Vocal Adapun Vokal Rangkap Vokal Panjang Kata Sandang Tasydîd Bersifat Umum Bersifat Khusus

PEDOMAN TRANSLITERASI 1. Panduan Aksara Huruf Arab Huruf latin Keterangan ا Tidak dilambangkan ب B Be ت T Te ث Ts Te dan es ج J Je ح h Ha dengan garis dibawah خ Kh Ka dan ha د D De ذ Dz De dan zet ر R Er ز Z Zet س S Es ش Sy Es dan ye ص S Es dengan garis di bawah ض D De dengan garis di bawah ط T T dengan garis di bawah ظ Z Zet dengan garis di bawah ع ‘ Koma terbalik diatas hadap kanan غ Gh Ge dan ha ف F Ef ق Q Ki ك K Ka ل L El م M Em ن N En و W We ه ــ H Ha ء ` Apostrof ي y Ye

2. Vocal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan ـــــ A Fathah ــــ I Kasrah ــــ U dammah viii ix

3. Adapun Vokal Rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan ي ــــ Ai A dan i و ــــ Au A dan u

4. Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan ﺎـــ â A dengan topi diatas ــــ î I dengan topi diatas ــ ﻮــ û U dengan topi diatas

5. Kata Sandang

Kata sandang yang ada dalam Bahasa Arab dilambangkan dengan huruf لا , dialihaksarakan menjadi “l” el, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh ﺔﻴﺴﻤﺸﻟا = al-syamsiyyah, ﺔ ﺮﻤﻘﻟا = al-qamariyyah.

6. Tasydîd

Dalam alih-aksara, tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Tetapi hal ini berlaku jika huruf yang menerima tasydîd itu terletak setelah kata sandang yang diikuti huruf- huruf samsiyyah. 7. Ta marbûtah Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf h. begitu juga jika ta marbûtah tersebut diikuti kata sifat na’t. Namun jika Ta marbûtah diikuti kata benda ism, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf t.

8. Huruf Kapital

Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan EYD . Jik a nama didahulukan oleh kata sandang , maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri sendiri tersebut , bukan huruf awal atau kata sandangnya . Contohnya ﺮﺨ ﻟا = al-Bukhâri.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah wahyu Allah swt; kepada Rasul-Nya Muhammad saw. melalui malaikat-Nya yang bernama Jibril as. Dan atas bimbingan-Nya pula Nabi saw. dapat menerangkan dan menjelaskan tafsir dan ta’wil wahyu-Nya itu sebagai pesan-pesan yang tersurat maupun tersirat as-Sunnah. Dengan bekal itulah para ahli waris, pengikut, murid, sahabat dan kekasih Nabi-Nya dapat memahami secara mendalam dan mengakar; dan pemahaman itupun bukan datang dengan sendirinya, melainkan atas pertolongan, bimbingan dan wahyu yang berasal dari- Nya pula. Bahwasanya konsep penyembuhan, pengobatan atau perawatan dari suatu penyakit yang terdapat dalam al-Qur’an asalnya mengandung untuk : 1 1. Menguatkan keimanan dengan al-Qur’an; 2. Membenarkan suatu keyakinan bahwa barangsiapa ditimpa dengan suatu penyakit, maka sesungguhnya ia mampu mengobati suatu penyakit itu kapan saja ia kehendaki dengan mencari suatu metode atau penyembuhnya; 3. Keyakinan orang yang mempercayai beriman kepada Rasulullah saw., bahwa Tuhannya telah memberikan petunjuk kepadanya mengenai pelajaran-pelajaran tentang rahasia-rahasia al-Qur’an, dan daripadanya 1 Muhammad Abdul ‘Aziz al-khalidy, al Isytisyfa’ bil Qur’an, Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut Libanon, 1990, h.65. 1 telah terdapat tentang rahasia pengobatan atau penyembuhan yang bermakna. Ajaran Islam adalah suatu ajaran wahyu yang bersumber dari Allah swt. Dzat Yang Maha Suci, Maha Mulia dan Sempurna. Oleh karena itu al-Qur’an sebagai suatu sumber utama ajaran Islam memiliki kebenaran yang mutlak. Kebanyakan dari diri seorang manusia hanya sebatas mengakui suatu kebenaran itu tersebut, namun mereka tidak ingin atau pun belum memiliki suatu kebenaran yang untuk mengaplikasikan dari al-Qur’an itu ke dalam seluruh aspek ilmu pengetahuan dan kehidupan. Mereka sangat dikotomis dalam mengimplementasikan suatu cita-cita dan harapan hidup dan kehidupannya. Seolah-olah antara agama, sains dan kehidupan terpisah adanya. Hal inilah yang menjadi sebab utama manusia mengalami suatu kegagalan dalam menanggulangi dan mencari berbagai solusi terhadap as-Sunnah Rasulullah saw. seluruh umat manusia mengakui suatu kesempurnaan dari beliau sebagai seseorang figur ketauladanan bagi suatu keberhasilan dalam membangun jati dan citra diri sebagai “Insan Kamil”. Akan tetapi, sangat sedikit dari sebagian umat manusia yang berani secara ksatria dalam mengikuti proses penyempurnaan diri itu tersebut. Problematika dari suatu kasus-kasus yang telah dan akan senantiasa menjadi kerja penulis adalah mulai dari kasus-kasus yang berhubungan dengan problematika individu dengan Tuhannya, individu dengan dirinya sendiri, individu dengan lingkungan keluarga, individu dengan lingkungan kerja dan individu dengan lingkungan sosialnya. Problematika individu dengan Tuhannya, ialah kegagalan seseorang untuk melakukan hubungan interaksi vertikal dengan Tuhannya, seperti sangat sulit sekali untuk menghadirkan rasa perasaan takut, rasa taat dan rasa bahwa Dia selalu mengawasi suatu perbuatan dan prilaku dari setiap seorang individu. Sehingga, telah berdampak kepada rasa malas dan enggan untuk melakukan ibadah dan kesulitan untuk segera meninggalkan perbuatan-perbuatan yang telah dilarang dan dimurkai oleh Tuhannya. Problematika individu dengan dirinya sendiri, ialah kegagalan untuk bersikap disiplin dan bersahabat dengan hati nuraninya sendiri, yakni hati nurani yang sangat selalu untuk mengajak, menyeru dan membimbing kepada kebaikan dan kebenaran dari Tuhannya. Sehingga, telah muncul suatu sikap was-was, peragu, berprasangka buruk, lemah motivasi, dan tidak mampu untuk bersikap mandiri dalam melakukan macam-macam segala hal. Problematika individu dengan lingkungan keluarga, ialah kesulitan untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antara anggota keluarga, suami dan istri, orang tua dan putra-putrinya serta antar bersaudara. Sehingga, dari kondisi itulah sering terjadinya pertengkaran antar pasangan suami dan istri, puncaknya terjadilah suatu perceraian. Anak sangat merasa tertekan dengan karekter dan sistem pendidikan dari kedua orang tuanya yang sangat keras, kaku dan otoriter, atau kedua orang tua yang sangat selalu sibuk di luar rumah; sehingga, sang anak tersebut merasakan haus akan kelembutan, kasih sayang dan ketauladanan dari kedua orang tuanya tersebut. Problematika individu dengan lingkungan kerja, ialah kegagalan individu dalam untuk meningkatkan prestasi kerja, menghadapi atasan, rekanan dan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Sedangkan, problematika individu dengan lingkungan sosialnya, adalah kesulitan untuk melakukan suatu adaptasi dengan lingkungan tetangga atau pergaulan yang sangat beraneka macam ragam watak, sifat dan prilaku. Dari problem-problem itulah sehingga, muncul atau menimbulkan keadaan stres dan depresi apabila seseorang yang tidak memiliki suatu daya tahan mental dan spiritual yang tangguh. Keimanan yang lemah sangat rentan dan mudah tertimpa kedua keadaan itu tersebut. Utamanya adalah kekuatan iman dan ketakwaan pasti akan dapat menghasilkan daya tahan mental yang bersifat kokoh dan kuat dalam untuk menghadapi berbagai macam suatu problem hidup dan kehidupan. Penelitian yang dilakukan Kielholz dan Poldinger 1974 menunjukkan bahwa 10 dari pasien yang berobat pada dokter adalah pasien depresi dan separuhnya dengan depresi terselubung. Penelitian lain yang dilakukan oleh Klinik Psikiatri Universitas Basle 19771978 didapat angka 18, penelitian di Bavaria Dilling dkk.1978 didapat angka 17. WHO 1974 memperkirakan prevalensi depresi pada populasi masyarakat dunia adalah 3. 2 2 Dadang Hawari, al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, PT. Dana Bhakti Primayasa, 1997, h.56. Sehubungan dengan itu Sartorius 1974 menaksir 100 juta penduduk dunia mengalami depresi. Angka-angka ini semakin bertambah untuk masa-masa mendatang yang disebabkan karena beberapa hal, antara lain : 3 1. Usia harapan hidup semakin bertambah. 2. Stresor psikososial semakin berat. 3. Berbagai macam kronik semakin bertambah. 4. Kehidupan beragama semakin ditinggalkan masyarakat sekuler. Permasalahan kehidupan stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang anak, remaja atau dewasa; sehingga, orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau menanggulangi stresor yang timbul. Namun, tidak semua orang mampu mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya, sehingga timbullah keluhan-keluhan kejiwaan antara lain depresi. 4 Oleh karena itu, alasan penulis melalui dengan penulisan skripsi ini; penulis mengajak kepada individu atau kelompok masyarakat Islam untuk dapat memahami ajaran Islam yang bersumber kepada al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai ajaran Islam yang lengkap dan solusif terhadap berbagai persoalan kehidupan. Islam datang ke tengah-tengah umat manusia dalam rangka ingin menyelamatkan dari suatu kehancuran dan kegagalan dalam untuk meraih hidup dan kehidupan yang baik, benar, maslahat, damai, aman, tentram, bahagia dan selamat di dalam dunia hingga kelak di dalam akhirat. Sehingga, hal inilah yang telah mendorong 3 Ibid.. 4 Ibid..h.45-46. penulis untuk mengangkat dan menyusun skripsi ini dengan judul : “Syifa Dalam Perspektif al-Qur’an Kajian Surat al-Isra 17 : 82, QS.Yunus 10 : 57 dan QS.al-nahl 16 : 69, Dalam Tafsir al-Misbah”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Tema syifa dalam al-Qur’an terdapat pada 10 surat dan 14 ayat, yaitu surat al-Isra ayat 7dan 82, QS. Yunus ayat 57, QS.al-Nahl ayat 69, QS. al-Maidah ayat 39, QS. al-Baqarah ayat 129 257, QS. at-Taubah ayat 108, QS. al-Insyirah ayat 1, 2 dan 3, QS. al-Imran ayat 31, QS. Muhammad ayat 2 dan QS. al-Hijr ayat 47. Adapun masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, dapat dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimana Penafsiran M. Quraish Shihab terhadap Ayat al- Syifa QS. al-Isra 17 : 82, QS. Yunus 10 : 57 dan QS. al-Nahl 16 : 69”.

C. Kajian Pustaka

Dari penelitian dan penelusuran penulis, ditemukan ada beberapa buku yang menjadi referensi, baik yang primer maupun sekunder. Adapun yang menjadi referensi primer dari kajian ini adalah : Konseling dan Psikoterapi Islam, yang ditulis oleh M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky. Buku ini mengajak seorang pembaca, khususnya penulis dan mahasiswa atau siapa saja yang ingin mengenal dari fungsi ajaran Islam terhadap pengembangan kecerdasan dan solusi Ilahiyah terhadap berbagai persoalan masalah hidup dan kehidupan manusia, khususnya yang berhubungan dengan masalah mental kejiwaan, spiritual dan moral yang bersumber kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan melalui pendekatan Sufistik tasawuf. Sehingga, setidaknya para pembaca dan mahasiswa Islam, khususnya untuk penulis agar dapat memperoleh suatu gambaran dan pengetahuan yang berkaitan tentang peran Islam dalam memberikan suatu bimbingan syifa terhadap gangguan psikologis. Dari sinilah diharapkan akan berkembang dengan pesat keilmuan yang sangat spesifik dalam membahas tentang berkaitan dengan kejiwaan atau mental, seperti Psikologi Islam, Psikodiagnostik Islam, Psikoterapi Islam, Metodologi Penelitian Psikologi Islam, Hubungan Akidah dan Psikologi Islam, Hubungan Ibadah dan Psikologi Islam dalam Aplikasi Manajemen, Psikologi Islam dan Pengembangan Sumber Daya Insani dan sebagainya. Sedangkan, kitab yang menjadi referensi sekunder diantaranya adalah : al- Razi dalam tafsirnya Mafatih al-ghâib, yang telah menyajikan kajian syifa dengan berbagai macamnya secara terpisah antara satu dengan term yang lainnya. Namun, kesemuanya itu dapat dikaji melalui dengan pendekatan tafsir tematik secara kronologis berdasarkan tertib nuzul surah-surah dalam al-Qur’an karya Muhammad ‘Azzah Darwazah, kemudian; dikomfirmasikan dengan karya Muhammad Fuad ‘Abd. al-Baqi dalam karyanya al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an, untuk melihat satuan ayat makiyah dan madaniyahnya dengan tanpa mengabaikan tinjauan daripada mufasir lainnya, terutama Tafsir Mafatih al-Ghâib karya al-Râzi. Kajian syifa dalam Tafsir Mafatih al-Ghâib karya al-Râzi, dengan pendekatan tematik tersebut dapat dihasilkan sebuah kajian syifa secara komprehensif sehubungan dengan eksistensi, makna dan sasaran syifa, sakit dan sebab-sebabnya, jenis syifa beserta karekteristik dan mekanismenya secara persial maupun terpadu beserta nilai guna dan manfaatnya bagi kehidupan umat manusia. Kajian Syifa dengan fokus Tafsir Mafatih al-Ghâib karya al-Râzi, sangat penting bagi kehidupan saat sekarang dan juga, yang akan datang; karena kehidupan al-Râzi yang lahir di Ray pada tanggal 25 Ramadhan 544 H. Wafat di Heart pada hari senin 1 Syawal Id al-Fitri tahun 606 H.yang bertepatan dengan tahun 1148-1210 M, adalah seorang muslim berbagai bidang, termasuk di dalamnya adalah ahli bidang fikih, teologi, filsafat, kedokteran, tafsir, tasawuf dan bahkan beliau adalah seorang imam besar pada masanya yang selalu berusaha mencari solusi dan sintesis di dalam dunia akademis maupun sosial kemasyrakatan. Oleh karenanya, usaha-usaha demikian itu masih sangat relevan dan bahkan patut dimanfaatkan dan dikembangkan untuk masa kini dan yang akan datang. Sungguh kajian syifa telah diungkapkan sedemikian rupa, namun masih banyak celah-celah yang menuntut adanya kajian sebagai bentuk untuk pengembangan, apalagi kajian ini hanya difokuskan pada satu kajian tafsir al-Râzi dengan satu corak pendekatan. Oleh karena itu, kajian syifa demikian ini sungguh sangat terbuka dan tidak tertutup kemungkinan untuk pengembangan penelitian berikutnya. Berbeda dengan dua penulis di atas, yaitu Hamdan Bakran adz-Dzaky dan al-Razy, dalam skripsi ini pada tiga surat dan tiga ayat menurut penafsiran M.Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah. Penafsiran ini juga akan dikemukakan tafsiran-tafsiran dan para mufassir lainnya.

D. Tujuan Penulisan

Adapun Tujuan dari Penulisan Skripsi ini adalah : 1. Untuk Menganalisa Penafsiran M.Quraish Shihab, Terhadap ayat al-Syifa Q.S.al-Isra, Yunus dan al-Nahl dalam Tafsir al-Misbah. 2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan M.Quraish Shihab tentang ayat al-Syifa tersebut yang tercantum di dalam kitab Tafsir al-Misbah. 3. Untuk memberikan Penyembuhan atau Pengobatan Terhadap Penyakit Kejiwaan Mental, bahkan dapat juga untuk penyakit spiritual dan fisik. 4. Dan juga untuk mengetahui sejauh mana al-Qur’an membicarakan tentang ayat al-Syifa tersebut.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data Adapun dalam pengumpulan data ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan Library Research; sebagai landasan operasional, yaitu sebuah penelitian yang menggunakan buku-buku baik yang berasal dari sumber primer yaitu Tafsir al-Misbah dan Konseling dan Psikoterapi Islam, maupun sekunder yaitu buku-buku, majalah dan artikel yang berkaitan dengan materi pembahasan. 2. Metode Pembahasan Adapun pembahasannya penulis dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis 5 yaitu pendekatan dengan cara mengumpulkan berupa data-data yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti kemudian dideskripsikan; dan setelah itu baru dianalisa untuk memperoleh kejelasan masalah yang akan diteliti. Sebagai pelengkap, penulis juga menggunakan al-Qur’an dan terjemahannya, dan juga di dalam penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi”, yang disusun oleh tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, penulis menyusunnya dengan menggunakan ke dalam 5 lima bab, yaitu :

BAB I : Pendahuluan yang merupakan gambaran umum berupa Latar

Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Kajian Pustaka, Tujuan Penulisan, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Membahas masalah syifa dan pandangan para ulama, yang

meliputi tentang makna syifa dan definisi syifa, macam-macam penyakit, pandangan ulama tafsir tentang syifa, syarat-syarat Ulama Billah dan Tata cara melakukan Pengobatan atau Penyembuhan. 5 Moh.Nazir, ph.D, Metode Penelitian,Jakarta : Ghalia, 1988, h.51.

BAB III : Membahas tentang Riwayat M.Quraish Shihab dan ayat al-Syifa

dalam al-Qur’an, yang meliputi sepintas tentang M.Quraish Shihab dan karya- karyanya, Metodologi Tafsir al-Misbah, dan Ayat al-Syifa dan terjemahan.

BAB IV : Membahas tentang Penafsiran Ayat al-Syifa dalam Tafsir al-

Misbah, yang meliputi tentang Penafsiran Surat al-Isra 17 Ayat 82, Surat Yunus 10 Ayat 57 dan Surat al-Nahl 16 Ayat 69. Dan juga, dilandasi berupa Asbabun al-Nuzul dan Munasabah Ayat.

BAB V : Penutup yang merupakan kesimpulan dari pembahasan dan

penjelasan dari bab-bab sebelumnya, dan ditambah dengan saran-saran yang diperlukan.

BAB II SYIFA DALAM AL-QUR’AN DAN PANDANGAN PARA ULAMA

A. Makna Syifa dan Definisi Syifa

Kata-kata “Syifa” atau “Istisyfa” mengandung beberapa makna, seperti : 1. Ahsana ﻦﺴﺣا artinya mengadakan perbaikan, seperti firman-Nya : ْﻢ ْﻨﺴْﺣأ ْﻢ ْﻨﺴْﺣأ ْنا ْﻢﻜﺴﻔْ أ ْنإو ﺄ ﺎﻬ ْﻢ Artinya : “Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri” .QS. al-Isra 17:7 2. Aslaha ا artinya melakukan perbaikan, seperti firman-Nya : ﺪْ ۢﻦ بﺎ ْﻦﻤ ﻪْﻴ ﻋ بﻮ ﷲا ﱠنﺎ ْ أو ،ﻪﻤْ ﻢﻴﺣﱠررﻮﻔ ﷲا ﱠنإ Artinya : “Maka barangsiapa bertaubat diantara pencuri-pencuri itu sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. QS. al-Maidah 5 : 39 3. Zakkâ ﻰآز artinya mensucikan, membersihkan dan memperbaiki, seperti firman-Nya : ﺎﻨﱠر و ْ ْﻢ ْﻨ ﻻﻮ ر ْﻢﻬﻴ ْ ْ ٰ اء ْﻢ ْﻴ ﻋْاﻮ ﻢﻬﻤ و ﻚ و ٰ ﻜْﻟ ﻢْﻜ ْﻟ ﺔ أ ﻚﱠإ ْﻢ ﻴﱢآﺰ و ﺰ ﺰ ْﻟ ﻢﻴﻜ ْﻟ Artinya : “Ya Tuhan kami, utuslah mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab Al-Qur’an dan Al- Hikmah As-Sunnah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” . QS. al-Baqarah 2 : 129 12 4. Thahhara ﺮﻬﻃ artinya mensucikan dan membersihkan, seperti fiman- Nya: نﻮ لﺎﺟر ﻪﻴ و ْۚاوﺮﻬﻄﺘﻳ نأ ٱ ﺐﺤﻳ ﷲ ٱ ﻬﻄﻤْﻟ ﻦﻳﺮ Artinya : “Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih” . QS. at-Taubah 9 : 108 5. Akhraja جﺮﺧا artinya mengeluarkan, mengusir, membuang atau meniadakan, seperti firman-Nya : ﻟو ﷲ ﻦﱢ ﻢﻬﺟﺮْﺨ ْاﻮﻨ اء ﻦْﺬﱠﻟ ﻈﻟ ﻰﻟإ ٰﻤ رﻮﻨﻟ Artinya : “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kekafiran kepada cahaya iman” . QS. al-Baqarah 2 : 257 6. Syaraha حﺮﺷ artinya menjelaskan, membuka, meluaskan dan melapangkan, seperti firman-Nya : كرْﺪ ﻚﻟ ْحﺮْﺸ ْﻢﻟأ Artinya : “Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” . QS. al-Insyirah 94 : 1 7. Wadha’a ‘an ﻦﻋ و artinya menghilangkan, mencabutkan dan menurunkan, seperti firman-Nya : ۦ كرْزو ﻚْﻨﻋ ﺎﻨْ وو ﺬﱠﻟ ى كﺮْﻬ ﻘ أ Artinya : “Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu. Yang memberatkan punggungmu” . QS. al-Insyirah 94 : 2-3 8. Ghafara ﺮﻔ artinya menutupi, mengampuni dan memperbaiki, seperti firman-Nya : ﻮ ْﻢ ْﻨآ نٳ ْ ن ﺎ ﷲ ﱠ ْ ﻰ ﻮ ﻢﻜْ و ْﻢﻜ ﻮ ذ ْﻢﻜﻟْﺮﻔْ و ﷲ ﻮﻔ ﷲ ﻢﻴﺣﱠرر Artinya : “ Katakanlah: “Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa- dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. al-Imran 3 : 31 9. Kaffara ﺮﻔآ, artinya menyelubungi, menutupi, mengampuni dan menghapuskan, seperti firman-Nya : و ﻮ ﻤﻋوْا ﻦ اء ﻦ ﺬﱠﻟ ْا ﻮهوﺪﱠﻤ ٰﻰ ﻋ لﱢﺰ ﺎﻤ ْاﻮﻨ اءو ٰ ٰﱠﺼﻟ ْۙﻢ ﱢﱠر ْﻦ ْﻟ ﺄﱢﻴ ْﻢ ْﻨﻋﺮﱠﻔآ ْﻢ ْ أو ْﻢﻬﻟﺎ Artinya : “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman pula kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.” QS. Muhammad 47 : 2 10. Naza’a غﺰ , artinya mencabut, memecat, melepaskan, mengeluarkan dan menjauhkan, seperti firman-Nya : ٰﻮْﺧا ْﻦﱢ ﻢهروﺪ ﻰ ﺎ ﺎﻨْﻋﺰ و ﻦﻴ ٰﻘ رﺮ ٰﻰ ﻋ ﺎ Artinya : “Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap- hadapan di atas dipan-dipan.” QS. al-Hijr 15 : 47 Adapun kata ءﺎﻔﺸ ﻻا yang berasal dari kata ﻰﻔﺷ - ﻰﻔﺸ – ءﺎﻔ , yang artinya menyembuhkan. 1 Seperti yang telah digunakan oleh Muhammad Abdul Aziz al Khalidiy dalam kitabnya “al Istisyfa’ bil Qur’an” نﺁﺮﻘﻟاﺎ ءﺎﻔﺸ ﻻا . Sedangkan, arti penyembuh obat syifa yang terdapat dalam al-Qur’an menunjukkan bahwa al-Qur’an itulah pengobatan dan penyembuhan suatu 1 Ibid, h.782. penyakit, apakah mental, spiritual, moral maupun fisik dengan melalui bimbingan al-Qur’an dan as-Sunnah Nabi saw. Atau secara empirik adalah melalui bimbingan dan pengajaran Allah swt., Malaikat-malaikat-Nya, Nabi dan Rasul- Nya atau ahli waris para Nabi-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya : و ْاﻮﻘﱠ ﷲ ﻢﻜﻤﱢ و ﷲ و ﷲ ﻢﻴ ﻋءْﻰﺷ ﱢ ﻜ Artinya : “Dan bertakwalah kepada Allah swt., dan niscaya Dia akan mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” al-Baqarah, 2 : 282 ﻢﱠﻋ ْﻢ ْ ْﻢﻟﺎ ﻦٰﺴ ْﻻ Artinya : “Dia telah mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahui.” QS. al-‘Alaq, 96 : 5. Adapun arti penyembuh obat syifa yang terdapat dalam al-Qur’an menunjukkan bahwa al-Qur’an itulah pengobatan dan penyembuhan bagi siapa saja yang meyakininya. Dalam hal itu al-Qur’an sebagai penyembuh dibagi 2 dua bagian:

1. Bersifat Umum

Seluruh isi al-Qur’an secara maknawi, surat-surat, ayat-ayat, maupun huruf-hurufnya adalah memiliki potensi penyembuh atau obat, sebagaimana firman-Nya : ﺎ ﺄٰ ﻋْﻮﱠ ﻢﻜْ ءﺎﺧْﺪ سﺎﱠﻨﻟ ﺔ ﻢْﺣرو ْﻢﻜﱢﱠر ﻦﱢ ﺔ ﻮﻤْﱢﻟ ﻦﻴﻨ ْء Artinya : “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu suatu pelajaran dari Tuhanmu, dan penyembuh terhadap penyakit yang ada di dalam dada, dan petunjuk serta rahmat untuk orang-orang yang beriman.” QS. Yunus 10:57.

2. Bersifat Khusus

Yakni bukan seluruh al-Qur’an, melainkan hanya sebagian, bahwa ada dari ayat-ayat atau surat-surat dapat menjadi obat atau penyembuh terhadap suatu penyakit secara spesifik bagi orang-orang yang beriman dan meyakini akan kekuasaan Allah swt, sebagaimana firman-Nya : ﻦ لﱢﺰﻨ و ﻮﻤْﱢﻟﺔﻤْﺣرو ءﺎﻔﺷ ﻮهﺎ ناءْﺮﻘْﻟ ﻦْﻴﻨ ْء ۙ Artinya : “Dan kami menurunkan sebagian dari al-Qur’an sebagai obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. QS. al-Isra 17:82. Kekhususan-kekhususan itu dapat dilihat dalam beberapa ayat yang memiliki kekhususan pula, seperti :

a. Asmaul Husna

ﻪﱠﻟ و ءﺎﻤْ ﺎ عْدﺎ ٰﻰﻨْﺴ ْﻟ Artinya : “Dan Allah memilki nama-nama yang baik, maka berdo’alah kepada-Nya dengan menggunakan nama-nama asmâ-ul husna itu.” QS. al A’râf 7:180. Rasulullah saw., bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra., 2 ا ﱠن ﻟاﱠ ﻪ ْﺴ ﺔ و ْﺴ ْﻴ ﻦ ا ْﻤ ﺎ. ﺎة ا ﱠﻻ و ﺣا ﺪا . ْﻦ ا ْﺣ ٰﺼ ﺎ د ﺧ ْﻟا ﱠﻨﺔ . اﱠ ﻪ ْو ﺮ ْاﻟ ْﻮ ﺮ Artinya : “Sesungguhnya Allah swt., mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa yang telah menghafalnya; maka dia akan masuk surga. Sesungguhnya Allah swt., itu ganjil, dan menyenangi yang ganjil”.

b. Kalimat “basmalah”

2 Syeikh Muhyiddin al-Zakaria Yahya dan Syaraf an-Nawawi, al Adzkar, Terjemahan Drs.M.Tarsi Alwi, PT.al Ma’arif, Bandung, 1984,.h. 231-232. ﻪﱠا , ﻪﱠاو ﻦٰﻤْﻴ ْﻦ , ﻢْﺴ ﷲ ﻦٰﻤْﺣ ﱠﺮﻟ ﺣﱠﺮﻟ ﻢﻴ Artinya : “Sesungguhnya ayat itu berasal dari Sulaiman, dan isinya adalah “dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. QS. an-Naml, 27:30. Rasulullah saw., menyatakan, “Apabila seseorang ingin memulai suatu pekerjaan; maka hendaklah ia memulainya dengan membaca kalimat “basmalah” agar selama melakukan pekerjaan itu senantiasa di dalam bimbingan rahmat Allah swt. Dan Ibnu Mas’ud telah menyatakan, bahwa barangsiapa ingin agar Allah swt., menyelamatkan dirinya dari malaikat Jabaniyah yang berjumlah sembilan belas, maka hendaknya ia memperbanyak membaca sembilan kali huruf, setiap huruf dapat menyelamatkan dari salah serang mereka; dan barangsiapa yang telah memperbanyak menyebut sembilan belas huruf itu basmalah maka Allah akan melimpahkan kehormatan di alam ‘uluwi alam yang tinggi dan alam sufliy alam yang rendah, dan dengan kalimat basmalah itu telah berdiri kokoh Raja Sulaiman bin Daud as. 3

c. Surat al-Fatihah

ﺎ ﺔ ْﻟا ﻜ بﺎ ﺷ ﻔ ءﺎ ْﻦ آ ﱢ ﻤ ﺪ ءا ا ﱠﻻ ﺎ ﺔ ْﻟا ﻜ بﺎ ﺷ ﻔ ءﺎ ﻦ ْﻟا Artinya : “Rasulullah saw., menyatakan, pembuka kitab surat al-Fatihah merupakan obat untuk semua penyakit, kecuali yang beracun dan racun kematian.” HR. Baihaqi dari Jabir, ra. 4

d. Beberapa surat yang lain

3 Muhammad Abdul ‘Aziz al-Khalidy, op.cit., h.102. 4 Ibid., h.104. Rasulullah saw. menyatakan, barangsiapa yang telah membaca dua ayat yang terakhir dari surat al-Baqarah pada waktu malam hari niscaya keduanya mematikannya; membaca ayat kursi menjauhkan diri dari syetan hingga pagi hari; membaca surat al-Kahfi dapat mendatangkan kebahagian. 5

B. Macam-macam Penyakit

Sasaran atau obyek yang menjadi fokus penyembuhan, perawatan dan pengobatan dari syifa ini adalah seorang manusia insan secara utuh, yakni yang berkaitan atau menyangkut dengan gangguan pada : 1. Mental, yaitu yang berhubungan dengan fikiran, akal, ingatan atau proses yang berasosiasi dengan fikiran, akal dan ingatan 6 Seperti mudah lupa, malas berfikir, tidak mampu berkonsenterasi, picik, tidak dapat mengambil suatu keputusan dengan baik dan benar, bahkan tidak memiliki kemampuan membedakan antara halal dan haram, yang bermanfaat dan yang bermudharat serta antara yang hak dan yang batil. Sebagaimana firman Allah swt. : نوﺮ ْﺄ أ نﻮ ْ ْﻢ ْأو ْﻢﻜﺴﻔْأ نْﻮﺴْﻨ و ﱢﺮ ْﻟﺎ سﺎﱠﻨﻟ ٰ ﻜْﻟ أ نﻮ ﻘْ . Artinya : “Mengapa kamu menyeru orang lain berbuat kebaikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu senantiasa membaca al-Kitab, apakah kamu tidak berakal berfikir” . QS.al-Baqarah 2:44. Gangguan kesehatan mental dapat memperngaruhi : 5 Imam Bukhari, Shahih Bukhari 2, Dâr al-Thibi, Beirut, 1994. h.231-232. 6 C.P.Chaplin, op.cit., h.296. a. Perasaan; misalnya cemas, takut, iri-dengki, sedih tak beralasan, marah oleh hal-hal remeh, bimbang, merasa diri rendah, sombong, tertekan frustasi, pesimis, putus asa, apatis dan sebagainya. b. Pikiran; kemampuan berfikir berkurang, sukar memusatkan perhatian, mudah lupa, tidak dapat melanjutkan rencana yang telah dibuat. c. Kelakuan; nakal, pendusta, menganiaya diri atau orang lain, menyakiti badan orang atau hatinya dan berbagai kelakuan menyimpang lainnya. d. Kesehatan tubuh; penyakit jasmani yang tidak disebabkan oleh gangguan pada jasmani. Bagi manusia yang memiliki mental yang lemah bahkan mungkin kotor dan bernajis, apakah mungkin ia dapat berfikir dan menerangkan semua dari ayat-ayat-Nya yang menerangkan tentang berbagai rahasia dan hikmahnya yang dalam dan tinggi? Seperti firman-Nya : ﻦﻋ ﻚ ﻮ ْﺴ ْﻟ و ﺮْﻤﺨ ﺮﺴْﻴﻤْﻟ ﺎﻤﻬ ْﻔﱠ ْﻦ ﺮ ْآأ ﺎﻤﻬﻤْاو سﺎﱠﻨ ﻟ ﻔٰﻨ وﺮﻴ آ ﻢْاﺎﻤﻬﻴ ْ و نﻮﻘﻔﻨ اذﺎ ﻚ ﻮ ْﺴ ﻮْﻔ ْﻟ ﻦﱢﻴ ﻚﻟ ٰﺬآ ﻢﻜﻟ ﷲ نوﺮﱠﻜﻔ ْﻢﻜﱠ ﻟ ٰ . Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan perjudian, katakanlah, dalam keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, sedangkan dosa dari keduanya lebih besar ketimbang manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, yang lebih dari keperluan. Demikian itulah Allah swt; selalu menerangkan kepada kamu ayat- ayat tersebut, agar kamu dapat menerangkannya”. QS.al-Baqarah 2:219. 2. Spiritual, yaitu yang berhubungan dengan masalah ruh, semangat atau jiwa, religus, yang berhubungan dengan agama, keimanan, keshalehan dan menyangkut nilai-nilai Transendental. 7 Seperti syirik menduakan Allah, nifaq, fasiq dan kufur; lemah keyakinan dan tertutup atau terhijabnya alam ruh, alam malakut dan alam ghaib; semua itu akibat dari kedurhakaan dan pengingkaran kepada Allah swt.sebagaimana dalam firman-Nya : ﱠنا ﻪ كﺮْﺸ نأﺮﻔْ ﻻ ﷲ و ، ءﺎﺸ ﻦﻤﻟ ﻚﻟٰذ نودﺎ ﺮﻔ ﺪﻘ ﷲﺎ ْكﺮْﺸ ﻦ و ﺎﻤﻴﻈﻋ ﺎﻤْا ٰىﺮ ْ . Artinya : “Sesungguhnya Allah swt akan mengampuni seseorang yang berbuat syirik menduakan kepada-Nya, dan Dia akan mengampuni selain dari perbuatan syirik kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa berbuat syirik kepada Allah swt; maka benar-benar ia telah berbuat dosa besar.” QS.an Nissa’ 4:48 ﻢه ﻢﻬﱠا أ ﻦﻜٰﻟو ءﺎﻬﻔﺴﻟ ْ ﱠﻻ نﻮﻤ . Artinya : “Ketahuilah, sesungguhnya mereka orang-orang munafiq itu adalah orang-orang bodoh, akan tetapi mereka tidak mengetahuinya ”. al-Baqarah 2:13 نﻮﻬﻤْ ْﻢﻬﻨٰﻴْ ﻃ ﻰ ْﻢهﺪﻤ و ْﻢ ءىﺰ ْﺴ ﷲ . Artinya : “Allah swt; akan mengolok-olok mereka orang-orang munafik dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka”. QS.al-Baqarah, 2:15. Allah swt; telah menerangkan dengan jelas bahwa kemunafikan merupakan penyakit spiritual yang sangat berbahaya. Dari ayat-ayat di atas dapat diambil pelajaran, bahwasanya konsekwensi dan akibat dari penyakit itu adalah kotor dan najis bathiniyah, sehingga Allah swt; akan menimpakan kepada mereka akan kehinaan-kehinaan, antara lain : 7 Ibid., h.480. a. Mendapatkan dua bentuk siksaan, siksaan lahir dan bathin, di dunia hingga di akhirat. b. Dilaknat-Nya dan dimasukkan ke dalam neraka jahanam. c. Dilupakan dan diabaikan oleh Allah swt. d. Bathinnya penuh dengan kotoran dan najis bahkan penyakit itu terus bertambah-tambah sebelum ia melakukan pertobatan yang sesungguhnya. e. Dicap sebagai orang-orang yang bodoh. f. Mereka selalu diperolok-olok dan dicampakkan, serta diombang- ambingkan dalam kesesatan mereka tanpa mereka sadari. Nifaq adalah perbuatannya; sedangkan munafiq adalah orang yang secara lahiriyah ia mengaku sebagai orang muslim sedangkan kondisi bathinnya ingkar. Walaupun ia mampakkan kemuslimannya dengan melakukan shalat, puasa dan perbuatan ibadah lainnya, namun sifat nifaq itu tidak atau belum terlepas dari dirinya, selama sifat-sifat tidak jujur, khianat dan ingkar janji itu belum hilang dari dalam dirinya. Penyakit bathiniyah atau spiritual ini sangat sulit untuk disembuhkan atau diobati; karena ia sangat tersembunyi di dalam diri setiap orang. Oleh karena itu, tanpa ada pertolongan dan petunjuk serta bimbingan dari Allah swt., Rasul-Nya Muhammad saw., Malaikat Jibril dan hamba-hamba-Nya yang hak, maka penyakit itu tidak akan pernah dapat disembuhkan dengan mudah. Demikian pula penyakit bathiniyah yang lain seperti fasiq, yaitu sifat atau sikap menganggap enteng hukum-hukum dan hak-hak Allah swt. Suka menunda-nunda untuk melakukan perbuatan-perbuatan kebenaran dan kebaikan. Menganggap enteng perkara-perkara yang berhubungan dengan akhlak atau moral.Sehingga; tidak dapat melihat kebenaran Ketuhanan, tidak dapat mendengar kebenaran dengan kebenaran Ketuhanan dan tidak dapat mengatakan kebenaran dengan kebenaran Ketuhanan. Hal itu, disebabkan karena fitrah-fitrah yang menghiasi hati nurani dan inderawinya tertutup dan terbelenggu dengan kotoran-kotoran dan najis-najis bathiniyah;seperti terdapat dalam firman-Nya : ﻢ نﻮ ﺟْﺮ ﻻ ْﻢﻬ ْﻤﻋ ﻢْﻜ . Artinya : “Mereka orang-orang munafik itu tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak akan kembali ke jalan yang benar”. QS.al-Baqarah 2:18. ﻢ نﻮ ﻘْ ﻻ ْﻢﻬ ْﻤﻋ ﻢْﻜ . Artinya : “Mereka orang-orang kafir itu tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak mengerti berpikir dengan benar”. QS.al-Baqarah 2:171. 3. Moral akhlak, yaitu suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian; 8 atau sikap mental atau watak yang terjabarkan dalam bentuk : berfikir,berbicara,bertingkah laku dan sebagainya, sebagi ekspresi jiwa 9 . 8 Ensilopedi Islam, h.102. 9 Shodiq, Shalahuddin Chaery, Kamus Istilah Agung , 1983,CV.Slentarama, Jakarta, h.20. Islam memberikan paradigma moral dengan al-Qur’an dan as- Sunnah. Nabi Muhammad saw. adalah seorang manusia jujur yang telah membawa pesan-pesan moral secara aplikatif dan kongkrit di dalam kehidupan sehari-hari, baik moral atau akhlak dihadapan Rabnya, sesama makhluknya maupun dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Moral, akhlak atau tingkah laku merupakan ekspresi dari kondisi mental dan spiritual. Ia muncul dan hadir secara spontan dan otmatis, dan tidak dapat dibuat-buat atau direkayasa. Perbuatan dan tingkah laku itu kadang-kadang sering tidak disadari oleh subyek, bahwa perbuatan dan tingkah lakunya menyimpang dari norma-norma agama Islam dan akhirnya dapat membahayakan dirinya dan orang lain. Seperti liar, pemarah, sembrono, dengki, dendam, suka mengambil hak milik orang lain, berprasangka buruk, pemalas, mudah putus asa dan sebagainya. Dalam ajaran Islam sikap dan tingkah laku seperti itu merupakan perbuatan yang tercela dan dimurkai oleh Allah swt.dan beserta Rasul- Nya. Untuk menyembuhkan penyakit-penyakit itulah Rasulullah saw. segera langsung diutus oleh Allah swt. untuk ke dunia ini. Perkataan, perbuatan, sikap dan gerak-geriknya merupakan sebagai suatu keteladanan dan contoh yang baik dan benar bagi diri seorang manusia. Oleh karena, itulah Allah swt. berfirman : ﻟ لﻮ ر ﻰ ْﻢﻜﻟ نﺎآ ْﺪﻘ ﻮْ أ ﷲ ْاﻮﺟْﺮ نﺎآ ﻦﻤﱢﻟ ﺔﻨﺴﺣ ة و ﷲ مْﻮﻴْﻟ ﺮآذوﺮﺧءْﻻ اﺮ آ ﷲ . Artinya : “Sesungguhnya benar-benar telah terdapat pada diri Rasulullah saw. Itu ketauladanan yang baik bagimu, bagi barangsiapa yang senantiasa mengharap Allah swt. dan Hari Akhir, sedangkan dia telah banyak mengingat Allah swt” . QS. al-Ahzab 33:21. ﻢﻴﻈﻋ ﺧ ٰ ﻟ ﻚﱠاو . Artinya : “Dan sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar memilki tingkah laku yang agung”. QS. al-Qalam 68:4. 4. Fisik Jasmaniyah. Penyakit ini bisa dilihat secara fisik atau non fisik, yaitu : Pertama , sakit secara fisik, dapat disebabkan oleh suatu hal yang sifatnya kronologis, seperti sakit flu dan pilek disebabkan oeh udara dan cuaca yang buruk serta makanan. Kedua, sakit secara non fisik, yang disebabkan karena accident atau suatu kejadian bisa dilihat dari kecelakaan atau bencana alam. Atau dapat disebabkan seperti halnya kecemasan, depresi atau stress. Kecemasan muncul dari rasa khawatir, takut, gelisah, cemas dan tidak bisa tidur. Rasa cemas itu selalu berorientasi pada masa depan. Adapun depresi menyangkut pada keluhan dan penyesalan. Tetapi sakit pada umumnya disebabkan oleh gangguan fisik. Kondisi-kondisi fisik yang tidak sehat, seperti terkena stroke, sakit jantung dan liver juga bisa dapat mempengaruhi kejiwaan seseorang. Namun, kondisi kejiwaan juga bisa memperngaruhi kondisi badan. Badan dan jiwa itu saling memperngaruhi. Perilaku manusia cerminan dari pikiran dan perasaan. Jiwa terdiri dari tiga unsur yaitu alam pikiran, alam perasaan dan perilaku. Hal inilah, mengantar pada kesadaran religius. Agama diturunkan oleh para Nabi untuk memperbaiki akhlak manusia itu meliputi perilaku, perbuatan dan tingkah laku yang merupakan cerminan dari pikiran dan perasaan. 10 Jika dilihat dari kondisinya penyakit dibagi menjadi 2 macam. Pertama, penyakit ringan, yaitu penyakit yang dengan mudah dapat segera disembuhkan, seperti influenza, tifus dan lain-lain. Kedua, penyakit berat, yaitu penyakit yang membutuhkan waktu lama penyembuhannya atau bahkan sama sekali tidak dapat disembuhkan. Seperti; stroke, yang menyebabkan lumpuh sebelah, kanker stadium lanjut atau AIDS. Kemudian, seberapa jauh faktor-faktor penyakit fisik dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseoarang? kita ambil sebuah contoh, seorang eksekutif muda dengan badan yang sehat, olahraga tidak pernah lalai, makanannya teratur dan sebagainya. Tetapi dia bekerja sangat berlebihan, melampui batas kemampuan manusia normal, dan kurang istirahat. Akibatnya dia terkena stroke dan lumpuh sebelah. Stroke adalah keadaan ketika fungsi otak terganggu karena adanya gangguan sirkulasi darah di otak. Akibatnya tubuh yang tadinya energik menjadi invalid, tidak bisa mengerjakan apa-apa. Berbaring di Rumah Sakit berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Dari suatu keadaan yang merdeka penuh menjadi tidak berdaya apa-apa. Lalu timbullah problem pasca-stroke. Ketika krisis strokenya mulai dapat diatasi, dia akan 10 Sakit Menguatkan Iman, h.50. mengalami gangguan kejiwaan karena ketidaksiapannya menghadapi kondisi yang seolah-olah menjadikannya terbelenggu. Oleh karena itu, dalam mengatasi keadaan ini ternyata kajian syifa ini sangatlah diperlukan dan juga, sangat berguna bagi kehidupan saat sekarang ini. Tetapi, adakalanya sering dilakukan secara kombinasi dengan melalui terapi medis atau melalui kedokteran pada umumnya. Seperti lumpuh, penyakit jantung, lever, buta dan sebagainya. Sebagimana penulis sering memperoleh pengalaman seperti itu. Suatu ketika ada seorang ibu datang kepada saya dan menceritakan perihal penyakit putranya yang berusia dua setengah tahun. Di bagian leher putranya terkena suatu penyakit kulit yang sungguh menyedihkan bagi siapa saja yang menyaksikannya. Hampir sepanjang hari ia menangis karena terasa gatal, panas dan pedih. Kurang lebih 1 bulan penulis melakukan syifa ini dengan memberikan sebuah air putih, tentu saja setelah air itu penulis bacakan ayat-ayat Allah swt; serta ayat al-syifa tersebut, serta memasukkan energi dzikir kedalam tubuh anak itu, dengan tujuan agar bakteri dan kuman- kuman yang telah menyebabkan sakit itu agar segera dapat keluar dan hilang. Alhamdulillah berkat pertolongan-Nya, lalu, anak itu segera mendapatkan kesembuhan secara total dan seperti tidak pernah terjadi apa- apa. Padahal sebelumnya kedua orang tuanya berulangkali berobat ke dokter dan rumah sakit dengan berganti-ganti dokter. Sejalan dengan ucapan Nabi Muhammad saw : مﺮﻬﻟا ﺪﺣاو ءاد ﺮﻴ ءاود ﻪﻟ و ﻻا ءاد ﻢﻟ ﻰﻟﺎ ﷲا نﺎ اوواﺪ Artinya : “Berobatlah kalian, maka sesungguhnya Allah swt; tidak mendatangkan suatu penyakit, kecuali mendatangkan juga obatnya, kecuali penyakit tua”. H.R.at-Tarmidzi

C. Pandangan Para Ulama Tafsir Tentang Syifa

Perkataan ulama disini adalah bahwa orang-orang yang telah ahli dan menguasai ilmu yang haq ad-dien, baik pemahamannya, pengamalannya dan pengalamannya. Ulama ialah seorang hamba Allah swt., yang sangat takut dan taat kepada- Nya; ia memiliki potensi kenabiaan yang telah Allah swt. anugerahkan kepadanya sebagai ahi waris para Nabi-Nya. Dengan potensi itulah ia mampu dan mahir untuk menjalankan, meneruskan, mengembangkan dan memelihara esensi ajaran keimanan, keislaman, keihsanan dan ketauhidan secara baik, utuh dan sempurna. Ditangannyalah tergenggam ruh-ruh dan rahasia-rahasia esensi ilmu dan pengetahuan, baik yang terhampar di langit maupun di bumi, baik di dunia hingga akhirat. Di dalam dirinyalah tersimpan sifat-sifat dan karekter kenabian dan kerasulan. ﻰﺸْﺨ ﺎﻤﱠا دﺎ ﻋ ْﻦ ﷲ اﺆٰﻤ ْﻟ Artinya : “Sesungguhnya yang senantiasa takut kepada Allah swt. diantara hamba-Ku adalah ulama” . Q.S. Fathir 35:28 Sebagaimana Sabda Rasulullah saw.: ءﺎﻴ ْﻻْا ﺔ رو ءﺎﻤ ْﻟا اد ﻮ ا اور ءادرد ﻰ ا ﻦﻋ ﻪﺟﺎ ﻦ او ى مﺮ ﻟاو دو Artinya : “Ulama itu adalah ahli waris para nabi”. HR.Abu Daud, at- Turmudzi dan Ibn.Mazah dari Abu Darda RA. Tugas dan tanggungjawab seorang manusia sebagai khalifatullah ada dua macam: Pertama : Tugas dan tanggungjawab Uluhiyah; yaitu yang berhubungan dengan Tuhan-Nya; yakni: a. Memimpin dirinya sendiri, keluarganya, lingkungan dan alam untuk bersujud kepada-Nya, bertasbih, bertahmid, bertahlil dan bertakbir; b. Mendidik dirinya sendiri, keluarganya, lingkungan alam dengan baik dan benar, agar supaya menjadi sumber rahmat, ilham, hidayah dan bukan sebaliknya menjadi sumber laknat, tipu daya, kesesatan dan kehancuran; c. Menyembuhkan dirinya sendiri, keluarganya, lingkungan dan alam dari penyakit yang dapat menghancurkan mental, spiritual dan moral Ilahiyah; d. Merawat, menjaga dan mengawasi diri, keluarga, lingkungan dan alam dari gangguan, bisikan, rongrongan serta tipu daya syetan, jin dan iblis baik dalam bentuk rupa aslinya, maupun berupa jelmaan sebagai manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda. Kedua : Tugas dan tanggungjawab Rububiyah; yaitu yang berhubungan dengan mahluk-Nya; yakni: a. Memimpin dirinya, keluarganya, lingkungannya dan alam agar dapat mengembangkan kehidupan yang hidup, bermusyawarah, bermufakat, saling mendatangkan manfaat dan kesimbangan. b. Mendidik dirinya, keluarganya, lingkungan dan alam secara proporsional dan profesional sehingga semuanya akan menjadi sumber energi kehidupan yang potensial di manapun dan kapanpun. c. Menyembuhkan dan mencari solusi bagi dirinya sendiri, keluarganya, lingkungan alam dari berbagai problema dalam berkehidupan bersamanya baik yang telah, sedang atau yang akan datang, sehingga ekosistem kehidupan akan senantiasa terpelihara dengan baik, benar, indah dan harmonis. d. Melakukan pengawasan, penjagaan dan perawatan dari penyimpangan- penyimpangan dan gangguan terhadap ekosistem kehidupan yang terjadi pada semua aspek kehidupan antara manusia, alam dan lingkungannya. Akibat lemahnya masalah ini dan tidak ada atau berkurangnya kesadaran manusia, maka secara pasti kehancuran demi kehancuran akan datang kehadapan mereka semua. Pada hakekatnya; Allah-lah Yang Maha Penyembuh, Maha obat dan Maha Penyehat. Dan prosesnya adakalanya Dia langsung secara pribadi, adakalanya diutusnya seorang malaikat-Nya, atau Nabi-Nya atau ahli waris Nabi-Nya. Mereka itu adalah sebagai berikut : 1. Syekh Ibnu al-Qayyim al Jauziyah dalam kitabnya اوﺪﻟا ءاﺪﻟا, beliau menceritakan suatu pengalamannya : “Ketika saya bermukim di kota Mekkah beberapa waktu saya pernah terkena suatu penyakit, dan saya pun telah berupaya untuk menemukan seorang dokter maupun obat, namun tidak seorangpun dokter dan satu obatpun saya temukan. Akhirnya, saya mencoba 2. Ibnul Haj; menerangkan dalam kitabnya al-Madkhal, yaitu sebagai berikut : “Tidak mengapa melakukan pengobatan dengan Nasyrah, yaitu; melunturkan suatu tulisan ayat-ayat al-Qur’an yang dituliskan di atas kertas atau bejana dengan sebuah air, dan kemudian lansungkanlah meminumkan sebuah air itu tersebut”. 3. Syeikh Imam Abilqasim al-Qusyairi yamg menerangkan; bahwa suatu waktu anaknya yang sedang mengalami sakit yang mengkhawatirkan, sehingga; beliau merasa berputus asa. Kemudian, dalam tidurnya beliau langsung bermimpi bertemu dengan Rasulullah saw; dan lalu kemudian, beliau bertanya, apakah ada suatu obat penyakit yang telah diderita oleh seorang anaknya. Kemudian, Rasulullah saw; berkata : “Apakah engkau tidak mengetahui sebuah ayat al-Syifa ayat-ayat penyembuh?” itu tersebut di atas. 4. Abil Qasim al-Qusyairi selanjutnya menerangkan : “Tatkala aku bangun dari tidurku, maka kubuka al-Qur’an dan kuperhatikan. Maka terdapat Ayat al- Syifa yaitu ayat-ayat yang telah tercantum di atas. Kemudian, segera kutulis di atas kertas; dan lalu kemudian, kuberikan minuman air tersebut kepada anakku”. Tidak beberapa lama anak yang sedang mengalami kesakitan itu Ibnul Qa yyi al - Jauziyah , ءاوﺪﻟاو ءاﺪﻟا h.21. tersebut; lalu, berangsur sembuh dan akhirnya, maka ia telah langsung mendapatkan kesembuhan secara benar-benar. 12

D. Syarat-syarat Ulama Billah

Adapun Syarat-syarat utama yang harus dimiliki oleh seorang Ulama Billah; adalah sebagai berikut : 1. Adanya hubungan spiritual yang sangat dekat dengan Rabb-nya, yang hal itu diperoleh melalui ketaatannya untuk melaksanakan suatu perintahnya dan serta, menjauhi larangannya. 2. Adanya kualitas moral atau akhlak Islamiyah yan baik dan benar secara otomatis dari nurani bukan karena rekayasa dan tuntutan profesionalisme. 3. Adanya pendidikan yang cukup dan menguasai teori-teori syifa dan psikoterapi Islam maupun umum. 4. Adanya keahlian dan ketrampilan dalam melakukan proses syifa dan terapi dengan metode ilmiah, propetik kenabian maupun normatif al-Qur’an dan as-Sunnah.

E. Tata cara Melakukan Pengobatan atau Penyembuhan

12 Ustadz Mahmud Sami, al-Mukhtasar Fî Ma’âni Asmâ Illâhil Husnâ; h.82. Fungsi dan tujuan yang lain dari pembacaan ayat-ayat al-Qur’an dan ayat al-Syifa di atas adalah untuk memberikan pengobatan atau penyembuhan terhadap penyakit kejiwaan mental, bahkan dapat juga, untuk penyakit spiritual dan fisik. Adapun, tata cara dalam melakukan pengobatan atau penyembuhan terhadap gangguan penyakit di atas tersebut; ialah dengan menggunakan bacaan ayat-ayat al-Qur’an dan ayat al-syifa itu tersebut. Dapat dilihat pada beberapa contoh berikut ini, antara lain :

1. Penyembuhan Penyakit Lupa Ingatan