tingkat kemandirian kita masih cukup tinggi karena sebagian besar produk agroindustri yang dikonsumsi penduduk utamanya berasal dari agroindustri dalam negeri.

Diperlukan koordinasi kebijakan dengan lembaga terkait, agar kapasitas dan sumberdaya yang terkait dengan agroindustri dapat disinergikan secara efektif. Koordinasi antar pelaku dan pembina usaha akan melibatkan banyak Departemen dan Lembaga pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Karena itu, untuk keberhasilan pengembangan agroindustri diperlukan langkah yang mengkordinasikan dan mengintegrasikan kebijakan dan program secara lintas sektoral dan antar pusat-daerah secara harmonis, baik secara internal maupun dalam hubungannya dengan sektor lain.

4) Kebijaksanaan Makro dan MikroEkonomi Yang Mendukung

Agroindustri merupakan sektor yang esensial dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi (PDB), kesempatan kerja, peningkatan devisa negara,


(60)

pembangunan ekonomi daerah, dan sebagainya. Agroindustri diharapkan mempunyai kemampuan untuk ikut memacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional. Untuk melanjutkan misi tersebut, agroindustri membutuhkan payung pelindung berupa kebijaksanaan makro dan mikro.

Kebijaksanaan ekonomi makro dan mikro diharapkan agar dapat menciptakan kesempatan dan kepastian usaha, melalui perannya sebagai penyedia pangan, secara beragam dan bermutu, dan peningkatan nilai tambah yang, pada gilirannya, dapat meningkatkan pendapatan atau daya beli penduduk.

Upaya peningkatan nilai tambah melalui kegiatan agroindustri selain meningkatkan pendapatan juga dapat berperan penting dalam penyediaan pangan bermutu dan beragam yang tersedia sepanjang waktu. Dengan demikian, ketika terjadi kelangkaan pangan pada saat produksi rendah, maka pelaku agroindustri dapat berperan dalam menstabilkan harga.

Seperti diketahui, agroindustri dapat berperan dalam peningkatan nilai tambah melalui empat kategori agroindustri (Saefuddin, 1999) dari yang paling sederhana (pembersihan dan pengelompokan hasil atau (grading); pemisahan (ginning) penyosohan, pemotongan dan pencampuran hingga ke pengolahan (pemasakan, pengalengan, pengeringan, dsb) dan upaya merubah kandungan kimia (termasuk pengkayaan kandungan gizi). Masing-masing jenis dan tingkat kegiatan memiliki karakteristik kebijaksanaan pengembangan yang spesifik, dalam hal; tingkat kesulitan, modal kerja, tingkat resiko, teknologi yang dibutuhkan dan tingkat marjin yang diperoleh.


(61)

Oleh karena itu diperlukan kebijaksanaan makro maupun mikro yang mampu, di satu pihak memberi insentif kepada pelaku agroindustri agar mengembangkan keseluruhan jenis kegiatan di atas secara proporsional. Di pihak lain, pengaturan tersebut diperlukan agar terdapat peningkatan keahlian pada setiap jenis kegiatan agroindustri di atas.

2.12. Kerangka Konsep

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Sektor Agroindustri

Investasi Sektor Agroindustri

Tingkat Suku Bunga

Jumlah Tenaga Kerja

Pertumbuhan Sektor Agroindustri

Perekonomian Kota Medan

Krisis Ekonomi

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Sektor Agroindustri


(62)

2.13. Hipotesis Penelitian

Berdasar rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Investasi sektor agroindustri mempunyai efek yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan, ceteris paribus.

2. Tingkat suku bunga kredit mempunyai efek yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan, ceteris paribus.

3. Tenaga kerja sektor agroindustri mempunyai efek yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan, ceteris paribus.

4. Krisis ekonomi mempunyai efek yang signifikan terhadap pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan, ceteris paribus.


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan dengan menggunakan model ekonometrika. Faktor-faktor tersebut antara lain: investasi sektor agroindustri, tingkat suku bunga kredit, jumlah tenaga kerja sektor agroindustri dan krisis ekonomi.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan adalah data sekunder dengan jenis data runtun waktu (time series) selama kurun waktu 22 tahun yaitu dari tahun 1986 sampai 2007. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS Kota Medan dan Propinsi Sumatera Utara, Badan Investasi dan Promosi Daerah Sumatera Utara, Bank Indonesia (BI), dan sumber-sumber lainnya, yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian yang terkait dalam penelitian ini. Adapun data yang diperlukan antara lain PDRB sub sektor agroindustri, total investasi baik PMA dan PMDN di sektor agroindustri di Kota Medan dalam satuan milyar rupiah, tingkat suku bunga kredit dalam satuan persen, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor


(64)

agroindustri per tahun dalam satuan jumlah orang, krisis ekonomi (Dummy) berdasarkan dummy variabel.

3.3 Identifikasi Variabel

Variabel-variabel dalam penelitian ini akan dipisahkan menjadi dua kelompok, yaitu variabel dependent (terikat), yaitu PDRB sub sektor agroindustri dan variabel

independent (bebas), yaitu total investasi PMA dan PMDN sektor agroindustri,

jumlah tenaga kerja di sektor agroindustri, tingkat suku bunga kredit, serta dummy variabel krisis ekonomi. Seluruh variabel merupakan data time series tahunan dengan kurun waktu 1986 – 2007.

3.4 Model Analisis

Metode analisis data yang digunakan adalah dengan metode regresi berganda OLS (Ordinary Least Square). Adapun urutan pengujian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.

Susunan Model Empirik:

AGRO = f (INV, SB, TK, DUMMY)………(1)

Dari fungsi tersebut diatas, kemudian dispesifikasikan ke dalam model linear dengan model semi log atau dikenal dengan model Log-Lin yaitu, sebagai berikut:

LogAGRO = g + 1INV(-1) + 2SB + 3TK + 4DUMMY + e...(2)


(65)

AGRO = Sektor agroindustri/PDRB sub sektor agroindustri (milyar Rp) INV = Total investasi PMA dan PMDN sektor agroindustri (milyar Rp) SB = Tingkat suku bunga kredit (persen)

TK = Jumlah tenaga kerja sektor agroindustri (Jiwa)

DUMMY = Krisis ekonomi berdasarkan dummy (sebelum krisis tahun 1986- 1996 D = 0 : krisis ekonomi tahun 1997-2007 D = 1)

α = Konstanta

1 2 3 = Koefisien regresi

e = Variabel Pengganggu (error term)

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), hal ini dimungkinkan untuk melihat seberapa besar pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Medan selama kurun 1986-2007, dan sebagai alat analisis yang digunakan untuk mengolah data dalam studi ini adalah dengan menggunakan bantuan program eviews 4.1.


(1)

LAMPIRAN 3: UJI MULTIKOLINEARITAS

INV

-1

=f (SB, TK, DUMMY)

Dependent Variable: INV(-1) Method: Least Squares Date: 03/21/09 Time: 08:45 Sample(adjusted): 1987 2007

Included observations: 21 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7416.717 986.3453 7.519392 0.0000

SB -126.0172 60.78600 -2.073129 0.0537

TK 0.003986 0.002667 1.494469 0.1534

DUMMY 1442.400 243.2905 5.928716 0.0000

R-squared 0.432491 Mean dependent var 7027.493

Adjusted R-squared 0.385284 S.D. dependent var 935.9070

S.E. of regression 525.0396 Akaike info criterion 15.53447

Sum squared resid 4686332. Schwarz criterion 15.73342

Log likelihood -159.1119 F-statistic 15.51646

Durbin-Watson stat 0.880825 Prob(F-statistic) 0.000041

SB = f (INV

-1

, TK, DUMMY)

Dependent Variable: SB Method: Least Squares Date: 03/21/09 Time: 08:45 Sample(adjusted): 1987 2007

Included observations: 21 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 22.77229 4.793343 4.750816 0.0002

INV(-1) -0.001601 0.000772 -2.073129 0.0537

TK 1.33E-05 9.59E-06 1.386326 0.1836

DUMMY 1.680721 1.463272 1.148605 0.2666

R-squared 0.281717 Mean dependent var 14.80095

Adjusted R-squared 0.154961 S.D. dependent var 2.036020

S.E. of regression 1.871632 Akaike info criterion 4.261142

Sum squared resid 59.55113 Schwarz criterion 4.460099

Log likelihood -40.74199 F-statistic 2.222514

Durbin-Watson stat 0.757031 Prob(F-statistic) 0.122706

TK =f (INV

-1

, SB, DUMMY)

Dependent Variable: TK Method: Least Squares Date: 03/21/09 Time: 08:46 Sample(adjusted): 1987 2007


(2)

Included observations: 21 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -105627.7 173495.6 -0.608821 0.5507

INV(-1) 29.13135 19.49278 1.494469 0.1534

SB 7642.875 5513.043 1.386326 0.1836

DUMMY -60112.78 33382.59 -1.800722 0.0895

R-squared 0.214215 Mean dependent var 180726.8

Adjusted R-squared 0.075547 S.D. dependent var 46682.25

S.E. of regression 44884.28 Akaike info criterion 24.43121

Sum squared resid 3.42E+10 Schwarz criterion 24.63016

Log likelihood -252.5277 F-statistic 1.544802

Durbin-Watson stat 2.243524 Prob(F-statistic) 0.239317

DUMMY =f (INV

-1

, SB, TK)

Dependent Variable: DUMMY Method: Least Squares Date: 03/21/09 Time: 08:47 Sample(adjusted): 1987 2007

Included observations: 21 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -2.912652 0.929739 -3.132764 0.0061

INV(-1) 0.000467 7.88E-05 5.928716 0.0000

SB 0.042849 0.037305 1.148605 0.2666

TK -2.66E-06 1.48E-06 -1.800722 0.0895

R-squared 0.710160 Mean dependent var 0.523810

Adjusted R-squared 0.659012 S.D. dependent var 0.511766

S.E. of regression 0.298842 Akaike info criterion 0.591837

Sum squared resid 1.518207 Schwarz criterion 0.790794

Log likelihood -2.214291 F-statistic 13.88438


(3)

LAMPIRAN 4: UJI AUTOKORELASI

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.111354 Probability 0.895466

Obs*R-squared 1.336857 Probability 0.744992

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 03/05/09 Time: 18:24

Presample and interior missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.004099 0.099280 -0.041283 0.9677

INV(-1) 1.452106 1.241705 0.117135 0.9085

SB -0.000243 0.003337 -0.072758 0.9431

TK -6.567209 1.380207 -0.047439 0.9629

DUMMY -0.002846 0.022261 -0.127830 0.9002

RESID(-1) -0.055807 0.312129 -0.178794 0.8609

RESID(-2) -0.098885 0.316399 -0.312532 0.7596

R-squared 0.056843 Mean dependent var 2.20E-15

Adjusted R-squared -0.436922 S.D. dependent var 0.020969

S.E. of regression 0.025136 Akaike info criterion -4.259805

Sum squared resid 0.008214 Schwarz criterion -3.911299

Log likelihood 49.59805 F-statistic 0.037118


(4)

LAMPIRAN 5: UJI NORMALITAS

0 1 2 3 4 5 6 7

-0.06 -0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04

Series: Residuals Sample 1986 2007 Observations 22

Mean -5.92E-16

Median -0.000304

Maximum 0.043751

Minimum -0.058350

Std. Dev. 0.026221

Skewness -0.418931

Kurtosis 2.749534

Jarque-Bera 0.701018


(5)

LAMPIRAN 6: UJI LINEARITAS

Reset Spesification = 1

Ramsey RESET Test:

F-statistic 2.829650 Probability 0.777790

Log likelihood ratio 3.151424 Probability 0.683251

Test Equation:

Dependent Variable: LAGRO Method: Least Squares Date: 03/21/09 Time: 10:43 Sample: 1987 2007

Included observations: 20 Excluded observations: 1

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 504.1416 541.5644 0.930899 0.3677

INV(-1) 0.300104 0.400113 0.919689 0.3733

SB -1.530312 1.661552 -0.921013 0.3726

TK 4.248605 4.604205 0.921022 0.3726

DUMMY 4.095483 4.446692 0.921018 0.3726

FITTED^2 -4.185601 4.595263 -0.910851 0.3778

R-squared 0.801088 Mean dependent var 10.70822

Adjusted R-squared 0.730048 S.D. dependent var 0.050130

S.E. of regression 0.026046 Akaike info criterion 4.214562

Sum squared resid 0.009498 Schwarz criterion 3.915843

Log likelihood 48.14562 F-statistic 11.27659


(6)