31
D. Prosedur Pendaftaran Wakaf
1. Menurut Hukum Positif PP No.28 Tahun 1977 Dalam hukum positif, perwakafan tanah selain untuk mendekatkan diri
kepada Allah ibadah tetapi juga berkaitan dengan penataan tanahtata kota. Adapun hukum positif yang mengatur mengenai perwakafan adalah
Peraturan Pemerintah PP No.28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik dan Peraturan Pelaksanaanya diatur dalam Peraturan Menteri Agama PMA No.1
Tahun 1978. dalam PP No.28 Tahun1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, isinya hanyalah mengatur mengenai perwakafan tanah hak milik sedangkan,
mengenai wakaf benda bergerak hanya tercantum dalam instruksi Presiden tentang Kompilasi Hukum Islam KHI No.1 Tahun 1991. Adapun Undang-
undang yang terbaru tentang perwakafan PP No. 42 tahun 2006 adalah tentang pelaksanaan Undang-undang No. 41 tahun 2004.
Tata cara dan prosedur pendaftaran tanah wakaf dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 ditentukan secara rinci mengenai prosedur
atau tata cara perwakafan tanah milik. Maksud dan tujuan yang demikian tidak lain adalah untuk ketertiban di dalam pelaksanaan perwakafan tanah milik itu
sendiri. Rangkain tata cara perwakafan tanah milik menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977 adalah sebagai berikut:
32 Pertama, pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.
38
Pengaturan mengenai isi dan bentuk ikrar wakaf, lebih lanjut ditegaskan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : KepD7578
tentang formulir daan pelaksanaan peraturan-peraturan tentang perwakafan tanah milik. Pelaksanaan ikrar wakaf tersebut baru dianggap sah bilamana dihadiri dan
disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 dua orang saksi sebagaimana ditetapkan oleh Pasal 9 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik. Saksi adalah orang yang mendapat tugas menghadiri suatu peristiwa dan
bila perlu dapat didengar keterangannya di muka pengadilan. Ketentuan mengenai kesaksian dia dalam ikrar wakaf ini tidak terdapat dalam hukum fiqih
Islam, namun karena maslah ini termasuk ke dalam kategori masalah-masalah, yakni untuk kemaslahatan umum, maka soal kesaksian itu perlu diperhatikan.
39
Kedua, pada waktu menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf itu, wakif harus membawa surat-surat sebagai berikut:
a. Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah seperti girik dan sebagainya.
38
http:www.google.co.idhl=idsource=hpq=pp+no+28+tahun+1977aq=oaqi=aql= oq=pbx=1fp=b9f1f2dfce7aa00dbiw=800bih=437
39
Chaidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung: t,tp, 1987, hal 88
33 b. Surat keterangan Kepala Desa yang diperkuat oleh camat setempat
yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut suatu sengketa.
c. Surat keterangan pendaftaran tanah. d. Izin dari BupatiWalikota Kepala Daerah cq Kepala Sub sektorat
Agraria setempat.
40
Surat-surat tersebut di atas diperiksa lebih dahulu oleh pejabat Akta Ikra Wakaf PPAIW, apakah telah memenuhi aturan yang ditetapkan oleh
perundang-undangan. Ketiga, pejabat Pembuatan Akta Ikrar Wakaf meneliti saksi-saksi ikrar
wakaf dan mensahkan susunan nazir.di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengucapkan ikrar kepada nazir
yang telah disahkan dengan ucapan yang jelas dan tegas. Setelah selesai mengucapkan ikrar wakaf, wakif, nadzir, saksi-saksi dan pejabat pembuat akta
ikrar wakaf rangkap 3 tiga dan salinannya rangkap 4 empat dan selambat- lambatnya sebulan setelah dibuat, wajib disampaikan kepada pihak-pihak yang
bersangkutan. Akta Ikrar Wakaf yang rangkap 3 tiga disampaikan kepada:
1. lembar pertama disimpan oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf.
40
Departemen Agama, Peraturan Perundangan Perwakafan, Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2006, hal 133
34 2. lembar kedua dilampirkan pada surat permohonan pendaftaran yang
dikirimkan kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKotamadya. 3. lembar ketiga dikirim kepada Pengadilan Agama yang wilayah
setempat. Sedangkan salinan akta ikrar wakaf dibuat rangkap 4 empat untuk
keperluan: 1. Salinan lembar pertama disampaikan kepada wakif
2. Salinan lembar kedua disampaikan kepada nazir. 3. Salinan lembar ketiga dikirim kepada Kantor Departemen Agama.
4. Salinan lembar keempat dikirim kepada Kepala Desa yang mewilayahi tanah wakaf tersebut.
Ketentuan untuk membuat dan menyampaikan akta ikrar wakaf maupun salinan akta ikrar wakaf seperti tersebut di atas, tata cara perwakafan tanah milik
dilakukan secara tertulis, tidak secara lisan saja. Hal ini dengan tujuan untuk memperoleh bukti otentik yang dapat dipergunakan untuk bermacam-macam
persoalan seperti
untuk bahan
pendaftran pada
Kantor Pertanahan
KabupatenKotamadya dan untuk dijadikan bahan bukti bila terjadi sengketa dikemudian hari.
2. Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 dan 224 dinyatakan sebagai berikut: a. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan
Pejabat Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf. b. Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
35 c. Pelaksanaan Ikrar,demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah
jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi. d. Dalam melaksanakan ikrar seperti yang dimaksud ayat 1 pihak yang
mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam pasal 215 ayat 6,
41
surat-surat sebagai berikut: 1 Tanda bukti pemilikan harta benda
2 Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari kepala desa, yang diperkuat oleh Camat
setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud; 3 Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak
bergerak yang bersangkutan.
Pendaftaran Benda Wakaf Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam pasal
223 ayat 3 dan 4, maka kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada Camat untuk
mendaftar perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan kelestarian.
42
41
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Cet 1.Hal 169
42
Abdurrahman, Kompilasi hukum Islam di Indonesia, Cet 1, h, 169
36 3.
Sanksi Pelanggaran Peraturan-peraturan Perwakafan Tanah Milik
Dalam Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf disebutkan bahwa penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat. Namun apabila penyelesaian sengketa tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
Penyelesaian perselisihan yang menyangkut persoalan kasus-kasus harta benda wakaf diajukan kepada Pengadilan Agama dimana harta benda wakaf dan
Nadzir itu berada, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain masalah penyelesaian sengketa, Undang-undang wakaf juga mengatur
ketentuan pidana umum terhadap penyimpangan terhadap benda wakaf dan pengelolaannya sebagai berikut:
1. Setiap orang yang dengan sengaja menjamin, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya tanpa izin
dipidana penjara paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah.
2. Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin di pidana penjara paling lama 4 tahun danatau pidana denda paling banyak
Rp. 400.000.000,00 empat ratus juta rupiah. 3. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas
hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang
37 ditetukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun danatau pidana
denda paling banyak Rp.300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah.
43
Sanksi Administrasi Pasal 68 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah mengatur sebagai berikut.
1. Menteri dapat mengenakan sanksi administrasi atas pelanggaran tidak didaftarkan harta benda wakaf oleh PPAIW dan lembaga keuangan syariah.
2. Sanksi adminstrasi dapat berupa a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan dibidang wakaf bagi lembaga keuangan syariah, dan
c. Penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW
44
43
Departemen Agama RI, Undang-undang Republik Indonesia No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, hal 34.
44
Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, hal 79
38
BAB III POTRET KELURAHAN PULO GEBANG CAKUNG