Surah-surah Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu 1997 dan Hidayah Ilahi Ayat-ayat Tahlil 1997. Dan karya terbesarnya adalah Tafsir al-Mishbah;
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an 2002 .
Sementara itu, yang ketiga, adalah suatu karya khusus di luar kedua kategori di atas, berupa bentuk laporan penelitian, kupasan tentang seorang tokoh
atau tentang dari satu tema tertentu,contohnya dalam: Peran Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur 1975, Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan 1978,
Studi Kritis Tafsir al-Manar 1984, Karya Muhammad Abduh dan M. Rasyid Ridho; dan Sejarah ‘Ulum al-Qur’an 1999, sebuah karya akademis tentang ilmu
tafsir .
18
C. Metodologi Tafsir al-Mishbah
Metode mengandung sebuah arti : tata cara kerja yang bersistem untuk dapat memudahkan pelaksanaan dari suatu kegiatan, guna ingin untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.
19
Yang dimaksud dengan sebuah metode tafsir berarti suatu sistem yang dikembangkan untuk supaya dapat memudahkan dan guna
memperlancarkan untuk memproses sebuah penafsiran al-Qur’an secara keseluruhan.
Metode penafsiran yang dimaksud dalam sub-sub ini adalah suatu penafsiran yang biasa digunakan dalam wacana ‘ulum al-Qur’an dan umumnya
digunakan oleh seorang para ulama tafsir. Menurut al-Farmawi, ada empat macam
18
Ahmad Abrori, Tafsir M. Quraish Shihab tentang Hak-hak Politik Perempuan, Skripsi, Jakarta : IAIN Syarif Hidayatullah, 2000 t.d., h.47.
19
WJS. Poerwadarminta,ed., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Depdikbud, Jakarta:Balai Pustaka, 1998, h.649.
metode di dalam sebuah penafsiran al-Qur’an, yaitu: metode tahlily, ijmaly, muqarran dan maudhu’iy
.
20
Metode tafsir
tahlily adalah suatu metode tafsir yang bermaksud untuk menjelaskan tentang sebuah kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh
aspeknya. Di dalam sebuah metode ini tersebut, maka seorang penafsir agar dapat mengikuti sebuah runtutan dari ayat sebagaimana yang sudah telah tersususun di
dalam mushhaf Utsmani. Oleh karena itu, maka seorang penafsir dapat bisa memulai sebuah uraiannya dengan suatu cara mengemukakan arti dari global ayat.
Kemudian, penafsir juga telah dapat mengemukakan: Munasabah korelasi ayat- ayat serta juga, untuk menjelaskan suatu hubungan maksud antara ayat-ayat
tersebut dengan satu sama lainnya. Di samping itu, penafsir telah dapat membahas mengenai tentang asbab al-nuzul dan juga, tentang semua dalil-dalil yang berasal
dari seorang rasul, sahabat dan para tabi’in, yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para seorang penafsir itu sendiri yang telah diwarnai oleh latar
belakang dari suatu pendidikannya.
21
Metode ijmaly global, adalah suatu metode yang menyajikan sebuah penafsiran secara global dan singkat. Sehingga, mudah dapat terasa oleh bagi
seorang pembacanya.seakan-akan, bagaikan sudah tetap berada dalam sebuah gaya dan kalimat-kalimat dan al-Qur’an. Kemudian suatu metode muqarran
perbandingan adalah suatu metode yang telah berupaya untuk dapat membandingkan antara satu ayat dengan ayat yang lain atau dengan hadits Nabi
20
Abd. al-Hayy al-Farmawi, MetodeTafsir Mudhu’I, terj. Suryan A.jamrah, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1996. Cet.Ke-2.
21
Ibid.,h.12.
saw. yang sudah kelihatannya telah bertentangan, atau juga, telah membandingkan antara pendapat beberapa ulama yang bertentangan menyangkut dengan ayat-ayat
tertentu. Yang terakhir, metode maudhu’i tematik atau juga, disebut dengan metode tauhidy adalah suatu metode yang telah menyajikan pesan ayat-ayat al-
Qur’an yang berbicara tentang satu topik dalam satu kesatuan yang utuh.
22
Kalau dilihat dari suatu pemaparan M. Quraish Shihab dalam menafsirkan suatu ayat-ayat al-Qur’an, maka telah jelas bahwa tafsir al-Mishbah ini dengan
menggunakan metode tahlily, karena beliau sudah sangat berusaha untuk dapat menafsirkan al-Qur’an, ayat demi ayat, surah demi surah, dan juga, berbagai
seginya, sesuai dengan susunannya yang telah terdapat di dalam mushhaf. Tetapi walau demikian, sebenarnya juga tidak secara otomatis untuk tidak
meninggalkan dari sebuah metode-metode yang lain.
23
Karena pada banyak tempat beliau pun telah memadukan dari sebuah metode tahlily ini dengan
sebanyak dari tiga metode yang lainnya, khususnya kepada metode maudhu’iy. Bentuk dari pemanduan ini sehingga, dapat dilihat dalam sebuah uraian dari
seluruh ayat yang sesuai dengan urutan mushhaf itu tersebut. M. Quraish Shihab juga, pertama-tama dalam menafsirkannya dengan secara global, kemudian
mengelompokkan ayat-ayat yang telah sesuai dengan temanya, karena agar supaya kandungan ayat-ayat tersebut dapat dijelaskan yang sesuai dengan
topiknya, lalu pada saat-saat tertentu, beliau langsung menyungguhkan atas
22
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an Karim M. Quraish Shihab; Tafsir atas Surah- surah Pendek Berdasarkan Turunnya Wahyu
, Jakarta: Pustaka Hidayah, 1997, h.v.
23
Ini terbukti pada setiap akan membahas suatu ayat yang secara detail, terlebih dahulu M. Quraish Shihab memberikan penjelasan secara global; dan pada beberapa tempat beliau
menerapkan metode muqarran lihat Tafsir al-Mishbah, Jilid 1 ,h.107, 210 dan 264; serta menerapkan metode maudhu’iy lihat Tafsir al-Mishbah, Jilid 1, h.95, 183 dan 455.
perbandingan tentang pendapat-pendapat seorang ulama yang berkaitan dengan ayat yang sedang akan dibahas.
Tetapi, walau bagaimana pun, kalau penulis ingin berpedoman kepada empat macam dari sebuah metode penafsiran seperti yang telah disebutkan di atas,
maka penulis harus dapat secara tegas untuk dalam memilih salah satunya. Metode yang sangat paling pas-dari keempatnya yang telah dipakai pada Tafsir al-
Mishbah ini adalah metode tahliliy.
Pemilihan metode
tahlily ini juga, didasarkan atas suatu kesadaran beliau,
bahwa dari sebuah metode yang ia telah pergunakan sebelumnya, setidak-tidaknya pada sebuah karyanya yang telah berjudul “Wawasan al-Qur’an” ; selain itu dari
suatu keunggulannya dalam memperkenalkan sebuah konsep al-Qur’an tentang tema-tema tertentu dengan secara utuh, ia juga tidak luput dari sesuatu
kekurangan. Menurutnya, al-Qur’an dapat memuatkan atas sebuah tema yang tidak terbatas; oleh sebab itu dengan menggunakan sebuah metode tematik saja,
sangat sulit untuk memperkenalkan tentang semua dari tema-tema itu tersebut.
24
Untuk melengkapi atas dari kekurangan tersebutlah, sehingga, M. Quraish Shihab dapat menggunakan sebuah metode tahliliy dalam suatu karyanya ini tersebut.
24
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Jakarta:Lentera Hati, 1996, Cet.Ke-1, h.Xii.
D. Ayat-ayat Syifa dan Terjemahannya