Luas Wilayah Geografi dan Mata Pencaharian Penduduk Sosial dan Budaya

Hery Bajora Nasution : Potensi Dan Perkembangan Pariwisata Di Kabupaten Mandailing Natal, 2009. USU Repository © 2009 Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak antara 00.10 躱10 0 50Lintang Utara dan 98 0 50 - 100 0 10 Bujur Timur. Wilayah administrasi Mandailing Natal dibagi atas 17 kecamatan dan 375 desakelurahan yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1998 pada tanggal 23 November 1998. Pada Tanggal 15 Februari 2007 Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No 10 Tahun 2007 tentang pembentukan kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Pakantan, dan Kecamatan Sinunukan. Kemudian pada tanggal 7 Desember 2007, Kecamatan Naga Juang dibentuk dengan Perda No. 46 Tahun 2007. Dengan demikian Kabupaten Mandailing Natal kini memiliki 23 Kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 353 dan Kelurahan sebanyak 32 kelurahan. Daerah Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak paling selatan dari propinsi Sumatera Utara dengan batas-batas sebagai berikut : • Sebelah Utara dengan Kabupaten Padang Lawas • Sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Barat. • Sebelah Timur dengan Propinsi Sumatera Barat • Sebelah Barat dengan Samudera Indonesia .

3.2.1 Luas Wilayah

Kabupaten Mandailing Natal mempunyai luas daerah sebesar 662.070 Ha atau 9,24 persen dari wilayah propinsi Sumatera Utara. Wilayah yang terluas adalah Kecamatan Muara Batang Gadis yakni 143.502 Ha 21,67 dan terkecil yaitu Kecamatan Lembah Sorik Marapi sebesar 3.472,57 Ha 3,46.

3.2.2. Geografi dan Mata Pencaharian Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Mandailing Natal tahun 2007 yakni 417.590 jiwa. Laki-laki 204.788 orang dan perempuan 212.802 orang. Dengan sex ratio yaitu 96,23 dan Hery Bajora Nasution : Potensi Dan Perkembangan Pariwisata Di Kabupaten Mandailing Natal, 2009. USU Repository © 2009 banyak rumah tangga 94.477.KK dengan rata-rata anggota rumah tangga yakni 4. Laju pertumbuhan penduduk Mandailing Natal tahun 2007 sebesar 0,93 . Struktur penduduk Mandailing Natal menunjukkan bahwa usia produktif 15-64 tahun sangat menonjol sebesar 55,54 dan usia ketergantungan terdiri usia 0-14 tahun sebesar: 41,43 dan Lansia 65+ sebesar 3,03. Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Hasil Sakernas 2007, Angkatan Kerja usia 15 tahun keatas sebesar 193.109 orang dan bukan angkatan kerja 51.494 orang. TPAK merupakan ukuran yang menggambarkan jumlah angkatan kerja untuk setiap 100 tenaga kerja. TPAK Kab. Mandailing Natal sekitar 78,95 yang tertinggi di kecamatan Panyabungan Timur 90,70 dan terkecil di kecamatan Lembah Sorik Marapi 47,85. Sedangkan tingkat rasio pekerja Kab. Mandailing Natal yakni 91,45. Di sisi lain dapat dianalisa bagian angkatan kerja yang masih mencari pekerjaan atau biasa disebut penggangguran terbuka TPT. TPT di Mandailing Natal yakni 8,55. TPT yang tertinggi Kec. Lembah Sorik Marapi 12,92 dan terendah kecamatan Natal 3,43.

3.2.3 Sosial dan Budaya

Bangsa Mandailing Suku bangsa Mandailing atau kelompok etnis ethnic group Mandailing adalah salah satu dari sekain ratus suku bangsa penduduk asli Indonesia. Dari zaman dahulu sampai sekarang suku bangsa tersebut turun-temurun mendiami wilayah etnisnya sendiri yang terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatra Utara. Menurut tradisinya orang Mandailing menamakan wilayah etnisnya itu Tano Rura Mandailing yang artinya ialah tanah lembah Mandailing. Tapi namanya yang populer sekarang ialah Mandailing, sama dengan nama suku bangsa yang mendiaminya. Berdasarkan tradisi masa lalu, wilayah etnis Mandailing terdiri dari dua bagian, yang masing-masing dinamakna Mandailing Godang Mandailing Besar, berada di bagian Hery Bajora Nasution : Potensi Dan Perkembangan Pariwisata Di Kabupaten Mandailing Natal, 2009. USU Repository © 2009 utara dan Mandailing Julu Mandailing Hulu, berada di bagian selatan dan berbatasan dengan daerah Provinsi Sumatra Barat. Masyarakat Mandailing merupakan masyarakat agraris yang patrilineal. Sebagian besar warganya bertempat tinggal di daerah pendesaan dan hidup sebagai petani dengan mengolah sawah dan mengerjakan kebun karet, kopi, kulit manis, dsb. Sampai pada masa pemerintahan kolonial Belanda penduduk di kawasan Mandailing Godang dipimpin oleh raja-raja dari marga clan Nasution, sedangkan penduduk di kawasan Mandailing Julu dipimpin oleh raja-raja dari marga Lubis. Pada masa itu di kedua kawasan tersebut terdapat banyak kerajaan tradisional yang kecil-kecil berupa komunitas yang dinamakan Huta atau Banua. Masing-masing mempunyai kesatuan teritorial dan pemerintahan yang otonom. Eksistensi masyarakat Mandailing sebagai suku bangsa atau kelompok etnis diperlihatkan dan dikukuhkan oleh kenyataan bahwa masyarakat Mandailing mempunyai kesatuan kebudayaan dan juga bahasa sendiri yang membuatnya berbeda atau dapat dibedakan dari suku bangsa yang lain. Dan juga karena warga masyarakat Mandailing menyadari adanya identitas dan kesatuan kebudayaan mereka sendiri yang membuat mereka merasa berbeda dari warga masyarakat yang lain. Secara historis, eksistensi atau keberadaan suku bangsa Mandailing didukung oleh kenyataan disebut nama Mandailing dalam puluh atau syair ke-13 kitab Nagarakretagama yang ditulis oleh Prapanca sekitar tahun 1365 abad ke-14. Dalam hal ini, Said tanpa tahun:9 antara lain mengemukakan bahwa teks sair ke-13 Negarakertagama tersebut dalam huruf Latin bahasa Kawi, dapat dikutip sebagian sebagai berikut: Lwir ning nuasa pranusa pramuka sakahawat kaoni ri Malayu ning Jambi mwang Palembang i Teba len Darmmacraya tumut Kandis, Kahwas Manangkabwa ri Siyak i Rekan Kampar mwang Pane Kampe Haru athawa Mandahiling i Tumihang Perlak mwang i Barat Hery Bajora Nasution : Potensi Dan Perkembangan Pariwisata Di Kabupaten Mandailing Natal, 2009. USU Repository © 2009 Seperti terlihat pada teks tersebut ekspansi Majapahit ke Malaya Sumatra merata sejak Jambi, Palembang, Muara Tebo, Darmasraya, Haru, Mandahiling, jelasnya Mandailing. Meperhatikan bahwa nama Mandailing tidak ada duanya di Indonesia, maka yang dimaksud tidak lain dari Mandailing yang lokasinya di Tapanuli Selatan. Demikian dikemukan. Sistem Sosial, Adat Istiadat dan Pemerintahan Dalam waktu yang terbatas tentu tidak dapat dibicarakan budaya Mandailing secara keseluruhan. Oleh karena itu yang akan dibicarakan pada kesempatan ini hanyalah sebagian kecial dari unsur dan aspeksnya saja. Meskipun sudah banyak terjadi perubahan, tapi sampai saat ini, dalam struktur masyarakat Mandailing yang patrilineal terdapat kelompok-kelompok kekerabatan yang dibentuk berdasarkan hubungan darah blood ties dan hubungan perkawinan affinial ties. Kelompok kekerabatan yang dibentuk berdasarkan hubungan darah, oleh orang Mandailing dinamakan marga clan. Hubungan kekerabatan kinship antara orang- orang Mandailing dalam satu marga disebut kahanggi abang-adik. Suku bangsa atau masyarakat Mandailing terdiri dari banyak marga atau kelompok kerabat satu keturunan yang masing-masing punya nama sendiri. Dan di antaranya yang terbesar ialah marga Lubis dan marga Nasution. Setiap marga juga punya tokoh nenek moyangnya ancestor sendiri. Tokoh nenek moyang orang-orang Mandailing marga Lubis ialah seorang yang bernama Namora Pande Bosi. Orang-orang Mandailing marga Nasution punya tokoh nenek moyang yang bernama Si Baroar. Demikianlah menurut lagenda atau mitos yang diyakini oleh masyarakat Mandailing. Kelompok kekerabatan yang dibentuk berdasarkan hubungan perkawinan affinal ties terdiri dari dua bagian, yaitu kelompok kerabat pemberi anak gadis dalam perkawinan bride giver yang dinamakan mora dan kelompok kerabat penerima anak gadis bride receiver yang dinamakan anak boru. Dengan demikian dalam masyarakat Mandailing terdapat tiga kelompok kekerabatan kingrous, yaitu mora, kahanggi orang-orang yang se-marga atau yang Hery Bajora Nasution : Potensi Dan Perkembangan Pariwisata Di Kabupaten Mandailing Natal, 2009. USU Repository © 2009 punya hubungan kekerabatan berabang-adik dan anak boru. Ketiga kelompok kekerabatan tersebut digunakan oleh masyarakat Mandailing sebagai komponen tumpuan untuk sistem sosialnya yang dinamakan Dalian Natolu tumpuan yang tiga. Sistem sosial yang dinamakan Dalian Natolu itu berfungsi sebagai mekanisme untuk melaksanakan adat dalam kehidupan masyarakat Mandailing.

3.2.4 Sejarah Awal Pembentukan kabupaten Mandailing Natal