4. Sistem Pemilihan Umum
Sistem pemilu berbeda satu sama lain, tergantung darimana hal itu dilihat. Dari sudut kepentingan rakyat, apakah rakyat dipandang sebagai
individu yang bebas untuk menentukan pilihannya, dan sekaligus mencalonkan dirinya sebagai calon wakil rakyat, atau apakah rakyat hanya
dipandang sebagai anggota kelompok yang sama sekali tidak berhak menentukan siapa yang akan menjadi wakilnya dilembaga perwakilan rakyat,
atau juga tidak berhak untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Berdasarkan hal tersebut, sistem pemilu dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu antara sistem pemilihan mekanis dan sistem pemilihan organis. Sistem pemilihan mekanis mencerminkan pandangan yang bersifat mekanis
yang melihat rakyat sebagai massa individu-individu yang sama. Baik aliran liberalisme, sosialisme, dan komunisme sama-sama mendasarkan diri pada
pandangan mekanis. Sementara itu dalam sistem pemilihan yang bersifat organis, pandangan
organis menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup berdasarkan genealogis rumah
tangga, keluarga, fungsi tertentu ekonomi, industri, lapisan-lapisan sosial buruh, tani, cendikiawan, lembaga-lembaga sosial universitas. Kelompok-
kelompok dalam masyarakat dilihat sebagai suatu organisme seperti komunitas atau persekutuan-persekutuan hidup. Dengan pandangan demikian,
persekutuan-persekutuan hidup itulah yang diutamakan sebagai penyandang dan pengendali hak pilih. Dengan perkataan lain, persekutuan-persekutuan
itulah yang mempunyai hak pilih untuk mengutus wakil-wakilnya kepada badan perwakilan masyarakat.
57
Sistem yang lebih umum, yaitu sistem pemilihan mekanis, sistem ini biasa dilaksanakan dengan dua cara, yaitu:
a Single-Member Constituency satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut Sistem Distrik.
b Multi-Member Constituency satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan Sistem Perwakilan
Berimbang.
58
Sistem yang pertama, sistem distrik. Dinamakan demikian karena wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan atau dapil yang
jumlahnya sama dengan jumlah anggota lembaga perwakilan yang diperlukan dipilih,
59
dan hanya mempunyai satu wakil dalam lembaga perwakilan. Calon yang dalam satu distrik memperoleh suara terbanyak menang,
sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi.
60
Sementara itu, pada sistem yang kedua, yaitu sistem perwakilan berimbang atau perwakilan proporsionil, persentase kursi di lembaga
perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan persentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Umpamanya,
57
Ibid., h. 421-422.
58
A. Rahman H. I., Sistem Politik Indonesia, h. 151.
59
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, h. 424.
60
A. Rahman H. I., Sistem Politik Indonesia, h. 151.
jumlah pemilih yang sah pada suatu pemilu tercatat ada 1.000.000 orang. Jumlah kursi di lembaga perwakilan yang ditentukan 100 kursi, berarti untuk
satu orang wakil rakyat dibutuhkan jumlah suara 10.000. Pembagian kursi di Badan Perwakilan Rakyat tersebut tergantung kepada berapa jumlah suara
yang didapat setiap partai politik yang ikut pemilihan umum.
61
5. Kedaulatan Rakyat dan Pemilihan Presiden di Indonesia