1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia terletak pada industri perbankan. di dalam sistem hukum Indonesia, segala bentuk praktek perbankan
haruslah berdasar kepada prinsip-prinsip yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pengakuan yuridis terkait sengketa ekonomi antar
lembaga keuangan juga tak ketinggalan, begitu pula peraturan mengenai sengketa ekonomi dalam perbankan syariah yang turut serta diperbaharui. hal demikan
merupakan tuntutan masyarakat agar hukum menjadi pemecah masalah sekaligus rekayasa sosial masyarakat demi mewujudkan keadilan.
Sama halnya pula ketika berdirinya bank syariah di Indonesia pada tahun 1992, Pemerintah telah membuat peraturan perundang-udangan yang berkaitan
dengan perbankan syariah sebagai pemecah masalah sekaligus rekayasa sosial masyarakat bagi para pelaku bisnis syariah. Kini, perbankan syariah diatur di dalam
UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
1
Dalam suatu hubungan dunia bisnis atau perjanjian, selalu ada kemungkinan atau dengan kata lain transaksi bisnis berpotensi timbulnya masalah yaitu silang
sengketa. Silang sengketa yang perlu diantisipasi dalam hubungan dunia bisnis atau
1
Mardani, Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah, dalam Mimbar Hukum Vol. XXII, Juni 2010, hal. 298
2 perjanjian, mengenai bagaimana cara melaksanakan klausul-klausul perjanjian, apa
isi perjanjian atau pun disebabkan hal-hal lainnya di luar dugaan karena keadaan memaksa. Untuk itu sangat diperlukan mencari jalan keluarnya untuk menyelesaikan
sengketa, biasanya ada beberapa alternatif atau opsi dalam rangka penyelesaian sengketa yang bisa ditempuh, seperti melalui litigasi maupun non-litigasi, seperti
arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
2
Sengketa adalah suatu situasi dimana para pihak yang merasa dirugikan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain.
Pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasaan ini kepada pihak kedua dan apabila pihak kedua tidak menanggapi dan memuaskan pihak pertama, serta
menunjukkan perbedaan pendapat, maka terjadilah apa yang dinamakan dengan sengketa.
3
Sangketa diantara dua belah pihak dalam bekerjasama tidak dapat dihindari karena dalam bekerjasama diantara dua pihak, sering kali ada salah satu pihak yang
tidak mematuhi akad-akad yang telah dibuat dan disepakati. Seiring perkembangan perekonomian islam baik dalam bidang perbankan, asuransi, dan pasar modal dan
bidang usaha lainnya maka Majelis Ulama Indonesia MUI berusaha mendirikan badan arbitrase untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang ada pada usaha
ekonomi islam di Indonesia.
4
Proyeksi perbankan syariah menjadi sangat penting dalam membangun bisnis yang berasaskan sendi-sendi Islam, begitupun pola
2
Pasal 48 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
3
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, Cetakan ke-1.h 12-13
4
Al Fitri, Badan Arbitrase Syariah Nasional Dan Eksistensinya, makalah yang disampaikan di Pengadilan Agama Tanjungpandan, tanpa tahun, hal. 11
3 hubungan yang didasarkan pada keinginan untuk penegakan sistem syariah tersebut
diyakini sebagai pola hubungan yang kokoh antara bank dan nasabah. Kalaupun terjadi perselisihan pendapat, baik dalam penafsiran maupun dalam pelaksanaan isi
perjanjian, kedua pihak akan berusaha meyelesaikannya secara musyawarah menurut Islam.
5
Musyawarah merupakan cara yang dianjurkan oleh al-Quran dan as-sunnah, karena jalur melalui perdamaian menunjukkan ummat islam sebagai makhluk yang
bijaksana yang diberikan kelebihan akal untuk berfikir oleh Allah. Di Indonesia cukup banyak lembaga untuk menyelesaikan perselisihan melalui jalur perdamaian,
baik di dalam jalur litigasi ataupun diluar itu, salah satunya adalah dengan cara arbitrase dimana arbiter bertindak sebagai pihak penengah yang netral demi
tercapainya perdamaian diantara pihak yang berselisih. Arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik, khususnya bagi kalangan
pengusaha. Bahkan arbitrase dinilai sebagai suatu pengadilan pengusaha yang independen guna penyelesaian sengketa yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
mereka.
6
Salah satu lembaga arbitrase untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah adalah Basyarnas. Basyarnas merupakan salah satu lembaga untuk
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yang mempunyai cara penyelesaian yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan lembaga lain, salah satu keunggulannya
adalah putusan eksekusi yang telah dikeluarkan oleh Basyarnas bersifat final tanpa
5
Syafi’i Antonio, Di Mana Sengketa Perbankan Syari’ah Diselesaikan, dalam bukunya Abdurahman Dkk,
Prospek Bank Syari’ah di Indonesia, Bandung: PPHIM, 2005, hal. 55
6
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006.h 4
4 adanya banding, selain itu juga Basyarnas menyelesaikan sengketa ekonomi dengan
biaya yang murah dan cepat. Selama berdiri sejak tahun 1993 yang semula bernama BAMUI dan pada tahun 2003 diubah menjadi Basyarnas, lembaga tersebut yang
merupakan bagian dari perangkat MUI telah menjalankan perannya sebagai lembaga alternatif penyelesain sengketa ekonomi syariah. Ketua Basyarnas, Yudho Paripurno,
mengatakan sosialisasi Basyarnas kerap dilakukan melalui forum diskusi dengan mengundang pakar dan praktisi di berbagai bidang. Dalam program percepatan
sosialisasi sistem perbankan syariah Bank Indonesia bekerja sama dengan kalangan perbankan dan lembaga Islam untuk menyelenggarakan training of trainers. Salah
satu materinya adalah aspek legal dalam penyelesaian sengketa melalui sistem arbitrase syariah yang disampaikan oleh Basyarnas.
7
Terbukti dengan salah satu perkara sengketa ekonomi syariah yang diselesaikan
oleh Basyarnas
yaitu putusan
No. 18Tahun
2012BASYARNASKa.Jak. putusan tersebut berisi tentang perkara antara Yayasan Bhakti Pos Indonesia yang berstatus sebagai Pemohon dengan PT.Asuransi Syariah
Mubarakah sebagai Termohon, dimana pihak Termohon tersebut telah melakukan ingkar janji wanprestasi. Salah satu isi pokok perkara tersebut adalah Bahwa pada
tanggal 17 April 2008 Termohon telah mengadakan Perjanjian Kerjasama dengan Pemohon, dengan Nomor :442YPBPI048 dan 025ASMPKS04.08 tentang
penutupan Tabungan Wadi’ah Annama Mubarakah, dengan No Polis
7
Republika, Berita Bisnis Syariah, diakses pada tanggl 4 April 2014 jam 19:45 dari http:www.republika.co.idberitabisnis-syariahberita100928136724-basyarnas-sosialisasi-
penyelesaian sengketa-muamalah
5 1000000.0000000065 sebesar Rp.500.000.000 BUKTI P-1.
8
Dengan adanya perjanjian kerjasama itu, Pemohon telah dijanjikan oleh pihak Termohon akan
diberikan bonus wadi’ah sebesar 12 pertahun. Namun pada kenyataannya ternyata pihak Termohon tidak menepati perjanjian kerjasamanya yang membuat Termohon
cidera janji. Termohon dengan surat tanggal 29 Oktober 2012 Nomor :457KeuASM1010 telah menjawab surat Pemohon tanggal 25 Oktober 2010
Nomor 815YPBPI1010 yang berjanji pembayaran akan dilakukan secara bertahap sampai dengan bulan Januari 2011, namun pencairan hanya terealisasi pada 24
November 2010 saja sebesar Rp.200.000.000 BUKTI P-5. Bahwa Termohon disamping telah melakukan pembayaran pada tanggal 24
November 2010 sebesar Rp.200.000.000 juga telah melakukan pembayaran kepada Pemohon pada tanggal 21 Aprill 2011 sebesar Rp.66.838.814 dan tanggal 5 Juli 2011
sebesar Rp.50.000.000 sehingga saldo menjadi Rp.350.000.000. setiap tanggal 24 bulan berjalan, Pemohon mendapatkan bonus Wadi’ah sebesar 12 per tahun,
sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Kerjasama pasal 4 BUKTI P-2 sehingga saldo tabungan Annama pada tanggal 24 Februari 2012 sebesar Rp.372.005.227
BUKTI P-9. dengan demikian Termohon masih mempunyai kewajiban kepada Pemohon untuk membayar tabungan Annama sebesar Rp.327.005.227 ditambah
dengan bonus Wadi’ah sebesar 12 per tahun.
8
Badan Arbitrase Syariah Nasional, Putusan Basyarnas No. 18Tahun 2012BASYARNASKa.Jak, Jakarta: Badan Arbitrase Syariah Nasional, 2012.h 2
6 Sebelum perkara tersebut masuk ke Basyarnas pihak Pemohon telah
melakukan upaya perdamaian seperti disebutkan dalam Minutes of Meeting tanggal 1 November 2010 Point 2, Minutes of Meeting tanggal 28 Desember 2010 Point 7 dan
Minutes of Meeting pada tanggal 14 Februari 2012 BUKTI P-6, P-7, P-8. Upaya perdamaian yang dilakukan oleh Pemohon ternyata tidak berhasil, maka tidak ada
jalan lain dari perselisihan dalam perkara ini untuk mendapatkan penyelesaian yang optimal pemohon menyerahkannya ke Basyarnas dengan mendaftarkan perkara
tersebut. Selain itu juga dalam perjanjian kerjasama ini, para pihak telah mencantumkan klausul penyelesaian sengketa melalui Basyarnas.
Dengan demikian Majelis Arbiter melakukan upaya-upaya pemeriksaan, dengan mendengarkan para saksi, dan juga melakukan persidangan untuk
menyelesaikan perkara antara Yayasan Bhakti Pos Indonesia dengan PT Asuransi Syariah Mubarakah. Majelis Arbiter Basyarnas memutuskan dalam perkara ini yaitu
pada poin 1, 2 dan 6 yang menyatakan bahwa Majelis Arbiter mengabulkan permohonan Pemohon, menghukum Termohon untuk membayar hutangnya sebesar
Rp.322.005.227 secara tunai dan seketika selambat-lambatnya 30 hari setelah putusan ini dibacakan, dan menyatakan putusan ini bersifat final dan mengikat dan oleh
karena itu mempunyai kekuatan hukum yang tetap sejak diucapkan. Dalam perkara No.18Tahun2012BASYARNASKa.Jak ini para pihak baik Pemohon atau
Termohon tidak melakukan upaya hukum apa pun di jalur litigasi.
7 Basyarnas dalam perjalanannya sebagai lembaga independen dan otonom
dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah diluar jalur litigasi, bukan berarti tidak mendapatkan hambatan dalam menangani perkara-perkara ekonomi syariah
yang masuk. Salah satu perkara sengketa ekonomi syariah yang dilakukan upaya hukum dijalur litigasi oleh salah satu pihak adalah perkara No.16Tahun
2008BASYARNASKa.Jak yang dibatalkan melalui Pengadilan Agama Jakarta Pusat yaitu putusan No: 792Pdt.G2009PA.JP. perkara yang ditangani oleh
Basyarnas adalah perkara PT Atriumasta Sakti sebagai Pemohon dengan PT Bank Syariah Mandiri sebagai pihak Termohon dimana didalam putusan No. 16Tahun
2008BASYARNASKa.Jak Majelis Arbiter menghukum Termohon sebagai pihak yang melakukan cidera janji dengan tidak merealisasikan pencairan pembiayaan
terhadap Pemohon. Akan tetapi dengan dasar yang Termohon dapatkan selama persidangan
arbitrase, Termohon mengajukan pembatalan putusan Basyarnas itu ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat guna mencari keadilan. Bahwa selama persidangan arbitrase
terungkap fakta-fakta hukum yang sangat material akan tetapi sama sekali tidak dipertimbangkan oleh Majelis Arbiter Termohon I sehingga memberikan keyakinan
kepada Pemohon bahwa Temohon I dan Termohon II telah memenuhi unsur-unsur yang dimaksud dalam Pasal 70 serta tidak mengurangi ketentuan dalam penjelasan
Umum Bab VII UU Arbitrase.
9
Selain itu juga dalam pembatalan putusan Bahwa
9
Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Putusan No. 792Pdt.G2009PA.JP, Jakarta: Pengadilan Agama Jakarta Pusat, 2009.h 3
8 Pemohon menemukan fakta hukum material yang tidak disampaikan secara terbuka
dan transparan kepada Termohon terkait dengan adanya perubahan isi draft final putusan BUKTI P-1 dengan isi putusan Basyarnas yang didaftarkan ke Pengadilan
Agama Jakarta Pusat BUKTI P-2. Hal yang terpenting adalah tentang asas Basyarnas dalam menyelesaikan
perkara ekonomi syariah yaitu bersifat final and binding. Namun dalam perkara ini Basyarnas telah membuat kabur pengertian tersebut. Majelis Arbiter telah membuat
kabur pengertian ”putusan Arbitrase bersifat final and binding” dengan adanya
putusan yang masih digantungkan pada keadaan tertentu dalam waktu tertentu yang bersifat final. Bunyi amar putusan yang menyangkut pembayaran biaya dan
penunjukkan Kantor Akuntan Publik yang berkaitan dengan penetapan jumlah biaya yang harus dikembalikan oleh Termohon jelas menunjukkan bahwa putusan aquo
belum final, masih menggantung dan belum tuntas. Seharusnya Majelis Arbiter dengan keyakinannya membuat putusan yang tidak menggantung dan masih
berpotensi bersengketa yang tidak berkesudahan antara PT Bank Syariah Mandiri dengan PT. Atriumasta Sakti.
Adanya pembatalan putusan Basyarnas membuat kualitas lembaga tersebut menurun dan dipertanyakan. Sedangkan asas lembaga arbitrase ini bersifat final dan
binding yang diperkuat oleh UU No.30 Tahun 1999 yang berbunyi “Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para
9 pihak
”.
10
Walaupun dilain sisi para pihak yang menyelesaikan sengketa atau perkaranya melalui alternatif penyelesain sengketa APS tetap mempunyai hak untuk
mengajukan pembatalan putusan arbitrase. Dari penjelasan di atas, ada beberapa hal yang perlu dicatat yaitu kualitas
Basyarnas dilihat dari putusan No.18Tahun 2012BASYARNASKa.Jak yang tidak adanya upaya hukum apapun dan putusan No.16Tahun 2008BASYARNASKa.Jak
yang adanya upaya hukum melalui jalur litigasi yang menyebabkan putusan tersebut dibatalkan. Untuk itu penulis akan tuangkan dalam skripsi yang berjudul
“Keberadaan Putusan BASYARNAS dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah
”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah