Pengaruh PP no. 228 1977 tentang perwakafan tanah milik di kelurahan Pulo Gebang

(1)

PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Syahri Fajriyyah NIM : 107044102926

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 1432 H / 2011 M


(2)

PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Disusun Oleh:

SYAHRI FAJRIYYAH

NIM : 107044102926

Dibawah Bimbingan :

Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP : 19500306 197603 1001

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

1432 H / 2011 M JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul ” PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam)

Jakarta, 23 Juni 2011 Mengesahkan, Dekan,

PANITIA UJIAN

Ketua : Drs. H.A. Basiq Djalil, MA NIP. 195003061976031001 Sekretaris : Dra. Hj. Rosdiana, MA

NIP. 196906102003122001 Pembimbing I : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA

NIP : 19500306 197603 1001 Penguji I : Dr. H.M. Nurul Irfan, M.Ag

NIP. 197308022003121001 Penguji II : Dr. Nurhasanah, M.Ag


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang saya ajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan bukan hasil karya saya sendiri atau hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 April 2011


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... iii

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka (Review Kajian Terdahulu) ... 7

E. Kerangka Teori Konseptual ... 9

F. Metodologi Penelitian ... 9

G. Analisis Data ... 11

H. Sistematika Penulisan... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERWAKAFAN ... 14

A. Pengertian Wakaf ... 14

B. Dasar Hukum Wakaf ... 20


(6)

D. Prosedur Dan Pendafataran Wakaf ... 31

E. Sanksi Pelanggaran Peraturan-Peraturan Tanah Milik ... 35

BAB III POTRET KELURAHAN PULO GEBANG CAKUNG JAKARTA TIMUR... 37

A. Gambaran Umum Kelurahan Pulo Gebang... 37

B. Pendidikan Masyarakat Pulo Gebang ... 40

C. Keagamaan Masyarakat Pulo Gebang... 41

D. Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik Di Kelurahan Pulo Gebang... 43

BAB IV PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG... 46

A. Data-data Sertifikat Tanah Wakaf Di KUA Cakung ... 46

B. Sertifikasi Tanah Wakaf Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif ... 54

C. Analisis Penulis ... 56

BAB V PENUTUP... 59

A. Kesimpulan... 59


(7)

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 64 A. Surat Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi

B. Surat Wawancara C. Surat Bukti Wawancara D. Pedoman Wawancara

E. Hasil Wawancara Dengan Petugas KUA Cakung F. Hasil Wawancara Dengan Nadzir

G. Hasil Wawancara Dengan Wakif

H. Hasil Wawancara Dengan Tokoh Masyarakat Setempat I. Data Perwakafan Kantor Urusan Agama Cakung

J. Daftar Tanah Wakaf Bersertifikat KUA Kecamatan Cakung

K. Daftar Tanah Wakaf Belum Bersertifikat KUA Kecamatan Cakung L. Dokumentasi Wawancara


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kelurahan Pulo Gebang ... 38

Tabel 2 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pulo Gebang ... 40

Tabel 3 Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan Pulo Gebang... 41

Tabel 4 Keadaan dan Jumlah Masyarakat Pemeluk Agama ... 42

Tabel 5 Jumlah Sarana Peribadatan ... 42

Tabel 6 Data-data Tanah Wakaf Yang Sudah Sertifikasi dan Belum Kelurahan Pulo Gebang ... 43

Tabel 7 Daftar Tanah Wakaf Bersertifikat Kelurahan Pulo Gebang ... 49

Tabel 8 Daftar Tanah Wakaf Yang Belum Bersertifikat Kelurahan Pulo Gebang ... 51


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menciptakan langit dan bumi untuk manusia dan diamanatkan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Tanah yang merupakan salah satu bagian dari bumi mempunyai hubungan erat dengan kehidupan manusia. Bahkan dapat dikatakan setiap manusia berhubungan dengan tanah, tidak hanya pada masa hidupnya tetapi sesudah meninggal pun masih tetap berhubungan dengan tanah. Oleh sebab itu tanah merupakan suatu kebutuhan yang paling penting dalam kehidupan dunia ini.1

Hubungan manusia dengan tanah adalah merupakan hubungan yang bersifat abadi, baik manusia sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial. Selamanya tanah selalu dibutuhkan dalam kehidupannya, misalnya untuk tempat tinggal, bercocok tanam, tempat beribadah, tempat pendidikan, dan sebagainya sehingga segala sesuatu yang menyangkut tanah akan selalu mendapat perhatian.2

Kemiskinan dan kesenjangan sosial di sebuah Negara yang kaya dengan sumber daya alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia menjadi suatu keprihatinan. Jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun terus bertambah jumlahnya sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 hingga sekarang. Pengabaian atau

1 Mudjino, Politik Hukum Agraria, (Yogyakarta:Liberty, 1977), Cet 1, h. 19 2 Ibid., h. 19


(10)

tidak seriusan penanganan terhadap nasib dan masa depan puluhan juta kaum dhuafa yang tersebar di seluruh tanah air.

Dalam keadaan seperti ini, di mana pembangunan sosial dan ekonomi tidak berjalan dengan sukses, diperlukan kesadaran dari masyarakat khususnya umat Islam sebagai salah satu agama yang ada di Indonesia dan merupakan agama yang paling banyak penganutnya, sebenarnya mempunyai beberapa lembaga yang diharapkan mampu membantu untuk mewujudkan kesejahteraan sosial yaitu, salah satunya adalah institusi wakaf. Wakaf telah disyariatkan dan dipraktekkan oleh Umat Islam di seluruh penjuru dunia sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang, termasuk oleh masyarakat Islam di Indonesia.

Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial Islam yang erat kaitannya dengan sosial ekonomi masyarakat. Walaupun wakaf merupakan lembaga Islam yang hukum sunnah, namun lembaga ini dapat berkembang dengan baik dibeberapa Negara muslim, seperti Saudi Arabia, Mesir, Turki, faedahnya adalah untuk diambil manfaatnya sebanyak mungkin untuk digunakan di jalan yang diridhoi Allah SWT, dan kemaslahatan umat.3

Perkembangan wakaf khususnya di Indonesia dapat dikatakan sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam. Di masa-masa awal penyiaran Islam, keterlibatan Negara dalam mengelola wakaf pada umumnya dapat dipahami mengingat besarnya harta wakaf yang ada diberbagai Negara Muslim, saat terjadi pengambil alihan wakaf

3 Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 2004. Tentang Wakaf. (Departemen Agama Republik


(11)

oleh negara di awal abab ke-20 M. Di Turki (tahun 1924) misalnya, 75% dari tanah pertanian adalah tanah wakaf. Demikian pula di Al-jazair pada abad ke-19 (50%), di Tunisia (33%), dan Mesir (12,5%). Namun besarnya jumlah wakaf bukanlah alasan satu-satunya alasan untuk mengundang intervensi negara. Kebanyakan wakaf dikelola dengan manajemen buruk. Selain itu, penyalahgunaan wakaf oleh tangan-tangan para nadzir yang tidak kompeten menyebabkan wakaf gagal menopang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yang sehat. Berdasarkan realitas ini, di berbagai belahan dunia Muslim terdapat kecenderungan umum dimana kontrol negara terhadap wakaf semakin kuat.4

Dalam operasional di lapangan masih ditemukan masalah-masalah yang perlu mendapatkan perhatian dari pihak-pihak yang terkait secara terkordinasi, seperti permasalahan tentang tanah wakaf yang tidak bersertifikat. Dalam pelaksanaan wakaf, ternyata ketentuan-ketentuan administratif dalam PP N0. 28 Tahun 1977, Kompilasi Hukum Islam, dan UU No.41 Tahun 2004 tentang wakaf belum sepenuhnya mendapat perhatian masyarakat pada umumnya, dan khususnya pihak yang berwakaf pada diri wakif yang amat menonjol adalah sisi ibadah dari praktek wakaf. Oleh karena itu, wakif tidak merasa perlu untuk dicatat atau diadministrasikan. Dengan demikian, perwakafan itu dilakukan atas dasar keikhlasan dan keridhoan semata serta menurut tata cara adat setempat tanpa didukung data

4 Prihatna, Andy Agung, dkk.Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan. (Jakarta. CSRC UIN


(12)

otentik dan surat-surat keterangan, sehingga secara yuridis administratif status wakaf banyak yang tidak jelas.

Kejadian-kejadian tersebut menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat dan untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, disertai dengan aturan pelaksanaan wakaf, selain dikeluarkannya PP No.28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, juga diantaranya Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1978, Peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No.Kep/D/75/1978, dan Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam, lahirnya peraturan tersebut menunjukkan adanya peraturan pemerintah terhadap salah satu bagian hukum Islam yaitu wakaf.

Dalam praktek di Indonesia, masih sering terjadi peristiwa yang mengisyaratkan banyaknya tanah-tanah wakaf menjadi tanah-tanah untuk kepentingan pribadi. Karena sebagian besar dari tanah-tanah wakaf tersebut belum didaftarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga belum ada kepastian hukum.

Contoh saja seperti di daerah Kelurahan Pulo Gebang Cakung Jakarta Timur. Banyak tanah yang ada di daerah tersebut yang belum terdaftar dan belum sertifikasi, dan juga melihat data yang ada dalam Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cakung pada tahun 2010-2011 bahwa banyak tanah wakaf yang belum sertifikasi tetapi hanya didaftarkan untuk diikrarwakafkan saja dari banyaknya tanah yang sudah diwakafkan, masuk dalam data KUA Kecamatan Cakung. Hal ini merupakan permasalahan yang perlu diteliti dan dikaji lebih lanjut untuk memberikan solusi.


(13)

Maka dari itu, penulis tertarik untuk membahas dan mengkaji tentang PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG. Dengan adanya motivasi di atas diharapkan mampu memberikan suatu jawaban dan penjelasan akurat, sedangkan untuk mendapatkan kepastian dan kejelasan mengenai permasalahan di atas diperlukan suatu kejelian, pemahaman serta terlibat langsung kearea lokasi tempat penelitian yang dimaksud.5

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan

Dari permasalahan pada latar belakang yang telah dikemukakan di atas. Melihat luasnya masalah pembahasan yang akan diteliti dan agar permasalahan yang akan diuraikan dalam penelitian ini tidak melebar. Maka dalam hal ini penulis berupaya mengedepankan suatu tema inti yang berkaitan dengan masalah yang diangkat. Dalam hal ini mengangkat tema penelitian ini. Tentunya penulis membatasi permasalahan yang akan diuraikan dalam penelitian ini, maka penulis membatasinya hanya pada pasal 9-10 PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, dan dengan data-data Perwakafan Kantor Urusan Agama Cakung 2010-2011.

2. Perumusan

Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya mengharuskan pelaksanaan perwakafan tanah milik dilaksanakan secara tertulis melalui proses administrasi tertentu, tidak cukup dilaksanakan


(14)

secara lisan, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Sedangkan kenyataan di lapangan banyak tanah yang sudah diwakafkan tidak diakui sebagai tanah wakaf oleh para ahli waris karena tidak ada bukti yang kuat.

Rumusan tersebut penulis rincikan bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Mengapa masyarakat Kelurahan Pulo Gebang enggan melaksanakan PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik khususnya sertifikasi tanah wakafnya?

b. Faktor-faktor apa saja yang menghambat dalam pembuatan sertifikat wakaf?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian skripsi ini di samping bertujuan untuk menyelesaikan perkuliahan di

fakultas Syari’ah dan Hukm, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta guna mendapat gelar

kesarjanaan Syari’ah (Hukum Islam), juga bertujuan untuk mengetahui Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang. Maka dilaksanakannya penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

1. Mengetahui sebab para wakif tidak melaksanakan PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik dalam membuat sertifikat.

2. Mencari faktor-faktor yang menjadi penghambat keberhasilan dalam pembuatan sertifikat wakaf.

Adapun manfaat dari penelitian tersebut adalah:

1. Memberikan penjelasan pada masyarakat mengenai pembuatan sertifikat tanah wakaf.


(15)

2. Memberikan kejelasan pada masyarakat mengenai faktor-faktor penghambat pembuatan sertifikat wakaf.

3. Untuk menambah ilmu dan wawasan bagi peneliti khususnya dan pembaca umumnya.

D. Tinjaun Pustaka (Review) Kajian Terdahulu

1. Judul skripsi: Pengelola dan Pengembangan Tanah Wakaf Produktif dalam Perspektif UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. (Kajian Terhadap Masjid Jami’

Daarul Adzkaar di Wilayah KUA Cilandak Jakarta Selatan). Disusun oleh : Siti Istianah

Tahun : 2008

Skripsi ini berisi bahwa sempitnya pola pemahaman masyarakat terhadap harta

yang diwakafkan, berupa benda tetap (tanah, bangunan) hanya untuk “kepentingan pribadi”. Sifat kemutlakan kepada orang yang dianggap “panutan” ulama, kiyai,

ustadz dan tokoh lainnya. Sedangkan yang diserahi mengelola tanah tidak memilki kemamapuan yang baik agar tanah wakaf digunakan secara optimal, dan juga tidak memadainya peraturan perundang-undangan yang diterapkan sehingga tanah wakaf belum dikelola dan dikembangkan secara optimal.

2. Judul skripsi : Efektivitas Nazir Dalam pengelolaan dan Pemanfaatan Harta Wakaf (Studi kasus dipondok Pesantren Tapak Sunan Condet Balekambang Jakarta Timur).

Disusun oleh : Arifin


(16)

Dalam tulisannya menjelaskan bahwa faktor kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan wakaf itu tergantung nadzir (pengelola) baik yang dikelola secara perorangan, organisasi ataupun badan hukum. Dilihat dari tugas nadzir selain bertugas melakukan benda yang dikelolanya, dan melihat tugas tersebut jelaslah bahwa berfungsi tidaknya suatu lembaga perwakafan tergantung pada nadzirnya. Jadi masalah nadzir sebagai orang yang mengurus harta wakaf sangat penting diperhatikan, mengingat banyaknya terjadi sengketa terhadap tanah wakaf. Semisal diselewengkan harta wakaf tersebut bahkan ada yang diwariskan. 3. Judul skripsi : Praktik Wakaf di Kecamatan Limo

Disusun oleh : Ambia Dahlan Abdullah

Tahun : 2009

Dalam skripsi ini menjelaskan bagaimana praktik wakaf di Kecamatan Limo. Apakah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, akan tetapi di lapangan masih ada bagian kecil permasalahan yang terjadi, diantaranya dalam proses pendaftaran lembaga wakaf, fungsi dan tujuan wakaf, pengelolaan dan pengembangan lembaga wakaf serta pembinaan nadzir yang tidak berjalan dengan baik.

Maka disini terlihat perbedaan dalam pembahasan judul yang sudah dibahas dan ditulis oleh kakak kelas, yakni Siti Istianah, Arifin, dan Ambia Dahlan Abdullah karena di dalam karyanya para kedua penulis itu membahas judul yang tidak spesifik, maka untuk menspesifikan kembali penulis mengajukan judul yang sudah tertera. Demikian mohon izinkan penulis diberikan kesempatan


(17)

untuk membahas kembali dan meneliti kembali dari judul yang sudah penulis tetapkan.

E. Kerangka Teori Konseptual

Wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk dirinya, sementara benda itu tetap ada, dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah. Demikian juga wakaf adalah salah satu lembaga sosial Islam yang erat kaitannya dengan sosial ekonomi masyarakat.

Seiring berjalan bahwa pola pemahaman masyarakat terhadap perwakafan atau mewakafkan tanahnya berupa benda tetap seperti tanah atau bangunan hanya untuk kepentingan ibadah, beranggapan bahwa harus dikembalikan kepada Allah. Prosedur mewakafkan benda wakafnya diserahkan begitu saja kepada seseorang yang dianggapnya itu panutan. Seharusnya dalam mewakafkan bendanya itu dianjurkan untuk membuat sertifikat wakaf. Mengingat banyaknya terjadi sengketa terhadap harta wakaf, semisal diselewengkan harta wakaf tersebut bahkan ada yang diwariskan.

F. Metodologi Penelitian

Agar penelitian ini tepat pada sasarannya, maka peneliti memfokuskan atau mengambil sasaran kepada masyarakat Kelurahan Pulo Gebang yang Telah mewakafkan tanahnya di daerah tersebut.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pola penelitian ini penulis menggunakan jenis data kualitatif, yang datanya diperoleh dari hasil wawancara yang berkaitan dengan masalah yang penulis


(18)

kemukakan, yaitu Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang, dan penelitian ini menggunakan metode deskritif analisis. Yakni berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai dengan kondisi dan situasi yang sebenarnya terjadi pada saat penelitian dilakukan.6 Artinya penulis berusaha memberikan gambaran mengenai Pengaruh PP No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang.

2. Objek (Lokasi) dan Subjek Penelitian

Objek penelitian adalah daerah Kelurahan Pulo Gebang Cakung Jakarta Timur. Sedangkan subjeknya adalah masyarakat Kelurahan Pulo Gebang yang terdiri dari 1 (satu) orang petugas KUA, 1 (satu) orang wakif (pemberi wakaf), 1 (satu) orang nazdir (yang mengelola dan mengurus tanah wakaf), dan 1 (satu) tokoh masyarakat setempat.

3. Sumber Data Penelitian

a. Data Primer, yakni data-data yang diperoleh dari hasil penelitian penulis di daerah Kelurahan Pulo Gebang, dengan pertimbangan bahwa didalam praktek lapangan masih banyak dijumpai permasalahan yang menghambat dalam sertifikasi tanah wakaf.

6 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet


(19)

b. Data Sekunder, yakni data-data yang diperoleh dengan cara mengumpulkan dan menelaah dari beberapa literatur buku-buku ilmiah dan sumber-sumber lainnya yang memilik relevansi dengan objek penelitian.7

4. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam upaya mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan metode sebagai berikut:

a. Interview atau wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk menjawab semua permasalahan penelitian.8 Tehnik interview ini digunakan untuk memperoleh tentang pengaruh PP No 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik di Kelurahan Pulo Gebang, dengan tehnik tanya jawab secara lisan yang berpedoman pada daftar pertanyaan terbuka untuk mencari informasi secara detail dan terperinci menggunakan snowballing proses. Dengan demikian, dapat diperoleh dari jawaban informan sedalam-dalamnya tanpa unsur keterpaksaan.

b. Observasi, yaitu dilakukan di Kelurahan Pulo Gebang Cakung Jakarta Timur. c. Dokumentasi, tehnik ini penulis gunakan untuk melengkapi data yang penulis

butuhkan, yaitu dengan melihat dokumen dan arsip-arsip yang ada di KUA Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur.

7 Hejazziey, Djawahir (ed.).Buku Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas Syariah dan

Hukum, 2007), Cet. Ke-1. Hal 25-2

8 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,


(20)

G. Analisis Data

Analisa dilaksanakan dengan menghubungkan ketentuan normatif (Das Solen) dengan implementasinya terhadap realitas kehidupan (Das Sein), sehingga akan muncul kesadaran hukum terhadap masyarakat. Dengan demikian, satuan analisis dalam penelitian ini peristiwa perwakafan tanah, mengharuskan adanya perwakafan dilakukan secara tertulis, tidak cukup hanya dengan ikrar lisan saja, termasuk dalam pembuatan sertifikat tanah wakaf yang dikaitkan dengan kesadaran hukum masyarakat untuk melaksanakan hukum Islam, PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik dan hukum positif lainnya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku pedoman skripsi

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan oleh

Fakultas Syari’ah dan Hukum tahun 2007.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab dengan rincian sebagai berikut:

Bab Kesatu : Tentang Pendahuluan, meliputi : Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka (Review) Kajian Terdahulu, Kerangka Teori Konseptual, Metode Penelitian, Analisa Data, dan Sistematika Penulisan


(21)

Bab Kedua : Tinjauan Umum Tentang Perwakafan, meliputi : Pengertian Wakaf dan Fungsi Wakaf, Dasar Hukum dan Syarat Wakaf, Prosedur Pendaftaran Wakaf, Sanksi Pelanggaran Peraturan Perwakafan Tanah Milik.

Bab Ketiga : Potret Kelurahan Pulo Gebang, meliputi: Gambaran umum Kelurahan Pulo Gebang, Geografis dan Demografis Kelurahan Pulo Gebang, Keagamaan dan Pendidikan Masyarakat Kelurahan Pulo Gebang, Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang.

Bab Keempat : Pengaruh PP Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang, meliputi : Data-data Sertifikat Tanah Wakaf KUA Kecamatan Cakung, Sertifikasi Tanah Wakaf Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif, Analisis Penulis Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang.

Bab Kelima : Tentang Penutup, meliputi : Kesimpulan, Saran-saran, Daftar Pustaka, dan Lampiran-lampiran.


(22)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERWAKAFAN

A. Pengertian Wakaf

Wakaf berasal dari bahasa Arab al-waqf bentuk masdar dari waqafa-yaqifu-waqfan (ﺎ ﻔ ﻗ و ﻒﻘﯾ - - ﻗ و ).9 Kata waqf semakna dengan al-habs bentuk masdar dari habasa-yahbisu-habsa(ﺎ ﺴ ﺒ ﺣ ﺲﺒﺤﯾ- ﺲ- ﺒ ﺣ ) yang artinya menahan.10

Secara harfiah wakaf bermakna "pembatasan" atau "larangan". Sehingga kata Waqf (Jama' Auqaf) digunakan dalam Islam untuk maksud "pemilikan dan pemeliharaan" harta benda tertentu untuk kemanfaatan sosial tertentu yang diterapkan dengan maksud mencegah penggunaan harta wakaf tersebut di luar tujuan khusus yang telah diterapkan tersebut.11

Abi Bakar Jabir Al-Jazairi mengartikan wakaf sebagai penahanan harta sehingga harta tersebut tidak bisa diwarisi, atau dijual, atau dihibahkan, dan mendermakan hasilnya kepada penerima wakaf.12

Sedangkan dalam pengertian istilah, ulama berbeda redaksi dalam merumuskan dan memberikan beberapa pengertian, sebagaimana tersebut di bawah ini:

9Fuad Irfan al-Bustani,Munjid al-Lughah, (Beirut: Dar al-Masriq, Lt), Cet. Ke-21, h.935. 10 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr,tt), h.515.

11

Farid Wadjdy,Wakaf untuk Kesejahteraan Umat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal.29

4Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim ( Minhajul Muslim) Alih Bahasa Fadli


(23)

1. Menurut golongan Syafi’iyah, Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malybary mengatakan:

ِﻪ ِﺑ

ﻲ ِﻓ

13.

Terjemahnya: “menahan harta yang bisa dimanfaatkan dalam keadaan barangnya masih tetap dengan cara memutus pentassarrufnya untuk diserahkan pada keperluan yang mubah dan terarah”.

2. Menurut Imam Abu Hanifah dan golongannya

Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikkan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi timbul dari wakaf hanyalah "menyumbangkan manfaatnya". Karena itu mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah: "tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang".14

Menurut golongan Hanafi, Syekh Abdullah bin Muhammad bin Sulaiman al-Hanafi mengatakan:

13 Syeikh Zainuddin bin Abdul Aziz al- Malibary, Fath al-Muin, (Semarang: Al-Munawar,

1078), h. 87.

14 Departemen Agama, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat


(24)

.

١ ٥

Terjemahnya: “ wakaf ialah menyediakan suatu harta atas nama kepunyaan orang yang mewakafkan dan memberikan manfaatnya”.

3. Sedangkan definisi wakaf menurut Imam Malikiyah dan golongannya yang ditulis oleh Syekh Hasan Kamil.

Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh mauquf bih (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang.

Menurut golongan Imam Malikiyah

ِﺪ ﻴ ِﺑ

16

Terjemahnya: “wakaf ialah memberikan beberapa kemanfaatan (hasil) suatu harta untuk selama-lamanya. Menurut pendapat yang shahih yang demikian itu sah secara mutlak, baik untuk selamanya maupun untuk waktu tertentu”

15 Syekh Abdullah bin Muhammad bin Sulaiman al-Hanafi, Majmu’ anhar fi syarh

al-Multaqal abhar, (Beirut: Dar al-Ihya al-Turas al-Arabi, t.t.), Cet. Ke 1 Juz I h. 733.

16 Hasan Kamil al-Mutawi,Fiqh al-Muamalat 'ala Mazhab al-Imam Malik, (Mesir: al-Ahram


(25)

4. Imam Taqiyuddin Abi Bakr mendefinisikan wakaf lebih menekan pada tujuannya, yaitu menahan atau menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.17

5. H. Imam Suhadi, memberikan definisi wakaf adalah pemisahan suatu harta benda seseorang yang disahkan dan benda itu ditarik dari benda milik perseorangan dialihkan penggunaannya kepada jalan kebaikan yang diridhai Allah SWT. Sehingga benda-benda tersebut tidak boleh dihutangkan, dikurangi atau dilenyapkan.18

6. Menurut Anwar Haryono, (1980:467), wakaf adalah penglepasan hak milik seorang muslim yang hanya manfaat atau hasilnya (buahnya) dipergunakan untuk kepentingan umum. Penglepasan hak milik secara wakaf ini dinilai sebagai shodaqah jariyah (continue).19

Jadi dapatlah disimpulkan bahwa pengertian wakaf dalam syariat Islam kalau dilihat dari perbuatan orang yang mewakafkan, wakaf ialah suatu perbuatan hukum dari seseorang yang dengan sengaja mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan manfaatnya bagi keperluan di jalan Allah/dalam jalan kebaikan.

Definisi wakaf juga dijelaskan secara terperinci pada hukum positif yang ada di Indonesia, di antaranya adalah:

17 Taqiyuddin abi bakar,Kifayatul Akhyar, juz 1, (Mesir: Dar al-Kitab al-Araby, II),hlm 319,

perbedaan pendapat para ulama (mazhab) tentang wakaf dapat dilihat pada Wahbah Zuhaili,al-Fiqh

al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1985), cet 2, h, 152

18

Imam Suhadi,Hukum Wakaf di Indonesia, (Yogyakarta: Dua Dimensi, 1983), h.3.

19 Suparman Usman,Hukum Perwakafan di Indonesia, (Serang: Darul Ulum Press, 1994), hal


(26)

1. Menurut PP Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.

2. Menurut Kompilasi Hukum Islam tidak jauh beda dengan PP Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.20

3. Menurut Undang-undang wakaf Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selama-lamanya untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan kesejahteraan

umum menurut Syari’ah.21

Dari pengertian Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), dapat diambil perbedaannya diantaranya:

20 Abdurrahman, Kompilasi hukum Islam di Indonesia,(Jakarta: Akademika Pressindo, 1992),

h, 165

21 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Wakaf (Jakarta: Departemen Agama Republik


(27)

a. Dalam Peraturan Nomor 28 Tahun 1977 Perwakafan Tanah Milik, harta wakaf yang dapat diwakafkan hanyalah tanah milik.

b. Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf harta yang diwakafkan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu, sesuai dengan kepentingan.

c. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) bahwa yang dapat diwakafkan adalah harta benda, artinya harta benda bergerak dan tidak bergerak.

Dari beberapa pengertian wakaf di atas dapat ditarik cakupan wakaf, meliputi: 1) Harta benda milik seseorang atau sekelompok orang.

2) Harta benda tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis apabila dipakai. 3) Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemiliknya.

4) Harta yang dilepas kepemilikkannya tersebut, tidak bisa dihibahkan, diwariskan, atau diperjualbelikan.

5) Manfaat dari harta benda tersebut untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran Islam.22

B. Dasar Hukum Wakaf

1. Dasar Hukum Islam

Secara teks, wakaf tidak terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, namun makna dalam kandungan wakaf terdapat dalam dua sumber hukum Islam tersebut.


(28)

1) Di dalam Al-Qur’an landasan hukum yang menganjurkan wakaf ialah firman

Allah swt. Surat Al-Hajj 77:

ِﺬ

ﱠﻠ

ِﻠ

)

/

٢ ٢

:

٧ ٧

(

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatka kemenangan”.

Ketika ayat yang menganjurkan untuk menyedekahkan harta yang paling dicintai (Q.S. (3): 92), di dengar oleh Abu Thalhah maka ia berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah swt telah berfirman:

ِﺒ

ِﻔ

ِﻣ

ِﺤ

ِﻔ

ِﻣ

ٍﺊ

ِﺎ

ِﺑِﻪ

ِﻠ

)

/

٣

:

٩ ٢

(

Artinya:”Kamu sekali-kali belum sampai kepada kebaktian yang sempurna,

sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai”. (Q.S. Ali

Imran (3):92).

Dari beberapa ayat yang penulis paparkan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa manfaat wakaf sangat dirasakan oleh wakif sebagai pemberi wakaf dan terlebih manfaatnya lagi bagi masyarakat yang merasakan dan menggunakan sarana wakaf tersebut, sehingga tiada ruginya wakaf itu karenanya dapat mensejahterakan masyarakat.

Selain dari ayat-ayat yang mendorong manusia berbuat baik untuk kebaikan orang lain dengan membelanjakan (menyedekahkan) hartanya tersebut di


(29)

atas, ada juga hadits-hadits Nabi yang menjadi dasar hukum wakaf, seperti penulis paparkan di bawah ini.

2) Di dalam Al-Hadits yang berkaitan dengan wakaf adalah sabda Rasulallah SAW:

:

:

،

ِﻪ ِﺑ

،

)

ﻢ ﻠ ﺴ ﻣ

(

.

٢ ٣

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda: apabila manusia wafat berputuslah semua amal perbuatannya, kecuali dari tiga hal, yaitu sedekah jariyah (wakaf), atau ilmu yang

dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya” (HR. Muslim).

Imam al-Kahlani Adlam Subul al-Salam, hadits ini dituturkan dalam bab waqaf, karena para ulama mengartikan sedekah jariyah adalah waqaf.24 Kemudian hadits yang berkaitan dengan waqaf yang pertama kali dilakukan dalam Islam adalah waqaf Umar R.A sesuai dengan hadits yang di bawah ini:

:

،

،

:

!

:

،

:

،

،

23 Ibnu Hajar Al-Asqalani,Bulughul Maram, (Jakarta: Dar Al-Islamiyah, 2002) hal 543. 24 Imam Muhammad bin Ismail al-Kahlani,Subulussalam, (Bandung: Dahlan, tt)., h. 87


(30)

ﻲ ِﻓ

):

) (

ﻢ ﻠ ﺴ ﻣ

(

٢ ٥

Artinya: Ibnu Umar berkata: umar Radhiyallahu'anhu memperoleh bagian tanah di khaibar lalu menghadap Nabi SAW untuk meminta petunjuk dalam mengurusnya. Ia berkata: wahai Rasulullah, aku memperoleh sebidang tanah di khaibar, yang menurutku, aku belum pernah memperoleh tanah yang lebih baik daripadanya. Beliau bersabda: " jika engkau mau, wakafkanlah pohonnya dan sedekahkan hasil (buah)nya". Ibnu Umar berkata: lalu umar mewakafkannya dengan syarat pohonnya tidak boleh dijual, diwariskan, dan diberikan. Hasilnya disedekahkan kepada kaum fakir, kaum kerabat, para hamba sahaya, orang yang berada di jalan Allah, musafir yang kehabisan bekal, dan tamu. Pengelolanya boleh memakannya dengan sepantasnya dan memberi makan sahabat yang tidak berharta. Muttafaq Alaih dan lafadznya menurut riwayat Muslim. Dalam riwayat bukhari disebutkan, "Umar menyedekahkan pohonnya dengan syarat tidak boleh dijual dan dihadiahkan, tetapi disedekahkan hasilnya.(HR. Muslim )

3) Ijma Sahabat

Para sahabat sepakat bahwa hukum wakaf sangat dianjurkan dalam Islam dan tidak satu-pun di antara para sahabat yang menafikan wakaf. Sedangkan hukum wakaf menurut shahibul mazhab (Imam Abu Hanifah,

Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal) tidak terdapat

perbedaan yang signifikan. Menurut Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad Hanbal

hukum wakaf adalah Sunnah (mandub). Menurut Imam Hanafiah hukum wakaf adalah mubah (boleh). Sebab wakaf non muslimpun hukum wakafnya


(31)

sah. Namun demikian, wakaf nantinya bisa menjadi wajib apabila wakaf itu menjadi objek dari Nazhir.26

2. Dasar Hukum Pemerintahan Republik Indonesia

Di Indonesia ada beberapa peraturan yang mengatur masalah perwakafan, yaitu PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Milik, Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yang diatur dalam pasal 5, pasal 14 ayat 91 dan pasal 49, Inpres No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, PP No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. adapun yang mengatur tentang tunai hanya terdapat dalam Undang-undang No.41 tentang wakaf dan PP No.42 tahun 2006. dalam UU No.41 tahun 2004 tentang wakaf dikatakan bahwa:

a. Pengaturan benda wakaf bergerak berupa uang dan sejenisnya (giro, saham, dan surat berharga lainnya), selain harta benda wakaf tidak bergerak (tanah dan bangunan).

b. Wakaf benda bergerak berupa uang dapat dilakukan melalui lembaga keuangan syariah.

c. Dari hasil pengelolaan wakaf secara produktif tersebut, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan:

1). Sarana dan kegiatan ibadah

26Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van


(32)

2). Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan

3). Bantuan pada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa 4). Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat

5). Kemajuan kesejahteraan umum lainnya.27

d. Dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf secara produktif, nadzir dapat bekerja sama dengan pihak ketiga IDB, investor, perbankan Syariah, LSM dan lain-lain

e. Dalam rangka pengoptimalkan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, akan dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang bersifat independen dan dapat membentuk perwakilan di propinsi dan kabupaten jika dianggap perlu.

C. Rukun dan Syarat-syarat Wakaf

Para Imam Mujtahid berbeda pendapat dalam memberikan pandangan mengenai rukun dan syarat-syarat wakaf.

Menurut ulama Mazhab Hanafi bahwa rukun wakaf itu hanya satu, yakni akad yang berupa ijab (pernyataan dari wakif). Sedangkan kabul (pernyataan menerima wakaf) tidak termasuk rukun bagi mazhab Hanafi disebabkan akad tidak bersifat

mengikat. Apabila seseorang mengatakan: “saya wakafkan harta ini kepada anda”,

maka akad itu sah dengan sendirinya dan orang yang diberi wakaf berhak atas harta

27 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,


(33)

itu.28 Adapun rukun wakaf menurut sebagian besar ulama dan Fiqh Islam, telah dikenal ada 6 (enam) rukun. Yaitu:

1. Orang yang berwakaf (waqif)

Adapun syarat-syarat orang yang mewakafkan (wakif) adalah setiap wakif harus mempunyai kecakapan melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik tanpa imbangan materiil, artinya mereka telah dewasa (baligh), berakal sehat, tidak dibawah pengampuan dan tidak karena terpaksa terbuat.29

Dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, wakif meliputi: a. Perseorangan adalah apabila memenuhi persyaratan dewasa, berakal sehat,

tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan pemilik sah harta benda wakaf;

b. Organisasi adalah apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan;

28

Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal 16-17

29 Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, ( Jakarta: PT Grasindo, 2007). Hal


(34)

c. Badan hukum adalah apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.30

2. Benda yang diwakafkan (mauquf)

Mauquf dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan lama dipergunakan, dan hak milik wakif murni.

Benda yang diwakafkan dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Benda harus memiliki nilai guna

tidak sah hukumnya sesuatu yang bukan benda, misalnya hak-hak yang bersangkutan paut dengan benda, seperti hak irigasi, hak lewat, hak pakai dan lain sebagainya. Tidak sah mewakafkan benda yang tidak boleh diambil manfaatnya.

b. Benda tetap atau benda bergerak

secara garis umum yang dijadikan sandaran golongan syafi’iyyah dalam

mewakafkan hartanya dilihat dari kekekalan fungsi atau manfaat dari harta tersebut, baik berupa barang tak bergerak, barang bergerak maupun barang kongsi (milik bersama).

c. Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi akad wakaf

30 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,


(35)

Penentuan benda tersebut bisa ditetapkan dengan jumlah seperti seratus juta rupiah, atau bisa juga menyebutkan dengan nishab terhadap benda tertentu, misalnya separuh tanah yang dimiliki dan lain sebagainya. Wakaf yang tidak menyebutkan secara jelas terhadap harta yang akan diwakafkan sebagian tanah yang dimiliki, sejumlah buku, dan sebagainya.

d. Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap (al-milk at-tamm) si wakif (orang yang mewakafkan) ketika terjadi akad wakaf.

Jadi, jika seseorang mewakafkan benda yang bukan atau belum menjadi miliknya, walaupun nantinya akan menjadi miliknya maka hukumnya tidak sah, seperti mewakafkan tanah yang masih dalam sengketa atau jaminan jual beli dan lain sebagainya.31

3. Tujuan/tempat diwakafkan harta itu adalah penerima wakaf (mauquf‘alaih)

Mauquf alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, hal ini sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dari ibadah.

Di dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, disebutkan dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda hanya dapat diperuntukan bagi:

a. Sarana dan kegiatan ibadah

b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan

c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa. d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau


(36)

e. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan

syari’ah dan peraturan perundang-undangan.32

4. Pernyataan/lafadz penyerahan wakaf (sighat) ikrar wakaf

Sighat (lafadz) atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan tulisan, lisan atau dengan suatu isyarat yang dapat dipahami maksudnya. Pernyataan dengan tulisan atau lisan dapat digunakan menyatakan wakaf oleh siapa saja, sedangkan isyarat hanya bagi orang yang tidak dapat menggunakan dengan cara tulisan atau lisan. Tentu pernyataan dengan isyarat tersebut harus sampai benar-benar dimengerti pihak penerima wakaf agar dapat menghindari persengketaan di kemudian hari.33

Dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, suatu pernyataan wakaf/ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf, yang paling sedikit memuat:

a. nama dan identitas wakif b. nama dan identitas nadzir

c. data dan keterangan harta benda wakaf d. peruntukan harta benda wakaf, dan e. jangka waktu wakaf.

32Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Wakaf,hal 14

33Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Jenderal


(37)

Setiap pernyataan/ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nazhir di hadapan Pejabat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan oleh 2 orang saksi.34

5. Ada pengelola wakaf (nazhir)

Nazhir wakaf adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan. Mengurus atau mengawasi harta wakaf pada dasarnya menjadi hak wakif, tetapi boleh juga wakif menyerahkan hak pengawasan wakafnya kepada orang lain, baik perseorangan maupun organisasi.35

Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi nadzir terdapat pada Pasal 219 Kompilasi Hukum Islam yaitu beragama Islam, dewasa, dapat dipercaya (amanah) serta mampu secara jasmani dan rohani untuk menyelenggarakan segala urusan yang berkaitan dengan harta wakaf serta tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya.

6. Ada jangka waktu yang tak terbatas

Dalam Pasal 215 Kompilasi Hukum Islam bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam maka

34

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Wakaf,hal 13


(38)

berdasarkan pasal di atas wakaf sementara adalah tidak sah,36 sedangkan dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah maka berdasarkan pasal di atas wakaf sementar diperbolehkan asalkan sesuai dengan kepentingannya.

Untuk sahnya suatu wakaf diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Wakaf harus dilakukan secara tunai, tanpa digantungkan kepada akan terjadinya sesuatu peristiwa di masa yang akan datang, sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik seketika setelah wakif menyatakan berwakaf dapat diartikan memindahkan hak milik pada waktu terjadi wakaf. b. Tujuan wakaf harus jelas, maksudnya hendaklah wakaf disebutkan dengan

terang kepada siapa wakaf tersebut ditujukan, apabila tanpa menyebutkan tujuan sama sekali peruntukannya maka wakaf dipandang tidak sah.

c. Wakaf merupakan hal yang harus dilaksanakana tanpa syarat boleh khiyas, artinya tidak boleh membatalkan atau langsungkan wakaf yang telah dinyatakan sebab pernyataan wakaf berlaku tunai dan untuk selamanya.37

36Abdurrahman, Kompilasi hukum Islam di Indonesia,h. 165 37 Elsi Kartika Sari,Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, hal 65


(39)

D. Prosedur Pendaftaran Wakaf

1. Menurut Hukum Positif (PP No.28 Tahun 1977)

Dalam hukum positif, perwakafan tanah selain untuk mendekatkan diri kepada Allah (ibadah) tetapi juga berkaitan dengan penataan tanah/tata kota.

Adapun hukum positif yang mengatur mengenai perwakafan adalah Peraturan Pemerintah (PP No.28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik) dan Peraturan Pelaksanaanya diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No.1 Tahun 1978. dalam PP No.28 Tahun1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, isinya hanyalah mengatur mengenai perwakafan tanah hak milik sedangkan, mengenai wakaf benda bergerak hanya tercantum dalam instruksi Presiden tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) No.1 Tahun 1991. Adapun Undang-undang yang terbaru tentang perwakafan PP No. 42 tahun 2006 adalah tentang pelaksanaan Undang-undang No. 41 tahun 2004.

Tata cara dan prosedur pendaftaran tanah wakaf dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 ditentukan secara rinci mengenai prosedur atau tata cara perwakafan tanah milik. Maksud dan tujuan yang demikian tidak lain adalah untuk ketertiban di dalam pelaksanaan perwakafan tanah milik itu sendiri.

Rangkain tata cara perwakafan tanah milik menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 adalah sebagai berikut:


(40)

Pertama, pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.38 Pengaturan mengenai isi dan bentuk ikrar wakaf, lebih lanjut ditegaskan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : Kep/D/75/78 tentang formulir daan pelaksanaan peraturan-peraturan tentang perwakafan tanah milik. Pelaksanaan ikrar wakaf tersebut baru dianggap sah bilamana dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebagaimana ditetapkan oleh Pasal 9 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.

Saksi adalah orang yang mendapat tugas menghadiri suatu peristiwa dan bila perlu dapat didengar keterangannya di muka pengadilan. Ketentuan mengenai kesaksian dia dalam ikrar wakaf ini tidak terdapat dalam hukum fiqih Islam, namun karena maslah ini termasuk ke dalam kategori masalah-masalah, yakni untuk kemaslahatan umum, maka soal kesaksian itu perlu diperhatikan.39

Kedua, pada waktu menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf itu, wakif harus membawa surat-surat sebagai berikut:

a. Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah seperti girik dan sebagainya.

38

http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&q=pp+no+28+tahun+1977&aq=o&aqi=&aql= &oq=&pbx=1&fp=b9f1f2dfce7aa00d&biw=800&bih=437


(41)

b. Surat keterangan Kepala Desa yang diperkuat oleh camat setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut suatu sengketa.

c. Surat keterangan pendaftaran tanah.

d. Izin dari Bupati/Walikota Kepala Daerah cq Kepala Sub sektorat Agraria setempat.40

Surat-surat tersebut di atas diperiksa lebih dahulu oleh pejabat Akta Ikra Wakaf (PPAIW), apakah telah memenuhi aturan yang ditetapkan oleh perundang-undangan.

Ketiga, pejabat Pembuatan Akta Ikrar Wakaf meneliti saksi-saksi ikrar wakaf dan mensahkan susunan nazir.di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dan dua orang saksi, wakif mengucapkan ikrar kepada nazir yang telah disahkan dengan ucapan yang jelas dan tegas. Setelah selesai mengucapkan ikrar wakaf, wakif, nadzir, saksi-saksi dan pejabat pembuat akta ikrar wakaf rangkap 3 (tiga) dan salinannya rangkap 4 (empat) dan selambat-lambatnya sebulan setelah dibuat, wajib disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

Akta Ikrar Wakaf yang rangkap 3 (tiga) disampaikan kepada:

1. lembar pertama disimpan oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf.

40 Departemen Agama, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat Jenderal


(42)

2. lembar kedua dilampirkan pada surat permohonan pendaftaran yang dikirimkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. 3. lembar ketiga dikirim kepada Pengadilan Agama yang wilayah

setempat.

Sedangkan salinan akta ikrar wakaf dibuat rangkap 4 (empat) untuk keperluan:

1. Salinan lembar pertama disampaikan kepada wakif 2. Salinan lembar kedua disampaikan kepada nazir.

3. Salinan lembar ketiga dikirim kepada Kantor Departemen Agama.

4. Salinan lembar keempat dikirim kepada Kepala Desa yang mewilayahi tanah wakaf tersebut.

Ketentuan untuk membuat dan menyampaikan akta ikrar wakaf maupun salinan akta ikrar wakaf seperti tersebut di atas, tata cara perwakafan tanah milik dilakukan secara tertulis, tidak secara lisan saja. Hal ini dengan tujuan untuk memperoleh bukti otentik yang dapat dipergunakan untuk bermacam-macam persoalan seperti untuk bahan pendaftran pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan untuk dijadikan bahan bukti bila terjadi sengketa dikemudian hari.

2. Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 dan 224 dinyatakan sebagai berikut: a. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan

Pejabat Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf. b. Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.


(43)

c. Pelaksanaan Ikrar,demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi.

d. Dalam melaksanakan ikrar seperti yang dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam pasal 215 ayat (6),41 surat-surat sebagai berikut:

1) Tanda bukti pemilikan harta benda

2) Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari kepala desa, yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud; 3) Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak

bergerak yang bersangkutan.

Pendaftaran Benda Wakaf

Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 223 ayat (3) dan (4), maka kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada Camat untuk mendaftar perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan kelestarian.42

41

Abdurrahman,Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Cet 1.Hal 169


(44)

3. Sanksi Pelanggaran Peraturan-peraturan Perwakafan Tanah Milik

Dalam Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf disebutkan bahwa penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Namun apabila penyelesaian sengketa tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.

Penyelesaian perselisihan yang menyangkut persoalan kasus-kasus harta benda wakaf diajukan kepada Pengadilan Agama dimana harta benda wakaf dan Nadzir itu berada, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain masalah penyelesaian sengketa, Undang-undang wakaf juga mengatur ketentuan pidana umum terhadap penyimpangan terhadap benda wakaf dan pengelolaannya sebagai berikut:

1. Setiap orang yang dengan sengaja menjamin, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan /atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

2. Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin di pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

3. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang


(45)

ditetukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).43

Sanksi Administrasi

Pasal 68 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah mengatur sebagai berikut. 1. Menteri dapat mengenakan sanksi administrasi atas pelanggaran tidak

didaftarkan harta benda wakaf oleh PPAIW dan lembaga keuangan syariah. 2. Sanksi adminstrasi dapat berupa

a. Peringatan tertulis;

b. Penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan dibidang wakaf bagi lembaga keuangan syariah, dan

c. Penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW44

43

Departemen Agama RI, Undang-undang Republik Indonesia No.41 Tahun 2004 Tentang

Wakaf,hal 34.


(46)

BAB III

POTRET KELURAHAN PULO GEBANG CAKUNG

JAKARTA TIMUR

A. Gambaran Umum Kelurahan Pulo Gebang

1. Letak Geografis

Secara geografis, kelurahan Pulo Gebang merupakan sebuah wilayah yang terletak di Kecamatan Cakung Jakarta Timur. Kelurahan ini juga langsung berbatasan dengan kelurahan Penggilingan, sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Pondok Kopi, dan sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Ujung Menteng.45

Kelurahan Pulo Gebang Kecamatan Cakung yang luas wilayahnya sekitar 685.81 Ha. Yang dibagi dalam beberapa Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Adapun berdasarkan data sampai dengan bulan Maret 2011 jumlah Rt dan Rw yang berada di kelurahan Pulo Gebang yaitu 16 RW dan 180 RT. Pada Rt 001 dengan luas wilayah 69,5 Ha, Rw 002 dengan luas wilayahnya 48 Ha, Rw 003 dengan luas wilayahnya 52 Ha, Rw 004 dengan luas wilayahnya 51 Ha, Rw 005 dengan luas wilayahnya 63 Ha, Rw 006 dengan luas wilayahnya 62 Ha, Rw 007 dengan luas wilayahnya 48 Ha, Rw 008 dengan luas wilayahnya 68 Ha, Rw 009 dengan luas wilayahnya 46 Ha, Rw 010 dengan luas wilayahnya


(47)

30 Ha, Rw 013 dengan luas wilayahnya 47 Ha, Rw 014 dengan luas wilayahnya 6,5 Ha, Rw 015 dengan luas wilayahnya 15 Ha, Rw 016 dengan luas wilayahnya 20 Ha.46

2. Kependudukan

Berdasarkan data yang tercatat bahwa jumlah penduduk seluruhnya di Kelurahan Pulo Gebang adalah 53.271 jiwa, yang terdiri dari 40.740 orang laki-laki dan 12.531 orang perempuan, jumlah ini setiap tahunnya meningkat. Perkembangan penduduk Kelurahan Pulo Gebang sebagai berikut:

Tabel I

Tabel Jumlah Penduduk di Wilayah Kelurahan Pulo Gebang WNI

No RW JML KK

LK PR JML

01 01 1689 3493 3414 6887

02 02 1305 2069 2149 4188

03 03 2272 3358 3978 7316

04 04 1842 3191 3118 6279

05 05 3066 3779 4528 8287

06 06 2721 3354 3110 6434

07 07 1427 2654 2533 5167

08 08 2251 3838 4625 8433

09 09 510 891 978 1839

10 10 349 813 840 1624

11 11 346 535 524 1039

12 12 430 867 862 1709

13 13 436 867 911 1758

14 14 156 295 263 538

15 15 324 278 248 506

16 16 960 2158 1673 3811

Jumlah 53.271 40.740 12.531 53.271

Sumber: Kelurahan Pulo Gebang 2010


(48)

3. Pertanahan

Dalam upaya tertib administrasi pertanahan di Kelurahan Pulo Gebang, maka tercatat dalam buku laporan tahunan Kelurahan Pulo Gebang bahwa pertanahan di Kelurahan Pulo Gebang antara lain:

Status Tanah

1. Tanah Negara : 45,84 Ha

2. Tanah Milik Adat : 311 Ha

3. Tanah Wakaf : 6 Ha

4. Lain-lain : 290 Ha

Dengan rincian sebagai berikut: a. Jenis Tanah

1. Darat/Kering : 396,5 Ha

2. Sawah/Basah : 296,5 Ha

b. Peruntukan Tanah

1. Untuk Perumahan :374,5 Ha

2. Untuk Industri : 6 Ha

3. Untuk Fasilitas Umum : 33,5 Ha

4. Untuk pemakaman (wakaf) : 6 Ha

5. Tanah lain-lain : 254 Ha47


(49)

B. Pendidikan Masyarakat Kelurahan Pulo Gebang

Dalam upaya mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bangsa, faktor pendidikan merupakan hal yang sangat penting di dalam mendukung kegiatan pembangunan khususnya dalam lingkup kelurahan Pulo Gebang. Adapun tingkat pendidikan dan jumlah murid yang ada di kelurahan Pulo Gebang dapat dilihat di tabel:

Tabel II.1

Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pulo Gebang Penduduk No Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi/PT 221 11.614 8.730 8.008 5500 243 12.969 9.287 6.572 2.036 464 24.583 18.017 14.580 7.536 Jumlah

Sumber: Buku Profil Kelurahan Pulo Gebang Tahun 2010

Di dalam melakasanakan program pendidikan dan demi suksenya upaya mencerdaskan masyarakat, diperlukan sarana dan prasarana yang dapat mendukung semua itu, antara lain adalah tersedianya bangunan-bangunan sekolah.

Berikut ini adalah rincian sarana pendidikan yang ada di Kelurahan Pulo Gebang sebagai berikut:


(50)

Tabel III.2

Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan Pulo Gebang

No. Sekolah Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Taman Kanak-kanak (TK) Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sekolah Dasar Swasta SLTP Swasta SLTP Negeri SLTA Swasta SLTA Negeri 14 buah 25 buah 13 buah 6 buah 4 buah 4 buah 1 buah Jumlah 67

Sumber: Dokumen Kelurahan Pulo Gebang Tahun 2010

C. Keagamaan Masyarakat Kelurahan Pulo Gebang

Aktualitas keagamaan dalam kehidupan sehari-hari dari segi kerukunan umat beragama di kelurahan Pulo Gebang berjalan cukup baik, hal tersebut disebabkan adanya kesadaran beragama yang dimiliki masyarakat serta berkat adanya bimbingan, pembinaan dari tokoh masyarakat dan alim ulama setempat yang bekerja sama dengan pemerintah. Keadaan dan jumlah masyarakat pemeluk agama yang ada di wilayah kelurahan Pulo Gebang adalah sebagai berikut:

Tabel IV

Keadaan dan Jumlah Mayarakat Pemeluk Agama

No Agama Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6 Islam Katholik Protestan Budha Hindu Tionghoa 47.874 4.080 3.919 288 123 Jumlah


(51)

Dalam usaha membina dan untuk lebih meningkatkan keyakinan antara umat beragama menurut paham dan keyakinan masing-masing. Fasilitas tempat peribadatan yang telah dibuat secara swadaya terus ditingkatkan, adanya pertambahan setiap tahun maka sarana tersebut diharapkan menampung para jemaah khususnya bagi umat Islam.

Jumlah sarana Peribadatan yang ada di Kelurahan Pulo Gebang sebagai berikut:

Tabel V

Jumlah Sarana Peribadatan

No. Tempat Ibadah Jumlah

1. 2. 3. 4. 5.

Masjid Musholah

Gereja Pura Vihara

20 45 2

-Jumlah

Sumber: Kelurahan Pulo Gebang 2010

D. Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang

Pulo Gebang adalah salah satu kelurahan yang berada di kecamatan Cakung Jakarta Timur. Kelurahan Pulo Gebang mempunyai banyak tanah wakaf dibandingkan kelurahan yang lain yang berada di Kecamatan Cakung, yang terdiri


(52)

dari beberapa fungsi antara lain dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi dan keagamaan.

Pada PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik Pasal 9 menjelaskan bahwa perwakafan tanah milik harus dilakukan secara tertulis, tidak cukup dengan ikrar lisan saja.48 Tujuannya adalah untuk memperoleh bukti yang otentik yang dapat dipergunakan untuk berbagai persoalan. Tetapi tanah wakaf khususnya yang berada di kelurahan Pulo Gebang sebagian besar tidak diadministrasikan dan tidak mempunyai sertifikat tanah wakaf karena adanya faktor penghambat dalam sertifikasi tanah wakaf. Untuk lebih jelas lihat data di bawah ini:

Tabel VI

Data-data tanah wakaf yang sudah sertifikasi dan belum Di Kelurahan Pulogebang

Jumlah tanah Wakaf Sudah

Bersertifikat

Belum daftar di BPN

No Sat.

Organisasi

Lokasi Luas Lokasi Luas Lokasi Luas

1. Pulo

Gebang

61 34461.089 26 12160 35 22301.089

Sumber: Dokumen KUA Cakung Tahun 2011

Secara hukum Islam wakaf-wakaf tersebut sudah memenuhi rukun dan syarat perwakafan. Hukum Islam memang tidak menyuruh agar tanah-tanah wakaf itu diberi sertifikat, dalam arti jika ada empat unsur di atas maka perwakafan menjadi sah. Namun karena ketentuan sertifikasi tanah wakaf ini merupakan kebajikan pemerintah,

48 Departemen Agama, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat Jenderal


(53)

maka umat Islam wajib taat kepada pemerintah. Sebagaimana perintah Allah dalam surat An-Nisa ayat 59 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil amri kamu”...(Q.S. An-Nisa : 59).

Menurut Ahmad Musthofa Al-maraghi, yang dimaksud dengan ulil amri dalam ayat ini meliputi para umara (aparat pemerintah), ulama, hakim panglima perang dan pihak-pihak yang menangani urusan rakyat, yang perintah dan hukumnya wajib ditaati, sepanjang perintah dan hukumnya itu bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul.49

Perlunya sertifikasi tanah wakaf tidak bertentangan dengan perintah Allah, bahkan sejalan, sebab hal ini untuk memperkuat kedudukan dan status wakaf sendiri. Jadi sertifikasi tanah wakaf itu penting karena banyak dampak positif dalam sertifikasi tanah wakaf.

49 Ahmad Musthofa al-Maraghi, Alih Bahasa Bahrun Abu Bakar, Tafsir al-Mughni, ,


(54)

BAB IV

PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG

A. Data-data Sertifikat Tanah Wakaf di Kantor Urusan Agama (KUA) Cakung

Kantor Urusan Agama mempunyai banyak tugas salah satunya adalah perwakafan yang memberikan pelayanan dan bimbingan yang baik di masyarakat. Berdasarkan data yang disajikan diketahui bahwa dalam proses penangan wakaf di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cakung sebagai berikut:

1. Wakif mendatangi KUA untuk mendaftarkan tanah wakafnya kepada KUA bersama nadzir (pengurus masjid atau penerima, pengelola tanah wakaf) disertai surat menyurat tentang tanah wakaf. Kadang-kadang yang datang ke KUA bukan wakif, melainkan nadzir atau Ketua RT di mana tanah wakaf berada.

2. Oleh petugas (PPAIW) yang ada di Kantor KUA dilakukan pemeriksaan terhadap surat-surat tanah wakaf. Kadang-kadang dilanjutkan dengan memeriksa secara langsung keadaan tanah wakaf di lokasi serta menanyakan kepada ketua RT dan masyarakat setempat status dan batas-batas tanah.

3. Tanah wakaf yang sudah dianggap sudah memenuhi syarat dilakukan secara pengucapan ikrar wakaf kemudian penandatanganan akta ikrar wakaf, yang dihadiri dan ditandatangani oleh wakif, dan saksi-saksi, nadzir, kepala KUA atau


(55)

petugas PPAIW yang ditunjuk. saksi boleh dari kalangan tokoh masyarakat yang mengetahui lokasi dan keadaan tanah yang diwakafkan.

4. AIW yang sudah ditandatangani para pihak kemudian diajukan kepada Kantor Pertanahan Kota Jakarta untuk ditindaklanjuti dan dibuatkan sertifikat wakafnya. Dalam berkas ini disertakan Surat Rekomendasi dari Kepala KUA serta lurah setempat. Oleh Kantor Pertanahan berkas untuk persyaratan sertifikat wakaf tersebut diteliti dan diproses. Bagi tanah yang jelas kepemilikannya dan tidak dalam sengketa disertai syarat-syarat penandatanganan para pihak yang lengkap akan dibuatkan sertifikatnya.

5. Sertifikat tanah wakaf yang sudah selesai dikembalikan kepada KUA untuk registrasi, dan setelah itu oleh KUA diserahkan kepada para pihak sebagai arsip, baik di KUA sendiri, nazdir, wakif, Kantor Pertanahan, kadang-kadang juga sampai ke Kelurahan dan Ketua RT setempat.

6. Proses penanganan tanah wakaf oleh KUA yang kemudian dilanjutkan ke Kantor Pertanahan. Waktu yang diperlukan sampai selesai biasanya satu tahun bahkan lebih.50

Dengan melihat penanganan wakaf diatas, tampak prosedurnya cukup panjang, melibatkan banyak pihak dan memakan waktu yang lama. Hal inilah yang menyebabkan adanya anggapan umum masyarakat bahwa proses sertifikasi tanah


(56)

wakaf agak sulit dan lama, sehingga banyak yang memilih untuk tidak membuat sertifikat wakaf. Mereka hanya berwakaf secara lisan, atau tertulis secara sederhana, yang ditinjau secara hukum tentu belum memiliki kekuatan hukum yang sebenarnya sebagai harta wakaf.

Contoh di Kelurahan Pulo Gebang ini, banyak tanah wakaf yang belum terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) salah satunya adalah musholla Ar-Rosyidin dikarenakan wakif mewakafkan tanahnya secara lisan dan surat tanah yang dimilikinya hilang, beranggapan tanpa sertifikatpun kedudukan tanah wakaf sudah cukup kuat karena di atas tanah wakaf atau lahan tersebut sudah berdiri tempat ibadah (musholla atau masjid).

Sebenarnya prosedur perwakafan tersebut di atas memang seharusnya demikian, jadi masyarakat baik itu wakif maupun nadzir tidak perlu mengganggapnya terlalu rumit dan sulit. Misalnya ketika akta ikrar wakaf, memang seharusnya ada saksi dan nadzir. Oleh karena itu peran KUA sangat penting sebagai lembaga berwenang harus proaktif mensosialisasikan akan pentingnya sertifikat tanah wakaf, supaya tanah-tanah wakaf yang ada semua bersertifikat, sehingga memiliki hukum yang berkekuatan tetap dan tidak dapat diganggu gugat di kemudian hari.51

Kantor Urusan Agama (KUA) Cakung mencatat bahwa ada 62 tanah wakaf yang sudah terdaftar dan membuat Akta Ikrar Wakaf tetapi setelah mendaftarkan dan mempunyai AIW (Akta Ikrar Wakaf) para wakif dan nadzir hanya sebagian yang mendaftarkan tanah wakafnya di BPN (Badan Pertanahan Nasional) untuk membuat


(57)

sertifikat Tanah wakaf. Berikut ini penulis lampirkan data-data tanah wakaf yang sudah bersertifikat tanah wakaf:

Tabel I

Daftar Tanah Wakaf Bersertifikat Kelurahan Pulo Gebang

No Nama Tanah Wakaf Wakif Nadzir Luas

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. M.T Al-ikhsan Masjid At-taqwa Masjid Nurul Ihsan Musholla Al-khoiriyah Musholla Al-Islah Mad. Ishahul anam Mushalla Silaturahmi Masjid As-sasul Falah Musholla Al-ikhsan Musholla Al-Makmur Mad. Al-Wathoniyah 19

Mad. Izdotun Nasyi’in

Y.P.I Ar-Rahmah Masjid Ar-Riyad

Mushalla Riyadatul Jannah Musholla Al-Abror Masjid Al-Ikhlas Y.P.I Al-Huda Masjid At-Tazhiro Musholla Al-Makmuriyah Mushollah Al-Barkah Musholla Ar-Ridho Musholla Nurun Najati Musholla Al-Jihad Mad. Al-Wathoniyah 47 Musholla Al-Huda

H. A. dumyati

A. Sya’roni Moh. Naseh Abdul Chair H. Piyar Sadiad H. Mardanih Mursani Ny. Siti Abd Raup KH.Sa’atun H. Marwih H. Tipis H. Usman H. M. Yasin H. Kisut Drs. H.Azwir H. Djaman KH. Sa’atun Matin H. yahya H. Miroh H. Dalih H. Gozali H. Asmawi Pengki & Marjuk

H.Abd Malik H.Asmawi H.Abd Wahid H.Siar

Abd Majid BA Abd Majid BA H.Rohmat H.Nimun H.Moch Hasan H.Muchtar Nur Hasan H. Moh.Nur HS H.Hamdani H.Hamdani H,Sukdjan H.Hanafi H. Nimun H. M. Amrin H. A.Dimyati Romli Yusuf H. Mugenih Moh. Sani H. Nurhasan Zakaria H.A. Sarmili Warsijo 220 627 1325 108 150 731 225 1120 323 122 655 1835 375 666 220 113 495 268 660 101 377 120 173 118 958 75 Sumber: Dokumen KUA Cakung 2011.

Bahwa berdasarkan tabel di atas, tanah wakaf yang sudah bersertifikat hanya 26 tanah wakaf dari jumlah keseluruhannya yaitu 62 tanah wakaf, yang berada di


(58)

Kelurahan Pulo Gebang. Tanah wakaf yang berada di Kelurahan Pulo Gebang adalah Tempat Ibadah berjumlah 20 dan Lembaga Yayasan Pendidikan berjumlah 6. Sebagian dari mereka menganggap bahwa pentingnya dalam membuat sertifikat tanah wakaf. Dan juga sebagian dari tanah wakaf yang sudah bersertifikat tanah itu mendapatkan biaya bantuan dari pemerintah yaitu PRONA.52

Pada tahun 1994 bantuan pemerintah yang disebut PRONA membantu masyarakat khususnya para wakif dan nadzir dalam pembiayaan membuat sertifikat tanah wakaf, Para wakif dan nadzir tidak mengeluarkan biaya. Jadi Bantuan pemerintah lah yang diharapkan sangat besar karena membantu untuk membuat sertifikat tanah wakaf itu banyak sekali biaya yang harus dikeluarkan. Itulah hambatan yang dirasakan para wakif dan nazdir pada saat ini.53

Dari sebagian yang sudah bersertifikat tanah wakaf, maka ada sebagian besar tanah wakaf yang belum bersertifikat karena banyak faktor hambatan yang membuat mereka para wakif dan nadzir tidak membuat sertifikat tanah wakaf. Hanya mendaftrakan tanah wakafnya di Kantor Urusan Agama (KUA). Di antaranya adalah:

52 Hasil wawancara dengan Petugas KUA Kecamatan Cakung, di kantor KUA Cakung, 2

April 2011


(59)

Tabel II

Daftar Tanah Wakaf Yang Belum Bersertifikat Kelurahan Pulo Gebang

NO Nama-nama Tanah Wakaf Wakif Nadzir Luas

1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36

Y.P.I Nurul Ikhsan Masjid Istiqomah MI. Darus Syifa Y.P.I Darus Syifa

Madrasah Al-Wathoniyah 47 Musholla Nurul Falah Y.P.I Karya Mulya Musholla Al-Muawanah Pemakaman

Musholla At-taqwa Musholla Al-Hidayah Mad. Assasul Islam Musholla Assasul Islam Musholla Sabilil Muhtadi Mad.Al-Wathoniyah 19 M.T Al-Hidayah Musholla Al-Mukhlisin Musholla Al-Mukhlisain Musholla Baiturrohmah Pemakaman Musholla At-taubah Musholla Al-Hidayah Musholla Al-Ikhlas Musholla Al-Hidayah Musholla As-salam Musholla Al-Amin

Musholla Darul Mukhlisin Masj. Jami Attahiriyah Musholla Nurul Anwar Musholla Al-Furqon Musholla Baiturrahman Musholla At-taqwa&makam Masjid Al-Ikhlas

Masjid ghairu jami Bustanul

Masjid Jami’ Al-Khoiriyyah Musholla Baitul Makmur Musholla Nur aulia

H.Achir H.Limat H.Sarbini H.Sudarsono H.Asmawi Mudjid Ny.Erni Usin H.Mardjuki H.Mardjuki H.Dahlan H.Djumin H.Djumin Abdul W Madrus H.Suyuti H.Mardjuki H.Anshori H.Zainudin Asmawi H.Mastur Suhaemi M.Soleh Armada A Salam Supardi H.Kasmun Amih B Holid Sabenih Hj.Maryati H.Burhanudin H.Kurnain M.Kamil H.Nur Ali H.Hariri Sudomo,cs Moh.Sani M Hambali H.Sudarsono Agus Purwanto H.A.Sarmili Nuryadi Adenu vienta M.Sholeh H.M.Yasin H.M.Jumin Ali Suryanata, BA H.Kasir H.M.Yasin H.Dul Madih H.Nur Hasan H.Abdul Halim Dasim H.Dasim Soegeng H H.Dahlan H.Junaedi Mugiran H.Musa Haryadi Pujiyono H.A.Hasyimi H.Nedy S Lukman E Drs.E Ramli Padi Suyanto Syarif Hidayatullah H.Abdul Majid H.Syafiudin H.M.Yusuf H.Zulfahmi Abu bakar abi k M. Nasir 500 243 1368 1168 960 40 520 135 7000 120 145 280 210 100 500 189 168 99 100 6000 295 60 60 150 50 102 80 300 74.5 97 50 100 480 200 197.5 89 105 Sumber: Dokumen KUA Kecamatan Cakung Tahun 2011


(60)

B. Sertifikasi Tanah Wakaf Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

Berkenaan dengan prosedur penanganan tanah-tanah wakaf oleh KUA Kecamatan Cakung, sudah dapat dikatakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Secara hukum Islam wakaf-wakaf tersebut sudah sah sebab sudah memenuhi rukun dan syarat perwakafan, baik pada wakif, maukuf bih (harta wakaf), maukuf alaih (nadzir) maupun sighat atau ikrar wakaf.

Hukum Islam memang tidak menyuruh agar tanah-tanah wakaf itu diberi sertifikat, dalam arti jika ada empat unsur di atas maka perwakafan menjadi sah. Namun karena ketentuan sertifikasi tanah wakaf ini merupakan kebijakan pemerintah, maka umat Islam wajib taat kepada pemerintah. Sebagaimana perintah Allah dalam surat An-Nisa ayat 59:

ِﺬ

ِﻃ

ِﺮِﻣ

)

/

٣

:

٥ ٩

(

Artinya: “Hai Orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah

Rasul-Nya, dan Ulil amri kamu”,,,,,,(QS. An-Nisa: 59)

Menurut Ahmad Musthafa al-Maraghi, yang dimaksud dengan ulil amri dalam ayat ini meliputi para umara (aparat pemerintah), ulama, hakim panglima perang dan pihak-pihak yang menangani urusan rakyat, yang perintah dan hukumnya wajib ditaati, sepanjang perintah dan hukumnya itu tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul.54

54 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Alih bahasa Bahrun abubakar, Tafsir al-Maraghi, Juz 5,


(61)

Perlunya sertifikasi tanah wakaf tidak bertentangan dengan perintah Allah, bahkan sejalan. Sebab hal itu untuk memperkuat kedudukan dan status wakaf itu sendiri. Sebagaimana diterangkan oleh Muhammad as-Syarbini al-Khatib dan Taqiyuddin Abi bakar tentang kedudukan wakaf, serta PP Nomor 28 Tahun 1977 pasal 1 dan KHI pasal 215, wakaf bersifat tetap atau kekal zatnya dengan mengambil manfaat darinya untuk agama dan sosial.

Sekarang harga tanah semakin mahal, kalau tidak disertifikasi oleh Lembaga berwenang. Tidak mustahil di kemudian ada pihak-pihak tertentu yang menggugat, sehingga timbul sengketa. Kalau tanah yang sebenarnya telah diwakafkan, lalu berhasil digugat atau dibatalkan kembali oleh keluarga wakif, maka hal itu tentu sangat merugikan, tidak saja bagi nazir, tetapi juga bagi agama dan masyarakat yang memanfaatkan tanah wakaf itu untuk kepentingan sosial agama.

Adanya gugatan atau sengketa wakaf dikemudian hari tentu merupakan hal yang buruk, sebab akan merugikan nazir, masyarakat bahkan wakif itu sendiri baik yang masih hidup maupun sudah meninggal dunia. Oleh karena ittu tanah wakaf harus diamankan oleh nazir, wakif dan KUA, salah satunya dengan jalan sertifikasi.

Menurut hukum positif prosedur penanganan tanah wakaf oleh KUA Kecamatan Cakung juga sudah benar, karena sesuai dengan peraturan perundang-undangan perwakafan yang berlaku peraturan perundang-perundang-undangan menempatkan Kantor Urusan Agama dan Kantor Pertanahan sebagai instansi yang berwenanag menangani dan mengeluarkan sertifikat tanah wakaf. KUA berwenang menangani


(62)

proses administrasi perwakafan hingga memasukkan berkas permohonan sertifikasi ke Kantor Pertanahan guna selanjutnya diproses hingga terbit sertifikat wakafnya.

C. Analisis Penulis Tentang Pengaruh No 28 Tahun 1977 Perwakafan Tanah Milik

Berdasarkan data-data yang penulis peroleh baik dari hasil wawancara dengan para pihak terkait, dan melihat arsip-arsip yang berkaitan dengan pembahasan yang penulis jadikan lampiran, bahwa PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang khususnya wakif dan nazir tidak mempengaruhi administrasi yang harus dilakukan dalam perwakafan tanah milik sesuai pada pasal 9-10 Bab III Tata Cara Perwakafan Tanah Milik dan Pendaftarannya. Dan juga disebabkan banyaknya tanah wakaf yang di wilayah Kelurahan Pulo Gebang belum memiliki sertifikat tanah wakaf dan ada beberapa hambatan-hambatan yang menyebabkan para wakif dan nadzir tidak membuat sertifikat tanah wakaf. Di antara hambatan-hambatan tersebut yaitu:

1. Kurangnya kesadaran dari wakif dan nadzir dalam sertifikasi tanah wakaf, dalam hal mendaftarkan tanah wakafnya ke KUA karena adanya anggapan masyarakat tentang prosedur sertifikat tanah wakaf yang begitu berbelit-belit sehingga ahli waris dapat mengugat tanah yang sudah diwakafkan dikarenakan tanah tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga proses sertifikasi tidak diperhatikan. Dan mayoritas dari wakif mewakafkan tanahnya karena lillahi ta’ala (karena Allah). Hanya dengan penyebutan lisan tidak perlu dengan adanya surat-surat,


(63)

karena tanah yang diwakafkan itu sudah berdiri bagunan masjid ataupun musholla.

2. Biaya yang begitu mahal untuk membuat sertifikat tanah wakaf, sehingga para wakif dan nadzir khususnya di wilayah Kelurahan Pulo Gebang sebagian besar tidak membuat sertifikat tanah wakaf. Dan Kantor Urusan Agama tidak memiliki dana operasional dalam menangani perwakafan dan sertifikasinya. Hal ini menjadi hambatan yang besar untuk membuat sertifikat tanah wakaf. Dahulu tahun 1994 pemerintah mengeluarkan anggaran biaya untuk membuat sertifikat tanah wakaf, jadi para wakif tanah wakafnya yang belum bersertifikat diajukan ke pemerintah dan tidak mengeluarkan biaya untuk pembuatan sertifikat tanah wakaf.

3. Perwakafan yang terjadi sudah lama sekali, sehingga surat menyuratnya ada yang hilang, ukuran tanah wakaf ternyata tidak jelas. Maka dengan hambatan tersebut para wakif dan nadzir enggan mengurus kembali surat-surat yang sudah hilang. Maka mereka hanya mewakafkan tanahnya tersebut secara lisan. Tidak ada bukti otentik atau tidak mempunyai kekuatan hukum.

Namun belum optimalnya pencapaian ini ternyata dipengaruhi faktor-faktor lain yang kompleks. Jadi masalah ini tidak dapat dibebankan semata kepada KUA,


(64)

melainkan di situ juga terkait peranan pemerintah, kantor Pertanahan, wakif, dan nadzir yang menganggap tidak perlunya sertifikat, sehingga diabaikan saja.

Untuk mengoptimalkan sertifikat tanah wakaf, maka kendala-kendalanya yang disebut di atas harus lebih dahulu dihilangkan dengan membangun kesadaran dan komitmen semua pihak yang terkait. Tanpa ada kesadaran dan komitmen, maka usaha-usaha sertifikasi tanah wakaf tidak akan berhasil optimal. Namun karena KUA yang di beri tugas menangani hal ini, maka KUA harus pula proaktif, baik dalam sosialisasi maupun penanganan, sehingga pencapaian sertifikat tanah wakaf di masa-masa yang akan datang bisa lebih maksimal daripada yang sekarang.


(65)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah Kelurahan Pulo Gebang bahwa: 1. Adanya sikap penyederhanaan masyarakat terhadap pentingnya sertifikat tanah

wakaf. Masyarakat merasa cukup kuat tidak melakukan sertifikasi tanah wakaf selama di atas tanah wakaf sudah berdiri bangunan fisik sebagai musholla, masjid atau lainnya.

2. Faktor yang menyebabkan masyarakat untuk tidak membuat sertifikat tanah wakaf di antaranya kurangnya kesadaran masyarakat Kelurahan Pulo Gebang khususnya para wakif dan nadzir untuk melakukan sertifikat tanah wakaf yang belum maksimal, faktor ekonomi juga yang menjadi penghambat untuk sertifikasi tanah wakaf disebabkan biaya yang harus dikeluarkan sangat besar dan mahal, dan juga banyaknya surat menyurat tanah milik yang hilang karena perwakafan yang terjadi sudah lama, sehingga sulit untuk ditindaklanjuti prosesnya.

B. Saran-saran

Untuk sertifikasi tanah wakaf itu yang perlu disarankan adalah:

1. Adanya penyuluhan dan sosialisasi dari KUA dan instansi terkait terhadap masyarakat khususnya para wakif dan nadzir akan pentingnya sertifikat tanah wakaf.


(66)

2. Untuk Mempermudah birokrasi dalam sertifikasi tanah wakaf dan Adanya keringanan atau bantuan biaya dalam pembuatan sertifikat tanah wakaf dari pemerintah. Untuk membantu masyarakat khususnya wakif dan nadzir dalam membuat sertifikat tanah wakaf mengingat pentingnya urusan sertifikasi.

3. Perlu dilakukan peningkatan kemampuan profesional dengan penyuluhan atau penataran bagi petugas kantor pertanahan dan staf KUA tingkat kecamatan agar tercipta sebuah kondisi birokrasi yang lebih efesien dan efektif.

4. Di dalam materi Hukum Agararia dan Perwakafan perlu dikaji lebih luas lagi kepada mahasiswa dengan cara diskusi perkuliahan di dalam kelas.

5. Materi Perwakafan perlu dimasukkan dalam kurikulum mata pelajaran Fiqih baik Tsanawiyah maupun Aliyah.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1984.

Al-Alabij, Adi jani.Perwakafan Tanah Indonesia. Jakarta: CV Rajawali, 1992. Al-Asqalani, Ibnu Hajar,Bulughul Maram,Jakarta: Dar Al-Islamiyah, 2002. Al-Bustani, Fuad Irfan,Munjid al-Lughah, Beirut: Dar al-Masriq, Lt. Cet. Ke-21 Al-Mutawi, Hasan Kamil,Fiqh al-Muamalat 'ala Mazhab al-Imam Malik, Mesir:

al-Ahram al-Tijariyah, Dar al-Kutub, 1972. Cet.Ke 1,Juz 1.

Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir, Ensiklopedi Muslim ( Minhajul Muslim) Alih Bahasa Fadli Bahri, Jakarta: PT. Darul Falah, 2004. Cet.VII

Abdurrahman, Kompilasi hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 1992.

Abi Bakar, Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar, juz 1, Mesir: Dar al-Kitab al-Araby, II, hlm 319, perbedaan pendapat para ulama (mazhab) tentang wakaf dapat dilihat pada Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus: Dar al-Fikr, 1985, cet 2.

Departemen Agama, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2005.

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Wakaf (Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 2005.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf.Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf.

Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI. 2006.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve 1999. Cet 5.

Hejazziey, Djawahir (ed.). Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, 2007, Cet. Ke-1.


(68)

Halim, Abdul, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Ciputat Press, 2005.

http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&q=pp+no+28+tahun+1977&aq=o&aqi=&aql=&oq=&pb x=1&fp=b9f1f2dfce7aa00d&biw=800&bih=437

Kahlani al, Imam Muhammad Ismail,Subulussalam. Bandung: Dahlan, tt KUA Kecamatan Cakung, Data Wakaf, 2 April 2011

Kantor Kelurahan Pulo Gebang, Data Kantor Kelurahan Pulo Gebang Cakung Jakarta Timur, 31 Maret 2011

Malibary al, Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz,fath al-Muin. Semarang: al-Munawar, 1078 H.

Mudjino, Politik Hukum Agraria, Yogyakarta: Liberty, 1977, Cet 1.

Prihatna, Andy Agung, dkk.Wakaf Tuhan dan Agenda Kemanusiaan, Jakarta: CSRC UIN Syarif Hidayatullah, 2006.

Rofiq, Ahmad,Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1995.

Sari, Elsi Kartika, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, Jakarta: PT Grasindo, 2007. Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, Bandung: Pustaka

Setia, 2005.

Sabiq, Sayyid.Fiqih As-sunnah(Juz 3). Beirut: Dar al-fikr. 1989. Cet ke-4. Suhadi, Imam,Hukum Wakaf di Indonesia. Yogyakarta: Dua Dimensi, 1983.

Soekanto,Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986. Cet Ke-3

Usman, Suparman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Serang: Darul Ulum Press, 1994.

Wawancara Pribadi dengan Petugas KUA Cakung Jakarta Timur, 2 April 2011 Wawancara Pribadi dengan Tokoh masyarakat H.Daswati, 5 April 2011

Wawancara Pribadi dengan H. M. Amrin (Nadzir Yayasan Pendidikan Al-huda), 3 April 2011.


(69)

Wadjdy, Farid, dkk. Wakaf dan Kesejahteraan Umat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Cet Ke-4


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

80

DOKUMEN WAWANCARA

Wawancara dengan Petugas Kantor Urusan Agama Cakung Jakarta Timur


(6)

81

Salah Satu Tanah Wakaf Yang Berada di Kelurahan Pulo Gebang