Penyembuhan Penyakit Lupa Ingatan Surat al-Isra 17, Ayat 82 Surat Yunus 10, Ayat 57 Asbabun al-Nuzul

Fungsi dan tujuan yang lain dari pembacaan ayat-ayat al-Qur’an dan ayat al-Syifa di atas adalah untuk memberikan pengobatan atau penyembuhan terhadap penyakit kejiwaan mental, bahkan dapat juga, untuk penyakit spiritual dan fisik. Adapun, tata cara dalam melakukan pengobatan atau penyembuhan terhadap gangguan penyakit di atas tersebut; ialah dengan menggunakan bacaan ayat-ayat al-Qur’an dan ayat al-syifa itu tersebut. Dapat dilihat pada beberapa contoh berikut ini, antara lain :

1. Penyembuhan Penyakit Lupa Ingatan

Dalam sebuah Riwayat oleh Ibnu Sunni dari Abdurrahman bin Abi Laila dari seorang laki-laki dari ayahnya, ia mengatkan bahwa pernah seorang laki-laki datang menghadap Nabi saw., sambil mengatakan : “Sesungguhnya saudaraku sedang sedang sakit”. Nabi mengatakan, sakit apa saudaramu itu? Ia menjawab, semacam penyakit lupa ingatan gila. Lalu Nabi saw. bersabda : “Bawalah ia kepadaku”. Kemudian beliaupun mengobati atau menyembuhkan orang itu tersebut; dengan Ayat-ayat al- Qur’an dan Ayat al-Syifa kepadanya berupa : 13 a. Surat al-Fatihah. b. Surat al-Baqarah, 2:2-5, 163-164, 225, 284-286. c. Surat ali-Imran, 3:2, 18. d. Surat al-A’râf, 7:54. e. Surat al-Mu’minun, 23:116. f. Surat al Jin, 72:3. 13 Imam Nawawi, al-Adzakar, Terjemahan M.Tarsi Alwi, PT.al-Ma’arif, Bandung, 1984, h.322. g. Surat ash-Shâffât, 37:1-10. h. Surat al-Hasyr, 59:22-24. i. Surat al-Ikhlash, 112:1-4. j. Surat al-Falaq, 113:1-5. k. Surat an-Nâs, 114:1-6.

2. Penyembuhan Rasa Sedih Dan Duka

إ نﺎآ ْﻢ و ﻪْْﻴ ﻋ ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر نأ لﺎ ﺮْ ا ﻪ ﺰﺣ ا : ْ ا ﻚ ﻤْﺣﺮ مْﻮﻴ ﺎ ﺣﺎ ْﻴ . مﺮ ﻟا اور ا ﻦﻋ ى Artinya : “Sesungguhnya Rasulullah saw., apabila merasa susah karena adanya suatu masalah, maka beliau mengucapkan “ya Hayyu ya Qayyum” dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan” . H.R.at- Turmudzi dari Anas ra. Dalam Hadits lain menyebutkan ketika Nabi saw., sedang mengalami perasaan susah dan duka beliau membaca : ْﻟا ﻢْﻴﻈ ْﻟا ﷲا ا ﻪﻟاﻻ ﻢْﻴ .

BAB III M. QURAISH SHIHAB DAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL-QUR’AN

A. Sepintas Tentang M.Quraish Shihab dan Karya-karyanya

Nama lengkap beliau adalah Muhammad Quraish Shihab. Ia adalah seorang cendekiawan muslim Indonesia yang terkenal sebagai ahli dalam bidang tafsir al-Qur’an. Beliau itu telah lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, pada tanggal 16 Februari 1944. 1 M.Quraish Shihab tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang bernuansa agamis. Keharmonisan dari keluarga dan bimbingan orang tuanya telah sangat membekas dan berpengaruh sangat besar bagi pribadi dan perkembangan akademisnya pada kemudian hari. 2 Ayah M.Quraish Shihab, Prof. KH.Abdurrahman Shihab 1905-1986 adalah seorang ulama dan guru terbesar didalam bidang Tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik dikalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya di dalam dunia pendidikan telah terbukti dari suatu usahanya. Dalam membina suatu perguruan tinggi di Ujung Pandang. Lalu kemudian, ia juga telah tercatat sebagai seorang Rektor pada kedua perguruan tinggi swasta terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin 1972-1977 Ujungpandang. 3 Beliau sangat sering sekali dalam berkomunikasi dengan bersama anak-anaknya dan juga, sering sekali telah dapat memberikan 1 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta : PT.Ichtiar Baru Van Houve, 1966, Jilid 2, h.110. 2 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung : Mizan, 2003, Cet.Ke-4, h.14. 3 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta : PT.Ichtiar Baru Van Houve, 1996, Jilid 2, h.111. 34 petuah-petuah tentang keagamaan. Dalam mengenai hal ini, M. Quraish Shihab telah menulis sesuatu sebagai berikut : “Seringkali beliau telah mengajak kepada anak-anaknya untuk dapat duduk secara bersama-sama. Pada saat-saat seperti inilah kemudian beliau langsung menyampaikan petuah-petuah tentang keagamaannya. Banyak dari sebagian petuah itu tersebut yang kemudian saya ketahui sebagai ayat-ayat al- Qur’an atau sebuah petuah Nabi, sahabat atau sebuah pakar-pakar al-Qur’an yang sehingga pada saat detik ini masih terngiang di dalam telinga saya,…Dari sanalah sebuah benih kecintaan kepada studi al-Qur’an mulai bersemai di jiwa saya”. 4 Selanjutnya, yang tak boleh diabaikan adalah sebuah dukungan dan pengaruh sang ibu. Dalam penuturan M. Quraish Shihab kepada sang ibu selain senantiasa mendorong kepada anak-anaknya untuk dapat belajar, juga seorang yang sangat ketat dalam persoalan dalam bidang agama. Ketat disini maksudnya adalah, beliau sangat telah mengukur di dalam segala urusan yang berkaitan tentang agama dari sudut al-Qur’an dan al-Hadits. “Bahkan hingga sekarang, walaupun sudah doktor dalam bidang tafsir, beliau tetap tidak segan-segan menegur saya” ujar M. Quraish Shihab. 5 Dengan latar belakang keluarga seperti itu, maka tak heran jika minat M.Quraish Shihab terhadap suatu studi agama, khususnya kepada al-Qur’an yang telah dijadikan sebagai objek studi yang sangat besar. Hal ini telah terlihat dari sebuah pendidikan lanjutan yang dipilihnya. Riwayat pendidikannya dimulai dengan menempuh pendidikan dasarnya SD-SLTP di Ujungpandang dan 4 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung :Mizan, 2001, Cet.Ke-22, h.14. 5 Arief Subhan, “Menyatukan Kembali al-Qur’an dan Umat, Menguak Pemikiran M. Quraish Shihab” , Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an , No.5, Jakarta, 1993 h.10. pendidikan menengahnya di Malang 1956-1958 sambil menyantri di Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyah, Malang. 6 Pada tahun 1958 dalam usia 14 tahun, M. Quraish Shihab telah berangkat ke Kairo atas bantuan dari beasiswa yang didapat dari pemerintah daerah Sulawesi Selatan untuk dapat segera melanjutkan studinya. 7 Dengan bekal suatu ilmu yang telah diperoleh di tanah air. Lalu, kemudian M. Quraish Shihab dapat diterima di kelas 11 pada tingkat Tsanawiyah al-Azhar. Setelah selesai pada tingkat tersebut, lalu kemudian M. Quraish Shihab berminat untuk dapat segera melanjutkan studi di Universitas al-Azhar, jurusan Tafsir dan Hadits, Fakultas Ushuluddin . Hal ini sesuai dengan kecintaan terhadap pada suatu bidang ini tersebut. Namun, ternyata jurusan yang telah dipilihnya itu sangat memerlukan sebuah persyaratan yang cukup ketat, dan pada saat itu M. Quraish Shihab telah dinilai belum memenuhi sebuah persyaratan yang sudah telah ditetapkan. Tetapi, itu semua tidak menyurutkan dari suatu langkahnya. Oleh karena itu, kemudian ia tetap bersedia untuk mengulang dari jarak waktu setahun untuk segera mendapatkan kesempatan belajar di Jurusan Tafsir Hadits, walaupun dari jurusan- jurusan yang lainnya telah terbuka lebar untuk dirinya sendiri. 8 Pada tahun 1967, M. Quraish Shihab telah meraih gelar Lc. setingkat S1 lalu kemudian, beliau dapat segera melanjutkan pendidikannya di Fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 lalu beliau dapat segera meraih gelar MA S2 untuk 6 Ibid. 7 Ibid. 8 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Bandung:Mizan, 2001, Cet.ke-22, h.14. spesialis pada bidang tafsir al-Qur’an dengan tesis yang berjudul al-I’jâz al- Tasyri’I Li al-Qur’ân al-Karîm. Dengan rasa suka cita lalu kemudian, beliau dapat segera pulang dan telah membawa gelar magisternya. Rasa rindu yang sudah lama dipendamnya untuk dapat bersua dan berbakti kepada seorang ayah bundanya, bercengkrama ria dengan saudara-saudaranya dan berkasih sayang dengan segenap handai tauladan di kampung halamannya, sehingga dengan itu segera dapat terobati. 9 Sekembalinya dari kota Mesir, di Ujung Pandang M. Quraish Shihab dapat segera lansung dipercaya untuk menjabat sebagai Pembantu Rektor di bidang Akademik dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin, Ujungpandang. Selain itu, beliau juga mendapatkan tugas dan beserta sebuah jabatan-jabatan yang lainnya, baik di dalam kampus, seperti koordinator Perguruan Tinggi Swasta wilayah VII Indonesia Bagian Timur, maupun di luar kampus, seperti pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dalam suatu pembinaan mental. Selama di Ujungpandang ini, beliau juga sampai sempat untuk melakukan suatu berbagai sebuah penelitian yaitu, antara lain penelitian dengan sebuah tema : “Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur” 1975 dan “Masalah Wakaf Sulawesi Selatan” 1987. 10 Pada tahun 1980, M. Quraish Shihab langsung segera untuk kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikannya di almamaternya yang sama, Universitas al-Azhar . Dan pada tahun 1982, dengan melalui disertasi Nazhm al-Dhurârli al- 9 Ibid . 10 Ibid.,h.6. Biqa’î; Tahqîq wa Dirâsah, lalu kemudian, beliau telah berhasil untuk meraih suatu gelar doktor dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an. Dan lalu, beliau telah langsung mendapatkan yudisium summa cum laude disertai dengan sebuah penghargaan tingkat 1 Mumtâz ma’a martabât al-syaraf al-ulâ. 11 Beliau merupakan seseorang pertama yang telah bertempat tinggal di Asia Tenggara yang sudah meraih gelar doktor di dalam bidang Ilmu Tafsir. Sementara dalam ruang lingkup keluarganya, beliau merupakan seseorang doktor keempat dari anak-anak M. Quraish Shihab yang berjumlah sebanyak 12 orang, yang terdiri dari enam putra dan enam putri. 12 Sekembalinya dari kota Mesir, untuk yang kedua kalinya, ia masih tetap untuk mau bekerja di IAIN Alauddin Ujungpandang. Pada tahun 1984, lalu ia langsung segera untuk ditugaskan menjadi sebagai seorang dosen di Fakultas Ushuluddin dan Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dimulai 2002 berubah menjadi UIN. Pada kedua lembaga ini, ia juga telah diberi kepercayaan sesuai dengan pada bidangnya, yaitu untuk mengasuh sebuah materi Tafsir dan ‘Ulum al-Qur’an. Selanjutnya dari tahun 1992-1998, selama dua periode, maka sehingga ia terpilih sebagai seorang Rektor IAIN Jakarta. 13 Selain itu, di luar kampus, dia juga telah dipercayakan untuk menduduki berbagai macam-macam jabatan, yaitu antara lain : Ketua MUI Pusat sejak tahun 1984; seorang anggota Lajnah Pentashhi al-Qur’an Departemen Agama sejak 11 Ibid 12 Wawancara, Kompas, Jakarta, 18 Februari 1996, h.2. 13 Hamdani Anwar, “Telaah Kritis terhadap Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab” , dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya, Vol.X1X, No.2, Jakarta, 2002 172. 1989 dan juga, sebagai seorang anggota Badan Pertimbangan Pendidikan dan Kebudayaan, dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawaan Muslim se- Indonesia ICMI. 14 Disela-sela dari suatu kesibukannya itu, maka dia juga telah mengalami suatu keterlibatan dalam bentuk berbagai kegiatan ilmiah, di dalam maupu di luar negeri. 15 Disamping itu juga, beliau telah pernah tercatat sebagai seorang Menteri Agama RI 1998. Namun, jabatan ini tidak begitu lama kemudian, maka beliau telah emban untuk seiring dengan bergantinya tampuk kepemimpinan bangsa Indonesia dari pemerintah Orde Reformasi. Pada tahun 1999, melalui suatu kebijakan pemerintahan transisional Habibie, maka beliau telah langsung mendapatkan sebuah jabatan baru sebagai Duta Besar Republik Arab Mesir, yang telah berkedudukan di kota Kairo. Tugas ini telah dilaksanakan dengan secara baik sampai akhir periode, yaitu pada tahun 2002. Setelah dapat menjalankan suatu tugasnya sebagai seorang dosen di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat dan Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 16 Aktifitas dari sebuah keorganisasian M. Quraish Shihab memang begitu sangat padat, namun itu tidak berarti sehingga beliau telah mengalami kehabisan waktunya untuk agar selalu tetap bisa aktif di dalam dunia intelektual. Ide-ide segarnya senantiasa selalu hadir dibeberapa media masa. Dahulu disurat kabar Pelita , pada waktu setiap hari Rabu beliau dapat mengisi sebuah rubrik “Pelita 14 M. Quraish Shihab,Membumikan al-Qur’an,ibid. 15 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat , h.16. 16 Hamdani Anwar, “Telaah Kritis terhadap Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab” dalam Mimbar Agama dan Budaya , Vol x1x , No.2, 2002, h.172. Hati”. Begitu pula juga, tentang fatwa-fatwanya di Harian Republika dan Majalah Ummat , selalu mengalami untuk mendapatkan kesegaran di tengah- tengah masyarakat. Beliau juga, telah selalu dapat mengasuh rubrik “Tafsir al- Amanah” dalam majalah pada waktu jangka dua mingguan yang telah terbit di Kota Jakarta. Selain itu, beliau juga pada waktu dahulu dapat tercatat menjadi sebagai salah seorang anggota Dewan Redaksi Jurnal Studi Islamika; Indonesian Journal for Islamik Studies, ’Ulumul Qur’an Mimbar Ulama dan Reflesi; Jurnal Kajian Agama dan Filsafat, kesemuanya itu telah terbit di Jakarta. 17

B. Karya Ilmiah M. Quraish Shihab

M. Quraish Shihab adalah merupakan seorang tokoh penulis muslim kontemporer Indonesia yang sangat produktif sekali. Dalam waktu yang sangat relatif singkat ini, beliau sangat mampu untuk dapat menghasilkan sebuah karya- karya yang sangat banyak sekali; dan juga, sangat cukup bercorak. Sesuatu yang sangat luar biasa, M. Quraish Shihab, di dalam karyanya itu sangat cukup bercorak. Karyanya itu sangat populer dan bisa diterima di berbagai kalangan. Disela-sela kesibukannya ia masih sempat terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun di luar negeri, dan aktif dalam kegiatan tulis-menulis. Karya- karya yang dihasilkan berupa buku-buku, makalah-makalah seminar, jurnal atau kolom tanya jawab dengan metode maudhui. Dalam memetakan dari sebuah karya ini, Ahmad Abrori telah mampu dapat membedakan kepada tiga judul besar, yaitu pertama, sebuah karyanya yang 17 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Ibid., h.7, Lihat juga Kusmana, Prof.Dr.H.M. Quraish Shihab; Membangun….., h.259. dilakukan dengan melalui metode tematik maudhu’i, yaitu suatu penjelasan tafsir al-Qur’an tentang suatu tema-tema aktual tertentu yang bersyarat dengan sebuah referensi kitab-kitab yang terkait, seperti: Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat 1992, Lentera Hati: Kesan dan Hikmah Kehidupan 1994, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Berbagai Persoalan Umat 1996, Mukjizat al-Qur’an; Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib 1997, Haji Mabrur Bersama M. Quraish Shihab 1997, Menyingkap Tabir Ilahi; Asma’ul Husna dalam Perspektif al- Qur’an 1998, Fatwa-fatwa Seputar al-Qur’an dan Hadits 1999, Fatwa Seputar Ibadah dan Muamalah 1999, Fatwa-fatwa Seputar Tafsir al-Qur’an 1999, Fatwa-fatwa Seputar Agama 1999, Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan dan Malaikat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Kini dan Masa Lalu 1999, Saum Bersama M. Quraish Shihab di RCTIPresenter Arif Rahman 1999, Secercah Cahaya Ilahi: Kehidupan Bersama al-Qur’an 2000, Menuju Haji Mabrur, ed.D.Rohandi 2000, Jalan Menuju Keabadian, Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil 2001, 40 Hadits Qudsi 2002, Menjemput Maut 2002. Kedua, karya yang telah dilakukan dengan menggunakan sebuah metode urai tahlili, yaitu dengan menulis sebuah kitab tafsir al-Qur’an yang sesuai dengan urutan daria ayat per-ayat atau per-surah,sedangkan menurut kreteria tentang turunnya suatu ayat atau menurut urutan tertib Mushhaf Utsmani. Adapun yang termasuk dalam kategori kedua ini misalnya, Mahkota Tuntunan Ilahi Tafsir Surah al-Fatihah 1988, Tafsir al-Amanah 1992, Tafsir al-Qur’an atas Surah-surah Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu 1997 dan Hidayah Ilahi Ayat-ayat Tahlil 1997. Dan karya terbesarnya adalah Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an 2002 . Sementara itu, yang ketiga, adalah suatu karya khusus di luar kedua kategori di atas, berupa bentuk laporan penelitian, kupasan tentang seorang tokoh atau tentang dari satu tema tertentu,contohnya dalam: Peran Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur 1975, Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan 1978, Studi Kritis Tafsir al-Manar 1984, Karya Muhammad Abduh dan M. Rasyid Ridho; dan Sejarah ‘Ulum al-Qur’an 1999, sebuah karya akademis tentang ilmu tafsir . 18

C. Metodologi Tafsir al-Mishbah

Metode mengandung sebuah arti : tata cara kerja yang bersistem untuk dapat memudahkan pelaksanaan dari suatu kegiatan, guna ingin untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 19 Yang dimaksud dengan sebuah metode tafsir berarti suatu sistem yang dikembangkan untuk supaya dapat memudahkan dan guna memperlancarkan untuk memproses sebuah penafsiran al-Qur’an secara keseluruhan. Metode penafsiran yang dimaksud dalam sub-sub ini adalah suatu penafsiran yang biasa digunakan dalam wacana ‘ulum al-Qur’an dan umumnya digunakan oleh seorang para ulama tafsir. Menurut al-Farmawi, ada empat macam 18 Ahmad Abrori, Tafsir M. Quraish Shihab tentang Hak-hak Politik Perempuan, Skripsi, Jakarta : IAIN Syarif Hidayatullah, 2000 t.d., h.47. 19 WJS. Poerwadarminta,ed., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, Jakarta:Balai Pustaka, 1998, h.649. metode di dalam sebuah penafsiran al-Qur’an, yaitu: metode tahlily, ijmaly, muqarran dan maudhu’iy . 20 Metode tafsir tahlily adalah suatu metode tafsir yang bermaksud untuk menjelaskan tentang sebuah kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Di dalam sebuah metode ini tersebut, maka seorang penafsir agar dapat mengikuti sebuah runtutan dari ayat sebagaimana yang sudah telah tersususun di dalam mushhaf Utsmani. Oleh karena itu, maka seorang penafsir dapat bisa memulai sebuah uraiannya dengan suatu cara mengemukakan arti dari global ayat. Kemudian, penafsir juga telah dapat mengemukakan: Munasabah korelasi ayat- ayat serta juga, untuk menjelaskan suatu hubungan maksud antara ayat-ayat tersebut dengan satu sama lainnya. Di samping itu, penafsir telah dapat membahas mengenai tentang asbab al-nuzul dan juga, tentang semua dalil-dalil yang berasal dari seorang rasul, sahabat dan para tabi’in, yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para seorang penafsir itu sendiri yang telah diwarnai oleh latar belakang dari suatu pendidikannya. 21 Metode ijmaly global, adalah suatu metode yang menyajikan sebuah penafsiran secara global dan singkat. Sehingga, mudah dapat terasa oleh bagi seorang pembacanya.seakan-akan, bagaikan sudah tetap berada dalam sebuah gaya dan kalimat-kalimat dan al-Qur’an. Kemudian suatu metode muqarran perbandingan adalah suatu metode yang telah berupaya untuk dapat membandingkan antara satu ayat dengan ayat yang lain atau dengan hadits Nabi 20 Abd. al-Hayy al-Farmawi, MetodeTafsir Mudhu’I, terj. Suryan A.jamrah, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1996. Cet.Ke-2. 21 Ibid.,h.12. saw. yang sudah kelihatannya telah bertentangan, atau juga, telah membandingkan antara pendapat beberapa ulama yang bertentangan menyangkut dengan ayat-ayat tertentu. Yang terakhir, metode maudhu’i tematik atau juga, disebut dengan metode tauhidy adalah suatu metode yang telah menyajikan pesan ayat-ayat al- Qur’an yang berbicara tentang satu topik dalam satu kesatuan yang utuh. 22 Kalau dilihat dari suatu pemaparan M. Quraish Shihab dalam menafsirkan suatu ayat-ayat al-Qur’an, maka telah jelas bahwa tafsir al-Mishbah ini dengan menggunakan metode tahlily, karena beliau sudah sangat berusaha untuk dapat menafsirkan al-Qur’an, ayat demi ayat, surah demi surah, dan juga, berbagai seginya, sesuai dengan susunannya yang telah terdapat di dalam mushhaf. Tetapi walau demikian, sebenarnya juga tidak secara otomatis untuk tidak meninggalkan dari sebuah metode-metode yang lain. 23 Karena pada banyak tempat beliau pun telah memadukan dari sebuah metode tahlily ini dengan sebanyak dari tiga metode yang lainnya, khususnya kepada metode maudhu’iy. Bentuk dari pemanduan ini sehingga, dapat dilihat dalam sebuah uraian dari seluruh ayat yang sesuai dengan urutan mushhaf itu tersebut. M. Quraish Shihab juga, pertama-tama dalam menafsirkannya dengan secara global, kemudian mengelompokkan ayat-ayat yang telah sesuai dengan temanya, karena agar supaya kandungan ayat-ayat tersebut dapat dijelaskan yang sesuai dengan topiknya, lalu pada saat-saat tertentu, beliau langsung menyungguhkan atas 22 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an Karim M. Quraish Shihab; Tafsir atas Surah- surah Pendek Berdasarkan Turunnya Wahyu , Jakarta: Pustaka Hidayah, 1997, h.v. 23 Ini terbukti pada setiap akan membahas suatu ayat yang secara detail, terlebih dahulu M. Quraish Shihab memberikan penjelasan secara global; dan pada beberapa tempat beliau menerapkan metode muqarran lihat Tafsir al-Mishbah, Jilid 1 ,h.107, 210 dan 264; serta menerapkan metode maudhu’iy lihat Tafsir al-Mishbah, Jilid 1, h.95, 183 dan 455. perbandingan tentang pendapat-pendapat seorang ulama yang berkaitan dengan ayat yang sedang akan dibahas. Tetapi, walau bagaimana pun, kalau penulis ingin berpedoman kepada empat macam dari sebuah metode penafsiran seperti yang telah disebutkan di atas, maka penulis harus dapat secara tegas untuk dalam memilih salah satunya. Metode yang sangat paling pas-dari keempatnya yang telah dipakai pada Tafsir al- Mishbah ini adalah metode tahliliy. Pemilihan metode tahlily ini juga, didasarkan atas suatu kesadaran beliau, bahwa dari sebuah metode yang ia telah pergunakan sebelumnya, setidak-tidaknya pada sebuah karyanya yang telah berjudul “Wawasan al-Qur’an” ; selain itu dari suatu keunggulannya dalam memperkenalkan sebuah konsep al-Qur’an tentang tema-tema tertentu dengan secara utuh, ia juga tidak luput dari sesuatu kekurangan. Menurutnya, al-Qur’an dapat memuatkan atas sebuah tema yang tidak terbatas; oleh sebab itu dengan menggunakan sebuah metode tematik saja, sangat sulit untuk memperkenalkan tentang semua dari tema-tema itu tersebut. 24 Untuk melengkapi atas dari kekurangan tersebutlah, sehingga, M. Quraish Shihab dapat menggunakan sebuah metode tahliliy dalam suatu karyanya ini tersebut. 24 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Jakarta:Lentera Hati, 1996, Cet.Ke-1, h.Xii.

D. Ayat-ayat Syifa dan Terjemahannya

1. Surat al-Isra 17, Ayat 82

ۙﻰﻴﻨ ْﺆﻤْﻟ ﺔﻤْﺣرو ءﺎﻔﺷ ﻮه ﺎ نٰاْﺮﻘْﻟا ﻦ لﱢﺰﻨ و رﺎﺴﺧ ﱠﻻأ ﻦﻴﻤﻟﺎﱠﻈﻟاﺪْﺰ ﻻو ا. Artinya : “Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”. QS. al-Isra 17Ayat 82

2. Surat Yunus 10, Ayat 57

ﺪﺼ ا ﻰ ﺎ ءﺂ ﻮْ ﻜ ﺮْﻨ ﺔﻈ ْﻮ ْ ﻜْﺗءﺂ ْﺪﻗ سﺎﻨ ا ﺎ ا ﺂ ۙرو ْ ﺔ ْ رو ىﺪهو ﻦْﻨ ْﺆ . Artinya : ”Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” QS. Yunus 10 Ayat 57

3. Surat al-Nahl 16, Ayat 69

ﻰ آ ۗ ذ ﻚ ر ﺳ ﻰﻜ ْﺳ ﺎ تاﺮ ا آ ْﻦ نﻮ ﺮْ ﺎ وﺮ ا ﻦ جﺮْﺨ . Artinya : ”Kemudian makanlah dari tiap-tiap macam buah- buahan dan tempulahlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan bagimu. Dari perut lebah itu ke luar minuman madu yang bermacam- macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi orang-orang yang memikirkan.” QS. al- Nahl 16, Ayat 69

BAB IV PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM TAFSIR AL-MISBAH

A. Penafsiran Surat al-Isra 17 Ayat 82

ْﻦ لﱠﺰﻨ و ۙﻦﻴﻨ ْﺆﻤْﻟ ﺔﻤْﺣرو ءﺎﻔﺷﻮه ﺎ ناءْﺮﻘْﻟ ﺪ ﺰ ﻻو ارﺎﺴﺧ ﱠﻻا ﻦﻴﻤ ٰـﱠﻈﻟ . Artinya: “Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” QS. al-Isra 17 :82 Dalam pandangan M. Quraish Shihab, ketika menafsirkan kata syifa dalam Tafsir al-Misbah , yaitu yang biasa diartikan kesembuhan atau obat, dan dapat digunakan juga, dalam arti keterbatasan dari kekurangan, atau ketiadaan aral dalam memperoleh manfaat. Dan juga, M. Quraish Shihab telah berpandangan, ketika sedang mengomentari pendapat para ulama yang memahami bahwa ayat-ayat al-Qur’an itu tersebut, dapat mengobati atau menyembuhkan segala sesuatu penyakit jasmani. Menurutnya, bukan penyakit jasmani, melainkan ia adalah sesuatu penyakit ruhani jiwa yang berdampak pada jasmani. Ia adalah Psikosomatik. Menurutnya, tidak jarang seseorang merasa sesak nafas atau dada bagaikan tertekan karena adanya ketidakseimbangan ruhani. 1 Thabathaba’i, telah memahami bahwa fungsi dari al-Qur’an adalah sebagaimana yang telah dikutif oleh M. Quraish Shihab, untuk memahami fungsi dari al-Qur’an itu adalah sebagai obat, dalam arti, menghilangkan dengan bukti- 1 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah :Pesan, Kesan. h.531. 47 bukti yang dipaparkan dari aneka keraguan syubhat, serta dalih alasan yang boleh jadi hinggap dihati sementara orang. Hanya saja, menurut ahli tafsir ulama kontemporer ini, ia telah menggarisbawahi bahwa penyakit-penyakit tersebut berbeda dengan kemunafikan apalagi dengan kekufuran. Sementara, di tempat atau pada kesempatan lain, ia telah menjelaskan bahwa kemunafikan adalah suatu keraguan dan kebimbangan batin yang dapat hinggap di hati orang-orang yang beriman. Mereka tidak wajar dinamai dengan munafik apalagi kafir, tetapi hanya saja tingkat keimanan mereka yang masih rendah. Rahmat adalah suatu kepedihan di dalam hati karena melihat ketidakberdayaan pihak lain, sehingga telah mendorong yang sangat pedih hatinya itu untuk membantu dalam menghilangkan atau mengurangi ketidakberdayaan itu tersebut. Ini adalah sebuah manusiamakhluk. Rahmat Allah swt. dipahami dalam arti bantuan-Nya, sehingga ketidakberdayaan itu dapat tertanggulangi. Bahkan seperti telah ditulis oleh Thabathaba’I, rahmatnya adalah sebuah limpahan karunia-Nya terhadap wujud dan sarana kesinambungan wujud serta nikmat yang tidak dapat terhingga. Rahmat Allah swt. yang dilimpahkan-Nya kepada orang- orang mukmin adalah suatu kebahagian hidup dalam setiap berbagai aspeknya, seperti suatu pengetahuan tentang ketuhananan yang benar, akhlak yang luhur, amal-amal kebajikan, kehidupan berkualitas di dunia dan di akhirat, termasuk perolehan surga dan ridha-Nya. Karena itu, jika al-Qur’an disifati sebagai rahmat untuk orang mukmin, maka maknanya adalah sebuah limpahan karunia dari kebajikan dan keberkatan yang disediakan oleh Allah swt, bagi mereka yang telah menghayati dan mengamalkan dari nilai-nilai yang sudah diamanatkan oleh al- Qur’an . Ayat ini telah membatasi rahmat dari al-Qur’an itu tersebut untuk orang- orang mukmin, karena mereka itulah yang paling berhak untuk dapat menerimanya, sekaligus yang paling banyak untuk memperolehnya. Akan tetapi, ini bukan berarti bahwa selain mereka tidak dapat memperoleh secercah dari rahmat akibat kehadiran al-Qur’an. Perolehan mereka yang hanya sekedar beriman tanpa kemantapan, jelas lebih sedikit dari perolehan orang mukmin, dan perolehan orang kafir atas kehadirannya lebih sedikit lagi dibanding dengan orang-orang yang sekedar beriman. Jadi, kesimpulan dari ayat di atas tersebut adalah bahwa kitab al-Qur’an ini adalah merupakan sebagai suatu rahmat petunjuk dan penawar obat penyembuh bagi orang-orang mukmin.

1. Asbabun al-Nuzul

Pada sub bab ini, penulis mencoba meneliti sebab turunnya Ayat al-Syifa QS. al-Isra 17 Ayat 82. Namun sebelumnya mengemukakan hasil penelitian asbabun al-Nuzul ayat tersebut, terlebih dahulu penulis bermaksud memberikan beberapa catatan tentang Asbab al-Nuzul. Kata “Asbab” adalah merupakan bentuk jamak dari kata “Sabab” yang berarti penalaran, alasan dan sebab. Sedangkan ma’rifat asbab al- Nuzul ; Pengetahuan tentang sebab turunnya suatu wahyu, yaitu pengetahuan tentang peristiwa dan lingkungan tertentu yang berkaitan dengan ayat-ayat tertentu di dalam al-Qur’an. 2 Manna Khalil Qattan mendefinisikan asbab an-Nuzul sebagai suatu hal yang karenanya al- Qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan. 3 Asbab al-Nuzul diartikan oleh Fahd bin Abdurrahman ar-Rumi dalam buku ulumul Qur’an studi kompleksitas al-Qur’an sebagai suatu peristiwa yang melatarbelakangi pada saat turunnya al-Qur’an. Adapun fungsi untuk mengetahui sebab turunnya ayat yaitu diantaranya : untuk dapat mengetahui hikmah tentang suatu penetapan hukum dan juga, sebagai pengetahuan terhadap sebab turunnya suatu ayat, membantu untuk dapat memahami maksud dari ayat-ayat tersebut, dan kemudian langsung dapat untuk menafsirkan dengan secara benar dan juga serta menghindari dalam penggunaan pemakaian kata dan simbol yang keluar dari maknanya. 4 Thabathaba’i menjadikan ayat di atas sebagai awal kelompok baru, yang berhubungan dengan uraian surah ini adalah tentang keistimewaan al-Qur’an dan fungsinya sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad saw. Memang sebelum ini sudah banyak uraian tentang al-Qur’an bermula pada ayat 9, lalu ayat 41 dan seterusnya, dan ayat 59 yang berbicara tentang 2 Ahmad Vandenffer, Ilmu al-Qur’an Pengenalan Dasar, terj., Jakarta : Raja Wali Press, 1998 h.102. 3 Manna Khalil Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, Terj. Drs. Mudzakir As., Bogor : PT.Pustaka Litera Nusa, 1986Cet.111, h.110. 4 Fahd bi Abdurrahman ar-Rumi dalam buku “Ulumul Qur’an” Studi Kompleksitas al- Qur’an, Terj. Amirul Hasan dan M. Harbi, Yogyakarta : Titian Ilahi Press, 1977 , h.186. tidak diturunkannya lagi mukjizat indrawi. Nah, kelompok-kelompok ayat ini kembali berbicara tentang al-Qur’an dengan menjelaskan fungsinya sebagai obat penawar penyakit-penyakit jiwa.

2. Munasabah Ayat