M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
dapat menetapkan dimulainya penyidikan terhadap dugaan adanya tindak pidana di bidang Pasar Modal tersebut.
99
Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan oleh
orang atau lembaga adalah tindak pidana yang dilakukannya. Dengan demikian terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang
dilakukan oleh seseorang maupun suatu lembaga. Pertanggungjawaban pada hakekatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk
bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan tertentu.
D. Bentuk Pertanggungjawaban Pidana Tindak Pidana Pasar Modal
100
1. Tanggung jawab mutlak strict liability;
Mengenai pertanggungjawaban maka menurut teori hukum dikenal beberapa jenis sistem pertanggungjawaban, antara lain :
2. Tanggung jawab berdasarkan kesalahan;
3. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian.
Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana maka prinsip utama yang berlaku adalah harus adanya kesalahan schuld pada pelaku. Menurut Vos
pengertian kesalahan schuld mempunyai 3 tiga tanda khusus yaitu : 2.
Kemampuan bertanggung jawab dari orang yang melakukan perbuatan;
99
Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995.
100
Chairul Huda, Op. , Cit, hal. 68.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
3. Hubungan batin tertentu dari orang yang melakukan perbuatannya itu
dapat berupa kesengajaan atau kealpaan; 4.
Tidak terdapat alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban bagi si pembuat atas perbuatannya itu.
101
Untuk menentukan kemampuan pertanggungjawaban terhadap tindak pidana Pasar Modal sebagai subjek tindak pidana, hal tersebut tidaklah mudah
karena pelaku tindak pidana Pasar Modal sebagai subjek tindak pidana tidak mempunyai sifat kejiwaan.
Sebagaimana telah diketahui bahwa subjek Tindak Pidana Pasar Modal TPPM dapat berupa orang perseorangan pribadi maupun berbentuk badan
hukum.
102
1. Kapan atau dalam hal bagaimana suatu badan hukum itu dikatakan telah
melakukan Tindak Pidana Pasar Modal TPPM; Pertanggungjawaban pidana secara perseorangan pribadiindividual
tidak menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah pertanggungjawaban pidana terhadap badan hukum, karena dalam Undang-Undang Pasar Modal No.8 Tahun
1995 tidak ada ketentuan mengenai :
2. Terhadap siapa pertanggungjawban pidana itu dapat dikenakan, apakah
terhadap penguruspimpinan badan hukum, terhadap orang yang diperintah, terhadap badan hukum atau terhadap ketiganya.
101
Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 33.
102
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti, 2001, hal. 125.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
Jika dilihat dari jenis tindak pidana yang diancamkan secara kumulatif penjara kurungan dan denda, maka jelas pidana itu lebih ditujukan kepada orang
perseorangan. Tidak mungkin jika badan hukum dijatuhi pidanakurungan. Namun walaupun demikian, bukan berarti badan hukum tidak dapat
dipertanggungjawabkan, namun sebaliknya bahwa badan hukum juga dapat dipertanggungjawabkan, seyogyanya juga ada jenis sanksi berupa tindakan antara
lain pencabutan izin usaha, pemberian ganti rugi dan sebagainya. Adanya sanksi berupa tindakan, hal ini dimungkinkan menurut ketentuan Pasal 102 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 yang menyebutnya dengan istilah sanksi
administratif, yang berupa : 1.
Peringatan tertulis; 2.
Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang; 3.
Pembatasan kegiatan usaha; 4.
Pembekuan kegiatan usaha; 5.
Pencabutan izin usaha; 6.
Pembatalan persetujuan; 7.
Pembatalan pendaftaran. Namun penerapan sanksi administrasi tersebut menurut Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1995 tidak dapat diintegrasikan ke dalam sistem pertanggungjawaban pidana. Artinya, sanksi itu tidak dijadikan sebagai salah satu
bentuk sanksipertanggungjawaban pidana, sehingga tidak dapat diterapkan oleh Hakim sekiranya sebagai pelanggaran sebagai Undang-Undang Nomor 8 Tahun
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
1995 tentang Pasar Modal untuk dapat diajukan sebagai perkara pidana. Namun menurut Pasal 102 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 sanksi administrasi itu
hanya diberikan oleh Bapepam, tidak oleh badan Peradilan. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa sistem ancaman kumulatif
ancaman pidanapertanggungjawaban pidana secara kumulatif dapat menimbulkan masalah apabila diterapkan terhadap badan hukum. Ini merupakan salah satu
kelemahan dari sistem kumulatif. Kelemahan lain dari sistem kumulatif ini bersifat sangat kaku dan bersifat imperatif. Dengan sistem ini, hakim diharus
menjatuhkan kedua jenis pidana itu bersama-sama penjarakurungan dan denda. Jadi, dalam hal ini Hakim tidak diberi peluang untuk memilih alternatif jenis
sanksi pidana mana yang dianggapnya paling tepat untuk terpidana. Konsep pertanggungjawaban pidana berkenaan dengan mekanisme yang
menentukan dapat dipidananya pembuat. Rancangan KUHP juga mengakui adanya prinsip Strict Liability sebagai pertanggungjawaban pidana berdasar
kesalahan, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 32 ayat 3 Rancangan KUHP, yaitu :
“Untuk tindak pidana tertentu, Undang-Undang dapat menentukan bahwa seseorang dapat dipidana tanpa semata-mata karena telah dipenuhinya
unsur-unsur tindak pidana tanpa memperhatikan kesalahan.” Anak kalimat yang menyatakan “tanpa memperhatikan kesalahan” bukan
berarti dalam Strict Liability pertanggungjawaban pidana dilakukan dengan mengabaikan kesalahan pembuat. Sebab azas dalam pertanggungjawaban dalam
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
hukum pidana ialah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.
103
Maka pertimbangan ini cukup mengantarkan bahwa perbuatan suatu badan hukum telah bersalah melakukan suatu tindak pidana. Tanpa perlu
mempertimbangkan apakah ada unsur-unsur pertanggungjawaban pidananya, pembuat kesalahan telah dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu kesalahan dipandang ada, sekalipun tidak kelihatan secara nyata bentuknya. Hal
ini juga membawa konsekuensi terhadap pelaksanaan tugas oleh hakim. Walaupun di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
secara eksplisit tidak ada diatur mengenai pertanggungjawaban pidana oleh badan hukum atau korporasi, hakim seharusnya dapat mempertimbangkan apakah
kesuluruhan unsur-unsur untuk dapat dipidananya suatu perbuatan telah terpenuhi.
104
103
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1993 . hal. 153
104
Chairul Huda, Op. , Cit, hal. 84.
Teori kesalahan normatif menyebabkan kesalahan tidak mutlak harus dilihat sebagai kondisi kejiwaan manusia. Hal ini membuka kesalahan selain
perihal yang ditandai dengan kesengajaan atau kealpaan. Dengan demikian memungkinkan kesalahan terdapat bukan hanya ada pada subjek hukum manusia,
tetapi juga korporasi ataupun badan hukum. Hampir tidak mungkin menentukan adanya kesalahan pada korporasi atau badan hukum semata-mata hanya dilihat
sebagai masalah psikologis. Mereka yang menganut teori psikologis, berpendapat bahwa kesalahan selalu ditujukan terhadap subjek hukum manusia, sehingga perlu
dicari dasar lain untuk mempertanggungjawabkan korporasi atau badan hukum dalam hukum pidana.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
Jika akhirnya mereka berpendapat bahwa korporasi atau badan hukum dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, itupun dilakukan dengan
“memanusiakannya”.
105
“Dipidana sebagai pelaku tindak pidana mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau
martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan Baik dengan mengaitkan karakteristik atau sifat subjek
hukum manusia yang merupakan bagian dari korporasi atau badan hukum pada korporasi itu sendiri maupun dengan memandang korporasi atau badan hukum
tersebut dengan sifat yang manusiawi. Sementara delik pidana dalam Undang-Undang Pasar Modal menyatakan
ketentuan pidana Undang-Undang Pasar Modal yang diatur khususnya dalam Pasal 107 menyatakan :
“Setiap pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan pihak lain atau menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan,
menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau
pendaftaran termasuk Emiten Perusahaan publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun tahun dan denda paling banyak
Rp 5.000.000.000,- lima Miliar Rupiah”. Ketentuan Pasal 107 tersebut yang menyatakan “setiap pihak yang dengan
sengaja bertujuan menipu atau...” dikatakan menipu apabila seseorang atau pihak lain yang mempercayai suatu kondisi atau keadaan, tetapi keadaan atau kondisi
tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Sekalipun akuntan hanya bertindak sebagai pendukung suatu trasnsaksi atau tindakan korporasi,
bukankah ketentuan umum yang ada didalam KUHP khususnya Pasal 55 ayat 1 butir 1 menyatakan :
105
Ibid, hal. 85.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan”.
Juga mengenai masalah perbantuan tindak pidana kejahatan, yang
dijelaskan pada Pasal 56 KUHP yang menyatakan : 1
Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; 2
Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Kejahatan Pasar Modal yang dirumuskan dalam Pasal 107 Undang- Undang Pasar Modal tidak hanya dapat menjerat pelaku utama kejahatan tetapi
juga siapa yang ikut terlibat dalam tindak kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal 107 Undang-Undang Pasar Modal dengan mendasarinya pada Pasal 55 ayat
1 butir 2 dan Pasal 56 KUHP.
106
Korporasi dikatakan sebagai pembuat tindak pidana, pertama dapat terjadi dalam hubungan penyertaan yang umum Non
vicarious liability crime dan yang kedua dalam hal Vicarious Liability Crime.
107
106
Hukum Online,
Hal yang pertama dapat terjadi ketika pembuat materiilnya adalah pimpinan korporasi. Yang termasuk kedalam kategori ini adalah mereka yang
mempunyai kedudukan untuk menentukan kebijakan dalam korporasi. Maka kedudukan korporasi sebagai pembuat tindak pidana dapat dilihat dari hubungan
penyertaan yang umum, dalam hal ini korporasi berada dalam hubungan penyertaan dengan pembuat materiilnya, sebagaimana dimaksud pada Pasal 55
KUHP. Sebaliknya pada hal yang kedua dapat terjadi jika pembuat materiilnya
www.iaionline.com , dikunjungi pada tanggal 03 April 2007.
107
Chairul Huda, Op, Cit. , hal. 99.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
adalah bawahan atau tenaga-tenaga pelaksana, atau pegawai yang bertindak dalam kerangka kewenangannya dan atas nama korporasi.
Keadaan yang demikian itu selalu dalam hubungan vicarious liability crime, untuk menghindari pelanggaran atas azas legalitas, maka vicarious liability
crime harus ditegaskan terlebih dahulu dalam aturan umum KUHP. Sebagaimana doktrin pertanggungjawaban pidana pengganti vicarious liability crime
mengatakan bahwa pertanggungjawaban pidana pengganti vicarious liability crime didasarkan pada “employment principle” bahwa majikan adalah
penanggungjawab utama dari perbuatan para buruh atau karyawan, bertolak dari employment principle dalam hubungannya dengan vicarious liability crime
menurut Peter Gillies ada preposisi yang harus diketahui, yaitu : 1.
Suatu perusahaan sama sepertinya halnya dengan manusia sebagai pelakupengusaha dapat bertanggungjawab secara mengganti untuk perbuatan
yang dilakukan oleh karyawan. Pertanggungjawaban demikian hanya timbul untuk delik yang mampu dilakukan secara vicarious;
2. Dalam hubungannya dengan employment principle, delik-delik ini sebagian
besar atau seluruhnya merupakan summary offences yang berkaitan dengan peraturan perdagangan;
3. Kedudukan majikan dalam ruang lingkup pekerjaannya, tidaklah relevan
menurut doktrin ini. Tidaklah penting majikan baik secara korporasi maupun secara alami, tidak telah mengarahkan atau memberi petunjuk atau perintah
kepada karyawan untuk melakukan pelanggaran terhadap hukum pidana. Oleh karena itu, apabila perusahaan terlibat, pertanggungjawaban muncul sekalipun
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
perbuatan itu dilakukan tanpa membujuk pada orang senior dalam perusahaan.
108
Dengan demikian, perlu diketahui bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi harus bersifat melawan hukum. Sifat melawan hukum tindak
pidana korporasi tidak hanya ditentukan apakah perbuatan tersebut taatseband dengan isi larangan Undang-Undang, tetapi juga apakah perilaku tersebut dapat
dilihat sebagai kelanjutan dari kebijakan atau cara pengelolaan usaha badan hukum. Dengan kata lain, apakah kemudian masyarakat melihat apakah suatu
korporasi patut atau tidak patut menimbulkan suatu keadaan yang terlarang. Oleh karena itu, ajaran sifat melawan hukum materiil juga berlaku terhadap korporasi.
Bukankah dengan berlakunya azas melawan hukum materiel telah menegatifkan berlakunya azas melawan hukum formil, artinya hukum dapat
ditegakkan tidak hanya melanggar hukum tertulis, namun suatu perbuatan telah dapat dipidana apabila telah melanggar hukum yang tidak tertulis. Karena
perbuatan melawan hukum materiel yaitu perbuatan yang bertentangan dengan azas-azas umum, norma-norma tidak tertulis.
109
108
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003. hal. 236 – 237.
109
Bambang Poernomo, Azas-Azas Hukum Pidana, Yogyakarta : Ghalia Indonesia, 1978. hal. 112.
Dimana perbuatan melanggar hukum bukan saja perbuatan yang hanya bertentangan dengan Peraturan
Perundang-undangan saja, akan tetapi juga suatu perbuatan yang dipandang dari pergaulan masyarakat luas tidak layak untuk dilakukan.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
BAB IV BENTUK-BENTUK SANKSI
TINDAK PIDANA PASAR MODAL
Salah satu areal yang oleh sementara pihak dianggap sulit untuk diwujudkan adalah masalah yang berkenaan dengan Law Enforcement dan
penerapan sanksi-sanksi hukum terhadap tindak pidana Pasar Modal. Walaupun sebenarnya, pekerjaan tersebut bukanlah sulit-sulit sekali. Asal saja penegak
hukum bersungguh-sungguh untuk menegakkan aturan yang ada di Pasar Modal, dalam artian mempunyai political will, integritas dan komitmen yang kuat untuk
menegakkan aturan yang ada. Penggunaan upaya “penal” Sanksihukum pidana dalam mengatur masyarakat melalui Peraturan Perundang-undangan pada
hakekatnya merupakan bagian dari satu langkah kebijakan policy. Mengingat berbagai keterbatasan dan kelemahan hukum pidana, maka dilihat dari sudut
kebijakan, penggunaan atau intervensi “penal” seharusnya dilakukan dengan hati- hati, cermat hemat, selektif dan limitatif.
110
Tentunya pertumbuhan Pasar Modal perlu didukung oleh sistem dan mekanisme yang berpijak pada aturan main yang jelas. Rule of Game harus
direfleksikan kedalam bentuk ketentuan hukum yang mengatur gerak dan langkah pelaku dalam menjalankan aktivitas Pasar Modal. Setiap pelaku pasar, atau
mereka yang menundukkan diri kepada ketentuan yang berlaku di Pasar Modal, diperkenankan menciptakan atau melakukan berbagai metode dan strategi
110
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Op. , Cit. hal. 75.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
investasi. Kebebasan dalam menjalankan aktivitas di Pasar Modal tentunya perlu dan bahkan harus dibatasi oleh rambu-rambu hukum dan tata cara yang
ditentukan oleh perangkat Perundang-undangan serta ketentuan pelaksana lainnya.
111
111
M.S. Tumanggor, Kajian Hukum Atas Insider Ttrading Di Pasar Modal Suatu Antisipasi Terhadap Pengembangan Ekonomi Indonesia,
Bila terdapat pelanggaran, konsekuensinya akan berhadapan dengan sanksi hukum susuai dengan jenis dan kualitas pelanggaran. Upaya untuk melakukan
penegakan hukum harus berlangsung secara konsisten dengan tetap memperhatikan kepentingan perkembangan Pasar Modal itu sendiri. Badan
Pengawas Pasar Modal Bapepam berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memiliki kewenangan yang sangat besar untuk
melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan kepada industri Pasar Modal diharapkan mampu menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diamanatkan oleh
Undang-Undang Pasar Modal. Memang harus diakui bahwa tindak pidana di bidang Pasar Modal tidak
mudah untuk ditemukan, apalagi untuk diselesaikan. Oleh karenanya perlunya adanya payung hukum yang jelas dan adaya suatu pertimbangan suatu
harmonnisasi ketentuan hukum yang ada dengan perkembangan akan hukum itu sendiri agar kegiatan di Pasar Modal dapat berjalan sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh orang-orang yang bergerak dalam bisnis Pasar Modal. Hal tersebut dapat dimungkinkan mengingat bahwa sistem hukum terus berubah.
www.bapepamlk.go.id , dikunjungi pada
tanggal 15 Mei 2007.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
Dalam rangka meningkatkan penegakan hukum di bidang Pasar Modal, regulator mempertimbangkan untuk menerapkan konsep civil remedy. Dimana
dalam konsep civil remedy ini, regulator menetapkan sanksi kepada pihak yang melakukan pelanggaran Peraturan Perundang-undangan untuk membayar semua
kerugian pada pihak yang dirugikan. Konsep ini telah mulai diterapkan oleh banyak negara mengingat konsep ini telah mulai dinilai efektif sebagai efek jera.
Namun terlepas dari penerapan konsep civil remedy tersebut, di Indonesia bentuk dan besaran sanksi bagi pelaku kejahatan dan pelanggaran di Pasar Modal telah
diatur secara jelas dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Pasar Modal. Namun bentuk dan besaran sanksi yang diatur dan diterapkan selama ini
dinilai masih terlalu kecil dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh oleh pelaku maupun kerugian yang diderita oleh masyarakat atau investor. Oleh karena
itu, dengan tetap menaati sistem hukum yang berlaku, bentuk dan besaran sanksi yang diberikan dalam suatu proses penegakan hukum perlu diarahkan kepada
suatu sanksi yang lebih dapat memberikan efek jera. Saat ini Bapepam, berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal, memiliki
kewenangan untuk mempertimbangkan konsekuensi dari pelanggaran yang terjadi dan wewenang untuk meneruskannya ke tahap penyidikan berdasarkan
pertimbangan jenis, modus operandi dan kerugian yang ditimbulkannya. Untuk itu, Bapepam akan mengkaji ketentuan yang berkaitan dengan sanksi administrasi
dan sanksi pidana dalam Uudang-Undang Pasar Modal yang selanjutnya diterapkan sebagai upaya peningkatan penegakan hukum di bidang Pasar Modal.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
Pelanggaran dan kejahatan Pasar Modal pada umumnya bersifat multidimensi sehingga tidak dapat ditangani hanya oleh penegak hukum dari
Bapepam. Peningkatan kerjasama yang efektif perlu dilakukan dengan penegak hukum lainnya dalam suatu rangkaian sistem peradilan pidana baik dengan
kepolisian, kejaksaan, pengadilan maupun penegak hukum lainnya. Kerjasama yang harmonis, serta komitmen dan integritas seluruh penegak hukum menjadi
prasyarat bagi tegaknya hukum di Pasar Modal. Disamping itu, dalam rangka mengurangi dan memerangi kejahatan di
Pasar Modal diperlukan peningkatan kerjasama yang efektif dengan regulator Pasar Modal dan sektor keuangan lainnya baik di dalam maupun di luar negeri.
Kerjasama tersebut diharapkan dapat meminimalkan faktor-faktor penghambat dalam memerangi tindak pidana.
Adapun jenis-jenis sanksi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sebagaimana dijelaskan dalam beberapa
Pasalnya yaitu adalah sebagai berikut : 1. Penerapan Sanksi Pidana di Pasar Modal
Salah satu kelebihan Undang-undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 dibandingkan dengan undang-undang Pasar Modal sebelumnya, yaitu Undang-
Undang No. 15 Tahun 1952 adalah pengenaan sanksi yang lebih beragam dengan ancaman hukuman yang lebih berat. Langkah yang diambil oleh Undang-undang
No. 8 Tahun 1995 ini sangat penting artinya dalam hal dapat lebih menegakkan hukum di Pasar Modal ini.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
Yakni agar para pelaku pidana dapat lebih jera. Walaupun faktor hukuman ini bukanlah jaminan satu-satunya agar di hukum Pasar Modal dapat tegak. Masih
banyak faktor lain, seperti aplikasinya ke dalam praktek hukum, faktor penegak hukum, dan lain-lain sebagainya.
Seperti juga tindak pidana secara umum yang berdasarkan kepada KUHAP, maka Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, vide Pasal 103 sampai
dengan Pasal 110, juga mengkategorikan tindak pidana kedalam dua bagian, yaitu 1 tindak pidana kejahatan, dan 2 tindak pidana pelanggaran.
112
3. Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak menggunakan fakta yang material agar pernyataan
Apabila dilihat dari beratnya ancaman hukumannya, maka ke dalam golongan tindakan pidana di Pasar Modal kejahatan maupun pelanggaran kita
ketemukan kategori sebagai berikut: Kejahatan dengan Ancaman Hukuman maksimum 10 sepuluh tahun
Penjara dan Denda Maksimum 15 Lima belas Miliar Rupiah. Ancaman maksimum 10 sepuluh tahun penjara dan denda maksimum
Rp15.000.000.000,- Lima belas miliar Rupiah ini dikenakan kepada kejahatan- kejahatan di bidang Pasar Modal sebagai berikut:
a. Barangsiapa secara langsung baik tidak langsung: 1. Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan;
Sarana atau cara apapun; 2. Turut serta menipu atau mengelabui orang lain; dan
112
M. Irsan Nasaruddin dan Indra Surya, Op. , Cit, hal. 128.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk
menguntungkan atau, menghindarkan kerugian diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain.
b. Barangsiapa melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langgsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau
menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di Bursa Efek;
c Barangsiapa baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan pihak lain, dilarang melakukan 2 dua transaksi efek atau lebih
langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga efek di bursa efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan
mempengaruhi pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan efek;
a. Barangsiapa dengan cara apapun membuat pernyataan atau
memberikan keterangan yang secara materi tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di Bursa Efek
pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan. 1. Dia mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan
atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan, atau
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
2. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran materil dari pernyataan atau keterangan
tersebut. b.
Barangsiapa yang merupakan orang dalam dari emiten atau perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam
melakuakan pembelian atau penjualan atas efek: 1. Emiten atau perusahaan publik dimaksud, atau
2. Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan.
c. Barangsiapa yang merupakan orang dalam dari emiten atau
perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam tersebut:
1. Mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek yang dimaksud, atau
2. Memberi informasi orang dalam kepada pihak manapun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk
melakukan pembelian atau penjualan atas efek d.
Barangsiapa yang berusaha untuk meperoleh informasi orang dalam dari orang dalam secara melawan hukum misalnya secara
mencuri, membujuk, atau dengan memakai kekerasan atau ancaman dan diperolehnya, kemudian:
1. Melakukan pembelian atau penjualan di bursa efek emiten, atau perusahan publik yang dimaksud, ataupun perusahaan
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan, atau
2. Mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek dimaksud, atau memberi informasi orang
dalam kepada pihak manapun yang patut diduganya dapat mengunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian
atau penjualan atas efek. e.
Perusahaan efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai emiten atau perusahaan publik melakukan transaksi efek emiten
atau perusahaan publik dimaksud, kecuali apabila: 1. Transaksi tersebut dilakukan bukan atas tanggungannya
sendiri, tetapi atas perintah nasabahnya; dan 2. Perusahahan efek tersebut tidak memberikan rekomendasi
kepada nasabahnya mengenai efek yang bersangkutan. f.
Barangsiapa yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan bahwa yang dapat melakukan penawaran umum hanyalah emiten
yang telah menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam untuk menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat
dan pernyataan pendaftaran tersebut telah efektif, kecuali dalam hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 70 ayat 2 undang-undang
Pasar Modal.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
Berdasarkan ketentuan Pidana tersebut, maka terhadap Pelanggaran insider trading akan dikenakan ketentuan yang berlaku dalam Pasal 104 Undang-
Undang Pasar Modal, yaitu dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 15.000.000.000,- lima belas miliar
Rupiah. 2. Penerapan Sanksi Administratif di Pasar Modal
Selain dari sanksi pidana dan perdata, hukum Pasar Modal mengintrodusir juga sanksi-sanksi lain, yakni dalam kelompok yang disebut Sanksi Administratif.
Pihak yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelanggaran hukum di bidang Pasar Modal adalah Bapepam, karena oleh
Undang-undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, vide Pasal 102, telah diberikan kewenangan tersebut.
Sementara itu, pihak yang dapat dijatuhi sanksi administratif tersebut adalah:
113
1 Pihak yang memperoleh izin dari Bapepam;
2 Pihak yang memperoleh persetujuan dari Bapepam; dan
3 Pihak yang melakukan pendaftaran kepada Bapepam.
Sementara itu, sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh Bapepam adalah sebagai berikut:
114
1 Peringatan tertulis;
2 Denda pembayaran sejumlah uang tertentu bukan denda pidana;
3 Pembatasan kegiatan usaha;
113
Ibid, hal. 143.
114
Pasal 102 ayat 2 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
4 Pembekuan kegiatan usaha;
5 Pencabutan izin usaha;
6 Pembatalan persetujuan;
7 Pembatalan pendaftaran.
Sedangkan PP No. 45 Tahun 1995 memperinci tentang hukuman denda administrasi, yaitu terdiri dari empat kategori sebagai berikut:
115
1 Denda Rp. 500.000,- lima ratus ribu Rupiah perhari dengan
maksimum Rp. 500.000.000,- lima ratus juta Rupiah; 2
Denda Rp. 100.000,- seratus ribu Rupiah perhari dengan maksimum Rp. 100.000.000,- seratus juta Rupiah;
3 Denda maksimum Rp. 500.000.000,- lima ratus juta Rupiah;
4 Denda maksimum Rp. 100.000.000,- seratus juta Rupiah.
Jika dilihat, dari jenis sanksi yang terdapat dalam tindak pidana Pasar Modal, dimana terdapat sanksi pidana dan sanksi administratif, jika kita melihat
adanya dua jenis hukuman tersebut, berarti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dalam pemidanaannya menganut Double Track System,
yaitu sistem dua jalur mengenai sanksi pidana, yakni jenis sanksi pidana di satu pihak dan jenis sanksi tindakan di pihak lain.
116
Dimana keduanya bersumber dari ide dasar yang berbeda, sanksi pidana bersumber pada dasar “mengapa diadakan pemidanaan” sedangkan sanksi
tindakan dari ide dasar “untuk apa diadakan pemidanaan itu”. Jelaslah bahwa sanksi pidana lebih menekankan unsur pembalasan, sedangkan sanksi tindakan
115
Ibid, hal.145.
116
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 17.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
bersumber dari ide dasar perlindungan masyarakat dan pembinaan atau perawatan si pembuat.
Berbicara tentang Double Track System bermakna berbicara tentang gagasan dasar mengenai sistem sanksi yang menjadi dasar kebijakan dan
penggunaan sanksi dalam hukum pidana. Dengan perkataan lain, sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan, sedangkan sanksi
tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. Dimana fokus sanksi pidana ditujukan pada perbuatan salah yang dilakukan seseorang
melalui pengenaan penderitaan agar yang bersangkutan menjadi jera, sedangkan fokus sanksi tindakan lebih terarah pada upaya memberi pertolongan pada pelaku
agar ia berubah. Dengan sistem dua jalur ini Double Track System, maka membuka
peluang bagi di fungsikannya sanksi-sanksi yang bersifat retributif dan teleologis secara seimbang dan proporsional.
117
Double Track System ini juga dimuat dalam KUHP yang merupakan peninggalan Belanda. Selain pidana yang bersifat
penderitaan, dalam hal-hal tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu dapat diterapkan tindakan.
118
Namun setelah perhatikan lagi, didalamnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal pada dasarnya bentuk penerapan sanksi yang
dianut adalah Single Track System, yaitu suatu sistem pemidanaan atau sistem sanksi yang hanya menyebutkan hanya sanksi pidana saja, Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana KUHP telah menetapkan jenis-jenis pidana sebagaimana yang
117
Ibid. hal. 19.
118
Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan¸ Jakarta : Sinar Grafika, 1993, hal. 13.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
termaktub dalam Pasal 10, diatur 2 dua jenis pidana, pidana pokok dan pidana tambahan.
119
a. Pidana Pokok :
Adapun jenis-jenis sanksi pidana menurut Pasal 10 KUHP ialah sebagai berikut :
1. Pidana Mati;
2. Pidana Penjara;
3. Pidana Kurungan;
4. Pidana Denda;
b. Pidana Tambahan :
1. Pencabutan Hak-hak tertentu;
2. Perampasan barang-barang tertentu;
3. Pengumuman keputusan hakim.
Meskipun suatu hukuman dapat dibedakan dengan suatu pidana, namun keduanya mempunyai sifat yang sama, yaitu keduanya berlatar tata nilai value
dalam masyarakat, mengenai baik dan tidak baik, bersusila atau tidak bersusila, diperbolehkan atau dilarang.
120
Memang dijelaskan dalam Undang-Undang tersebut terdapat sanksi pidana pada Pasal 103 -110 dan sanksi administratif pada Pasal 102 Undang-
Undang tentang Pasar Modal, dan dengan adanya penerapan dua sanksi itu dapatlah menggambarkan bahwa sistem yang dianut adalah sistem dua jalur,
namun pada dasarnya sistem yang dianut hanyalah sistem dengan satu jalur,
119
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta : Sinar Grafika, 2004, hal. 10.
120
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1993, hal. 4.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
meskipun dijelaskan ada sanksi tindakan berupa sanksi administratif, tetapi Pasal ini tidak dapat diintegrasikan dalam pertanggungjawaban pidana, karena sanksi
administratif ini hanya dapat dijatuhkan oleh Bapepam.
121
Walaupun dengan demikian, adanya pengenaan sanksi pidana maupun sanksi tindakan, pada dasarnya pengenaan sanksi yang diberikan, baik itu berupa
sanksi pidana maupun sanksi tindakan berupa sanksi admnistratif, merupakan suatu wujud yang konkret untuk memberikan suatu efek jera maupun shock
therapy bagi para pelaku tindak pidana khususnya di bidang Pasar Modal, yang bertujuan untuk pembalasan atau untuk memuaskan pihak yang dendam baik
masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban.
122
Jadi efektivitas pemidanaan dapat diartikan sebagai tingkat dimana telah tercapainya tujuan yang ingin dicapai dengan adanya pemidanaan. Suatu
pemidanaan dapat dikatakan efektif apabila tujuan yang ingin dicapai dengan adanya pemidanan itu tercapai.
Sehingga dengan demikian, penerapan sanksi-sanksi tersebut diharapkan akan mampu memberikan andil yang besar dalam rangka mewujudkan masyarakat,
yang aman bebas dari adanya tindak pidana.
123
121
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Op. , Cit, hal. 21.
122
Andi Hamzah, Op. , Cit, hal. 24.
123
Niniek Suparni, Op. , Cit, hal. 59.
M. Budi Ibrahim : Tinjauan Juridis Atas Tindak Pidana Pasar Modal, 2007. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan