Pemberian catatan perbuatan dalam surat al-Insyiqaq (studi komparatif antara tafsir al-misbah dan al-qur'an dan tafsirnya)

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam ( S.Th.I )

:

Oleh:

IZHARUL IRFAN

NIM. 106034001234

JURUSAN TAFSIR HADITS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PEMBERIAN CATATAN PERBUATAN DALAM SURAT AL-INSYIQÂQ (STUDI KOMPARATIF ANTARA TAFSIR AL-MISBÂH DAN AL-QUR’ÂN

DAN TAFSIRNYA)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam ( S.Th.I )

Oleh :

IZHARUL IRFAN NIM. 106034001234

Di bawah Bimbingan :

Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, MA NIP. 19620624200003 1 001

JURUSAN TAFSIR HADITS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Insyiqâq (Studi Komparatif Antara Tafsir al-Misbâh dan al-Qur’ân dan Tafsirnya) telah di ujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Maret 2011.

Skripsi ini telah diterima sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Jurusan Tafsir Hadits.

Jakarta, 22 Juni 2011

SIDANG MUNAQASAH

Ketua, Sekertaris,

Dr. M. Suryadinata, MA Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A NIP. 19600908 198903 1 005 NIP.19711003 199903 2 001

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dr. M. Suryadinata, M.A Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A NIP. 19600908 198903 1 005 NIP.19711003 199903 2 001

Pembimbing,

Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, MA NIP. 19620624200003 1 001


(4)

iv

PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan

B be

T te

Ts te dan es

J Je

H h dengan garis bawah

Kh ka dan ha

D da

Dz De dan zet

R Er

Z Zet

S Es

Sy es dan ye

S es dengan garis bawah

D de dengan garis bawah

T te dengan garis bawah

Z zet dengan garis bawah

„ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

Gh ge dan ha

1 Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat


(5)

v

Q Ki

K Ka

L El

M Em

N En

W We

H Ha

„ Apostrof

Y Ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

___

___ a fathah

______ i kasrah

___

___ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي__َ__ ai a dan i

__َ __


(6)

vi Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

اَــ â a dengan topi di atas

يــ î i dengan topi di atas

وـــ û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân

bukan ad-dîwân. Syaddah (Tashdid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,

demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf tamarbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t)(lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).


(7)

vii

no Kata Arab Alih aksara

1 tarîqah

2 al-jâmî ah al-islâmiyyah

3 wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur tersanjung hanya bagi Allah swt, yang dengan

taufiq-Nya penelitian berjudul “Pemberian Catatan Perbuatan Dalam Surat Al-Insyiqâq (Studi Komparatif Antara Tafsir Al-Misbâh Dan Al-Qur’ân Dan Tafsirnya) ini dapat selesai, demikian juga, salawat serta salam semoga tercurahkan untuk Rasulullah saw.

Sebagai karya tulis yang da’if, terutama di dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, yang kelak ditemukan oleh mereka yang mau menelaah dengan teliti. Segala kesalahan tersebut tak lain adalah bukti keterbatasan penulis di dalam melakukan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini tak luput dari jasa lembaga dan orang-orang tertentu yang telah membantu penulis, baik secara moril maupun materil. Atas segala bantuan tersebut penulis sampaikan banyak terima kasih; khususnya kepada:

1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor), Prof. Dr. Zainun Kamaluddin F.,MA (Dekan Fakultas Ushuluddin), Dr. Bustamin, M.Si (Ketua Jurusan Tafsir-Hadis) dan Dr. Lilik Ummi Kalsum, MA (Sekjur Tafsir-Hadis).

2. Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, MA, selaku pembimbing yang telah banyak membantu, membimbing, dan mengarahkan penulisan skripsi ini.


(9)

ix

4. Yang tercinta Ayahanda Hariagusti Hiyayat dan Ibunda Nanih Sunarni yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan perhatian dengan segenap hati dan yang selalu mendoakan ananda untuk mencapai kesuksesan di masa depan, semoga penulis selalu mendapat ridho mereka dan dapat berbakti kepadanya (Âmîn).

5. Kakak penulis, dan adik-adik penulis yang selalu setia memberi semangat penulis dalam menyelesaikan studi.

6. Teman-teman penulis di mana pun berada khususnya sahabat-sahabat penulis mahasiswa Tafsir-Hadis angkatan 2006/2007, teman-teman KKN Hura-Hura, dan teman-teman Lintasan Kalam.

7. Terakhir, untuk orang yang pernah melihat saya (ra‟ânî yaqazatan kâna am fi

al-manân), bertemu dengan saya (laqiyanî), belajar bersama saya (jâlasanî), tinggal bersama saya (aqâma ma‟î), pernah mendengar suara dan ocehan saya

(sami‟a minnî wa akhaza „annî syai‟an), semua orang yang mau menerima dan memperkenankan saya untuk mengambil hikmah darinya (wa akhaztu „anhu al-hikam wa al-„ulûm), dan semua orang yang hidup semasa dengan saya („asaranî). Ini bukan karena saya yang istimewa, melainkan anda semua lah yang begitu spesial bagi saya. Bolehlah saya berharap dan ber-tafa‟ul kepada nabi agar semua orang yang tersebut di atas menjadi orang yang beruntung, sekali lagi- bukan karena saya, tetapi karena kita dianugerahkan


(10)

x

oleh Allah Swt untuk bisa saling berhubungan. Teriring doa, “ Tûbâ liman ra‟ânî (bifadlih), wa tubâ liman ra‟â man ra‟ânî (bifadlih)”. Atas semua kebaikan tersebut, tidak ada suatu yang dapat penulis sampaikan, kecuali ucapan terima kasih yang tidak terhingga, serta doa; semoga amal kebaikan kita semua diterima dan dibalas oleh Allah Swt. Jazâkumullâh ahsan al-jazâ, Âmîn…..!

Akhirnya hanya kepada Allah jualah, penulis mengharap ridha dan rasa syukur penulis yang tak terhingga. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis. Amin

Jakarta, 22 Juni 2011 Ttd,

Izharul Irfan Yanuarina


(11)

xi

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ………..1

A. Latar Belakang Masalah ………1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………6

C. Tujuan Peneltian ………7

D. Tinjauan Pustaka ………...7

E. Metodologi Penelitian ………...8

F. Sistematika Penulisan ………...9

BAB II PROFIL TAFSIR AL-MISBAH DAN PROFIL AL-QURÂN DAN TAFSIRNYA ..………11

A. Profil Tafsir Al-Misbah ………...11

1. Potret Pendidikan dan Karir Akademis ……….11

2. Karya-karya M. Quraish Shihab ………...15 3. Metode dan Corak penafsiran ………...16

B. Profil al-Qurân dan Tafsirnya ……….23

1. Sejarah Perkembangan Tafsir ……….………..25


(12)

xii

BAB III ANALISA PERBANDINGAN TENTANG PENAFSIRAN

SURAT AL-INSYIQAAQ ………..35

A. Menurut Tafsir al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab ………35

1. Penafsiran ayat 1-5 ………36

2. Penafsiran ayat 6-9 ………39

3. Penafsiran ayat 10-15 ………41

4. Penafsiran ayat 16-19 ………43

5. Penafsiran ayat 20-21 ………48

6. Penafsiran ayat 22-25 ………....49

B. Menurut Al-Qur’ân dan Tafsirnya karya Departemen Agama Republik Indonesia ……….51

1. Penafsiran ayat 1-2 ………54 2. Penafsiran ayat 3-5 ………....55 3. Penafsiran ayat 6 ………...55

4. Penafsiran ayat 7-9 ………56

5. Penafsiran ayat 10-12 ………57

6. Penafsiran ayat 13-14 ………57


(13)

xiii

8. Penafsiran ayat 16-19 ………59

9. Penafsiran ayat 20-25 ………60

C. Sebab-sebab Persamaan dan Perbedaan Penafsiran …...…….61

1. Metode/sistematika penulisan ………...62

2. Pemaknaan Qasam ………62

3. Rincian Penjelasan Penerimaan Buku Amal ……….63

BAB IV PENUTUP ………65

A. Kesimpulan ……….………65

B. Saran-saran ………..66


(14)

1 BAB I

PEMBERIAN CATATAN PERBUATAN DALAM SURAT AL-INSYIQÂQ (STUDI KOMPARATIF ANTARA TAFSIR AL-MISBÂH DAN

AL-QUR’ÂN DAN TAFSIRNYA)

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟ân merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada

Nabi Muhammad SAW. Al-Qur‟ân sebagaimana diyakini oleh umat Islam merupakan kalâm Allah. Dari dulu hingga sekarang umat Islam telah sepakat bahwa al-Qur‟ân adalah kitab Allah yang kekal, tidak terbatas pada dimensi ruang dan waktu dan tidak ada sedikitpun keraguan. Al-Qur‟ân juga diakui sebagai teman berdialog yang sempurna serta diturunkan sebagai gambaran cara yang benar bagi setiap orang serta memberikan jalan keluar dari berbagai kesulitan dan masalah yang muncul dihadapan manusia.1

Bagi kaum Muslim, al-Qur‟ân sebagai kompilasi “Firman Tuhan” tidak merujuk pada sebuah kitab yang diilhami atau dipengaruhi oleh-Nya atau ditulis di bawah bimbingan ruh-Nya. Ia lebih dianggap sebagai kata-kata langsung Tuhan. Ibn Manzur2, penulis Lisân al-‘Arab, merefleksikan pandangan mayoritas pemikir muslim ini ketika mendefinisikan al-Qur‟ân sebagai “Wahyu yang tak

1 Muhammad al-Ghâzali, Berdialog dengan al-Qur’ân; Memahami Kitab Suci dalam

Kehidupan Masa Kini,terjm.Masykur Hakim dan Ubaidillah (Bandung: Mizan,1996), hal. 92

2 Dikutip dari Farid Esack, al-Qur’ân, Liberalisme, Pluralisme: Membebaskan yang


(15)

bisa disamai, perkataan Tuhan yang diwahyukan kepada Malaikat Jibril secara harfiah dan lisan dalam kata-kata bahasa Arab yang paling murni.”3

Salah satu dari fungsi al-Qur‟ân adalah sebagai petunjuk yang universal-eternal. Universal dalam arti berlaku di mana saja, menjangkau seluruh letak geografis dan eternal dalam arti bahwa al-Qur‟ân berlaku kekal abadi untuk selama-lamanya sampai akhir zaman. Ini adalah pandangan teologi umat Islam bahwa al-Qur‟ân cocok untuk setiap waktu dan tempat.

Selain itu, fungsi al-Qur‟ân juga sebagai mukjizat yaitu suatu kejadian luar

biasa dan tidak mustahil, yang terjadi pada Rasul Allah SWT, untuk membuktikan, beliau benar Rasul-Nya dan dengan izin Allah SWT. Hal itu diperlukan, karena setiap Rasul Allah mempunyai mukjizat dan dibutuhkan oleh kaumnya.4 Umpamanya permintaan Raja Fir‟aun Mesir kepada Nabi Musa

Kalimullâh.

يقداَّلا م ك ا ْف ةي ْج ك لاق

Artinya: Fir'aun menjawab: "Jika benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar". (Q.S. Al-A‟râf 7: 106)

Objek kajian penafsiran adalah al-Qur‟ân, kitab suci yang dibawa oleh

Nabi Muhammad untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Tidak diragukan lagi di dalamnya terdapat mukjizat baik dari susunan katanya maupun makna yang dikandungnya.

3 Farid Esack, al-Qur’ân, Liberalisme, Pluralisme: Membebaskan yang Tertindas,

(Bandung: Mizan, 2000) hal. 85

4 Kahar Masyhur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’ân, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992) cet.


(16)

3

Pada saat al-Qur‟ân diturunkan, Rasulullah SAW sendiri sebagai mufasir yang menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya tentang arti dan kandungan

al-Qur‟ân, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dapat dipahami atau yang samar artinya. Keadaan ini berlangsung sampai wafatnya Rasulullah SAW, walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua bisa diketahui akibat tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena Rasulullah sendiri tidak menjelaskan semua kandungan al-Qur‟ân.5

Sesungguhnya kisah yang ada dalam al-Qur‟ân benar-benar nyata dan sebagai peringatan bagi manusia untuk merenungkan kembali dari peristiwa yang agung. Dalam al-Qur‟ân terdapat ayat-ayat tentang kisah Nabi dan umat-umat terdahulu. Bahkan Allah SWT menceritakan kepada Rasulullah SAW, kisah-kisah orang-orang terdahulu dalam al-Qur‟ân dengan firman-Nya:

ًارْك اَدَل م ا ْي آ ْدق قبس ْدق ام ءاب أ ْ م كْي ع ّق كلّك

Artinya: Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (Al Qur'ân) (Q.S. Ta-ha 20: 99) Namun tampaknya masih ada beberapa umat yang masih saja tidak bisa menjadikan kesemuanya sebagai pelajaran berharga, hal ini sesuai dengan gambaran yang termuat dalam firman-Nya:

ه ي ي ه اتك ي أ ْ م اَم ف

,

اًريّي اًاّح ساحي فْ ّف

,

ه ْهأ ىل قْي

اًر رّْم

,

رْ ظ ءار ه اتك ي أ ْ م اَمأ

,

اًر بث عْدي فْ ّف

,

اًريعس ى ّْي


(17)

Artinya: Adapun orang yang diberi kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak:

“Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (Neraka). (Q.S. al-Insyiqaaq 84: 7-12)

Melihat ayat di atas yang erat kaitannya dengan kematian yang merupakan bentuk kiamat kecil atau tempat kembali pertama (al-ma’âd al-awwal), dan setiap manusia pasti akan mengalaminya, setelah menikmati hidupnya di alam dunia ini. Kematian bukanlah kefanaan dan ketiadaan. Akan tetapi ia adalah pergantian keadaan, dan perpindahan dari suatu alam ke alam yang lain.6

Dalam keadaan seperti itu maka sudah menjadi sunnatullâh bahwa kematian adalah suatu keharusan setelah bergelimang dalam kehidupan di alam fana ini. Kematian juga merupakan awal menuju pengadilan yang hakiki, di tangan Hakim Yang Maha Adil. Sungguh bahagia orang yang mendapat kenikmatan pada kematiannya, sebaliknya sungguh celaka orang yang mendapat kesengsaraan setelah kehidupan ini. Dan ini seperti ayat yang telah penulis paparkan di atas.

Berdasarkan keterangan di atas, penulis merasa tertarik untuk mendalami tentang alasan atau sebab musabab mengapa hal demikian dapat terjadi. Adapun yang dijadikan objek ialah Q.S. al-Insyiqâq yang berkenaan dengan pemberian catatan perbuatan manusia berdasarkan pekerjaannya di dunia.

6 Anis Masykur, Menyingkap Tabir Kematian, (Jakarta: CV. Sukses Bersama, 2006), hal.


(18)

5

Kajian ini ini juga didasari atas hadis Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Siti „Aisyah bahwa beliau pernah mendengar Rasul , di solatnya ia mengatakan agar dipermudah penghisabannya:

دْبع ْ ْ ح ْ دحا ْلا دْبع ي ثَدح لاق قاحْس ْ دَ حم ا ثَدح يعا ْس ا ثَدح

ْ لاق ةشئاع ْ عرْي لا ْ هَلا دْبع ْ داَبع ْ عرْي لا ْ هَلا

ه ا ص ضْع يف ل قي مَس هْي ع هَلا ىَص َيبَلا ْع س

"

اًاّح ي ْبساح َم َلا

اًريّي

"

ه اتك يف رظْي ْ أ لاق ريّيْلا اّحْلا ام هَلا َيب اي ْق فرّْا اَ ف

مْ ْلا يّي ام ك ك ه ةشئاع اي ّ مْ ي اّحْلا شق ْ م هَ هْع اجتيف

هك ش ةكْ َشلا ىَتح هْع ه َ ج َ ع هَلا رِفّي

Selanjutnya, penulis juga tertarik untuk membuat kajian analisa perbandingan terhadap Tafsir Al-Misbâh yang dikarang oleh M. Quraish Shihab dan al-Qur’ân dan Tafsirnya yang disusun oleh departemen agama. Dalam Analisa perbandingan kedua tafsir ini, penulis akan mengetahui tentang metode penafsiran, teknik penafsiran, corak pemikiran penafsir dan hal-hal yang berkait dengan karya kedua tafsir tersebut. Penulis juga bisa mengetahui apakah tafsir mereka terpengaruh dengan pemikiran mufassir. Karena keduanya ini mempunyai kecenderungan atau keistimewaan masing-masing sekalipun masih ada keterkaitan di antaranya.

Alasan penulis memilih M. Quraish Shihab adalah karena Tafsir al-Misbâh adalah kitab tafsir yang sangat representatif dalam dunia tafsir


(19)

kontemporer, memiliki berbagai macam disiplin ilmu serta jangkauan pemahaman yang dinamis dan lebih komprehensif. Sedangkan tafsir al-Misbâh itu sendiri menggunakan metode gabungan antara metode tahlili dan metode maudu’i 7. Sedangkan alasan penulis mengambil al-Qur’ân dan Tafsirnya ialah karena penyusunnya yang merupakan pakar-pakar tafsir di Indonesia dan sudah terbukti

sepak terjangnya dalam dunia Islam masa kini.

Melihat latar belakang permasalahan di atas, maka penulis mencoba untuk membahasnya dalam sebuah kajian skripsi yang berjudul “PEMBERIAN CATATAN PERBUATAN DALAM SURAT AL-INSYIQÂQ (STUDI KOMPARATIF ANTARA TAFSIR AL-MISBÂH DAN AL-QUR’ÂN DAN TAFSIRNYA”)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Sekalipun banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan tentang yaumul hisâb, namun dalam mengurai skripsi ini penulis hanya membahas gambaran pemberian kitab dari sebelah kanan dan kiri dalam surat al-Insyiqâq. Mengenai penafsirannya penulis hanya mengambil penafsiran dari Tafsir al-Misbâh dan al-Qur’ân dan Tafsirnya.

Adapun perumusan masalah yang ingin penulis angkat adalah “Apa persamaan dan perbedaan mengenai penafsiran pemberian catatan perbuatan dalam surah al-Insyiqâq menurut Tafsir al-Misbâh dan Al-Qur’ân dan Tafsirnya?”.

7 Hamdani Anwar, Telaah kritis terhadap tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab; dalam


(20)

7

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang ada, maka hal yang diharapkan menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Dapat menjadi bahan wacana terhadap pengembangan khazanah keilmuan dibidang tafsir, juga dapat memahami kajian dalam Tafsir Al-Misbâh dan

al-Qur’ân dan Tafsirnya mengenai pemberian catatan perbuatan dalam surah al-Insyiqâq.

2. Untuk memenuhi tugas akademik yang merupakan syarat dalam menyelesaikan studi untuk mendapatkan gelar sarjana Strata ( S ) I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjauan Pustaka

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan, belum ada penelitian khusus tentang masalah ini baik dalam bentuk buku, jurnal ataupun skripsi. Namun dalam bab II Setijadi Rahardjo (Tafsir Hadis 2007) dengan judul Kesaksian Anggota Tubuh Pada Yaum al-Hisâb Menurut al-Qur’an dalam skripsi ini dikatakan bahwa nanti setiap manusia di akhirat kelak akan mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannya yang mereka lakukan selama di dunia dan mereka akan melihat apa yang telah diperjuangkan dan apa tujuan sesungguhnya dari kehidupan ini. Karena kelak, di yaum al-Hisâb manusia akan ditimbang amal perbuatannnya.

Kemudian Imam Al-Qurthubi dalam bukunya at-tadzkirah fî ahwâli al-mautâ wa umûri al-âkhirah yang sudah diterjemahkan oleh Abdur Rosyad Shiddiq dengan judul Rahasia Kematian, Alam Akhirat dan Kiamat dalam Bab


(21)

ke-92, menyatakan bahwa nanti di akhirat orang-orang yang mendapatkan kitab dari sebelah kanan akan dipanggil dengan namanya dan nama ayahnya. Ia maju untuk menghadap Allah. Ketika sudah dekat, dikeluarkanlah kitabnya berwarna putih dengan tulisan serba putih pula. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, ia harus menurunkan pundaknya yang sebelah kiri lalu tangan menerimanya dari belakang. Dengan kata lain, ia harus berpaling ke belakang ketika harus membacanya.

E. Metodologi Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan ( Library research ) yaitu mencari dan mengumpulkan data-data, dalam mengumpulkan data-data penulis menggunakan berbagai macam literatur yang relevan dan menelaah dengan pokok masalah yang dibahas. Adapun buku yang menjadi rujukan utama / sumber primer dalam penulisan skripsi ini antara lain Tafsir Al-Misbâh karya M. Quraish Shihab dan al-Qur’ân dan Tafsirnya

karya Departemen Agama Republik Indonesia.

Penulis juga melakukan pembahasan skripsi ini secara telaah studi komparatif yaitu dengan mengumpulkan data-data dan pendapat para ahli yang berkaitan dengan masalah pemberian kitab di hari kiamat, kemudian data tersebut dideskripsikan yang dimaksudkan untuk menuliskan keadaan objek semata-mata apa adanya. Langkah ini diambil sebagai permulaan yang sangat penting, karena ini adalah metode dasar bagi penelitian selanjutnya. M. Quraish Shihab misalnya, tidak bisa lepas dari lingkungan sosial kemasyarakatan yang melingkupinya. Dengan itu, penulisan biografi menjadi sangat perlu. Dan setelah itu dianalisis


(22)

9

dari setiap pendapat guna memperoleh kejelasan masalah. Metode analitis ini dianggap perlu karena akan tersingkap keterlibatan dari kedua penafsir dengan persoalan-persoalan yang berada di sekitarnya dalam menatap nilai-nilai yang berlaku dizamannya.

Sedangkan teknik penulisan dan penyusun skripsi ini berpedoman pada

buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang disusun oleh Tim

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta8 dengan beberapa pengecualian:

1. Kutipan ayat Al-Qur‟ân tidak diberi catatan kaki dan terjemahannya diambil dari “Al-Qur‟ân dan terjemah” yang diterbitkan oleh Departemen

Agama R.I., Jakarta, Proyek Pengadaan.

2. Kutipan yang menggunakan ejaan yang lama diganti dengan ejaan yang disempurnakan (EYD) kecuali nama orang/pengarang.

F. Sistematika Penulisan

Untuk keserasian pembahasan dan mempermudah analisis materi dalam penulisan skripsi ini, maka berikut ini penulis jelaskan dalam sistematika penulisan.

Secara garis besar skripsi ini terdiri dari empat bab. Setiap bab dibagi menjadi sub bab, dan setiap sub bab mempunyai pembahasan masing-masing yang antara satu dan lainnya saling berkaitan.

Pada bab pertama, merupakan pendahuluan yang disajikan sebagai acuan pembahasan bab-bab berikut dan sekaligus mencerminkan isi global skripsi yang cangkupannya terdiri dari alasan pemilihan latar belakang masalah (judul),

8 Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Skripsi, Tesis dan Disertasi),


(23)

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua, merupakanpembahasan tentang seputar biografi penafsir secara umum. Dalam bab ini membahas biografi M. Quraish Shihab. Di dalamnya terdiri dari potret pendidikan dan karir akademis, karya-karya, metode dan corak penafsiran. Juga tak lupa penulis menyantumkan sejarah perkembangan Tafsir Departemen Agama Republik Indonesia yang di dalamnya terdiri dari sejarah perkembangan tafsir dan hal-hal yang diperbaiki.

Kemudian pada bab ketiga, bab ini merupakan analisa perbandingan tentang penafsiran Surat Al-Insyiqâq yang diantaranya mengenai pemberian kitab dari sebelah kanan dan pemberian kitab dari belakang.

Dan yang terakhir bab keempat, merupakan penutup dari skripsi ini yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.


(24)

11 BAB II

PROFIL TAFSIR AL-MISBAH DAN PROFIL AL-QURÂN DAN TAFSIRNYA

A. M. Quraish Shihab

I. Potret Pendidikan dan Karir Akademis

Muhammad Quraish Shihab adalah sarjana muslim kontemporer Indonesia yang berhasil tidak hanya dalam karir keilmuannya, tetapi juga dalam karir sosial kemasyarakatan, terutama dalam pemerintahan. Kesuksesan karir keilmuannya ditunjang dengan kenyataan bahwa dia adalah doktor lulusan Universitas al-Azhar bidang kajian al-Qur‟ân bidang kajian tafsir al-Qur‟ân dengan predikat “dengan pujian tingkat pertama” (Summa Cum Laude) pertama dari Asia Tenggara1, penulis prolifik, dan mufassir al-Qur‟ân kontemporer. Kesuksesan karir sosial

kemasyarakatannya mengiringi kesuskesan karir keilmuannya, dari mulai menjadi Pembantu Rektor, Rektor, Staf Ahli Mendikbud, Ketua MUI, Menteri Agama, sampai menjadi Duta Besar RI di Mesir.

M. Quraish Shihab Lahir pada tanggal 16 Februari 1944 di Rappang, Sulawesi Selatan. Ia berasal dari keturunan Arab terpelajar2. Ayahnya3 merupakan ulama dan seorang guru besar Tafsir di IAIN Alaudin, Ujung Pandang.

1 Kusmana, Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam (Sejarah dan Profil Pimpinan

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1957-2002) (Jakarta: IAIN Jakarta Press 2002) Cet. I hal. 254

2 Kusmana, Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam (Sejarah dan Profil Pimpinan

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1957-2002) (Jakarta: IAIN Jakarta Press 2002) Cet. I hal. 255 3

Abdurrahman Shihab adalah seorang yang berfikiran maju dan percaya akan fungsi pendidikan sebagai agen perubahan. Wawasan maju ini bisa dirunut dari riwayat pendidikannya. Lih. Kusmana, Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam (Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1957-2002) (Jakarta: IAIN Jakarta Press 2002) Cet. I hal. 255


(25)

benih kecintaan jiwa Quraish kepada studi al-Qur‟ân mulai tersemai ketika masih

anak-anak. Seringkali ayahnya mengajak anak-anaknya duduk bersama, dan pada saat seperti itulah ayahnya menyampaikan petuah-petuah keagamaannya. Banyak dari petuah itu — yang kemudian saya ketahui sebagai ayat al-Qurân atau petuah Nabi, sahabat, atau pakar-pakar al-Qurân — yang hingga detik ini masih terngiang di telinga saya.4

Dalam mengarungi bahtera hidupnya, Quraish Shihab ditemani Fatmawati5 sang isteri tercinta. Bersama ia bertukar fikiran, berwelas asih dan mengayuhkan kaki untuk membina kelima anaknya; empat putri dan satu putra, yaitu Najla, Najwa, Naswa, Ahmad, dan Nahla6.

Pendidikan formal sekolah Dasar Quraish Shihab di Ujung Pandang,

kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil “nyantri” di

Pondok Pesantren Darul-Hadits Al-faqihiyyah. Pada 1958, dia berangkat ke Kairo, Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyyah Al-Azhar. Pada 1967, dia meraih gelar Lc (S- 1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas Al-Azhar. Kemudian dia melanjutkan pendidikannya pada fakultas yang sama, dan pada 1969 meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir

al-Qur‟ân dengan tesis berjudul al-I’jaz al-Tasyri’iy li al-Qurân al-Karim.

Sekembalinya ke Ujung Pandang, Quraish Shihab dipercayakan untuk menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Aluddin, Ujung Pandang. Selain itu dia juga diserahi jabatan-jabatan lain, baik di

4

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qurân, (Bandung: Mizan 1994) Kata pengantar 5

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’ân; Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan

Umat, (Bandung; Mizan, 1996) Kata Pengantar 6


(26)

13

dalam kampus seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Wilayah VII Indonesia Bagian Timur), maupun di luar kampus seperti Pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama di Ujung Pandang ini dia juga sempat melakukan berbagai penelitian : antara lain,

penelitian dengan tema “Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan “Masalah Wakaf Sulawesi Selatan” (1978)7.

Pada 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikannya di almamaternya yang lama, Universitas al-Azhar. Pada 1982, dengan disertasi berjudul Nazhm al-Durar li al-biqa’iy, Tahqiq wa Dirasah, dia berhasil meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu al-Qurân dengan yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat I (mumtaz ma’a martabat al-syaraf

al-‘ula).

Sekembalinya ke Indonesia, sejak 1984, Quraish Shihab ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasca-Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selain itu, di luar kampus dia juga dipercayakan untuk menduduki berbagai jabatan. Antara lain: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), Anggota Lajnah Pentashih al-Qur‟ân Departemen Agama (sejak 1989),

Anggota badan pertimbangan Pendidikan Nasional (sejak 1989), dan Ketua Lembaga Pengembangan. Dia juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi professional; antara lain: Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari‟ah; Pengurus


(27)

Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)8.

Di sela-sela segala kesibukannya itu, dia juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri.

Yang tidak kalah pentingnya, Quraish Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis-menulis. Di dalam surat kabar Pelita, pada setiap hari rabu dia menulis

dalam rubrik “Pelita Hati”. Dia juga mengasuh rubrik “Tafsir al-Amanah” dalam

majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta, Amanah. Selain itu dia juga tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi majalah Ulumul Qur’ân dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta9.

Dari latar belakang keluarga dan pendidikan yang diperolehnya itu telah menjadikannya ia seorang yang mempunyai kajian dan wawasan yang mendalam dan menonjol dalam khazanah tafsir di Indonesia. Atau seperti apa yang dikatakan Howard M. Federsfiel10, telah menjadikan ia terdidik lebih baik dibandingkan

8 Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesi. Organisasi ini lahir melalui perhelatan akbar

“Simposium Nasional Cendekiawan Muslim: Membangun Masyarakat Indonesia Abad XXI”,

pada 6-8 desember 1990 di Student Center, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Peristiwa itu kemudian disebut sebagai Muktamar I ICMI dengan Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie sebagai Ketua Umum ICMI pertama. Lihat. Ensiklopedi Oxford - Dunia Islam Modern, (bandung: Mizan, 2001) Cet. I hal. 248

9 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qurân, (Bandung: Mizan 1994) Kata pengantar 10 Howard M. Federsfiel adalah Profesor di Institut Studi-Studi Islam, universits McGill

di Montreal, Kanada, juga sebagai Profesor ilmu politik di Universitas Negara bagian Ohio di Newark, Ohio, AS. Ia lahir di New York AS pada tahun 1932, setelah periode tiga tahun berada dalam angkatan bersenjata AS sebagai penerjemah bahasa Jerman, ia memasuki Institut Studi-studi Islam di Universitas McGill di mana ia belajar di bawah bimbingan Willfred Cantwell Smith, Fazlur Rahman, Jhon Alden Williams, Niyazi Barkes dan Muhammad Rasyidi. Lihat. Howard M. Federspiel diterjemahkan oleh: Tajul Arifin, Kajian al-Qur’ân di Indonesia; dari Mahmud Yunus


(28)

15

dengan hampir semua pengarang lainnya yang terdapat dalam Populer Indonesia

Literature Of The Qur’an11.

II. Karya-karya M. Quraish Shihab

M. Quraish Shihab merupakan seorang penulis produktif yang menulis berbagai karya ilmiah yang berupa artikel dan majalah maupun buku-buku. Quraish Shihab menulis berbagai wilayah kajian yang menyentuh permasalahan hidup dan kehidupan dalam konteks masyarakat Indonesia kontemporer. Beberapa karyanya antara lain: Membumikan al-Qur’ân; Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan Masyarakat (1992), Tafsir Amanah (1992), Studi Kritis Tafsir

al-Manâr; Keistimewaan dan kelemahannya (1994), Sejarah ‘Ulum al-Qur’ân (1994), Wawasan al-Qur’ân; Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat

(1996), Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir Surat al-Fâtihah) (1996), Lentera hati; Kesan dan Hikmah Kehidupan (1996), Haji Mabrur Bersama Quraish Shihab (1997), Tafsir al-Qur’ân al-Karim (1997), Menyingkap Tabir Ilahi Asma’ul

Husna dalam Perspektif al- Qur’ân (1998), Fatwa-fatwa seputar al- Qur’ân dan al-Hadits (1999), Fatwa-fatwa seputar Ibadah dan Mu’amalah (1999), Fatwa -fatwa seputar Wawasan agama (1999), Yang Tersembunyi; Jin, Iblis, Setan dan Malaikat dalam al-Qur’ân dan Sunnah (1999), Fatwa-fatwa Seputar Tafsir al-

Qur’ân (2000), Secercah Cahaya Ilahi (2000), Perempuan (2005), Rasionalitas al- Qur’ân (2006), dan Tafsir al-Misbâh yang merupakan karya yang menjadi khazanah Tafsir di Indonesia.

11 Howard M. Federspiel diterjemahkan oleh: Tajul Arifin, Kajian al-Qur’ân di


(29)

Demikianlah beberapa karya Quraish Shihab yang berhasil dipaparkan dalam bagian ini. Tentunya masih banyak lagi karya-karyanya yang belum disebutkan, baik berupa makalah, rubrik, artikel dalam berbagai surat kabar maupun majalah.

III. Metode dan Corak Penafsiran

Pada kitab-kitab tafsir yang ada pada saat ini, yang ditulis oleh para mufassir sejak zaman mutaqaddimin sampai mutaakhirin,, penafsir menggunakan corak dan metode yang berbeda dalam penafsirannya. Hal ini tentunya dilatarbelakangi oleh kapasitas mufassir itu sendiri dan situasi sosial dimana seorang mufassir masih hidup.

Sementara para mufassir belakangan ini memilah-milah kitab tafsir yang ada berdasarkan pada metode penulisannya ke dalam empat metode tafsir, yaitu: metode tahlili, metode ijmali, metode muqaran, dan metode maudu’i12.

Metode Tafsir Tahlili berarti menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟ân dengan cara

meneliti semua aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya. Di dalam metode ini, penafsir mengikuti tuntutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalam mushaf Utsmani. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Kemudian juga penafsir mengemukakan korelasi ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Di samping itu penafsir membahas mengenai latar belakang turunnya ayat dan dalil-dalil yang berasal dari Rasul, Sahabat dan para

12 Abdul Hayy al-Farmawi diterjemahkan oleh: Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudu’i;


(30)

17

Tabi‟in yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para mufassir itu sendiri yang diwarnai oleh latar belakang pendidikannya.

Sementara metode Tafsir Ijmali yaitu menafsirkan al-Qur‟ân secara global.

Dengan metode ini, mufassir berupaya menjelaskan makna-makna al-Qurân dengan uraian singkat dan bahasa yang mudah sehingga dapat difahami oleh semua orang, mulai dari orang yang berpengetahuan luas sampai kepada yang berpengetahuan sekadarnya. Hal ini —sebagaimana metode tahlili— dilakukan terhadap ayat per ayat dan surat per surat sesuai dengan urutannya dalam mushaf sehingga tampak keterkaitan antara makna satu ayat dengan ayat yang lain, antara satu surat dengan surat yang lain. Dengan metode ini mufassir berupaya pula menafsirkan kosa kata al-Qur‟ân dengan kosa kata yang ada di dalam al-Qur‟ân

sendiri, sehingga para pembaca yang melihat uraian tafsirnya tidak jauh dari konteks al-Qur‟ân, tidak keluar dari muatan makna yang dikandung oleh kosakata

yang serupa dalam al-Qurân, dan adanya keserasian antara bagian al-Qur‟ân yang

satu dengan bagian yang lain13.

Untuk metode Tafsir Muqaran ialah menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟ân

dengan merujuk kepada penjelasan-penjelasan para mufassir. Langkah yang ditempuh ketika menggunakan metode ini ialah; Mengumpulkan sejumlah ayat

al-Qur‟ân, Mengemukakan penjelasan para mufassir, Membandingkan

kecenderungan tafsir mereka masing-masing, dan Menjelaskan siapa di antara mereka yang penafsirannya dipengaruhi –secara subjektif— oleh mazhab tertentu.

13

Abdul Hayy al-Farmawi diterjemahkan oleh: Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudu’i; Dan Cara Penerapannya (Bandung, CV Pustaka Setia, 2002) hal. 38


(31)

Keempat, untuk metode Tafsir Maudu’i. Menurut pengertian para ulama

adalah: “Menghimpun seluruh ayat al-Qur‟ân yang memiliki tujuan dan tema

yang sama. Setelah itu –kalau mungkin— disusun berdasarkan kronologis turunnya dengan memperhatikan sebab-sebab turunnya. Langkah selanjutnya ialah mengurai dengan menjelajahi seluruh aspek yang dapat digali. Hasilnya diukur dengan timbangan teori-teori akurat, sehingga mufassir dapat menyajikan tema secara utuh dan sempurna. Bersamaan dengan itu, dikemukakan pula tujuannya yang menyeluruh dengan ungkapan yang mudah difahami sehingga bagian-bagian yang terdalam sekali pun dapat diselami.14”

Kemudian apakah sebenarnya metode dan corak Tafsir al-Misbâh itu ? dalam Tafsir al-Misbâh, dilihat dari cara penafsiran yang terdapat dalam karya Quraish Shihab ini menggunakan metode tahlili, yaitu menfasirkan ayat demi ayat, surat demi surat sesuai dengan mushaf Utsmani. Sebagaimana dikatakan oleh Hamdani Anwar15, metode ini sengaja dipilih oleh Quraish Shihab, karena ia ingin mengungkapkan semua isi al-Qur‟ân secara rinci agar petunjuk yang tergantung di dalamnya dapat dijelaskan dan difahami oleh para pembacanya.

Pada sisi lain, Quraish Shihab tidak begitu tertarik untuk menggunakan metode tahlili, kerena menurutnya metode tahlili ini menyita waktu yang cukup banyak dipergunakan untuk menafsirkan semua ayat al-Qur‟ân. Selain itu, sering kali menimbulkan banyak pengulangan dalam tafsirannya. Hal ini akan terjadi

14

Abdul Hayy al-Farmawi diterjemahkan oleh: Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudu’i; Dan Cara Penerapannya (Bandung, CV Pustaka Setia, 2002) hal. 44

15 Dikutip oleh Rully Ridwansyah dalam skripsinya yang berjudul Hak-hak Politik

Perempuan dalam al-Qur’ân Menurut Quraish Shihab, hal 24 dari Hamdani Anwar, Mimbar Agama Dan Budaya; Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab, Vol.XIX, No.2, 2002, hal. 182


(32)

19

jika kandungan kosakata atau pesan ayat atau suratnya sama atau mirip dengan ayat atau surat yang telah ditafsirkan sebelumnya16.

Menyadari kelemahan dari metode tahlili, maka Quraish Shihab memberikan tambahan lain dalam tafsir al-Mishbah dengan metode maudu’i. Menurutnya, metode ini memiliki keistimewaan yaitu menghindari kita dari problema atau kelemahan yang terdapat pada metode lain17. Dengan dasar pertimbangan tersebut, Quraish Shihab berusaha menghidangkan bahasan setiap surat pada apa yang dinamakan tujuan surat atau tema pokok surat. Memang menurut pakar, setiap surat ada tema pokoknya18. Menurut Quraish Shihab sebagaimana yang dikatakan dalam sekapur sirih Tafsir al-Misbah, jika seseorang mufassir mampu memperkenalkan pesan utama setiap surat, maka ke 114 surat yang ada dalam al-Qur‟ân akan dikenal lebih dekat dan mudah.

Menurut Hamdani Anwar19, dari sini, dapat dinilai perbedaan Tafsir al-Misbah dengan tafsir-tafsir lainnya, dan hal ini dapat disebut sebagai salah satu kelebihan dari tafsir tersebut.

Dalam tafsirnya Quraish Shihab berusaha untuk melihat kosa kata dan ungkapan-ungkapan dalam suatu ayat dengan merujuk kepada pandangan beberapa pakar bahasa. Oleh karena itu, ia memaparkan makna kosa kata sebanyak mungkin dan kaidah-kaidah tafsir yang menjelaskan makna ayat

16 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan Kesan Dan Keserasian al-Qur’ân (Jakarta;

Lentera Hati, 2002) cet. I vol. 1 hal. ix

17 Quraish Shihab,Membumikan al-Qur’ân, (Bandung: Mizan 1994) hal. 117

18 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan Kesan Dan Keserasian al-Qur’ân (Jakarta;

Lentera Hati, 2002) cet. I vol. 1 hal. ix 19

Dikutip oleh Rully Ridwansyah dalam skripsinya yang berjudul Hak-hak Politik Perempuan dalam al-Qur’ân Menurut Quraish Shihab, hal 24-25 dari Hamdani Anwar, Mimbar Agama Dan Budaya; Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab, Vol.XIX, No.2, 2002, hal. 182


(33)

sekaligus dapat digunakan untuk memahami ayat-ayat lain yang tidak ditafsirkan. Di samping itu ia juga berusaha untuk menjelaskan makna-makna yang terkandung oleh suatu ayat, dan menunjukkan betapa serasi hubungan antar kata dan kalimat-kalimat yang satu dengan yang lainnya dalam al-Qur‟ân, seringkali memerlukan penyisipan-penyisipan antar kata atau kalimat.

Selanjutnya, Quraish Shihab menegaskan bahwa kalimat-kalimat yang tersusun dalam Tafsir al-Misbah ini sepintas lalu seperti terjemahan al-Qur‟ân, maka hendaknya jangan dianggap sebagai terjemahan. Oleh sebab itu Quraish Shihab berusaha sedapat mungkin memisahkan terjemahan makna kata dalam al-Qur‟ân dengan sisipan atau tafsirnya melalui penulisan terjemahan makna dengan

italic letter (tulisan miring) dan sisipan atau tafsirnya dengan tulisan normal. Meskipun demikian kitab tafsir ini bukanlah ijtihadnya sendiri, tetapi hasil karya ulama-ulama terdahulu dan kontemporer serta pandangan-pandangan mereka banyak dinukil oleh Quraish Shihab, antara lain: pakar Tafsir Ibrahim ibn Umar al-Biqa‟I, Sayyid Muhammad Thanthawi, Syeikh Mutawali al-Syar‟awi, Sayyid Quthb, Muhammad Thahir ibn Asyur dan Sayyid Muhammad Husein

Thabathaba‟I serta beberapa pakar tafsir lainnya20. Dari semua pendapat ini

kemudian dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis menggunakan pendekatan katagorisasi. Selain mengutip pendapat para ulama, ia juga mempergunakan ayat al-Qur‟ân dan hadist Nabi sebagai metode penjelasan dari tafsir yang dilakukannya.

20 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan Kesan Dan Keserasian al-Qur’ân (Jakarta;


(34)

21

Uraian-uraian di atas dapat difahami bahwa metode yang digunakan Qurasih Shihab dalam tafsir ini menggunakan gabungan dari metode tahlili dan metode maudu’i. Cara ini dipilih oleh Qurasih Shihab, karena ia menilai bahwa ia mesti menguraikan seluruh ayat al-Qur‟ân sesuai dengan mushaf Usmani (tahlili), tetapi ia juga mesti mengelompokkan ayat-ayat sesuai dengan temanya, agar kandungan ayat tersebut dapat dijelaskan sesuai dengan topiknya, yakni metode

maudu’i21.

Qurasih Shihab menggunakan dua metode sekaligus dalam Tafsir al-Misbâh, karena dari segi teknik metode tahlili menafsirkan ayat demi ayat yang terpisah satu dengan yang lainnya sehingga tidak disuguhkan kepada pembaca untuk memahami isi al-Qur‟ân. Oleh sebab itu ia menambahkan metode maudu’i,

karena metode ini menafsirkan satu surah secara menyeluruh dan mendetail yang menjelaskan antara berbagai masalah yang dikandung dalam surat tersebut sehingga surat ini tampak secara utuh dan juga metode maudu’i tergolong praktis dan sistematis.

Dengan bahasan kiasan yang cukup jelas, ia mengatakan melalui metode

maudu’i itu diibaratkan seperti ia menjamu tamu-tamunya dengan sekotak makanan yang didalamnya sudah tersedia jenis makanannya sehingga lebih cepat

untuk menyantapnya. “Apabila anda sibuk dan ingin cepat, maka tentu saja anda

mengambil kotak berisi makanan yang telah tersedia. Sebaliknya, apabila anda

21 Dikutip oleh Rully Ridwansyah dalam skripsinya yang berjudul Hak-hak Politik

Perempuan dalam al-Qur’ân Menurut Quraish Shihab, hal 26 dari Hamdani Anwar, Mimbar Agama Dan Budaya; Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab, Vol.XIX, No.2, 2002, hal. 188


(35)

santai dan memiliki waktu luang, maka pilihlah sesuai dengan pemahaman”.

Adapun yang dimaksud dengan pemahaman di sini adalah metode tahlili22.

Contoh metode maudu’i dalam Tafsir al-Misbâh adalah penafsiran Quraish Shihab mengenai surat al-An‟am. Menurutnya surat al-An‟am adalah surat

Makiyyah yang keseluruhan ayat-ayatnya turun secara sekaligus, sehingga tidak ada surat panjang yang lain yang turun sekaligus kecuali surat al-An‟am. Di

dalam surat ini membahas mengenai ajaran tauhid yang menggambarkan kesaan Allah dan kekuasaan-Nya. Allah yang mewujudkan yang mematikan dan Dia juga yang membangkitkan dari kematian. Di samping itu, ayat-ayat surat ini mengandung penegasan tentang hal-hal yang diharamkan-Nya sambil membatalkan apa yang diharamkan manusia atas dirinya, seperti yang dilakukan kaum musyrikin yang menyangkut binatang dan yang lain sebagainya. Inilah yang diisyaratkan oleh namanya yakni al-An‟am.

Adapun corak dalam tafsir al-Misbâh ini termasuk amaliyatu al-ijtima’i

atau praktek kemasyarakatan yaitu penafsiran yang menitik beratkan kepada penjelasan ayat-ayat al-Qur‟ân yang berkaitan langsung dengan kehidupan

masyarakat serta berusaha untuk menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar23.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Tafsir al-Misbâh ini menggunakan corak kemasyarakatan, yaitu uraian yang berupa untuk menjelaskan

22

M.Qurasih Shihab, Wawasan al-Qur’ân; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan

Umat, (Bandung; Mizan, 1996) Cet. Ketiga hal. xii

23 Qurasih Shihab, Membumikan al-Qur’ân; Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan


(36)

23

persoalan-persoalan yang beredar dan terjadi di kalangan umat. Setelah menguraikan isi ayat, biasanya paparan itu dilanjutkan dengan pendapat yang ditawarkan untuk mengatasi persoalan.

Sebagai referensi yang digunakan Quraish dalam penyusunan kitab Tafsir ini beliau mengatakan dalam Tafsir Misbah Vol VIII Hal 131-132 “Akhirnya, penulis merasa perlu menyampaikan kepada pembaca bahwa apa yang dihidangkan di sini bukanlah sepenuhnya ijtihad penulis. Hasil ulama-ulama terdahulu dan kontemporer, serta pandangan-pandangan mereka sungguh banyak penulis nukil, khususnya pandangan para pakar Tafsir Ibrahim Umar

al-Biqâ’i (w.885 H/ 1480M) yang karya tafsirnya masih berbentuk manuskrip

menjadi bahan dasar disertasi penulis di Universitas al-Azhâr, Kairo, dua puluh tahun yang lalu. Demikian juga karya pemimpin tafsir tertinggi al-Azhâr dewasa ini Sayyid Muhammad Thanthawi, juga Syaikh Mutawalli al-Sya’rawi, dan tidak

ketinggalan pula Sayyid Quthub, Muhammad Thahir Ibn ‘Asyur, Sayyid Muhammad Hussain Thabathaba’i serta beberapa pakar tafsir lainnya”.

B. Profil al-Qurân dan Tafsirnya

Adanya Terjemah dan Tafsir al-Qur‟ân dalam bahasa Indonesia

memudahkan masyarakat Indonesia pada khususnya untuk dapat mempelajari dan memahami agar dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian tercapailah maksud dan tujuan diturunkannya kitab suci al-Qur‟ân sebagai


(37)

Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟ân tidak dapat berdasar fikiran

semata, karena al-Qur‟ân adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

SAW. menjadi petunjuk bagi manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat24. Nabi Muhammad-lah orang pertama yang ditugaskan Allah menjelaskan isi dan maksud ayat-ayat al-Qur‟ân itu. Dan Allah berfirman:

رَّفتي ْم َعل ْم ْيل لِ ام اَ ل ِيبتل رْكِّلا كْيل ا ْل أ

Artinya: Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. an-Nahl 16:44)

Pada ayat lain Allah berfirman pula:

مْ ي ْ قِل ًة ْحر ًده هيف ْا ف تْخا يَّلا م ل ِيبتل َا اتّْلا كْي ع ا ْل أ ام

Artinya: Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Q.S. an-Nahl 16:64)

Maka oleh sebab itu kita harus mendasarkan penafsiran al-Qur‟ân kepada

hadits-hadits Rasulullah SAW. terutama yang mengenai sebab-sebab turunnya ayat-ayat itu. Sesudah itu barulah diperhatikan pula ucapan-ucapan dan pendapat-pendapat para sahabat Nabi dan penjelasan mereka mengenai maksud dari pada ayat-ayat itu sesuai dengan apa yang diucapkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW.

Kemudian barulah ditinjau pendapat para ulama dan Mufassirin yang telah menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟ân berdasarkan kepada hadis-hadis dan ucapan, serta pendapat para sahabat. Selain itu para penafsir dalam menafsirkan suatu ayat


(38)

25

harus pula memperhatikan ayat-ayat lain yang erat hubungannya dengan ayat yang ditafsirkan. Karena dengan demikian akan bertambah jelaslah pengertian dan maksud dari yang ditafsirkan.

Selanjutnya untuk referensi yang digunakan sebagai pedoman pokok penyusunan ialah Tafsir al-Marâghî oleh Mustafâ al-Marâgî, Tafsir Mahasîn

al-Ta’wîl oleh al-Qâsimî, Tafsir Anwâr al-Tanzîl wa Asrâr al-Ta’wîl oleh al-Baidâwî, dan Tafsir al-Qur’ân al-‘Azîm oleh Ibnu Katsîr. Selain keempat referensi pokok tersebut, juga ditelaah kitab-kitab tafsir lain, seperti Tafsir al-Manâr, Fî Zilâl al-Qur’ân, Rûh al-Ma’âni25.

I. Sejarah Perkembangan Tafsir

Setelah berhasil menyelesaikan penyempurnaan al-Qur‟ân dan

Terjemahannya secara menyeluruh yang dilakukan selama 5 tahun (1998-2002) dan telah dilakukan cetak perdana tahun 2004 yang peluncurannya dilakukan oleh Menteri Agama pada tanggal 2004, Departemen Agama melakukan kegiatan yang lain berkaitan dengan al-Qur‟ân, yaitu penyempurnaan tafsir al-Qur‟ân dalam bahasa Indonesia, yang telah hadir sejak lebih 30 tahun yang lalu26.

Pada mulanya, untuk menghadirkan al-Qur‟ân dan Tafsirnya, Menteri Agama pada tahun 1972 membentuk tim penyusun yang disebut Dewan Penyelenggara Pentafsir al-Qur‟ân yang diketuai oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H.

dengan KMA No. 90 Tahun 1972, kemudian disempurnakan dengan KMA No. 8 Tahun 1973 dengan ketua tim Prof. H. Bustami A. Gani dan selanjutnya

25 M. Shohib Tahar, Telaah tentang Tafsir al-Qur’ân Departemen Agama RI; dalam

Lektur Keagamaan, Vol. 1 No. 1, 2003, hal. 55

26 H. Fadhal AR Bafadal, M.Sc. (Ketua Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur‟ân Departemen

Agama RI tahun 2004), al-Qur’ân dan Tafsirnya; Edisi yang Disempurnakan, (Jakarta; Departemen Agama RI, 2004) cet. Pertama hal. xvii


(39)

disempurnakan lagi dengan KMA No. 30 Tahun 1980 dengan ketua tim Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML. Dengan susunan tim tafsir sebagai berikut:

 Prof. K.H. Ibrahim Husein, LML. Ketua merangkap anggota

 K.H. Syukri Ghazali Wakil Ketua merangkap

anggota

 R.H. Hoesein Thoib Sekretaris merangkap

anggota

 Prof. H. Bustami A. Gani Anggota

 Prof. Dr. K.H. Muchtar Yahya Anggota

 Drs. Kamal Muchtar Anggota

 Prof. K.H. Anwar Musaddad Anggota

 K.H. Sapari Anggota

 Prof. K.H.M. Salim Fachri Anggota

 K.H. Muchtar Lutfi El Anshari Anggota

 Dr. J.S. Badudu Anggota

 H.M. Amin Nashir Anggota

 H.A. Aziz Darmawijaya Anggota

 K.H.M. Nur Asjik, MA Anggota

 K.H.A. Razak Anggota

Kehadiran tafsir al-Qur‟ân Departemen Agama pada awalnya tidak secara utuh dalam 30 juz, melainkan bertahap. Pencetakan pertama kali dilakukan pada tahun 1975 berupa jilid I yang memuat juz 1 sampai dengan juz 3, kemudian menyusul jilid-jilid selanjutnya pada tahun berikutnya dengan format dan kualitas


(40)

27

yang sederhana. Kemudian pada penerbitan berikutnya secara bertahap dilakukan penyempurnaan di sana sini yang pelaksanaanya dilakukan oleh Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur‟ân Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan. Perbaikan tafsir

yang relative agak luas pernah dilakukan pada tahun 1990, tetapi juga tidak mencakup perbaikan yang sifatnya substansial, melainkan pada aspek kebahasaan. Sungguh pun demikian tafsir tersebut telah berulang kali dicetak dan diterbitkan oleh pemerintah maupun oleh kalangan penerbit swasta dan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat.

Dalam upaya menyediakan kebutuhan masyarakat di bidang pemahaman kitab suci al-Qur‟ân, Departemen Agama melakukan upaya penyempurnaan tafsir al-Qur‟ân yang bersifat menyeluruh. Kegiatan tersebut diawali dengan Musyawarah Kerja Ulama al-Qur‟ân pada tanggal 28 s.d. 30 April 2003 yang

telah menghasilkan rekomendasi perlunya dilakukan penyempurnaan al-Qur‟ân

dan Tafsirnya Departemen Agama serta merumuskan pedoman penyempurnaan tafsir, yang kemudian menjadi acuan kerja tim tafsir dalam melakukan tugas-tugasnya, termasuk jadual penyelesaian.

Sebagai tindak lanjut Muker Ulama al-Qur‟ân tersebut Menteri Agama

telah membentuk tim dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 280 Tahun 2003, dan kemudian ada penyertaan dari LIPI yang susunannya sebagai berikut:

 Prof. Dr. H. M. Atho Mudzhar Pengarah


(41)

 Dr. H. Ahsin Sakho Muhammad27, MA Ketua merangkap anggota

 Prof. K.H. Ali Mustafa Yaqub, MA Wkl. ketua merangkap anggota

 Drs. H. Muhammad Shohib, MA Sekretaris merangkap anggota

 Prof. Dr. H. Rif‟at Syauqi Nawawi, MA Anggota

 Prof. Dr. H. Salman Harun Anggota

 Dr. Hj. Faizah Ali Sibromalisi Anggota

 Dr. H. Muslih Abdul Karim Anggota

 Dr. H. Ali Audah Anggota

 Dr. H. Muhammad Hisyam Anggota

 Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo28, MA Anggota

 Prof. Dr. H.M. Salim Umar, MA Anggota

 Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA Anggota

 Drs. H. Sibli Sardjaja, LML Anggota

 Drs. H. Mazmur Sya‟roni Anggota

27 Dilahirkan di Arjawinangun, 21 Februari 1956. Pengalaman pendidikan sekolah dasar

tamat tahun 1967, SMP tamat tahun 1970, kemudian melanjutkan pendidikan non-formal pada tahun 1970-1973 di Lirboyo, kemudian di Kerapyak pada tahun 1973-1976. Beliau sempat tabarrukan dengan Kiyai Umara bin Mannan dan mendapatkan ijazah atau sanad silsilah

al-Qur‟ân sampai kepada Nabi Muhammad, belajar al-Qur‟ân dengan Kiyai Munawwir pada tanggal

6 Agustus 1976-1977 kemudian melanjutkan jenjang studinya sampai jenjang s3 di Ummul Qurra‟

Saudi Arabia. Beliau adalah dosen di beberapa Perguruan Tinggi seperti UIN Jakarta, PTIQ Jakarta, IIQ Jakarta. Wawancara dengan Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA pada tanggal 27 Agustus 2009. Dikutip dari Tesis Irfan Hasanuddin, Penafsiran Bias Jender: Telaah Tafsir Departemen Agama Yang Disempurnakan, (Jakarta; UIN Jakarta, 2009) hal. 52

28 Lahir di Donggala, Sulawesi Tengah, 30 Desember 1946. Memperoleh gelar magister

dalam ilmu Fiqih Perbandingan Mazhab dari Universitas al-Azhar Kairo, Mesir tahun 1981. Gelar Doktor diperoleh pada tahun 1984 pada bidang dan universitas yang sama. Aktivitas mengajar di

Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Jakarta dan Pascasarjana UIN Jakarta, UM Jakarta dan IIQ dan PTIQ Jakarta. Diambil dari karyanya Fiqih Perempuan Kntemporer, (Jakarta; al-Mawardi Prima, 20001) hal. 188


(42)

29

 Drs. H.M. Syatibi AH. Anggota

Staf Sekretariat:

 Drs. H. Rosehan Anwar, APU

 Abdul Aziz Sidqi, M.Ag

 Joni Syatri, S.Ag

 Muhammad Musaddad, S.Th.I

Tim tersebut didukung oleh Menteri Agama selaku Pembina, K.H. Sahal Mahfudz, Prof. K.H. Ali Yafie, Prof. Drs. H. Asmuni Abd. Rahman, Prof. Drs. H. Kamal Muchtar, dan K.H. Syafi‟i Hadzami (Alm.) selaku Penasehat, serta Prof. Dr. H.M. Quraish Shihab dan Prof. Dr. Said Agil Husin al Munawwar, MA selaku Konsultan Ahli/Narasumber.

Ditargetkan setiap tahun tim ini dapat menyelesaikan 6 juz, sehingga diharapkan akan selesai seluruhnya pada tahun 2007. Pada tahun 2007 tim tafsir telah menyelesaikan kajian dan pembahasan juz 1 s.d. 30, yang hasilnya diterbitkan secara bertahap. Pada tahun 2004 diterbitkan juz 1 s.d. 6, pada tahun 2005 diterbitkan juz 7 s.d. 12, pada tahun 2006 diterbitkan juz 13 s.d. 18, dan pada tahun 2007 ini diterbitkan juz 19 s.d. 24, dan pada tahun 2008 diterbitkan juz 25 s.d. 30. Setiap cetak perdana sengaja dilakukan dalam jumlah yang terbatas untuk disosialisasikan agar mendapat masukan dari berbagai pihak untuk penyempurnaan selanjutnya. Dengan demikian terbitan perdana terbuka untuk penyempurnaan pada tahun-tahun berikutnya.


(43)

II. Hal-hal Yang Diperbaiki

Di bawah ini akan dijelaskan tentang beberapa perbaikan yang telah dilakukan oleh Tim Penyempurnaan Tafsir Departemen Agama.

Susunan tafsir pada edisi penyempurnaan tidak jauh berbeda dari tafsir yang sudah ada, yaitu terdiri dari mukaddimah yang berisi tentang: Nama surah, tempat diturunkannya, banyaknya ayat, dan pokok-pokok isinya. Mukaddimah akan dihadirkan setelah penyempurnaan atas ke-30 juz tafsir selesai dilaksanakan. Setelah itu penyempurnaan tafsir dimulai dengan mengetengahkan beberapa pembahasan yaitu dimulai dari judul, penulisan kelompok ayat, terjemah, kosakata, munasabah, sebab nuzul, penafsiran dan diakhiri dengan kesimpulan.

Pertama: Judul

Sebelum memulai penafsiran, ada beberapa judul yang disesuaikan dengan kandungan kelompok ayat yang akan ditafsirkan. Dalam tafsir penyempurnaan ada perbaikan judul dari segi struktur bahasa. Tim penyempurna tafsir kadangkala merasa perlu untuk mengubah judul jika hal itu diperlukan, misalnya judul yang ada kurang tepat dengan kandungan ayat-ayat yang akan ditafsirkan.

Kedua: Penulisan Kelompok Ayat

Dalam penulisan kelompok ayat ini, rasm yang digunakan adalah rasm

dari mushaf standar Indonesia yang sudah banyak beredar dan terakhir adalah mushaf yang ditulis ulang (juga mushaf standar Indonesia) yang diwakafkan dan

disumbangkan oleh yayasan “Iman Jama” kepada Departemen Agama untuk

dicetak dan dipersebarluaskan. Dalam kelompok ayat ini tidak banyak mengalami perubahan. Hanya jika kelompok ayatnya terlalu panjang, maka tim merasa perlu


(44)

31

membagi kelompok ayat tersebut menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok diberikan judul baru.

Ketiga: Terjemah

Dalam menerjemahkan kelompok ayat, terjemah yang dipakai adalah

al-Qur‟ân dan Terjemahnya edisi 2002 yang telah diterbitkan oleh Departemen

Agama pada tahun 2004.

Keempat: Kosakata

Pada al-Qur‟ân dan tafsirnya Departemen Agama lama tidak ada

penyertaan kosakata ini. Dalam edisi penyempurnaan ini, tim merasa perlu mengetengahkan unsur kosakata ini. Dalam penulisan kosakata, yang diuraikan terlebih dahulu adalah arti kata dasar dari kata tersebut, lalu diuraikan pemakaian kata tersebut dalam al-Qur‟ân dan kemudian mengetengahkan arti yang paling pas untuk kata tersebut pada ayat yang sedang ditafsirkan. Kemudian jika kosakata tersebut diperlukan uraian yang lebih panjang, maka diuraikan sehingga bisa memberi pengertian yang utuh tentang hal tersebut.

Kelima: Munasabah

Sebenarnya ada beberapa bentuk munasabah atau keterkaitan ayat dengan ayat berikutnya atau antara satu surah dengan surah berikutnya. Seperti munasabah antara satu surah dengan surah berikutnya, munasabah antara awal surah dengan akhir surah, munasabah antara akhir surah dengan awal surah berikutnya, munasabah antara satu ayat dengan ayat berikutnya dan munasabah antara kelompok ayat dengan kelompok ayat berikutnya. Yang dipergunakan dalam tafsir ini adalah dua macam saja, yaitu munasabah antara satu surah dengan


(45)

surah sebelumnya dan munasabah kelompok ayat dengan kelompok ayat sebelumnya.

Keenam, Sabab Nuzul

Dalam tafsir penyempurnaan ini, sebab nuzul dijadikan sub tema. Jika dalam kelompok ayat ada beberapa riwayat tentang sebab nuzul maka sabab nuzul yang pertama yang dijadikan subjudul. Sedangkan sabab nuzul berikutnya cukup diterangkan dalam tafsir saja.

Ketujuh: Tafsir

Secara garis besar penafsiran yang sudah ada tidak banyak mengalami perubahan, karena masih cukup memadai sebagaimana disinggung di muka. Jika ada perbaikan adalah pada perbaikan redaksi, atau menulis ulang terhadap penjelasan yang sudah ada tetapi tidak mengubah makna, atau meringkas uraian yang sudah ada, membuang uraian yang tidak perlu atau uraian yang berulang-ulang, atau uraian yang tidak terkait langsung dengan ayat yang sedang ditafsirkan, men-takhrij hadis atau ungkapan yang belum di-takhrij, atau mengeluarkan hadis yang tidak shahih.

Tafsir ini juga berusaha memasukkan corak tafsir “ilmi” atau tafsir yang

bernuansa sains dan teknologi secara sederhana sebagai refleksi atas kemajuan teknologi yang sedang berlangsung saat ini dan juga untuk mengemukakan kepada beberapa kalangan saintis bahwa al-Qur‟ân berjalan memacu kemajuan teknologi.


(46)

33

Kedelapan: Kesimpulan

Tim juga banyak melakukan perbaikan dalam kesimpulan. Karena tafsir

ini bercorak “Hidâ’i”, maka kesimpulan akhir tafsir ini juga berusaha

mengetengahkan sisi-sisi hidayah dari ayat yang telah ditafsirkan29.

Sebagai respon atas saran dan masukan dari para pakar, penyempurnaan Tafsir al-Qur‟ân Departemen Agama telah memasukan kajian ayat-ayat kauniyah atau kajian ayat dari perspektif ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam hal ini dilakukan oleh tim pakar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yaitu:

 Prof. Dr. H. Umar Anggara Jenie, Apt, M.Sc. Pengarah

 Dr. H. Hery Harjono Ketua merangkap

anggota

 Dr. H. Muhammad Hisyam Sekretaris merangkap anggota

 Dr. H. Hoemam Rozie Sahil Anggota

 Dr. H.A. Rahman Djuwansah Anggota

 Prof. Dr. Arie Budiman Anggota

 Ir. H. Dudi Hidayat, M.Sc Anggota

 Prof. Dr. H. Syamsul Farid Ruskanda Anggota Staf Sekretariat:

 Dra. E. Tjempakasari, M. Lib

 Drs. Tjejep Kurnia

29 Dr. H. Ahsin Sakho Muhammad (Ketua Tim Penyempurnaan al-Qur’ân dan Tafsirnya

Departemen Agama RI tahun 2003), al-Qur’ân dan Tafsirnya; Edisi yang Disempurnakan, (Jakarta; Departemen Agama RI, 2004) cet. Pertama hal. xxv


(47)

Demikian semoga al-Qur‟ân dan Tafsirnya yang disempurnakan ini

memberikan manfaat dan dapat memandu mereka yang ingin mengetahui kandungan dan ayat-ayat al-Qur‟ân secara lebih mendalam.


(48)

35 BAB III

ANALISA PERBANDINGAN TENTANG PENAFSIRAN SURAT AL-INSYIQÂQ

A. Menurut Tafsir al-Misbâh karya M. Quraish Shihab

Sebelum mengetahui bagaimana Quraish Shihab menafsirkan surah al-Insyiqâq, penulis akan sedikit memaparkan mengenai surah ini. Ayat-ayat surah ini disepakati oleh Ulama turun sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Namanya yang dikenal pada masa sahabat Nabi SAW. adalah surah Idzâ Insyaqqat as-Samâ1. Imâm Mâlik meriwayatkan sebagaimana tercantum dalam

al-Muwaththa’-nya bahwa Abû Salamah berkata: Sahabat Nabi, Abû Hurairah, sujud ketika membaca surah Idzâ Insyaqqat as-Samâ. Setelah selesai Abû Hurairah menjelaskan kepada mereka bahwa Rasul SAW. pun sujud ketika membacanya. Dalam beberapa kitab tafsir, begitu juga dalam Mushaf, nama tersebut dipersingkat sehingga hanya menjadi surah al-Insyiqâq. Inilah satu-satunya nama yang dikenal untuk kumpulan ayat-ayat surah ini.

Tema untuk surah ini menurut al-Biqa‟i adalah penjelasan menyangkut uraian akhir surah yang lalu (al-Mutaffifin) yaitu bahwa hamba-hamba Allah yang mendekatkan diri kepada-Nya akan memperoleh kenikmatan, sedang musuh-musuhnya akan tersiksa. Itu karena mereka tidak mempercayai adanya hari Kebangkitan, tidak juga percaya bahwa akan ada manusia diperhadapkan dengan Tuhan Maha Raja mereka, serupa dengan hamba sahaya diperhadapkan kepada

1 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân,


(49)

Raja atau Penguasa lalu dijatuhi putusan; ada yang memperoleh ganjaran baik dan ada juga yang disiksa. Nama surah ini al-Insyiqâq menunjuk tema utama itu. Demikian kurang lebih al-Biqa‟i2.

Surah ini dinilai sebagai surah yang ke-83 dari segi urutan turunnya. Ia turun sesudah surah al-Infitâr dan sebelum surah ar-Rûm. Jumlah ayat-ayatnya menurut cara perhitungan ulama Mekah, Madinah dan Kufah sebanyak 25 ayat, dan menurut cara perhitungan ulama Bashrah sebanyak 23 ayat.

Ayat 1-5

ْ َقش ا ءا َّلا ا

-

ْ َقح ا ِرل ْ أ

-

ْ َدم ْر ْلا ا

-

ام ْ قْلأ

ْ َ ا يف

-ْ َقح ا ِرل -ْ أ

Artinya: Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh, dan apabila bumi diratakan, dan dilemparkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya).

Surah yang lalu diakhiri dengan uraian tentang kenikmatan yang akan diperoleh hamba-hamba Allah yang taat, dan bahwa musuh-musuhnya akan disiksa. Di sini Allah bersumpah dengan kehancuran alam raya untuk menegaskan bahwa manusia –suka atau tidak suka— pasti akan menemui Allah untuk mengetahui dan memperoleh balasan bagi amal perbuatannya ketika hidup di dunia. Dan kalau dalam surah yang lalu Allah menyinggung tentang catatan amal manusia –baik yang durhaka maupun yang taat, maka di sini Allah menyebutkan keniscayaan pertemuan dengan-Nya sambil menguraikan tentang penyerahan

2 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân,


(50)

37

kitab-kitab amalan itu. Di sini Allah berfirman: Apabila Langit yang terlihat dewasa ini sedemikian kokoh, terbelah karena rapuhnya dan sangat patuh kepada Tuhannya sehingga menerima putusan Allah, membelah dan memporakporandakannya, dan memang sudah semestinya langit itu patuh atau benar-benar telah menjadi nyata bagi semua pihak ketika itu keterbelahan dan kehancurannya serta kepatuhannya kepada Allah, yang selama ini diduga oleh sementara orang berdiri sendiri, dan apabila bumi dibentangkan yakni diratakan gunung-gunung dan tebingnya, sehingga ia bagaikan sangat luas, dan bumi itu pun mencampakkan serta memuntahkan apa saja yang ada di dalam perut-nya dan bersungguh menjadikan dirinya kosong dari segala yang selama ini terpendam di perut bumi, dan itu semua adalah karena ia sangat patuh kepada Tuhannya, dan memang sudah semestinya bumi itu patuh. Betapa ia tidak patuh padahal sejak semula, pada awal penciptaanya dia telah menyatakan kepatuhannya (baca QS. Fussilat [41]: 11). Apabila itu terjadi, maka manusia akan segera menerima balasan amal perbuatannya.

Kemudian, dalam menafsirkannya Quraish menjelaskan dahulu arti kosakata yang terdapat dalam surat al-Insyiqâq. Kata

ْ أ

(

adzinat) terambil dari kata

أ

(udzunun) yakni telinga yang merupakan alat pendengaran. Dari sini kata yang digunakan ayat di atas diartikan mendengar dan yang dimaksud adalah

patuh. Siapa yang mendengar dengan baik, maka tentu dia patuh, apalagi yang dipatuhi langit dan bumi itu adalah

هَر

(rabbahû) yakni Tuhannya yang mencipta dan mengendalikannya.


(51)

Ayat tersebut tidak menyebut secara tersurat apa yang akan terjadi setelah kejadian-kejadian yang menimpa langit dan bumi. Ini karena hal tersebut sudah cukup jelas, apalagi dalam surah al-Mutaffifin yang lalu telah disinggung tentang keniscayaan Kiamat dan balasan bagi setiap orang.

Makna keterbelahan langit pada ayat ini serupa dengan makna infitâr pada surah al-Infitâr. Hanya saja bedanya, di sini ditampilkan kepatuhan langit dan bumi menerima ketetapan Allah SWT. yang mengakhiri peranannya di alam dunia ini.

Langit dan bumi, oleh ayat di atas digambarkan sebagai sesuatu yang hidup dan demikian patuh. Bumi adalah tempat manusia hidup. Ayat di atas menggambarkan bahwa bumi mengeluarkan segala isinya. Ini memberikan kesan bahwa bumi pun melepaskan diri dari segala sesuatu –termasuk manusia lebih-lebih yang durhaka— melepaskan pula segala yang ada pada perutnya karena takut kepada Allah. Kemudian Qurasih mencoba membandingkan ayat ini dengan keadaan manusia menghadapi goncangan Kiamat:

ا ْ ح ْ ح ا ك عض ْ عضْرأ اَ ع ةعضْرم ك هّْ ا ْ ر ْ ي

ديدش هَلا اّع َ ّل راّّ مه ام راّس اَلا ر

Artinya: (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya. (Q.S. al-Hajj 22:2)


(52)

39

AYAT 6-9

هيقا ف ًاحْدك كِر ىل حداك كَ اّ ْلا ا يأ اي

ه اتك ي أ ْ م اَم ف

ه ي ي

ًاريّي ًا اّح ساحي فْ ّف

ًار رّْم ه ْهأ ىل ق ي

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya, Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.

Setelah ayat yang lalu mengisyaratkan kepatuhan langit dan bumi serta keniscayaan adanya balasan dan ganjaran maka ayat di atas menyeru dan mengingatkan manusia bahwa : Hai manusia, sesungguhnya engkau siapa pun di antara kamu giat bekerja menuju Tuhan Pencipta dan Pemelihara-mu; kegiatan

dengan penuh kesungguhan. Selanjutnya karena itu adalah bagian dari perjalanan menuju kepada-Nya, maka pasti engkau akan menemui-Nya —suka atau tidak suka dan ketika itulah masing-masing akan menerima balasan amal perbuatannya.

Adapun orang yang diberikan kitabnya dengan tangan atau dati arah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah karena dia adalah orang yang taat dan selama kehidupan dunia ini dia sudah selalu melakukan perhitungan dan intropeksi terhadap dirinya, dan dia juga akan kembali kepada sanak keluaranya yang sama-sama beriman atau pasangannya dari bidadari-bidadari yang siap menyambutnya –atau sesamanya yang mukmin karena merekalah saudara-saudaranya, ia kembali menemui mereka dengan gembira.

Dalam menafsirkan, Quraish juga mengutip pendapat Ibn „Âsyûr. Kata

حداك

(kâdihun) dan

احْدك

(kadhan) pada mulanya berarti bersungguh-sungguh


(53)

hingga letih dalam melakukan kegiatan. Manusia dalam bekerja pada dasarnya melihat hari esoknya, bahkan melihat masanya yang akan datang baik singkat maupun lama. Demikian yang dilakukan hingga berakhir umurnya dengan kematian dan pertemuan dengan Allah. Atas dasar itulah sehingga ayat di atas menyatakan bahwa usaha manusia berlanjut hingga akhirnya ia menemui Allah SWT. Pengukuhan kata Kâdih dengan kadhan untuk memberi gambaran bahwa perjalanan menuju Allah itu adalah sesuatu yang pasti dan tidak dapat dihindari3.

Manusia mau atau tidak pasti berakhir usahanya dengan kematian dan pertemuan dengan Allah. Ini karena manusia adalah hamba-Nya, sekaligus Dia adalah pengatur dan pengendali segala urusannya. Ayat ini mengisyaratkan keniscayaan adanya pertanggungjawaban, karena tidak mungkin pertemuan itu, tanpa tujuan, apalagi yang ditemui adalah Allah Yang Maha Agung Sang Pencipta manusia. Allah dengan penciptaan dan pengaturan-Nya serta manusia dengan kebebasan memilih yang dianugerahkan kepada-Nya, tentulah akan dituntut untuk mempertanggungjawabkan hasil pilihannya itu. Akan berakhir perjalanan, usaha serta hidupnya pada Allah, dalam arti segala sesuatu pada akhirnya kembali kepada putusan Tuhan Yang Maha Agung itu.

Kata

ْي يلا

(al-yamîn) biasa diartikan kanan. Kata ini mempunyai banyak arti, antara lain kekuatan, kebahagiaan, keberkatan. Agama menjadikan kanan

sebagai lambang kebajikan dan keberuntungan. Oleh karena itu, penghuni surga kelak akan menerima buku amalan mereka dengan tangan kanan. Dari sini, serta

3 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’ân,


(1)

kandungan pembicaraannya. Misalnya ketika seseorang menasihati seorang anak untuk memperhatikan orang tuanya dengan berkata, “rasanya saya tidak perlu berpesan pada Anda untuk memperhatikan orang tua Anda.” Menafikan pesan di sini, justru merupakan penekanan sungguh-sungguh menyangkut perlunya perhatian itu.

Sementara Departemen Agama hanya memaknai bahwa Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja, dengan malam dan apa-apa yang diselubunginya dan dengan bulan apa-apabila jadi purnama bahwa sesungguhnya kamu melalui tahap demi tahap dalam kehidupan, ialah dari setetes mani sampai dilahirkan. Tanpa ada tambahan penjelasan seperti yang terdapat dalam Tafsir al-Misbâh

3. Rincian Penjelasan Penerimaan Buku Amal

Di bagian ini sama seperti penjelasan-penjelasan sebelumnya, dimana dalam penjelasan yang terdapat di Tafsir al-Misbâh lebih banyak menyebutkan sumber kutipan atau penyebutan nama dan juga penjabaran makna yang lebih luas dibanding al-Qur’ân dan Tafsirnya susunan Departemen Agama

Dalam hal ini Quraish menyebutkan nama Ibn „Âsyûr ulama asal Tunisia. Ia menyatakan bahwa kata Kadhan

ًاحْدك

yang berarti bersungguh-sungguh hingga letih dalam melakukan kegiatan. Berbeda dengan Departemen Agama yang hanya manyatakan atau mengutip pendapat az-Zajjâj yang menurutnya secara bahasa al-kadh sama dengan as-sa’yu (berusaha)

Kemudian pada ayat selanjutnya, yaitu tentang pemberian kitab dari sebelah kiri Quraish mengutip pendapat Tabâtabâ‟i yang menyatakan bahwa


(2)

64

pemberian kitab dari sebelah kiri tidaklah harus menjadi perdebatan, karena menurutnya, ada orang-orang di hari kemudian yang diubah mukanya dan diputarkan ke belakangnya (untuk diberikan kitabnya melalui tangan kirinya). Sementara dalam al-Qur’ân dan Tafsirnya susunan Departemen Agama hanya sebatas menyatakan bahwa nanti di akhirat, mereka yang banyak mengerjakan perbuatan maksiat, durhaka, dan tidak diridhai Allah akan menerima catatan amal mereka dengan tangan kiri, dari belakang, kemudian dimasukkan ke dalam api neraka.

Akan tetapi dalam al-Qur’ân dan Tafsirnya susunan Departemen Agama menyebutkan bahwa ada dua hal yang menjadi sebab-musabab mereka menerima catatan amal mereka dengan tangan kirinya, yaitu:

Pertama : Mereka berbuat sekehendak hatinya, mengerjakan kejahatan dan kemaksiatan dengan tidak memikirkan akibat buruk yang akan menimpa mereka di akhirat kelak.

Kedua : Mereka menyangka bahwa mereka tidak akan kembali kepada Tuhannya dan tidak akan dibangkitkan kembali untuk dihisab dan menerima hasil perbuatan mereka di dunia


(3)

65

A. KESIMPULAN

Di bab-bab yang telah penulis jelaskan, secara umum tidak ada perbedaan mencolok dari pengertian dan penjelasan surah al-Insyiqâq. Kedua kitab tafsir ini satu suara bahwa setiap perbuatan baik akan berakhir pada kebaikan pula dan begitu juga sebaliknya.

Tapi bukan berarti tanpa perbedaan. Hal itu disebabkan karena beberapa factor yaitu: Metode/Sistematika Penulisan, Pemaknaan Qasam, dan Rincian Penjelasan Penerimaan Buku Amal.

Perbedaan itu misalnya, Dalam Tafsir al-Misbâh yang mengutip pendapat Ibn „Âsyûr tentang makna kata

حداك

dan

احدك

pada mulanya berarti bersungguh-sungguh hingga letih dalam melakukan kegiatan. Sementara dalam al-Qur’ân dan Tafsirnya tidak menyebutkan atau mengutip pendapat dari manapun, sekalipun di sana juga memaparkan arti yang sama. Kemudian dalam ayat 10-15, adanya dua hal tambahan penjelasan yang menjadi sebab mengapa mereka menerima catatan amalnya dengan tangan kirinya. Selanjutnya (16-19) dalam penafsiran maupun penterjemahan bagian ini, terdapat perbedaan yang mencolok antara Tafsir al-Misbâh dan al-Qur’ân dan Tafsirnya, apabila di dalam Tafsir al-Misbâh diartikan dengan “Maka Aku tidak bersumpah dengan cahaya merah (di waktu senja), ….”. maka dalam al-Qur’ân dan Tafsirnya diartikan dengan “Maka Aku bersumpah demi cahaya merah pada waktu senja … “. Namun ini bukan tanpa alasan seperti


(4)

66

yang telah penulis sebutkan di atas. Terakhir, Al-Qur’ân dan Tafsirnya dalam ayat 23-24 menerangkan sebab-sebab mereka tidak mau mengakuinya (Allah, Rasul sebagai utusan-Nya, dan al-Qur‟ân), yaitu:

1. Mereka dengki kepada Nabi Muhammad atas kelebihan yang telah dikaruniakan Allah kepadanya.

2. Mereka takut kehilangan pengaruh dan kedudukan sebagai pemimpin bangsanya.

3. Mereka tidak mau mengganti kepercayaan yang telah dianut oleh nenek moyang mereka dengan kepercayaan yang lain. Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dalam hati mereka. Oleh karena itu Allah mengejek mereka dengan kata-kata: “Berilah kabar gembira kepada mereka dengan azab yang pedih di hari Kiamat nanti”.

B. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diajukan beberapa saran, sebagai berikut:

1. Penelitian lebih lanjut disarankan untuk meneliti perbandingan penafsiran Tafsir al-Misbâh dan al-Qur’ân Dan Tafsirnya.

2. Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya menelaah tentang pemberian amal catatan dengan ayat-ayat lain yang berhubungan.


(5)

67

dalam Mimbar Agama Dan Budaya, Vol.XIX, No.2, 2002.

Dasuki, A. Hafizh, Ensiklopedi Oxford - Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001)

Departemen Agama, al-Qur’ân dan Tafsirnya, (Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995)

_______, al-Qur’ân dan Tafsirnya; Edisi yang Disempurnakan, (Jakarta; Departemen Agama RI, 2004)

Esposito, L. John, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999) Esack, Farid, al-Qur’ân, Liberalisme, Pluralisme: Membebaskan yang Tertindas,

(Bandung: Mizan, 2000)

al-Farmawi, Abdul Hayy, Penerjemah Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudu’i; Dan Cara Penerapannya (Bandung, CV Pustaka Setia, 2002)

Federspiel, Howard M., Penerjemah Tajul Arifin, Kajian al-Qur’ân di Indonesia; dari Mahmud Yunus hingga Quraish Shihab, (Bandung: Mizan, 1996)

Hasanuddin, Irfan, Penafsiran Bias Jender: Telaah Tafsir Departemen Agama Yang Disempurnakan, (Jakarta; UIN Jakarta, 2009)

Al-Ghazali, Muhammad, Penerjemah Masykur Hakim dan Ubaidillah, Berdialog dengan al-Qur’ân; Memahami Kitab Suci dalam Kehidupan Masa Kini, (Bandung: Mizan, 1996)

Kusmana, Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam (Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1957-2002) (Jakarta: IAIN Jakarta Press 2002)

Masyhur, Kahar, Pokok-pokok Ulumul Qur’ân, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992) Masykur, Anis, Menyingkap Tabir Kematian, (Jakarta: CV. Sukses Bersama, 2006)


(6)

68

Nasuhi, Hamid, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: CeQda, 2007)

Al-Qurthubi, Penerjemah Abdur Rosyad Shiddiq, Rahasia Kematian, Alam Akhirat dan Kiamat, (Jakarta; Akbar, 2008)

Ridwansyah, Rully, Hak-hak Politik Perempuan dalam al-Qur’ân Menurut Quraish Shihab (Jakarta: UIN Jakarta, 2010)

Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’ân; Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung; Mizan, 1996)

_______, Membumikan al-Qurân, (Bandung: Mizan, 1996) _______, Mu’jizat al-Qur’ân, (Bandung; Mizan, 1996)

_______, Tafsir al-Misbâh; Pesan Kesan Dan Keserasian al-Qur’ân (Jakarta; Lentera Hati, 2002)

Tahar, M. Shohib, Telaah tentang Tafsir al-Qur’ân Departemen Agama RI; dalam Lektur Keagamaan, Vol. 1 No. 1, 2003

Yanggo, Huzaemah T., Fiqih Perempuan Kntemporer, (Jakarta; al-Mawardi Prima, 20001)