Kajian Panjang Jalan di Kabupaten Mandailing Natal dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Wilayah

(1)

KAJIAN PANJANG JALAN

DI KABUPATEN MANDAILING NATAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN WILAYAH

TUGAS AKHIR

040404077

INDRA HUSEIN LUBIS

DOSEN PEMBIMBING

NIP.

Ir. Jeluddin Daud, M.Eng

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010

2010


(2)

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir yang disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ini berjudul “Kajian Panjang Jalan di Kabupaten Mandailing Natal dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Wilayah”.

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari berbagai kesulitan, untuk itu dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Jeluddin Daud, M.Eng, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Teruna Jaya, Msc, selaku Sekertari Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama penulis berkuliah di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Kedua Orang Tua yang telah membesarkan dan mendidik tanpa lelah serta penuh tulus ikhlas dalam memberikan semangat dan doa kepada penulis sehingga penulis dapat melewati semua kesulitan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.


(3)

6. Teman-teman seperjuangan, sahabat-sahabat, serta adik-adik seperkuliahan yang telah banyak memberikan dorongan serta bantuan. Saya menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan referensi yang saya miliki. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan pada masa mendatang.

Akhir kata, semoga Allah memberikan manfaat dan melimpahkan berkah atas Tugas Akhir ini sehingga dapat berarti bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pada bidang Teknik Sipil.

Medan, Agustus 2010

Indra Husein Lubis 040404077


(4)

ABSTRAK

Dengan terbitnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1998 dan disahkan pada tanggal 23 Nopember 1998 tentang pembentukan Kabupaten Mandailing Natal maka Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu Kabupaten Mandailing Natal (Ibukota Panyabungan) dengan jumlah daerah Administrasi 8 Kecamatan dan Kabupaten Tapanuli Selatan (Ibukotanya Padangsidimpuan) dengan jumlah daerah administrasi 16 Kecamatan. Perkembangan pembangunan kabupaten Mandailing Natal selama ± 11 tahun setelah dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Selatan sampai kondisi sekarang mulai dapat dilihat kemajuan dari kecamatan-kecamatan yang berada di kabupaten tersebut. Penelitian ini membahas pengaruh panjang jalan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Mandailing Natal. Dalam penelitian ini, parameter pengembangan wilayah yang dipakai adalah berdasarkan tipologi desa dengan melihat peningkatan status desa terhadap panjang jalan dengan menggunakan analisis regresi dan korelasi.

Tipologi desa adalah merupakan salah satu indikator perkembangan wilayah di suatu kabupaten. Dengan adanya tipologi desa pada tiap kecamatan, kita bisa mendeskripsikan seberapa jauh keberhasilan suatu kabupaten dalam mengelola desa-desa pada tiap kecamatannya.

Berdasarkan analisis Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah bekerja sama dengan Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan dan Center for Urban and Regional Development Curds Medan (April 2009), Di Indonesia, sistem klasifikasi dan tipologi desa didasarkan atas pendekatan ekosistem.

Pendekatan ini, dapat diidentifikasikan adanya sepuluh faktor yang menentukan tingkat perkembangan sebuah desa, yaitu sebagai berikut.

a. Faktor penduduk (D–Density). b. Faktor alam (N–Nature).

c. Faktor orbitrasi desa (U–Urban centre). d. Faktor mata pencarian (E–Earning). e. Faktor pendapatan desa (Y–Yield/Output). f. Faktor adat istiadat (C–Custom).

g. Faktor kelembagaan (L).

h. Faktor pendidikan (E–Education). i. Fakor gotong royong (Gr).

j. Faktor prasarana desa (P)

Berdasarkan analisis pengaruh rasio panjang jalan dan rasio tipe permukaan jalan terhadap tipologi desa Kabupaten Mandailing Natal, diperoleh koefisien regresi rasio panjang jalan sebesar 0.177 yang menunjukkan bahwa hubungan antar kedua variabel sangat rendah. Rasio panjang jalan hanya berpengaruh sebesar 3.1% terhadap tipologi desa. Koefisien regresi rasio tipe permukaan jalan sebesar 0.383 yang menunjukkan bahwa hubungan antar kedua variabel rendah. Tipe permukaan jalan hanya berpengaruh sebesar 14.7% terhadap tipologi desa. Sedangkan untuk pengaruh rasio tipe permukaan jalan


(5)

untuk tiap variabel (tanpa pembobotan) terhadap tipologi desa diperoleh koefisien regresi sebesar 0.473 yang menunjukkan bahwa hubungan antar kedua variabel sedang. Rasio tipe permukaan jalan hanya berpengaruh sebesar 22.4% terhadap tipologi desa.

Koefisien korelasi rasio tipe permukaan jalan adalah sebesar 1.481 untuk aspal hotmix, 0.785 untuk aspal, 1.807 untuk batu, -1.511 untuk kerikil dan -1.378 untuk tanah. Angka ini memberi arti bahwa yang dapat meningkatkan status desa adalah bertambahnya rasio panjang jalan dengan tipe permukaan aspal hotmix, aspal dan batu, sedangkan bertambahnya panjang jalan dengan tipe permukaan lainnya justru mengurangi tingkat status desa.


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… i

PERNYATAAN………. iii

ABSTRAK ……….. iv

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL ………... x

DAFTAR GAMBAR ……….. xii

DAFTAR NOTASI ... BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

I.1 Umum ……… ………... 1

I.2 Latar Belakang Masalah ……….………... 3

I.3 Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah ……… 4

I.4 Maksud dan Tujuan ……….. 5

I.5 Manfaat Penelitian ………….……… 5

I.6 Metodologi Penelitian ……… 6

I.7 Hipotesa ………. 7

I.8 Sistematika Penulisan ………. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum dan Latar Belakang ……… 9

II.2 Sistem Transportasi ……….……….. 10

II.2.1 Perencanaan Sistem Transportasi ……… 16

II.3 Jaringan Transportasi ………. 17

II.3.1 Jaringan Jalan ……….. 19

II.3.1.1 Sejarah ………. 19

II.3.1.2 Klasifikasi Jaringan Jalan ……… 20 II.4 Fungsi Jalan Berkaitan dengan Pembangunan ……….. 24


(7)

II.4.1 Arah Pengembangan Jaringan Transportasi ……… 25

II.5 Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan ……… 27

II.6 Pengertian, Karakteristik, dan Tipologi Desa ……… 28

II.6.1 Pengertian dan Karakteristik Desa ……… 28

II.6.1.1 Unsur-unsur Desa ……… 29

II.6.1.2 Pengertian Masyarakat Desa dan Karakte-ristiknya……… 30

II.6.1.3 Kehidupan Sosial Masyakat Pedesaan ……… 31

II.6.1.4 Kehidupan Ekonomi Masyarakat Pedesaaan 31

II.6.1.5 Kehidupan Budaya Masyarakat Pedesaan …… 32

II.6.2 Tipologi desa ………... 33

II.7 Pengantar Statistika………. 37

II.7.1 Pengertian Istilah Statistik ……….. 37

II.7.2 Peranan Statistik …… ……… 38

II.7.3 Data ………. ……… 39

II.7.4 Pengujian Hipotesis ………. 41

II.8 Kerangka Pemikiran ……….. 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Pemilihan Metode Penelitian ………... 45

III.2 Prosedur Pengumpulan Data ………..…... 45

III.3 Proses Pengolahan dan Analisis Data ………... 47

III.3.1 Analisis Regresi ……….. 48

III.3.2 Analisis Korelasi ……… 48

III.4 Definisi Operasional ………. 52


(8)

IV.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………. 53

IV.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Mandailing Natal ………… 53

IV.1.2 Kondisi Geografi dan Topografi ………. 55

IV.1.3 Keadaan Iklim dan Curah Hujan ……… 58

IV.1.4 Keadaan Hidrologi ……….... 59

IV.1.5 Gambaran Umum Demografi ……… ……….... 60

IV.1.6 Kondisi Jalan dan Sarana Transportasi ………... 61

IV.2 Hubungan Rasio Panjang Jalan dan Rasio Tipe Permukaan Jalan terhadap Tipologi Desa ………. 63

IV.2.1 Pengaruh Rasio Panjang Jalan dan Rasio Tipe Permukaan Jalan terhadap Tipologi Desa Tahun 2003... 64

IV.2.1.1 Pengaruh Rasio Panjang Jalan terhadap Tipologi Desa Tahun 2003………. 66

IV.2.1.2 Pengaruh Rasio Tipe Permukaan Jalan terhadap Tipologi Desa Tahun 2003 ……… 72

IV.2.1.3 Pengaruh Rasio Tipe Permukaan Jalan terhadap Tipologi Desa Tahun 2003 untuk Tiap Variabel………..… 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ……… 87

V.2 Saran ……… 90

DAFTAR PUSTAKA ……… 91 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel III.1 Data Panjang Jalan dan Tipologi Desa Kabupaten Mandailing

Natal Tahun 2003 ……….. 46

Tabel III.2 Data Panjang Jalan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2003 Berdasarkan Tipe Permukaan Jalan ……… 47 Tabel III.3 Interpretasi dari Nilai r ……….... 49 Tabel IV.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan ………. 57 Tabel IV.2 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan 38 Tabel IV.3 Data Panjang Jalan dan Kategori Desa Kabupaten Mandailing

Natal Tahun 2003 ……… 64

Tabel IV.4 Pembobotan Tipologi Desa Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2003 ……… 65 Tabel IV.5 Pengaruh Rasio Panjang Jalan Terhadap Tipologi Desa Tahun

2003 ……… 66 Tabel IV.6 Rasio Panjang Jalan dan Tipologi Desa Kabupaten Mandailing

Natal Tahun 2003 ………... 67

Tabel IV. 7 Model Summary Rasio Panjang Jalan dengan Tipologi Desa .. 68 Tabel IV.8 Koefisien Korelasi Rasio Panjang Jalan dengan Tipologi Desa..68 Tabel IV.9 Anova Rasio Panjang Jalan dengan Tipologi Desa ………….. 69 Tabel IV.10 Pengaruh Rasio Tipe Permukaan Jalan Terhadap Tipologi Desa

Tahun 2003 ……….. 72 Tabel IV.11 Pembobotan Tipe Permukaan Jalan Kabupaten Mandailing Natal

Tahun 2003 ………. 74 Tabel IV.12 Rasio Tipe Permukaan Jalan Kabupaten Mandailing Natal Tahun

2003 ………. 75 Tabel IV.13 Rasio Tipe Permukaan Jalan dan Tipologi Desa Kabupaten

Mandailing Natal Tahun 2003 ……… 76 Tabel IV.14 Model Summary Rasio Tipe Permukaan Jalan dengan Tipologi

Desa ……… 77 Tabel IV.15 Koefisien Korelasi Rasio Tipe Permukaan Jalan dengan Tipologi


(10)

Tabel IV.16 Anova Tipe Permukaan Jalan dengan Tipologi Desa ……… 78 Tabel IV. 17 Rasio Tipe Permukaan Jalan Kabupaten Mandailing Natal Tahun

2003 untuk Tiap Variabel Bebas ……….. 81 Tabel IV.18 Model Summary Rasio Tipe Permukaan Jalan dengan Tipologi

Desa untuk Tiap Variabel Bebas ……….. 82 Tabel IV.19 Koefisien Korelasi Rasio Tipe Permukaan Jalan dengan Tipologi

Desa untuk Tiap Variabel Bebas ………. 83 Tabel IV. 20 Anova Rasio Tipe Permukaan Jalan dengan Tipologi Desa untuk


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Kerangka Pemikiran ……….. 44 Gambar IV.1 Peta Kabupaten Mandailing Natal ………. 56


(12)

ABSTRAK

Dengan terbitnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1998 dan disahkan pada tanggal 23 Nopember 1998 tentang pembentukan Kabupaten Mandailing Natal maka Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu Kabupaten Mandailing Natal (Ibukota Panyabungan) dengan jumlah daerah Administrasi 8 Kecamatan dan Kabupaten Tapanuli Selatan (Ibukotanya Padangsidimpuan) dengan jumlah daerah administrasi 16 Kecamatan. Perkembangan pembangunan kabupaten Mandailing Natal selama ± 11 tahun setelah dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Selatan sampai kondisi sekarang mulai dapat dilihat kemajuan dari kecamatan-kecamatan yang berada di kabupaten tersebut. Penelitian ini membahas pengaruh panjang jalan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Mandailing Natal. Dalam penelitian ini, parameter pengembangan wilayah yang dipakai adalah berdasarkan tipologi desa dengan melihat peningkatan status desa terhadap panjang jalan dengan menggunakan analisis regresi dan korelasi.

Tipologi desa adalah merupakan salah satu indikator perkembangan wilayah di suatu kabupaten. Dengan adanya tipologi desa pada tiap kecamatan, kita bisa mendeskripsikan seberapa jauh keberhasilan suatu kabupaten dalam mengelola desa-desa pada tiap kecamatannya.

Berdasarkan analisis Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah bekerja sama dengan Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan dan Center for Urban and Regional Development Curds Medan (April 2009), Di Indonesia, sistem klasifikasi dan tipologi desa didasarkan atas pendekatan ekosistem.

Pendekatan ini, dapat diidentifikasikan adanya sepuluh faktor yang menentukan tingkat perkembangan sebuah desa, yaitu sebagai berikut.

a. Faktor penduduk (D–Density). b. Faktor alam (N–Nature).

c. Faktor orbitrasi desa (U–Urban centre). d. Faktor mata pencarian (E–Earning). e. Faktor pendapatan desa (Y–Yield/Output). f. Faktor adat istiadat (C–Custom).

g. Faktor kelembagaan (L).

h. Faktor pendidikan (E–Education). i. Fakor gotong royong (Gr).

j. Faktor prasarana desa (P)

Berdasarkan analisis pengaruh rasio panjang jalan dan rasio tipe permukaan jalan terhadap tipologi desa Kabupaten Mandailing Natal, diperoleh koefisien regresi rasio panjang jalan sebesar 0.177 yang menunjukkan bahwa hubungan antar kedua variabel sangat rendah. Rasio panjang jalan hanya berpengaruh sebesar 3.1% terhadap tipologi desa. Koefisien regresi rasio tipe permukaan jalan sebesar 0.383 yang menunjukkan bahwa hubungan antar kedua variabel rendah. Tipe permukaan jalan hanya berpengaruh sebesar 14.7% terhadap tipologi desa. Sedangkan untuk pengaruh rasio tipe permukaan jalan


(13)

untuk tiap variabel (tanpa pembobotan) terhadap tipologi desa diperoleh koefisien regresi sebesar 0.473 yang menunjukkan bahwa hubungan antar kedua variabel sedang. Rasio tipe permukaan jalan hanya berpengaruh sebesar 22.4% terhadap tipologi desa.

Koefisien korelasi rasio tipe permukaan jalan adalah sebesar 1.481 untuk aspal hotmix, 0.785 untuk aspal, 1.807 untuk batu, -1.511 untuk kerikil dan -1.378 untuk tanah. Angka ini memberi arti bahwa yang dapat meningkatkan status desa adalah bertambahnya rasio panjang jalan dengan tipe permukaan aspal hotmix, aspal dan batu, sedangkan bertambahnya panjang jalan dengan tipe permukaan lainnya justru mengurangi tingkat status desa.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN I.1 Umum

Transportasi adalah suatu jaringan yang secara fisik menghubungkan suatu ruang dengan ruang kegiatan lainnya, sebagai suatu kegiatan memindahkan atau mengangkut barang atau penumpang dari suatu tempat ketempat lainnya. Lebih lanjut didefinisikan bahwa transportasi adalah suatu perpindahan barang atau penumpang dari satu lokasi ke lokasi lainnya, yang membuat barang atau penumpang tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dilokasi yang baru. Dari definisi ini terdapat tiga komponen transportasi, yaitu :

1. Prasarana transportasi, seperti jalan raya, jalan kereta api, terminal bus, bandar udara, pelabuhan, dan lain sebagainya.

2. Kendaraan yang mengunakan prasarana tersebut, dan

3. Sistem organisasi yang menjamin kendaraan dan prasarana tersebut digunakan secara baik dan benar.

Jalan raya sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peran penting dalam mendukung kegiatan ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan. Jalan dikembangkan dengan pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.


(15)

Jalan raya adalah salah satu prasarana yang akan mempercepat pertumbuhan dan pengembangan suatu daerah serta akan membuka hubungan sosial, ekonomi dan budaya antar daerah. Sebagai prasarana perhubungan pada hakekatnya jalan merupakan unsur penting dalam mewujudkan sasaran pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan tercapainya stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 tahun 2004 tentang prasarana jalan, disebutkan bahwa jalan mempunyai peranan penting dalam mewujudkan perkembangan kehidupan bangsa. Maka jalan darat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat di dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.

Pembangunan merupakan usaha sadar dan berencana untuk meningkatkan mutu hidup yang dalam pelaksanaanya akan selalu menggunakan dan mengelola sumber daya baik sumber daya manusia maupun sumber daya buatan (Sugeng Martopo, 1997). Salah satu tujuan pokok dari pembangunan itu adalah pembangunan wilayah-wilayah yang ada didalamnya terutama dalam keserasian perkembangan atau laju pertumbuhan antar wilayah dalam daerah tersebut. Faktor pendorong perkembangan suatu wilayah sangat terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana wilayah khususnya sarana dan fasilitas sosial ekonomi. Sarana dan fasilitas ekonomi seringkali merupakan faktor dominan yang berperan dalam memajukan wilayah.

Pengembangan wilayah mengandung arti luas, tetapi pada prinsipnya merupakan berbagai upaya yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di suatu wilayah tertentu.


(16)

Tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Di sisi sosial ekonomi, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik. Di sisi lain, secara ekologis pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap lingkungan.

Telah banyak didefenisi tentang pengembangan wilayah, seperti salah satu yang didefenisikan oleh Prod’homme (1985), bahwa pengembangan wilayah merupakan program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu wilayah.

Dari defenisi di atas dapat dilihat bahwa dalam pengembangan wilayah dibutuhkan suatu program yang menyeluruh dan terpadu. Hal ini dapat berupa berbagai program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat setempat. Dalam mengembangkan wilayah terdapat dua pendekatan yang dilakukan, yakni pendekatan sektoral atau fungsional (yang dilaksanakan melalui departemen atau instansi sektoral), misalnya pembangunan jalan oleh Dinas Pekerjaan Umum, pembangunan gedung sekolah oleh Dinas Pendidikan, rumah sakit oleh Dinas Kesehatan.

I.2 Latar Belakang Masalah

Dengan terbitnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1998 dan

disyahkan pada tanggal 23 Nopember 1998 tentang pembentukan Kabupaten Mandailing


(17)

Kabupaten Mandailing Natal (Ibukota Panyabungan) dengan jumlah daerah Administrasi

8 Kecamatan dan Kabupaten Tapanuli Selatan (Ibukotanya Padangsidimpuan) dengan

jumlah daerah administrasi 16 Kecamatan.

Perkembangan pembangunan kabupaten Mandailing Natal selama ± 11 tahun setelah dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Selatan sampai kondisi sekarang mulai dapat dilihat kemajuan dari kecamatan-kecamatan yang berada di kabupaten tersebut. Kemajuan tersebut erat kaitannya dengan pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal.

Salah satu prasarana yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal adalah prasarana transportasi, termasuk didalamnya adalah jalan. Dengan adanya infrastruktur jalan tersebut diharapkan akan berpengaruh terhadap perekonomian wilayah dan kesejahteraan masyarakat pengguna (masyarakat sekitar) baik dampak secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kaitan dengan pembangunan perdesaan, pemerintah daerah pada umumnya cenderung masih belum memberikan perhatian yang besar. Sebaliknya, mereka lebih mengutamakan dan memfokuskan kepada pembangunan fisik di perkotaan.

I.3 Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah

Karena luasnya permasalahan dalam penelitian ini maka ruang lingkup dan pembatasan masalah dibatasi oleh hal-hal berikut:

1. Penelitian ini membahas pengaruh panjang jalan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Mandailing Natal. Dalam penelitian ini, parameter pengembangan wilayah yang dipakai adalah berdasarkan tipologi desa dengan melihat peningkatan status desa terhadap panjang jalan


(18)

2. Data yang digunakan dalam studi adalah data panjang jalan, dan data klas desa yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Pertambangan dan Energi dan Badan Pusat Statistika Kabupaten Mandailing Natal.

I.4 Maksud dan Tujuan

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui apakah panjang jalan berpengaruh terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Mandailing Natal.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui hubungan dan pengaruh (regresi dan korelasi) antara rasio panjang jalan dengan tipologi desa di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2003.

2. Mengetahui hubungan dan pengaruh (regresi dan korelasi) antara rasio tipe permukaan jalan dengan tipologi desa di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2003.

I.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari Penelitian ini :

1. Mengetahui seberapa besar dampak pembangunan prasarana transportasi terhadap perkembangan wilayah di Kabupaten Mandailing Natal yang berdampak langsung terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dan investasi, perkembagan kehidupan sosial – budaya maupun lingkungan. Disisi lain, jalan juga membentuk struktur ruang wilayah maupun perkotaan sehingga keberadaannya sangat menentukan arah berkembangnya wilayah maupun perkotaan mendatang. Dengan demikian pemerintah dapat lebih intensif merumuskan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pemerataan kesejahteraan masyarakat.


(19)

2. Menambah wawasan mengenai kegiatan Pembangunan Prasarana Transportasi berdasarkan dari parameter-parameter yang ada.

I.6 Metodologi Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, sebagai pencapaian tujuan dalam tugas akhir. Dalam penelitiannya penulis menggunakan metode:

a. Studi Literatur

Studi literatur dimaksudkan untuk mendapatkan teori-teori yang berhubungan dengan studi ini. Dari teori-teori ini nantinya dikembangkan kerangka-kerangka teoritis dan konsepsional yang berhubungan dengan studi ini. Dan dari studi literatur ini pula dilakukan teknik dan cara melakukan studi penelitian.

b. Pemilihan Metode Penelitian

Pada penelitian tugas akhir ini, peneliti memilih penelitian metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian (Nazir, 1985). Pada umumnya metode deskriptif hanya mengandalkan data yang ditemukan di lapangan, namun demikian peneliti dapat juga melakukan analisa terhadap hubungan-hubungan variabel (Bachtiar, 1997)

c. Prosedur Pengumpulan Data

Data yang digunakan seluruhnya merupakan data sekunder berupa status desa dan panjang jalan pada tiap kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2003 beserta tipe permukaannya diperoleh melalui dokumen dari Dinas Pekerjaan Umum Sub Dinas Bina Marga Kabupaten Mandailing Natal.


(20)

d. Proses Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah. Dengan adanya analisis, data menjadi berarti dan berguna dalam memecahkan masalah penelitian, sekaligus menjawab hipotesis dan mencapai tujuan penelitian. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi dan korelasi yang berguna untuk mencari hubungan dan pengaruh antara dua variabel yang diteliti. Data sekunder yang telah diolah selanjutnya dianalisis dengan menggunakan software SPSS versi 13.0

I.7 Hipotesa

Dari proposal tugas akhir ini dapat dibuat hipotesa sebagai berikut:

1. Rasio panjang jalan berpengaruh terhadap perkembangan wilayah di Kabupaten Mandailing Natal.

2. Rasio panjang jalan tidak berpengaruh terhadap perkembangan wilayah di Kabupaten Mandailing Natal.

3. Rasio tipe permukaan jalan berpengaruh terhadap perkembangan wilayah di Kabupaten Mandailing Natal.

4. Rasio tipe permukaan jalan berpengaruh terhadap perkembangan wilayah di Kabupaten Mandailing Natal.

I.8 Sistematika Penulisan

Untuk mencapai tujuan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yang dianggap perlu. Metode dan prosedur pelaksanaanya secara garis besar adalah sebagai berikut:


(21)

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang : Umum, Latar Belakang Masalah, Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah, Maksud dan Tujuan, Keaslian Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Hipotesa dan Sistematika Penulisan.

BAB II. STUDI PUSTAKA

Bab ini meliputi pengambilan teori-teori serta rumus-rumus dari beberapa sumber bacaan yang mendukung analisis permasalahan yang berkaitan dengan tugas akhir ini.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini akan membahas tentang langkah-langkah kerja yang akan dilakukan dengan cara memperoleh data yang relevan dengan penelitian ini.

BAB IV. PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA Langkah-langkah kerjanya adalah sebagai berikut:

1. Tabulasi data 2. Kompilasi data 3. Analisa data

4. Menentukan hubungan variable.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan logis berdasarkan analisis data, temuan dan bukti yang disajikan sebelumnya, yang menjadi dasar untuk menyusun suatu saran sebagai suatu usulan


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Umum dan Latar Belakang

Tingkat perkembangan suatu daerah dipengaruhi oleh letak daerah tersebut terhadap pusat-pusat fasilitas dan hasil karya manusia (ekonomi, sosial budaya, dan prasarana). Faktor yang mempengaruhi tingkat dan arah perkembangan suatu daerah ialah :

1. Faktor lokasi/letak daerah terhadap pusat-pusat fasilitas dan jalan perhubungan (lancar atau tidak lancar).

2. Hasil karya manusia (ekonomi, sosial budaya dan prasarana).

Defenisi arah perkembangan suatu daerah adalah adanya hubungan antara faktor lokasi suatu daerah terhadap suatu pusat. Sedangkan defenisi tingkat perkembangan ialah suatu respon dari daerah tersebut terhadap pusat yang lain. Misalnya pola perkembangan dari daerah agraris menjadi daerah industri/agraris dan seterusnya. Faktor –faktor diatas akan menentukan perubahan bentuk (modifikasi) suatu daerah, dengan demikian akan didapat suatu tipe daerah yang sebenarnya disebut tipe pokok. Dalam tipe pokok tersebut telah mengandung pengertian faktor dasar (endogen) dan faktor perkembangan (development potential) yang merupakan potensi khusus daerah (eksogen) seperti: pusat-pusat kota, jalan perhubungan, pelabuhan utama dan pusat-pusat industri.

Infrastruktur fisik, terutama jaringan transportasi, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maupun terhadap kondisi sosial budaya kehidupan masyarakat. Dalam konteks ekonomi,


(23)

inftastruktur sebagai modal sosial masyarakat merupakan tempat bertumpu perkembangan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai tanpa ketersediaan infrastruktur yang memadai.

Tidak dapat dipungkiri bahwa jalan sebagai jaringan transportasi yang paling dominan digunakan oleh penduduk untuk beraktivitas memegang peranan pening dalam pembangunan wilayah. Oleh karena itu, pembangunan jalan harus kompatibel dengan potensi sumberdaya dimana penentuan jaringan jalan dan prioritas pengembangan akan menjadi penentu efektivitas pembangunan prasarana jalan dari segi dampak terhadap pembangunan ekonomi dan sosial.

II.2. Sistem Transportasi

Sistem transportasi memiliki satu kesatuan definisi yang terdiri atas: sistem, yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variable dengan variable lain dalam tatanan yang terstruktur, serta transportasi, yakni kegiatan pemindahan penumpan dan barang dari satu tempat ke tempat lain. Dari dua pengertian di atas, pengertian sistem transportasi dapat diartikan sebagai bentuk keterkaitan dan keterikatan yang integral antara berbagai variable dalam suatu kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain. Maksud adanya sistem transportasi adalah untuk mengatur dan mengkoordinasikan pergerakan penumpang dan barang yang bertujuan untuk memberikan optimalisasi proses pergerakan tersebut.


(24)

Dalam sistem transportasi terdapat 2 (dua) aspek yang sangat penting, yakni:

1. Aspek sarana, berhubungan dengan jenis atau piranti yang digunakan dalam hal pergerakan manusia dan barang, seperti mobil, kapal, kereta api (KA) dan pesawat terbang. Aspek ini juga sering disebut dengan moda atau jenis angkutan.

2. Aspek prasarana, berhubungan dengan wadah atau alat lain yang digunakan untuk mendukung sarana, seperti jalan raya, jalan rel, dermaga, terminal, bandara, dan stasiun kereta api.

Transportasi merupakan bagian integral dari suatu fungsi masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan gaya hidup, keterjangkauan dari lokasi kegiatan produktif, dan selingan serta barang-barang dan pelayanan yang tersedia untuk dikonsumsi (Morlok, 2005). Sistem transportasi memiliki hubungan yang sangat erat dengan cabang-cabang ilmu lain. Beberapa hubungan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Ekonomi; sistem transportasi berhubungan dengan proses dan analisis perhitungan manfaat dan biaya (cost and benefit) yang timbul akibat adanya sistem pengangkutan.

b) Planologi; transportasi memungkinkan penduduk berubah dari makhluk yang hidup secara nomad menjadi penghuni pemukiman permanen dan akan menciptakan suatu peradaban. Sistem transportasi berhubungan erat dengan pertumbuhan suatu daerah, fasilitas umum, pusat-pusat kegiatan, daerah industri dan pariwisata. Dalam perencanaan dan pengembangan kota, sistem transportasi memiliki fungsi yang sangat urgen.


(25)

c) Sosial-Politik; dari segi sosial sistem transportasi berkaitan dengan konektivitas antar daerah (misalnya daerah terisolir), serta pemerataan pembangunan. Dari segi politik, sistem transportasi berkaitan erat dengan wawasan nusantara dan sistem Hankamnas (pertahanan dan keamanan nasional).

d) Lingkungan; sistem transportasi selalu identik dan bersinggungan dengan aspek lingkungan, seperti polusi udara dan suara. Polusi udara sebagian besar disebabkan oleh kendaraan yang merupakan bagian dari sistem transportasi.

e) Hukum; sistem transportasi berkaitan erat dengan hukum dan perundang-undangan sebagai aspek legal dalam hal pengaturan teknis seluruh sistem transportasi. Misalnya UU No.22/2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan.

f) Budaya; sistem transportasi dapat mempermudah pengembangan budaya, serta dapat memberikan andil dalam hal aglomerasi pluralism budaya yang berdampak positif dalam hal kesatuan berbangsa dan bernegara.

g) Geografi; dalam hal kependudukan, sistem transportasi berkaitan erat dengan kebutuhan sarana transportasi pada lingkup area dengan tingkat kependudukan yang tinggi. Dalam hal topografi, sistem transportasi berhubungan dengan kondisi daerah (pegunungan, dataran). Dalam hal iklim, dapat berkaitan dengan curah hujan, banjir, dan struktur konstruksi jalan. Jenis dermaga dan kapal yang digunakan juga berhubungan erat dengan kondisi iklim dan jenis ombak.


(26)

Transportasi juga sangat membantu dalam menyediakan berbagai kemudahan seperti :

1. Pelayanan untuk perorangan maupun kelompok 2. Pertukaran untuk penyampaian informasi 3. Perjalanan untuk bersantai

4. Perluasan jangkauan perjalanan sosial

5. Pemendekan jarak antara rumah dan tempat kerja

6. Bantuan dalam memperluas kota atau memencarkan penduduk menjadi kelompok yang lebih kecil (Warpani, 1990).

Transportasi bukan suatu tujuan akhir (ends), melainkan timbul akibat adanya permintaan (derived demand), yaitu permintaan akan pergerakan orang atau barang dari satu lokasi ke lokasi lain, pusat kegiatan ke pusat kegiatan lain. Permintaan pergerakan tersebut ditunjang dan dipengaruhi oleh fasilitas dan layanan transportasi. Secara keseluruhan transportasi sebagai suatu sistem terdiri dari sistem/sub sistem kegiatan, jaringan, dan pergerakan (Kusbianto, 2005). Sistem transportasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Sistem Kegiatan

Sistem kegiatan adalah penduduk dengan kegiatannya (demand system). Makin tinggi kuantitas dari kualitas penduduk dengan kegiatannya, makin tinggi pula kegiatan yang dihasilkannya, baik dari segi jumlah (Volume). Frekuensi, jarak, moda, maupun tingkat pemusatan temporal dan atau spatial (Kusbiantoro, 2005).


(27)

b. Sistem Jaringan

Sistem jaringan adalah jaringan infrastruktur dan pelayanan transportsi yang menunjang pergerakan penduduk dengan kegiatannya (supply system). Makin tinggi kuantitas dan kualitas jaringan infrastruktur serta pelayanan transportasi, makin tinggi pula kuantitas dan kualitas pergerakan yang dihasilkan (Kusbiantoro, 2005).

c. Sistem Pergerakan

Sistem pergerakan adalah pergerakan orang atau barang berdasarkan besaran (volume), tujuan, lokasi asal tujuan, waktu perjalanan, jarak/lama perjalanan, kecepatan, frekuensi, mlda, dan sebagainya. Semakin tinggi kuantitas dan kualitas sistem pergerakan, makin tinggi pula dampak yang ditimbulkan terhadap terhadap sistem kegiatan dan sistem jaringan (Kusbiantoro, 2005). Sistem pergerakan ini timbul akibat adanya interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan, sehingga menghasilkan pergerakan orang dan barang dalam bentuk pergerakan orang dan pergerakan kendaraan.

d. Sistem Kelembagaan

Sistem kelembagaan terdiri atas: (1) aspek legal, yakni kesiapan/kesesuaian UU, PP, Kebijakan, RTRW, insentif disinsensitif, dan lain sebagainuya, (2) aspek organisasi, yakni kesiapan organisasi pemerintahan/dunia usaha/masyarakat, kejelasan pembagian tugas, koordinasi antar organisasi, dan sebagainya, (3) aspek SDM, yakni kesiapan SDM (operator, user, non-user, regulator, dan sebagainya) (Kusbiantoro, 2005). Sistem kelembagaan menjamin terwujudnya sistem


(28)

pergerakan yang aman, nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungan (Tamin, 2000).

Sistem transportasi dapat berperan secara pasif yaitu melayani dinamika permintaan sistem kegiatan dan berperan secara aktif yaitu mengarahkan secara positif atau negative perkembangan sistem kegiatan (Kusbiantoro, 2005).

Objek dasar kajian perencanaan transportasi adalah pergerakan manusia atau barang yang pasti melibatkan banyak moda transportasi. Pemilihan moda transportasi oleh pengguna adalah waktu perjalanan, biaya, kenyamanan, keselamatan, tingkat kepopuleran suatu moda, maksud perjalanan dan kelaziman menggunakan suatu moda. Perilaku pelaku perjalanan dalam memilih moda angkutan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya: karakteristik pelaku perjalanan (the characteristic of trip maker), karakteristik perjalanan (the characteristic of trip) dan karakteristik sistem transportasi (the characteristic of transportation system).

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan moda angkutan dapat dibagi tiga faktor yaitu:

1. Karakteristik pelaku perjalanan, meliputi: pemilihan kendaraan, pendapatan dan tingkat sosial.

2. Karakteristik perjalanan, meliputi: tujuan, waktu dan jarak. 3. Karakteristik fasilitas transportasi, yaitu:

- secara kuantitatif, meliputi waktu tunggu, waktu yang diperlukan untuk mengakses pada moda transportasi lainnya, tarif dan ketersediaan tempat parkir.


(29)

II.2.1 Perencanaan Sistem Transportasi

Langkah-langkah dasar dalam proses sistem perencanaan biasanya adalah sebagai berikut:

1. Definisi masalah

2. Kebutuhan untuk penyelesaian masalah 3. Penentuan Alternatif-alternatif

4. Evaluasi alternatif-alternatif 5. Pemilihan alternatif

Proses perencanaan sistem transportasi harus melalui langkah-langkah yang harus diulang kembali untuk mendapatkan hasil akhir yang memuaskan.

Tiga karakteristik utama maslah teknik dan perencanaan sistem transportasi yang membuat sistem tersebut cukup sukar direncanakan yaitu:

a) Daerah yang direncanakan yang menyangkut ribuan ataupun jutaan perjalanan penduduk dalam jumlah angkutan yang berbeda-beda.

b) Dengan tersedianya baragam cara dalam teknologi transportasi dan beragam cara operasi ataupun harga, terdapat banyak cara untuk mengubah sistem transportasi di daerah tersebut.

c) Tujuan yang hendak dicapai dengan peningkatan sistem trasnportasi seringkali sukar didefinisikan dengan angka, dan dengan sendirinya tidak hanya menyangkut soal waktu perjalanan seseorang (Lang dan Wohl, 1959).


(30)

II.3. Jaringan Transportasi

Menurut Morlok (2005) jaringan ialah suatu konsep matematis yang dapat digunakan untuk menerangkan secara kuantitatif sistem transportasi dan sistem lain yang mempunyai karakteristik ruang.

Jaringan transportasi secara teknis terdiri atas :

1. Simpul (node), yang berupa terminal, stasiun KA, Bandara, Pelabuhan 2. Ruas (link), yang berupa jalan raya, jalan rel, rute angkutan udara, alur

kepulauan Indonesia (ALKI).

Jaringan transportasi yang dominan berupa jaringan transportasi jalan. Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial, dan budaya serta lingkungan. Jalan dikembangkan melalui pendekatan pembangunan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional (UU No.38 tahun 2004 tentang jalan). Agar transportasi jalan dapat berjalan secara aman dan efisien maka perlu dipersiapkan suatu jaringan transportasi jalan yang handal yang terdiri dari ruas dan simpul.

Menurut Stapleton dan Richards (1982) dalam Liklikwatil (2004), kaitan antara transportasi, mobilitas, dan pemenuhan kebutuhan dasar adalah :

• Kebutuhan dasar dapat diperoleh melalui pengembangan mobilitas dan transportasi, sebagai akses yang baik menuju tempat pelayanan dan penyediaan kebutuhan dasar. Jaringan jalan dapat memperkuat


(31)

perekonomian dalam masyarakat, yang secara umum memperbaiki posisi komunitas tersebut terhadap dunia luarnya.

• Penanganan jaringan jalan memerlukan proses penentuan prioritas penenganan, karena besarnya biaya penanganan yang ada.

• Kebutuhan transport tidak selalu dapat teridentifikasi.

• Diperlukan upaya penyelarasan penanganan jaringan jalan dan kebutuhan transportasi.

Jadi prioritas penanganan jaringan jalan sangat berkaitan dengan kebutuhan transportasi karena memerlukan biaya penanganan yang besar.

Penentuan prioritas penanganan jalan didasarkan pada perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan jaringan jalannya. Penentuan prioritas jaringan didasarkan pada jumlah total produk yang dipasarkan dan prioritas ruas didasarkan pada indeks volume pergerakan lalu lintas untuk pemasaran perkapasitas jalan dengan mempertimbangkan jalur jalan, rasio lebar jalan eksisting dengan lebar jalan rencana, dan status fungsi jalannya

Kebutuhan transportasi dapat diperkirakan dari permintaan atas jasa transportasi. Menurut Morlok (2005) permintaan atas jasa transportasi merupakan cerminan kebutuhan akan transport dari pemakai sistem tersebut, baik untuk angkutan manusia maupun angkutan barang.

Permintaan atas jasa transportasi diturunkan dari :

(1) kebutuhan seseorang untuk berjalan dari satu lokasi ke lokasi lainnya untuk melakukan kegiatan, dan

(2) permintaan akan angkutan barang tertentu agar tersedia ditempat yang diinginkan.


(32)

II.3.1. Jaringan Jalan II.3.1.1 Sejarah

Jalan raya dipercayai telah ada sejak peradaban manusia ada, karena awal pergerakan manusia melalui berjalan berjalan kaki menyusuri jalan setapak , kemudian dengan bantuan hewan sebagai alat transportasi seperti kuda, kereta kuda, hingga era mesin. Pada awal digunakannya hewan maka jalan dibuat rata. Jalan yang diperkeras pertama kali dibuat pada tahun 3500 SM di Mesopotamia. Pada jaman Romawi, struktur perkerasan jalan mulai berkembang pesat dengan adanya konstruksi perkerasan yang terdiri dari beberapa lapis perkerasan. Era berikutnya adalah era struktur perkerasan macadam, yang diperkenalkan oleh John Louden Mac Adam (1756-1836) dari Scotlandia, yakni perkerasa yang terdiri dari batu pecah atau batu kali, sedangkan pori-pori di atasnya ditutup dengan batu yang lebih halus ukurannya. Lapisan atas macadam ini juga telah diberi lapisan aus kedap air dengan menggunakan aspal sebagai pengikat, serta ditaburi pasir kasar. Pada tahun 1716-1796 seorang Prancis bernama Pierre Marie Jerome Tresaquet mengembangkan sistem lapisan batu pecah yang dilengkapi sistem drainase, dengan kemiringan melintang dan telah menggunakan pondasi batu. John Telford (1757-1834) dari Skotlandia mengembangkan perkerasan yang terdiri dari batu pecah berukuran 15/20 hingga 25/30 yang disusun tegak, yang ditutup dengan batu-batu kecil untuk menutup pori-pori dan meratakan permukaannya. Struktur ini dikenal dengan nama sistem Telford.

Sejarah struktur jalan raya di Indonesia sangat erat hubungannya dengan era kolonialisasi oleh Pemerintah Hindia Belanda. Salah satunya yang sangat


(33)

terkenal adalah pembangunan jalan pos oleh Daendels yang dibangun dari Anyer (Banten) hingga Banyuwangi (Jawa Timur) pada akhir abad 18 dengan sistem kerja paksa. Cabang-cabang jalan pos ini dikenal dengan masa ‘tanam paksa’ untuk memperlancar pengangkutan hasil tanaman. Di era setelah kemerdekaan, Indonesia mulai membangun jalan dengan klasifikasi yang lebih baik pada awal tahun 1970. Jalan tol pertama adalah Jalan Tol Jagorawi yang menghubungkan Jakarta-Bogor-Ciawi sepanjang 35 km dan diresmikan pada 9 Maret 1978.

II.3.1.2 Klasifikasi Jaringan Jalan

Menurut Undang-undang RI No.38 Tahun 2004 tenteng jalan pada pasal 7 disebutkan bahwa sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 pasal 8, jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam:

a. Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi malayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.


(34)

b. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

c. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

d. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Menurut pasal 9 Undang-Undang RI No.38 tahun 2004 tentang Jalan, disebutkan jalan umum menurut statusnya dikelompokkan menjadi:

a. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkkan antar ibokota provinsi, jalan strategis nasional, serta jalan tol. Wewenang pembinaannya oleh Pemerintah Pusat.

b. Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

c. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi, yang mengubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan pusat kegiatan lokal, antar


(35)

pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

d. Jalan kota, merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat pemukiman yang berada di dalam kota.

e. Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpemukiman yang berada di dalam kota.

Berdasarkan MTS (Muatan Sumbu Terberat), sistem jaringan jalan diklasifikasikan atas:

a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan lebar ≤ 2.50 m dan panjang ≤ 18 m dan MST > 10 ton.

b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan lebar ≤ 2.50 m dan panjang ≤ 18 m dan MST ≤ 10 ton.

c. Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan lebar ≤ 2.50 m dan panjang ≤ 18 m dan MST ≤ 8 ton.

d. Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan lebar ≤ 2.50 m dan panjang ≤ 12 m dan MST ≤ 8 ton.


(36)

e. Jalan kelas III C, yaitu jalan local yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan lebar ≤ 2.10 m dan panjang ≤ 9 m dan MST ≤ 8 ton.

f. Untuk jalan desa ialah jalan yang melayani angkutan pedesaan dan wewenang pembinaannya oleh masyarakat serta mempunyai MST kurang dari 6 ton belum dimasukkan dalam UU No. 13 Tahun 1980 maupun PP No.43 Tahun 1993.

Sistem prasarana wilayah adalah jaringan yang menghubungkan satu pusat kegiatan dengan pusat kegiatan lainnya (Tarigan, 2004). Sarana transportasi adalah salah satu dari sekian macam alat penghubung yang dimaksudkan untuk melawan jarak. Melawan jarak ditempuh dengan menyediakan sistem sarana dan prasarana transportasi, yaitu alat untuk bergerak, menyediakan ruang untuk alat angkut tersebut, dan tempat berhentinya, mengatur kegiatan transportasi, menentukan tempat perhentian, lokasi untuk berproduksi dan mengkonsumsi, serta merencanakan untuk perkembangan selanjutnya (Tamin, 2000). Selain itu masih ada unsur cepat dan nyaman.

Analisa jarak dan kesempatan terdekat berkaitan dengan peran jalan dan transportasi dalam proses pembangunan. Jalan sebagai prasarana transportasi perlu mendapat perhatian khusus, terutama untuk meningkatkan aksesibilitas penduduk dari satu wilayah ke wilayah lainnya, atau dari wilayah pedesaan, pedalaman (hinterland). Analisis ini perlu karena transportasi amat menentukan kegiatan ekonomi, secara langsung dapat mempengaruhi biaya produksi, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap harga pasar (Riyadi dan Bratakusumah, 2003).


(37)

Dalam kehidupan ekonomi, yang penting adalah produksi barang dan jasa, penyaluran dan pertukaran barang tersebut, dan konsumsinya. Dalam meningkatkan perkembangan kegiatan social dan ekonomi, prasarana (infrastruktur) merupakan hal yang penting. Pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik jika prasarana tidak baik. Jadi prasarana dapat dianggap sebagai faktor potensial dalam menentukan masa depan dari perkembangan suatu wilayah perkotaan dan pedesaan (Jyadinata, 1999).

Memindahkan barang dari (dari daerah surplus) ke pasar (atau ke daerah minus) sehingga menjadi barang berguna dan memenuhi suatu kebutuhan merupakan bagian penting kehidupan sosio ekonomi suatu daerah. Kelancaran mbilitas barang sangat penting artinya sebagai kelanjutan dari suatu lini pembuatan yang membentuk mata rantai terakhir seluruh proses produksi (Warponi, 2002).

II.4. Fungsi Jalan Berkaitan dengan Pembangunan

Pembangunan merupakan usaha sadar dan berencana untuk meningkatkan mutu hidup yang dalam pelaksanaanya akan selalu menggunakan dan mengelola sumber daya baik sumber daya manusia maupun sumber daya buatan (Sugeng Martopo, 1997). Salah satu tujuan pokok dari pembangunan itu adalah pembangunan wilayah-wilayah yang ada didalamnya terutama dalam keserasian perkembangan atau laju pertumbuhan antar wilayah dalam daerah tersebut. Faktor pendorong perkembangan suatu wilayah sangat terkait dengan ketersediaan sarana


(38)

dan prasarana wilayah khususnya sarana dan fasilitas sosial ekonomi. Sarana dan fasilitas ekonomi seringkali merupakan faktor dominan yang berperan dalam memajukan wilayah.

Menurut Cornwall (1983) dalam Liklikwatil (2004) secara garis besar terdapat empat faktor penting yang harus didapatkan dari fungsi sebuah jalan agar dapat mempengaruhi pembangunan, yaitu :

a. Jalan harus dapat memberikan akses menuju kawasan potensial produksi.

b. Jalan harus dapat memberikan akses menuju pasar dimana produk dari kawasan tersebut dapat dipasarkan.

c. Jalan harus dapat memberikan keuntungan terhadap harga produksi dan harga transport.

d. Ukuran pasar harus mampu menyerap suplai barang baru tanpa menyebabkan harga turun.

Pemasaran diartikan semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen (Murbyanto, 1994). Menurut sudiyanto (2004), secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi dalam pasar. Dalam pemasaran ini barang mengalir dari produsen sampai ke konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses penyimpanan. Peterson (dalm Sudiyono, 2004) mendefinisikan pemasaran secara tradisional (Traditional Marketing) dan Modern (Modern Marketing). Pemasaran secara tradisional merupakan aktifitas usaha yang menunjukkan secara langsung aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Pemasaran secara modern adalah proses perencanaan, penentuan konsep,


(39)

penetapan harga, dan distribusi barang atau jasa yang menimbulkan pertukaran sehingga dapat memenuhi kebutuhan individu atau organisasi.

II.4.1 Arah Pengembangan Jaringan Transportasi

Arah pengembangan jaringan transportasi adalah pelayanan transportasi antar moda yang mampu memberikan pelayanan yang berkesinambungan (seamless services), tepat waktu (just in time services), dan dapat memberikan pelayanan dari pintu ke pintu (door to door services) di dalam operasionalisasinya perlu adanya kesesuaian (compability) antar sarana dan fasilitas yang ada pada prasarana moda-moda transportasi yang terlibat, kesetaraan tingkat pelayanan (level of service) sesuai dengan standar yang dibakukan, sinkronisasi dan keterpaduan jadwal pelayanan, efektivitas dan efisiensi aktivitas alih moda yang didukung dengan sistem tiketing dan dokumen angkutan serta teknologi informasi yang memadai.

Perwujudan pelayanan jaringan transportasi antar moda juga harus di integrasikan antar trayek atau rute-rute angkutan jalan, kereta api, sungai dan danau, penyeberangan, laut dan udara, dengan memperhatikan keunggulan moda berdasarkan kesesuaian teknologi dan karakteristik wilayah pelayanan.

Prinsip dasar penataan dan pembangunan jaringan transportasi adalah sebagai berikut ini:

1. Fungsional, yakni jaringan yang dikelompokkan dalam berbagai tatanan dengan karakteristik funsional yang berbeda.


(40)

2. Struktural, yakni pada masing-masing tatanan dirumuskan susunan yang saling terkait, namun dapat diklasifikasikan berdasarkan intensitasnya.

3. Keunggulan karakteristik moda dan keterpaduan, yakni dalam menentukan peran masing-masing moda pada setiap tataran dilakukan dengan memanfaatkan secara maksimal keunggulan masing-masing moda, sedangkan kelemahannya dapat diantisipasi dengan cara pemaduan antar moda.

4. Optimalisasi, yakni pilihan terhadap suatu tatanan dikaitkan dengan faktor pembatas sumber daya dalam upaya pemanfaatan maksimal dengan pengorbanan minimal, serta memberikan kontribusi maksimal dalam upaya pelestarian lingkungan.

Indikator output pangembangan jaringan transportasi adalah meliputi: keselamatan, aksesibilitas yang tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi dan efisien.

II.5 Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan

Teori tempat pemusatan pertama kali dirumuskan oleh Christaller (1933) dan dikenal sebagai teori pertumbuhan perkotaan yang pada dasarnya menyatakan bahwa pertumbuhan kota tergantung spesialisasinya dalam fungsi pelayanan perkotaan, sedangkan tingkat permintaan akan pelayanan perkotaan oleh daerah sekitarnya akan menentukan kecepatan pertumbuhan kota (tempat pemusatan) tersebut. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan timbulnya pusat-pusat pelayanan


(41)

: (1) faktor lokasi ekonomi, (2) faktor ketersediaan sumberdaya, (3) kekuatan aglomerasi, dan (4) faktor investasi pemerintah.

Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949 oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai “pusat dari pancaran gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal”. Menurut Rondinelli (1985) dan Unwin (1989) dalam Mercado (2002) bahwa teori pusat pertumbuhan didasarkan pada keniscayaan bahwa pemerintah di Negara berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat kota. Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke pedesaan. Menurut Stohr (1981) dalam Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan mengacu pada pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa sektor yang dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas. Sehingga pembangunan sinonim dengan urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sector industri). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium (keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect atau centre down dengan sendirinya akan terjadi ketika kesejahteraan di perkotaan tercapai dan dimulai dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih rendah seperti kawasan


(42)

hinterland dan perdesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarki perkotaan dan perusahaan-perusahaan besar.

Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak terjadi yang diakibatkan karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di wilayah hinterland. Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak cukup menjangkau wilayah hinterland karena hanya untuk melengkapi kepentingan hirarki kota (Mercado, 2002).

II.6. Pengertian, Karakteristik, dan Tipologi Desa II.6.1. Pengertian dan Karakteristik Desa

Menurut UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah Pasal I, yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.

Menurut UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintah terendah, langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum tepat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.


(43)

Menurut C.S. Kansil, desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan SDA, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

II.6.1.1 Unsur-unsur Desa

Dalam pembentukan sebuah desa terdapat tiga unsur pokok, yaitu:

a. Daerah/wilayah yang merupakan tempat tinggal dan tempat beraktivitas berupa tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis.

b. Penduduk, adalah terkait dengan kualitas dan kuantitasnya, misalnya jumlah penduduk, pertambahan penduduk, persebaran penduduk dan mata pencaharian penduduk.

c. Tata kehidupan atau aturan-aturan yang berhubungan langsung dengan keadaan masyarakat, pola tata pergaulan dan adat istiadat setempat.

II.6.1.2 Pengertian Masyarakat Desa dan Karakteristiknya

Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berfikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.


(44)

Sedangkan yang dimaksud dengan desa menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan cultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Pendapat lainnya yaitu menurut Paul H. Landis, desa adalah masyarakat yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan karakteristiknya sebagai berikut:

a. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa

b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan c. Cara berusaha (perekonomian) umumnya adalah agraris yang sangat

dipengaruhi alam seperti; iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan

d. Diantara masyarakatnya mempunyai hubungan yang lebih mendalan bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lain yang di luar batas-batas wilayahnya.

e. Masyarakat tersebut sifatnya homogeny, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat dan sebagainya.

f. Penduduk desa merupakan unit sosial dan unit kerja.

II.6.1.3 Kehidupan Sosial Masyarakat Pedesaan

Corak kehidupan masyarakat di desa dapat dikatakan masih homogeny dan pola interaksinya horizontal, banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. Semua pasangan berinteraksi dianggap sebagai anggota keluarga. Serta hal yang sangat berperan dalam interaksi dan hubungan sosialnya adalah motif-motif


(45)

sosial. Interaksi sosial selalu diusahakan supaya kesatuan sosial (social unity) tidak terganggu, konflik atau pertentangan sosial sedapat mungkin dihindarkan jangan sampai terjadi. Prinsip kerukunan inilah yang menjiwai hubungan sosial pada masyarakat pedesaan. Kekuatan yang mempersatukan masyarakat masyarakat pedesaan itu timbul karena adanya kesamaan-kesamaan kemasyarakatan, seperti kesamaan adat kebiasaan, kesamaan tujuan dan kesamaan pengalaman.

II.6.1.4 Kehidupan Ekonomi Masyarakat Pedesaan

Pada masyarakat pedesaan mata pencaharian bersifat homogeny yang berada di sector ekonomi primer, yaitu bertumpu pada bidang pertanian. Kehidupan ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian, peternakan dan termasuk juga perikanan darat. Jadi kegiatan di desa adalah mengolah alam untuk memperoleh bahan-bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia.

Pada umumnya masyarakat pedesaan menganut sistem ekonomi tradisional atau sistem ekonomi tertutup, cukup memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi masyarakat terbatas untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan bersama.

II.6.1.5 Kehidupan Budaya Masyarakat Pedesaan

Kebudayaan adalah cara hidup yang dibina oleh suatu masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok seperti untuk bertahan hidup, kelangsungan jenis manusia dan penertiban pengalaman sosial. Kebudayaan


(46)

adalah penjumlahan atau akumulasi semua obyek materi, pola organisasi kemasyarakatan, tingkah laku, pengetahuan, kepercayaan dan lain-lain yang dikembangkan dalam pergaulan hidup manusia.

Kebudayaan tidaklah diwariskan secara biologis. Setiap angkatan mempelajari sendiri dan meneruskan pada generasi berikutnya dan ditambah dengan apa yang dirubah atau dikembangkan selama masa hidupnya dengan transmisi ini maka dimungkinkan adanya kelangsungan kebudayaan selama beberapa generasi. Kebudayaan yang diturunkan kepada generasi berikutnya itu dapat dilakukan dengan cara memperkenalkan:

a. Kebiasaan, yaitu cara yang sudah menetap dan umum untuk melakukan sesuatu, dan sudah diakui oleh masyarakat.

b. Adat, yaitu cara tingkah laku dalam masyarakat yang diberi sanksi dan dianggap sebagai cara yang tetap dan baik.

c. Upacara peribadatan, yaitu suatu rangkaian gerak dan perkataan yang dilakukan oleh orang-orang tertentu dengan para var simbolik perkataan tertentu dan cara-cara yang mempunyai arti.

II.6.2 Tipologi Desa

Tipologi dari masyarakat desa dilihat dari kegiatan pokok yang ditekuni masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, selain itu tipologi desa bias dilihat dari segi pemukiman maupun dari tingkat perkembangan masyarakat desa itu sendiri, dilihat dari segi mata pencaharian pokok yang dikerjakan. Tipologi masyarakat desa terbagi dua yaitu desa pertanian dan desa industry.


(47)

• Desa pertanian

Menurut Landis ada 4 tipe desa pertanian, yaitu Farm Village Type, Nebulous Farm Village Type, Arranged Isolated Farm Type, Pure Isolated Farm Type, Everett, M.Rogers dan Rabelj. Burge dalam bukunya “Social change in Rural societies menambahkan tipe desa yaitu The scaffered farmstead community and The Cluster Village.

• Desa Industri

Selain dilihat dari aspek mata pencaharian, tipologi desa juga dapat dilihat dari perkembangan masyarakatnya, yaitu;

1) Desa Tradisional (Swadaya), yaitu desa yang masih terikat oleh tradisi karena taraf pendidikannya relatif rendah, produksi diarahkan untuk kebutuhan primer keluarga, dan komunikasi ke luar sangat terbatas.

Atau, desa swadaya adalah suatu wilayah pedesaan yang hampir seluruh masyarakatnya mampu memenuhi kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri.

Ciri-ciri desa swadaya :

a) Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya. b) Penduduknya jarang.

c) Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris. d) Bersifat tertutup.

e) Masyarakat memegang teguh adat. f) Teknologi masih rendah.


(48)

h) Hubungan antarmanusia sangat erat. i) Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga.

2) Desa Swakarya, yaitu desa yang sudah agak longgar adat istiadatnya karena pengaruh luar, mengenal teknologi pertanian, dan taraf pendidikan warganya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan desa lainnya.

Atau, desa yang sudah bias memenuhi kebutuhannya sendiri, kelebihan produksi sudah mulai dijual ke daerah-daerah lainnya. Ciri-ciri desa swakarya :

a) Adanya pengaruh dari luar sehingga mengakibatkan perubahan pola pikir.

b) Masyarakat sudah mulai terlepas dari adat. c) Produktivitas mulai meningkat.

d) Sarana prasarana mulai meningkat.

e) Adanya pengaruh dari luar yang mengakibatkan perubahan cara berpikir.

3) Desa Swasembada, yaitu desa yang lebih maju daripada desa swakarya dan tidak terikat lagi oleh adat-istiadat yang ketat.

Atau, desa yang lebih maju dan mampu mengembangkan semua potensi yang ada secara optimal,dengan ciri-ciri berikut :

a) Hubungan antarmanusia bersifat rasional. b) Mata pencaharian homogen.

c) Teknologi dan pendidikan tinggi. d) Produktifitas tinggi.


(49)

e) Terlepas dari adat.

f) Sarana dan prasarana lengkap dan modern.

Tipologi desa adalah teknik untuk mengenal desa-desa yang banyak jumlahnya, sehingga konkrit permasalahannya.

Tingkat perkembangan desa ditentukan oleh :

• Imbangan daya unsur-unsur dari dalam desa itu sendiri. • Pengaruh unsur-unsur dari dalan desa itu sendiri

• Intensitas pengaruh unsure luar ditentukan oleh posisi desa tersebut terhadap pusat-pusat unit wilayah yang lebih besar dan pusat-pusat fasilitas.

Disamping dapat dilihat dari faktor-faktor diatas, maka tingkat pertumbuhan desa dapat dilihat dari komposisi jenis jalan dan karakteristik kegiatan ekonomi yaitu primer, sekunder, dan tersier.

Komponen potensi desa berdasarkan perumusan diskusi penelitian desa di Cibogo 1971 digolongkan sebagai berikut :

1. Alami: Lokasi, Luas Desa, Keadaan Tanah, Keadaan Air, keadaan alam nabati dan hewani.

2. Manusia: Jumlah pendudk, Penyebarannya (Density), karakteristiknya meliputi :(susunan umur, susunan kelamin (seks), adat istiadat dan agama, organisasi masyarakatdan gotong royong).

3. Kegiatan Ekonomi: Agraris (Primer) yang meliputi : (pertanian, perikanan, peternakan, pengumpulan hasil hutan), industri/kerajinan (sekunder), perdagangan dan jasa-jasa.


(50)

4. Prasarana: Prasarana perhubungan dan komunikasi, prasarana pengairan/produksi, prasarana pemasaran/pasar-pasar, kios-kios dan lain-lain, prasarana pendidikan, kesehatan (social budaya).

Berdasarkan analisis Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah bekerja sama dengan Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan dan Center for Urban and Regional Development Curds Medan (April 2009), Di Indonesia, sistem klasifikasi dan tipologi desa didasarkan atas pendekatan ekosistem. Pendekatan ini, dapat diidentifikasikan adanya sepuluh faktor yang menentukan tingkat perkembangan sebuah desa, yaitu sebagai berikut.

5. a. Faktor penduduk (D–Density). 6. b. Faktor alam (N–Nature).

7. c. Faktor orbitrasi desa (U–Urban centre). 8. d. Faktor mata pencarian (E–Earning). 9. e. Faktor pendapatan desa (Y–Yield/Output). 10.f. Faktor adat istiadat (C–Custom).

11.g. Faktor kelembagaan (L).

12.h. Faktor pendidikan (E–Education). 13.i. Fakor gotong royong (Gr).

14.j. Faktor prasarana desa (P).

Dalam penelitian Tugas Akhir ini kita menggunakan tipologi desa berdasarkan perkembangan masyarakatnya, yaitu desa swadaya, desa swakarya dan desa swasembada. Dalam pengolahan data selanjutnya perlu dianalisis secara sistematik dari tiap factor atau komponen penyusun tipologi desa. Factor manusia dan alam merupakan dasar di dalam membuat klasifikasi tipe desa. Untuk itu


(51)

perlu suatu alat pengukur (parameter)yang akan dipakai dalam analisis selanjutnya.

II.7 Pengantar Statistika II.7.1 Pengertian Istilah Statistik

Statistik (statistic) berasal dari kata state yang artinya negara. Disebut Negara karena sejak dahulu kala statistik hanya digunakan untuk kepentingan-kepentingan negara saja. Kepentingan negara itu meliputi berbagai bidang kehidupan dan penghidupan, sehingga lahirlah istilah statistik yang pemakaiannya disesuaikan dengan lingkup datanya.

Ada kalanya data yang dikumpulkan di lapangan disajikan dalam bentuk tabel atau diagram dengan uraian yang lebih rinci dan di bagian atas atau bawah dari tabel atau diagram dituliskan judul yang sesuai dengan nama ruang lingkup data yang diperoleh. Statistik yang fungsinya untuk menyajikan data tertentu dalam bentuk tabel dan diagram ini termasuk statistik dalam arti sempit atau statistik deskriptif.

Statistik deskriptif ialah susunan angka yang memberikan gambaran tentang data yang disajikan dalam bentuk-bentuk tabel, diagram, histogram, poligon frekuensi, ozaiv (ogive), ukuran penempatan (median, kuartil, desil, dan persentil), ukuran gejala pusat (rata-rata hitung, rata-rata ukur, rata-rata harmonic, dan modus), simpangan baku, angka baku, kurva normal, korelasi, dan regresi linier. Sebaliknya, statistik dalam arti luas yaitu salah satu alat untuk mengumpulkan data, mengolah data, menarik kesimpulan dan membuat keputusan berdasarkan analisis data yang dikumpulkan tadi. Statistik dalam arti


(52)

luas ini meliputi penyajian data, yang berarti meliputi statistik dalam arti sempit. Statistik dalam arti luas ini disebut juga dengan istilah statistika.

II.7.2 Peranan Statistik

Dalam kehidupan sehari-hari di tengah ledakan data, kita tidak dapat melepaskan diri dari data, baik data itu bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Kedua sifat data tersebut dapat dianalisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif atau gabungan dari keduanya. Dalam menghadapi data yang berserakan itu, aliran kuantitatif yang berakar dari paham positivism memandang bahwa data dan kebenaran itu sudah ada di sekitar kita. Kita ditantang untuk mengumpulkannya melalui teknik pengumpulan data baik melalui pengamatan, wawancara, angket maupun dokumentasi secara objektif. Setelah data itu terkumpul, maka dilanjutkan dengan mengolah data tersebut dalam bentuk penyajian data. Dalam hal ini statistik deskriptif sangat diperlukan karena peneliti akan dapat mendeskripsikan data yang dikumpulkan. Pada perkembangan selanjutnya, mungkin peneliti ingin membedakan data berdasarkan rata-rata kelompokinya atau ingin menghubungkan data yang satu dengan yang lainnya atau ingin meramalkan pengaruh data yang satu dengan yang lainnya sehingga akhirnya peneliti dapat menarik suatu kesimpulan dari data yang telah dianalisisnya. Jadi, statistika berperan sebagai alat untuk deskripsi, komparasi, korelasi, regresi, dan komunikasi.

a. Deskripsi yaitu menggambarkan atau menerangkan data seperti mengukur dampak dan proses pembangunan melalui indikator-indikator ekonomi,


(53)

indeksi harga konsumen, tingkat inflasi, GNP, laporan nota keuangan negara dan sebagainya.

b. Komparasi yaitu membandingkan data pada dua kelompok atau beberapa kelompok.

c. Korelasi yaitu mencari besarnya hubungan data dalam suatu penelitian. d. Regresi yaitu meramalkan pengaruh data yang satu terhadap data yang

lainnya, atau untuk estimasi terhadap kecenderungan-kecenderungan peristiwa yang akan terjadi di masa depan.

e. Komunikasi yaitu merupakan alat penghubung antar pihak berupa laporan data statistik atau analisis statistik sehingga kita maupun pihak lainnya dapat memanfaatkannya dalam membuat suatu keputusan.

II.7.3 Data

Data ialah suatu bahan mentah yang jika diolah dengan baik melalui berbagai analisis dapat melahirkan berbagai informasi. Dengan informasi tersebut, kita dapat mengambil suatu kesimpulan.

Data yang baik tentu saja harus yang mutakhir, cocok (relecant) dengan masalah penelitian dari sumper yang dapat dipertanggungjawabkan, lengkap, akurat, objektif, dan konsisten.

Jenis data dapat dibagi atas dua macam, yaitu data dikotomi dan data kontinum.

a. Data Dikotomi

Data dikotomi disebut data deskrit, data kategorik atau data nominal. Data ini merupakan hasil perhitungan, sehingga tidak dijumpai bilangan pecahan. Data dikotomi adalah data yang paling sederhana yang disusun


(54)

menurut jenisnya atau kategorinya. Bila kita telah memberikan nama kepada sesuatu berarti kita telah menentukan jenis atau kategorinya menurut pengukuran kita. Dalam data dikotomi setiap data dikelompokkan menurut kategorinya dan diberi angka. Angka tersebut hanyalah label belaka, bukan menunjukkan tingkatan (rangking). Contoh dari data dikotomi: jenis kelamin ada dua yaitu laki-laki diberi angka 1 dan perempuan diberi angka 2. Angka 2 pada wanita bukan berarti kekuatan wanita sama dengan dua kali laki-laki, tetapi seperti yang disebutkan tadi bahwa angka-angka tersebut hanyalah label belaka.

b. Data Kontinum

Data kontinum terdiri atas tiga macam data yaitu, data ordinal, data interval, dan data rasio. Ketiga maca data-data tersebut diuraikan seperti berikut ini.

1) Data Ordinal ialah data yang sudah diurutkan dari jenjang yang paling rendah sampai ke jenjang yang paling tinggi, atau sebaliknya tergantung peringkat selera pengukuran yang subjektif terhadap objek tertentu. Kita dapat menyatakan bahwa saya lebih suka jeruk A daripada jeruk B meskipun sama-sama tergolong jenis jeruk. Selanjutnya jeruk B kita beri bobot dan jeruk A kita beri bobot 2. Pembobotan biasanya merupakan urutannya. Oleh sebab itu, data ordinal disebut juga sebagai data berurutan, data berjenjang, data berpangkat, data tata jenjang, data ranks, dan data petala, data bertangga atau data bertingkat.


(55)

2) Data Interval mempunyai sifat-sifat nominal dari data ordinal. Di samping itu ada sifat tambahan lainnya pada data interval yaitu mempunyai nol mutlak. Akibatnya data ini mempunyai skala interval yang sama jaraknya. Pengukuran interval tidak memberikan jumlah yang absolute dari objek yang diukur. Contohnya adalah sebagai berikut: Dalam Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa dikenal standar-standar penelitian sebagai berikut:

A = 4, B = 3, C = 2, dan D = 1

3) Data Rasio mengandung sifat-sifat interval, dan selain itu sudah mempunyai nilai nol mutlak. Contoh dari data rasio di antaranya adalah:

misalnya kita mempunyai data panjang A = 10 m, B = 20 m, C = 30 m, dan D = 40 m. Maka kita dapat menyimpulkan bahwa

panjang D = 4 x A atau 2 x B. Panjang B dapat disebut sebagai 2 x A atau ½ x D. Dan seterusnya. Data rasio adalah data yang berbentuk angka dalam arti yang sesungguhnya karena dilengkapi dengan titik Nol absolut (mutlak) sehingga dapat diterapkannya semua bentuk operasi matematik ( + , – , x, : ). Data rasio bersifat ekskuisif, mempunyai urutan, mempunyai ukuran baru, dan mempunyai nol mutlak.


(56)

II.7.4 Pengujian Hipotesis

Istilah hipotesis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata hupo dan thesis. Hupo artinya sementara, atau kurang kebenarannya atau masih lemah kebenarannya. Sedangkan thesis artinya pernyataan atau teori. Karena hipotesis adalah pernyataan sementara yang masih lemah kebenarannya, maka perlu diuji kebenarannya. Untuk menguji kebenaran sebuah hipotesis digunakan pengujian yang disebut pengujian hipotesis atau pengetesan hipotesis (testing hypothesis).

Pengujian hipotesis akan membawa kepada kesimpulan untuk menolak atau menerima hipotesis. Dengan demikian kita dihadapkan pada dua pilihan. Agar pemilihan kita lebih terinci dan mudah, maka diperlukan hipotesis alternative yang selanjutnya disingkat Ha dan hipotesis nol (null) yang selanjutnya disingkat H0. Ha cenderung dinyatakan dalam kalimat positif, sedangkan H0 dinyatakan dalam kalimat negatif.

Contohnya:

1. Ha : Terdapat hubungan fungsional yang positif antara variabel X dengan Y. H0 : Tidak terdapat hubungan fungsional yang positif antara variabel X dengan

Y.

2. Ha : Terdapat perbedaan motivasi kerja antara pria dengan wanita. H0 : Tidak terdapat perbedaan motivasi kerja antara pria dengan wanita. Dalam pengujian hipotesis akan terjadi dua macam kesalahan yaitu:

1. Kesalahan tipe 1 yaitu menolak hipotesis yang seharusnya tidak ditolak. 2. Kesalahan tipe 2 yaitu tidak menolak hipotesis yang seharusnya ditolak.

Ketika merencanakan pengujian hipotesis, kedua tipe kesalahan tersebut hendaklah dibuat sekecil mungkin. Kedua tipe kesalahan tersebut dinyatakan


(57)

dalam peluang supaya penilaian dapat dilakukan. Peluang ini juga sekaligus merupakan besarnya risiko kesalahan yang ingin kita hadapi. Peluang melakukan kesalahan tipe 1 biasanya dinyatakan dengan α (baca alpha). Dan peluang melakukan kesalahan tipe 2 biasanya dinyatakan dengan lambang β (baca beta). Oleh karena itu kesalahan tipe 1 disebut juga dengan kesalahan α, dan kesalahan tipe 2 disebut juga dengan kesalahan β. Α disebut juga taraf signifikansi, taraf arti, taraf nyata,, atau probability (p), taraf kesalahan, dan taraf kekeliruan.

Taraf signifikansi dinyatakan dalam dua atau tiga decimal atau dalam persen. Lawan dari taraf signifikansi atau tanpa kesalahan ialah taraf kepercayaan. Jika taraf signifikansi = 5%, maka dengan kata lain dapat disebutkan taraf kepercayaan = 95%. Dalam penelitian sosial, besarnya α biasanya diambil 5% atau 1% (0.05 atau 0.01). penentuan besarnya α tergantung pada keinginan peneliti sebelum analisis statistik dilakukan.

Arti α = 0.01 ialah kira-kira 1 dari 100 kesimpulan akan menolak hipotesis yang seharusnya diterima, atau dengan kata lain kira-kira 99% percaya bahwa kita telah membuat kesimpulan yang benar.

Sebelum mengadakan pengujian hipotesis, maka asumsi-asumsi yang berlaku hendaklah dipenuhi terlebih dahulu. Asumsi-asumsi yang diperlukan sebelum melakukan pengujian hipotesis adalah:

1. Nyatakanlah dengan tegah bahwa data yang akan diuji tersebut berasal dari sampe atau populasi.


(58)

II.8 Kerangka Pemikiran

Panjang Jalan Perkecamatan di kabupaten Madina

Luasan Wilayah Perkecamatan di KabupatenMadina

Buruk Jenis Permukaan Jalan

(Type of Surface)

Kondisi Jalan (Road Condition)

Kerikil/Batu Beraspal

Sedang Baik

Swadaya Dan Gotong Royong

Masyarakat

Mata Pencarian Masyarakat Faktor Alam

Komponen Potensi Desa

Analisa Faktor Penduduk

Output/Hasil Desa

Tingkat Dan Arah Perkembangan Desa Nilai Sosial Budaya

Masyarakat

Pengembangan Wilayah Pedesaan Kabupaten Madina


(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Pemilihan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian (Nazir, 1985). Pada umumnya metode deskriptif hanya mengandalkan data yang ditemukan di lapangan, namun demikian peneliti dapat juga melakukan analisa terhadap hubungan-hubungan variabel (Bachtiar, 1997). Sehingga demikian penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hubungan maupun pengaruh kondisi panjang jalan sebagai variabel bebas terhadap perkembangan desa yang ditandai dengan tingkat tipologi desa sebagai variabel terikat.

III.2 Prosedur Pengumpulan Data

Data yang digunakan seluruhnya merupakan data sekunder berupa status desa dan panjang jalan pada tiap kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2003 beserta tipe permukaannya diperoleh melalui dokumen dari Dinas Pekerjaan Umum Sub Dinas Bina Marga Kabupaten Mandailing Natal.


(60)

Tabel III.1 Data Panjang Jalan dan Tipologi Desa Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2003

No. Kecamatan Panjang Jalan

(km)

Status Desa Jumlah

desa

Swadaya Swakarya Swasembada

1 Siabu 101.80 - 19 4 23

2 Bukit Malintang 33.30 - 9 4 13

3 Panyabungan 60.40 - 21 18 39

4 Panyabungan Utara 74.40 21 2 23

5 Panyabungan Timur 71.20 13 1 14

6 Panyabungan Barat 63.50 2 7 1 10

7 Panyabungan Selatan 17.00 - 9 1 10

8 Lembah Sorit Merapi 33.70 - 6 3 9

9 Tambangan 70.50 - 27 4 31

10 Kotanopan 106.58 9 21 6 36

11 Ulu Pungkut 31.70 2 10 1 13

12 Muarasipongi 58.18 3 18 2 23

13 Batang Natal 85.30 9 16 4 29

14 Lingga Bayu 112.80 6 22 4 32

15 Natal 106.50 - 21 6 27

16 Batahan 97.00 1 23 1 25

17 Muara Batang Gadis 238.00 - 11 1 12


(61)

Tabel III.2

Data Panjang Jalan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2003 Berdasarkan Tipe Permukaan

No. Kecamatan

Type Permukaan Jalan

Jumlah Aspal

Hotmix Aspal Batu Kerikil Tanah

1 Siabu 1.00 24.30 6.00 3.00 67.50 101.80

2 Bukit Malintang 1.50 6.50 10.00 - 15.30 33.30

3 Panyabungan 8.70 20.10 1.60 6.00 24.00 60.40

4 Panyabungan Utara 1.40 1.66 19.50 8.50 43.34 74.40

5 Panyabungan Timur 5.00 20.50 - - 45.70 71.20

6 Panyabungan Barat 10.75 10.15 - - 42.60 63.50

7 Panyabungan Selatan - 14.50 - - 2.50 17.00

8 Lembah Sorit Merapi 18.20 1.00 1.50 1.00 12.00 33.70

9 Tambangan 6.60 32.80 1.50 1.10 28.50 70.50

10 Kotanopan 8.502 25.778 9.20 - 63.10 106.58

11 Ulu Pungkut - - 0.70 - 31.00 31.70

12 Muarasipongi 3.865 21.635 3.50 - 29.18 58.18

13 Batang Natal - 2.368 8.675 28.607 45.65 85.30

14 Lingga Bayu 2.57 2.83 37.00 7.90 62.50 112.80

15 Natal - 4.00 3.525 27.975 71.00 106.50

16 Batahan - 12.35 - 80.00 4.65 97.00

17 Muara Batang Gadis - - - 2.00 236.00 238.00

Total Panjang Jalan 1361.86

III.3. Proses Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah. Dengan adanya analisis, data menjadi berarti dan berguna dalam memecahkan masalah penelitian, sekaligus menjawab hipotesis dan mencapai tujuan penelitian. Salah satu alat analisis yang biasa digunakan untuk meneliti hubungan antar dua variable atau lebih adalah analisis regresi. Selanjutnya untuk mengetahui derajat hubungan linear antara satu variabel dengan variabel lain, kita menggunakan alat statistik berupa analisa korelasi.


(62)

III.3.1 Analisis regresi

Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih. Dalam analisis regresi, dikenal dua jenis variable yaitu:

Variable Respon disebut juga variable dependent, yaitu variable yang keberadaannya dipengaruhi oleh variable lainnya dan dinotasikan dengan Y.

Variable Prediktor disebut juga variable independent yaitu variable yang bebas (tidak dipengaruhi oleh variable lainnya) dan dinotasikan dengan X.

III.3.2 Analisis Korelasi

Analisis korelasi adalah alat statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya derajat hubungan linier antara satu variabel dengan variabel yang lain. Untuk nengukur kuat tidaknya antara variabel bebas dan tak bebas, ditinjau dari besar kecilnya nilai koefisien korelasi (r). makin besar nilai r maka makin kuat hubungannya dan jika r makin kecil berarti makin lemah hubungannya.

Nilai koefisien korelasi adalah -1≤ r ≤ 1. Untuk r = 1 disebut memiliki hubungan positif sempurna dan hubungan linear langsung sangat tinggi. Sebaliknya jika r = -1 disebut memiliki hubungan negatif sempurna dan hubungan tidak langsung (indirect) sangat tinggi, yang disebut inverse.

Data-data sekunder yang telah dikumpulkan tersebut terlebih dahulu diolah untuk mendapatkan nilai dari masing-masing variabel. Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan tabulasi data sehingga data siap diolah dengan menggunakan


(1)

Seminar Nasional. 2008. “Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaaan”.

Bogor.

Tamin, Ofyar Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung:

Penerbit ITB.

Trihendradi, Cornelius. 2005. Step by Step Analisis Data Statistik. Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. 2006. Pengantar Statistika.

Jakarta: Bumi Aksara.

Warpani, Suwardjoko. 1990. Merencanakan Sistem Perangkutan. Bandung:

Penerbit ITB.

Wirartha, I Made. 2005. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis.

Yogyakarta: Penerbit Andi.


(2)

(3)

Hubungan Panjang Jalan terhadap Tipologi Desa

De scri ptive S tatistics

3.1647 .33716 17

80.0094 50.04907 17

tipologi_desa panjang_jalan

Mean St d. Deviation N

Correlations 1.000 -.126 -.126 1.000 . .315 .315 . 17 17 17 17 tipologi_desa panjang_jalan tipologi_desa panjang_jalan tipologi_desa panjang_jalan Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N tipologi_desa panjang_jalan

Va riables Entere d/Re movedb

panjang_

jalana . Enter

Model 1 Variables Entered Variables Removed Method

All reques ted variables ent ered. a.

Dependent Variable: tipologi_desa b.

Model Summ ary

.126a .016 -.050 .34543 .016 .243 1 15 .62

Model 1

R R Square

Adjust ed R Square

St d. Error of the Es timate

R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Cha Change St atist ics

Predic tors: (Constant), panjang_jalan a.

ANOV Ab

.029 1 .029 .243 .629a

1.790 15 .119

1.819 16 Regres sion Residual Total Model 1 Sum of

Squares df Mean S quare F Sig.

Predic tors: (Constant), panjang_jalan a.

Dependent Variable: tipologi_desa b.


(4)

Coeffi cientsa

3.233 .161 20.018 .000

-.001 .002 -.126 -.493 .629

(Const ant) panjang_jalan Model

1

B St d. E rror Unstandardized

Coeffic ient s

Beta St andardiz ed

Coeffic ient s

t Sig.

Dependent Variable: tipologi_desa a.


(5)

HUbungan Kondisi Jalan terhadap Tipologi Desa

De scriptive S tatistics

3.1647 .33716 17

3.5345 3.95688 17

11.7924 10.60822 17

6.0412 9.54248 17

9.7695 20.25507 17

48.5012 52.83413 17

tipologi_desa as pal_hotmix as pal batu kerikil tanah

Mean St d. Deviation N

Correl ations

1.000 .162 .078 -.179 -.147

.162 1.000 .374 -.147 -.376

.078 .374 1.000 -.267 -.152

-.179 -.147 -.267 1.000 -.054

-.147 -.376 -.152 -.054 1.000

-.075 -.223 -.244 .023 -.156

. .267 .384 .246 .287

.267 . .070 .287 .068

.384 .070 . .150 .280

.246 .287 .150 . .418

.287 .068 .280 .418 .

.387 .194 .172 .465 .275

17 17 17 17 17

17 17 17 17 17

17 17 17 17 17

17 17 17 17 17

17 17 17 17 17

17 17 17 17 17

tipologi_desa as pal_hotmix as pal batu kerikil tanah tipologi_desa as pal_hotmix as pal batu kerikil tanah tipologi_desa as pal_hotmix as pal batu kerikil tanah Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N

tipologi_desa as pal_hotmix as pal batu kerikil

Variables Entered/Removedb

tanah, batu, kerikil, as pal, as pal_ hotmixa . Enter Model 1 Variables Entered Variables Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: tipologi_desa b.


(6)

Model Summ ary

.265a .070 -.352 .39206 .070 .167 5 11

Model 1

R R Square

Adjust ed R Square

St d. E rror of the Es timate

R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F

Change St atist ics

Predic tors: (Constant), tanah, batu, kerikil, aspal, as pal_hotmix a.

ANOV Ab

.128 5 .026 .167 .970a

1.691 11 .154

1.819 16

Regres sion Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean S quare F Sig.

Predic tors: (Constant), tanah, batu, kerik il, aspal, aspal_hotmix a.

Dependent Variable: tipologi_desa b.

Coeffi cientsa

3.249 .268 12.116 .000

.006 .030 .076 .219 .830

-.001 .010 -.044 -.135 .895

-.007 .011 -.185 -.606 .557

-.002 .005 -.149 -.451 .661

-.001 .002 -.088 -.278 .786

(Const ant) as pal_hotmix as pal

batu kerikil tanah Model

1

B St d. E rror Unstandardized

Coeffic ient s

Beta St andardiz ed

Coeffic ient s

t Sig.

Dependent Variable: tipologi_desa a.