Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik Terhadap Keikutsertaan Pria Menjadi Akseptor KB Metode Operasi Pria (MOP) di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012

(1)

METODE OPERASI PRIA (MOP) DI WILAYAH KERJA

PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK TERHADAP KEIKUTSERTAAN PRIA MENJADI AKSEPTOR KB

PUSKESMAS LUBUK PAKAM TAHUN 2012

TESIS

Oleh

MASRIATI PANJAITAN 107032161/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK TERHADAP KEIKUTSERTAAN PRIA MENJADI AKSEPTOR KB

METODE OPERASI PRIA (MOP) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK PAKAM

TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MASRIATI PANJAITAN 107032161/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK TERHADAP KEIKUTSERTAAN PRIA MENJADI AKSEPTOR KB METODE OPERASI PRIA (MOP) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK PAKAM TAHUN 2012 Nama Mahasiswa : Masriati Panjaitan

Nomor Induk Mahasiswa : 107032161

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (Drs. Tukiman, M.K.M) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 5 November 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M

2. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 3. dr. Yostoko Kaban Sp.OG


(5)

.

PERNYATAAN

PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK TERHADAP KEIKUTSERTAAN PRIA MENJADI AKSEPTOR KB

METODE OPERASI PRIA (MOP) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK PAKAM

TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2013

MASRIATI PANJAITAN 107032161/IKM


(6)

ABSTRAK

MOP merupakan prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasdeferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi penyatuan ovum dengan sperma tidak terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi intrinsik (pengetahuan, sikap dan harapan) dan ekstrinsik (kemudahan pelayanan, informasi pelayanan) terhadap keikutsertaan pria menjadi aseptor KB MOP di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012.

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan pendekatan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh pria PUS yang tidak ingin memiliki anak lagi dan bertempat tinggal di desa wilayah kerja Puskesmas Lubuk Pakam. Sampel berjumlah 150 orang dengan tehnik purpopsive sampling. Analisa data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda (multiple logistic regression).

Hasil penelitian meenunjukkan bahwa pengetahuan (p=0,0001), sikap (p=0,002), kemudahan pelayanan (p=0,004), dan informasi (p=0,004) mempunyai hubungan yang bermakna dengan keikutsertaan pria menjadi akseptor KB MOP, tetapi hanya pengetahuan, sikap, kemudahan pelayanan, dan informasi yang terbukti berpengaruh sedangkan harapan tidak berhubungan dan tidak berpengaruh. Nilai Percentage Correct menunjukkan variabel pengetahuan, sikap, kemudahan pelayanan, dan informasi bisa menjelaskan pengaruhnya terhadap keikutsertaan pia menjadi akseptor KB MOP sebesar 74,0%, sedangkan sisanya sebesar 26,0% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Disarankan kepada Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Kecamatan Lubuk Pakam perlu meningkatkan kegiatan pelayanan, khususnya melalui kegiatan keluarga berencana dan penyuluhan tentang akseptor KB Metode Operasi Pria (MOP) sehingga dapat meningkatkan keikutsertaan pria serta mengurangi ledakan penduduk dengan program KB.


(7)

ABSTRACT

Mop (Man Operation Method) is a clinical procedure to stop man’s reproductive capacity through occlusion vasdeferensia that the sperm transportation channel is blocked and the fertilization process to unify the ovum and the sperm does not occur. The purpose of this study was to analyze the influence of intrinsic motivation (knowledge, attitude and expection) and estrinsic motivation (ease of service, information service)on the participation of man in being the Family Planning acceptor through MOP in the working area of Puskesmas (Community Health Center0 Lubuk Pakam in 2012.

The population of this analytical survey study with cross-sectional design was all of the men in reproductive age who did not want to have children anymore and live in the working area of Puskesmas Lubuk Pakam and 150 or them were selected to be the samples for this study through purposive sampling technique. The data obtained were analyzed through chi-square test and multiple logistic regression test.

The result of this study showed that knowledge (p=0.001), attitude (p=0.002), ease of service (p=0.004), and information (p=0.004) had a significant relationship with the participation of man in being the Family Planning acceptor through MOP while expection did not have any relationship and influence at all. Knowledge, attitude, ease of service and information can influence the participation of man in being the Family Planning acceptor through MOP for 74.0% while the remaining 26.0% is influenced by other factors.

The management of Women Empowerment Board of Family Planning Lubuk Pakam Subdistrict needs to improve their service activity especially through Family Planning activity and extension on being the Family Planning acceptor through MOP that the participation of man in Family Planning program can be increased and the population boom can be minimized.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik Terhadap Keikutsertaan Pria Menjadi Akseptor KB Metode Operasi Pria (MOP) di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu


(9)

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Heru Santosa, MS, PhD selaku ketua komisi pembimbing dan Drs. Tukiman, M.K.M selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes dan dr. Yostoko Kaban SPOG selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Kepala Puskesmas Lubuk Pakam beserta jajarannya yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian dan sehingga tesis ini selesai.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa buat suami Edi Saputra beserta anak-anakku Dimas, Reihan dan Tia yang selalu memberi doa, kasih sayang, motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.

9. Orang tuaku tercinta, Ayahanda (Alm) Yusnir Panjaitan dan Ibunda (Alm) Hairiah Siahaan yang telah memberikan kasih sayang selama ini.

10. Rekan – rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2010 Minat studi Kesehatan Reproduksi.


(10)

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, November 2012 Penulis

Masriati Panjaitan


(11)

RIWAYAT HIDUP

Masriati Panjaitan, lahir pada tanggal 27 Maret 1969 di Tanjung Balai, anak dari pasangan Ayahanda (Almarhum) Yusnir Panjaitan dan (Almarhum) Hairiah Siahaan.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri (SD), Sekolah Menegah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMU), Sekolah D-III Keperawatan Glugur selesai Tahun 1994, Akta III di IKIP, dan D-IV Perawat Pendidik USU selesai Tahun 2001.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010 dan menyelesaikan pendidikan tahun 2012.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Motivasi ... 11

2.1.1 Pengertian Motivasi ... 11

2.1.2 Teori Motivasi ... 13

2.1.3 Jenis-jenis Motivasi ... 14

2.1.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi ... 14

2.1.5 Manfaat Motivasi ... 16

2.2 Teori Harapan ... 17

2.2.1 Harapan ... 17

2.3 Teori Keikutsertaan ... 18

2.3.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan Pria dalam Program KB ... 19

2.4 Keluarga Berencana ... 23

2.4.1 Filosofi Penerangan dan Motivasi KB ... 26

2.5 Pengertian dan Jenis MOP ... 29

2.5.1 Mekanisme Kerja MOP ... 30

2.5.2 Kelebihan MOP ... 32

2.5.3 Kekurangan/Kerugian/Efek Samping MOP serta Pengobatan atau Penanganannya ... 33

2.5.4 Indikasi MOP ... 34

2.5.5 Kontra Indikasi MOP ... 35

2.5.6 Hal-hal yang Perlu Diketahui Bagi Pengguna MOP ... 35

2.6 Pelaksanaan Pelayanan MOP ... 36

2.6.1 Teknik MOP Standar ... 38

2.6.2 Perawatan dan Pemeriksaan Pasca Bedah MOP ... 44


(13)

2.8 Kerangka Konsep ... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Jenis Penelitian ... 47

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.3 Populasi dan Sampel ... 47

3.3.1 Populasi ... 47

3.3.2 Sampel ... 48

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 48

3.4.1 Data Primer ... 48

3.4.2 Data Skunder ... 49

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 49

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 52

3.5.1 Variabel Terikat ... 52

3.5.2 Variabel Bebas ... 52

3.6 Metode Pengukuran ... 53

3.7 Metode Analisis Data ... 55

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 57

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57

4.2. Analisis Univariat ... 57

4.2.1. Karakteristik Responden ... 57

4.2.2. Pengetahuan Pria ... 59

4.2.3. Sikap Pria ... 60

4.2.4. Harapan Pria ... 61

4.2.5. Kemudahan Pelayanan Pria ... 62

4.2.6. Informasi Pria ... 63

4.2.7. Keikutsertaan Pria ... 65

4.3. Analisis Bivariat ... 65

4.3.1. Hubungan Umur dengan Keikutsertaan Pria menjadi Akseptor KB MOP ... 65

4.3.2. Hubungan Pendidikan dengan Keikutsertaan Pria menjadi Akseptor KB MOP ... 66

4.3.3. Hubungan Penghasilan dengan Keikutsertaan Pria menjadi Akseptor KB MOP ... 66

4.3.4. Hubungan Jumlah Anak dengan Keikutsertaan Pria menjadi Akseptor KB MOP ... 67

4.3.5. Hubungan Pengetahuan Responden dengan Keikutsertaan KB ... 67

4.3.6. Hubungan Sikap Responden dengan Keikutsertaan KB ... 68

4.3.7. Hubungan Harapan Responden dengan Keikutsertaan KB ... 69

4.3.8. Hubungan Kemudahan Pelayanan Responden dengan Keikutsertaan KB ... 69


(14)

4.3.9. Hubungan Informasi Responden dengan Keikutsertaan

KB ... 70

4.3.10. Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Keikutsertaan Pria menjadi Akseptor KB MOP ... 71

4.3.11. Hubungan Motivasi Ekstrinsik dengan Keikutsertaan Pria menjadi Akseptor KB MOP ... 72

4.4. Analisis Multivariat ... 72

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1. Motivasi Intrinsik ... 76

5.1.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Keikutsertaan Pria menjadi Akseptor KB Metode Operasi (MOP) di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012 .... 77

5.1.2. Pengaruh Sikap terhadap Keikutsertaan Pria Menjadi Akseptor KB Metode Operasi (MOP) di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012 ... 81

5.2. Motivasi Ektrinsik ... 83

5.2.1. Pengaruh Kemudahan Pelayanan terhadap Keikutsertaan Pria Menjadi Akseptor KB Metode Operasi (MOP) di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012 ... 84

5.2.2. Pengaruh Informasi terhadap Keikutsertaan Pria Menjadi Akseptor KB Metode Operasi (MOP) di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012 ... 87

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 90

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1. Kesimpulan ... 91

6.2. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan ... 50 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Sikap ... 50 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Harapan ... 51 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Kemudahan

Pelayanan ... 51 3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Informasi ... 52 3.6 Pengukuran Variabel Penelitian ... 53 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan,

Pekerjaan, Penghasilan dan Jumlah Anak di Wilayah Kerja

Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012 ... 58 4.2. Gambaran Pengetahuan Pria PUS terhadap Keikutsertaan Pria

Menjadi Akseptor KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk

Pakam Tahun 2012 ... 59 4.3. Distribusi Pengetahuan Pria Berdasarkan Keikutsertaan Menjadi

Akseptor KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam... 60 4.4. Gambaran Sikap Pria PUS terhadap Keikutsertaan Menjadi Akseptor

KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012 .... 60 4.5. Distribusi Sikap Pria Berdasarkan Keikutsertaan Menjadi Akseptor

KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam ... 61 4.6. Gambaran Harapan Pria PUS terhadap Keikutsertaan Menjadi

Akseptor KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam

Tahun 2012 ... 61 4.7 Distribusi Harapan Pria terhadap Keikutsertaan Menjadi Akseptor


(16)

4.8 Gambaran Kemudahan Pelayanan Pria PUS terhadap Keikutsertaan Menjadi Akseptor KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk

Pakam Tahun 2012 ... 63 4.9 Distribusi Kemudahan Pelayanan terhadap Keikutsertaan Menjadi

Akseptor KB MOP ... 63 4.10 Gambaran Informasi Pria PUS terhadap Keikutsertaan menjadi

Akseptor KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam

Tahun 2012 ... 64 4.11 Distribusi Informasi Pria terhadap Keikutsertaan Menjadi Akseptor

KB MOP ... 64 4.12 Distribusi Keikutsertaan Pria menjadi Akseptor KB MOP di Wilayah

Kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012 ... 65 4.13 Tabulasi Silang Umur dengan Keikutsertaan Pria menjadi Akseptor

KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam ... 65 4.14 Tabulasi Silang Pendidikan dengan Keikutsertaan Pria Menjadi

Akseptor KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam ... 66 4.15 Tabulasi Silang Penghasilan dengan Keikutsertaan Pria Menjadi

Akseptor KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam ... 67 4.16 Tabulasi Silang Penghasilan dengan Keikutsertaan Pria Menjadi

Akseptor KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam ... 67 4.17 Hubungan Pengetahuan dengan Keikutsertaan Pria Menjadi

Akseptor KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam ... 68 4.18 Hubungan Sikap dengan Keikutsertaan Pria Menjadi Akseptor KB

MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam ... 69 4.19 Hubungan Harapan dengan Keikutsertaan Pria Menjadi Akseptor KB

MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam ... 69 4.20 Hubungan Kemudahan Pelayanan dengan Keikutsertaan Pria

Menjadi Akseptor KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk

Pakam ... 70 4.21 Hubungan Informasi dengan Keikutsertaan Pria Menjadi Akseptor


(17)

4.22 Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Keikutsertaan Pria Menjadi

Akseptor KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam ... 71 4.23 Hubungan Motivasi Ekstrinsik dengan Keikutsertaan Pria Menjadi

Akseptor KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam ... 71 4.24 Pengaruh Motivasi Intrinsik (Pengetahuan, Sikap) dan Ekstrinsik

(Kemudahan Pelayanan, Informasi) terhadap Keikutsertaan Pria


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 2.1 Landasan Teori ... 45 2.2 Kerangka Konsep ... 46


(19)

ABSTRAK

MOP merupakan prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasdeferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi penyatuan ovum dengan sperma tidak terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi intrinsik (pengetahuan, sikap dan harapan) dan ekstrinsik (kemudahan pelayanan, informasi pelayanan) terhadap keikutsertaan pria menjadi aseptor KB MOP di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012.

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan pendekatan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh pria PUS yang tidak ingin memiliki anak lagi dan bertempat tinggal di desa wilayah kerja Puskesmas Lubuk Pakam. Sampel berjumlah 150 orang dengan tehnik purpopsive sampling. Analisa data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda (multiple logistic regression).

Hasil penelitian meenunjukkan bahwa pengetahuan (p=0,0001), sikap (p=0,002), kemudahan pelayanan (p=0,004), dan informasi (p=0,004) mempunyai hubungan yang bermakna dengan keikutsertaan pria menjadi akseptor KB MOP, tetapi hanya pengetahuan, sikap, kemudahan pelayanan, dan informasi yang terbukti berpengaruh sedangkan harapan tidak berhubungan dan tidak berpengaruh. Nilai Percentage Correct menunjukkan variabel pengetahuan, sikap, kemudahan pelayanan, dan informasi bisa menjelaskan pengaruhnya terhadap keikutsertaan pia menjadi akseptor KB MOP sebesar 74,0%, sedangkan sisanya sebesar 26,0% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Disarankan kepada Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Kecamatan Lubuk Pakam perlu meningkatkan kegiatan pelayanan, khususnya melalui kegiatan keluarga berencana dan penyuluhan tentang akseptor KB Metode Operasi Pria (MOP) sehingga dapat meningkatkan keikutsertaan pria serta mengurangi ledakan penduduk dengan program KB.


(20)

ABSTRACT

Mop (Man Operation Method) is a clinical procedure to stop man’s reproductive capacity through occlusion vasdeferensia that the sperm transportation channel is blocked and the fertilization process to unify the ovum and the sperm does not occur. The purpose of this study was to analyze the influence of intrinsic motivation (knowledge, attitude and expection) and estrinsic motivation (ease of service, information service)on the participation of man in being the Family Planning acceptor through MOP in the working area of Puskesmas (Community Health Center0 Lubuk Pakam in 2012.

The population of this analytical survey study with cross-sectional design was all of the men in reproductive age who did not want to have children anymore and live in the working area of Puskesmas Lubuk Pakam and 150 or them were selected to be the samples for this study through purposive sampling technique. The data obtained were analyzed through chi-square test and multiple logistic regression test.

The result of this study showed that knowledge (p=0.001), attitude (p=0.002), ease of service (p=0.004), and information (p=0.004) had a significant relationship with the participation of man in being the Family Planning acceptor through MOP while expection did not have any relationship and influence at all. Knowledge, attitude, ease of service and information can influence the participation of man in being the Family Planning acceptor through MOP for 74.0% while the remaining 26.0% is influenced by other factors.

The management of Women Empowerment Board of Family Planning Lubuk Pakam Subdistrict needs to improve their service activity especially through Family Planning activity and extension on being the Family Planning acceptor through MOP that the participation of man in Family Planning program can be increased and the population boom can be minimized.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk yang pesat merupakan akibat dari fertilitas yang tinggi, setiap hari ada 10.000 bayi lahir di Indonesia, berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, melebihi angka proyeksi nasional, yaitu sebanyak 237,6 juta jiwa dengan laju pertambahan penduduk (LPP) 1,49 per tahun, kondisi kualitas penduduk berdasarkan indeks pembangunan manusia (IPM) masih sangat rendah, berada pada posisi ke 124 dari 187 negara. Selain akan menjadi sumber kemiskinan, hal ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi, sehingga menjadi permasalahan nasional (Sonny, 2011).

Provinsi Sumatra Utara sesuai dengan hasil sensus penduduk 2010 mengalami peningkatan jumlah sebesar 1,11 persen dengan jumlah penduduk sekitar 13 juta jiwa yang sebelumnya sekitar 11,5 juta jiwa menurut sensus 2000. Keadaan ini menempatkan Sumatera Utara di posisi keempat terbesar setelah Jawa Barat dengan jumlah penduduk sekitar 43 juta jiwa, Jawa Timur sekitar 38 juta jiwa dan Jawa Tengah sekitar 35 juta jiwa.

Sulistyo (2009), Program KB Nasional pasca-Otonomi Daerah, program KB seharusnya menjadi prioritas pembangunan di setiap daerah karena sangat penting untuk Human Capital Investment atau sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut analisa Cost Benefit program KB berhasil mencegah kelahiran sebanyak kurang lebih 100 juta jiwa dan mempunyai manfaat sangat besar bagi bangsa dan 1


(22)

negara. Dalam upaya mengantisipasi perubahan lingkungan strategis, diantaranya kesepakatan global, BKKBN melakukan perumusan kembali visi, misi, dan strategi dasar (Grand Strategy). Melalui upaya ini diharapkan kinerja program dapat meningkat dan sasaran program KB Nasional yang tertuang dalam RPJPM 2004-2009 dapat dicapai (Sulistyo, 2004-2009).

Secara Nasional, KB pria kurang diminati. Secara psikologi mengikuti program KB bagi sebagian besar pria di nilai sebagai tindakan asing dan aneh. Jadi tidak ada alasan pria untuk ber-KB, akibatnya tak cukup banyak peserta KB pria hingga saat ini. Sedikitnya peserta pria memang di picu oleh banyak sebab antara lain rumor medis, agama, budaya, dan biaya, hal utama lainnya adalah kampanye dan sosialisasi yang minim (BKKBN RI, 2005).

Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 dan Inpres No 1 Tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan Proritas Pembangunan Nasional serta Inpres No.3 Tahun 2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan telah menempatkan program KB sebagai bagian strategis dari pembangunan nasional.

Oleh karena itu peran aktif dan upaya peningkatan peran pria harus ditingkatkan. Hasil penelitian Saptono Tahun 2008 di Kabupaten Bantul bahwa terdapat hubungan antara sikap terhadap keikutsertaan pria dalam KB. Sikap kepedulian terhadap masalah kesehatan reproduksi diyakini akan meningkatkan keikutsertaan pria. Hal ini disebabkan karena selama ini adanya kebiasaan masyarakat yang menganggap bahwa masalah KB adalah urusan kaum perempuan dan pria tidak pernah terlibat. Sebab sikap terwujud dalam sebuah tindakan yang bergantung pada situasi saat itu, dan pengalaman yang terjadi pada seseorang mengacu dari


(23)

pengalaman orang lain. Keikutsertaan dalam KB merupakan perasaan mendukung atau tidak mendukung terhadap objek tersebut. Sikap baik keikutsertaan pria dalam KB merupakan perasaan yang memihak atau mendukung terhadap upaya keikutsertaan.

Menurut Lumastari (2008) dalam jurnal analisa keikutsertaan pria dalam ber KB, jumlah aseptor KB pria pada tahun 2007 sebesar 1,3%, targetnya tahun 2009 meningkat menjadi 4,5 antara, 2007 dari 1,3% (1,8 juta orang) aseptor KB pria tersebut jumlah akseptor vasektomi sebanyak 250.000 orang (13,89%) BKKBN RI, 2008; Sedangkan di Jawa Timur Peserta KB, Pria pada tahun 2006. Sebanyak 420.000 atau sekitar 2% dari jumlah penduduk pria dewasa dan 15% nya menggunakan vasektomi.

Hingga saat ini, tingkat keikutsertaan pria dalam ber-KB masih tergolong rendah hanya 15 persen dari 61,4 persen total peserta KB (SDKI 2007). Dalam upaya meningkatkan keikutsertaan pria dalam ber-KB, kini sedang dikembangkan alat/metode kontrasepsi untuk pria. Namun semenjak program ini diluncurkan yang menjadi sasaran selalu para istri. Dengan rasa cinta dan tanggungjawab kepada keluarga para suami juga dapat menjadi sasaran KB yaitu dengan Metode Operatif Pria (MOP) (BKKBN, 2009).

Dari data yang ada di BKKBN Sumatera Utara untuk kota Medan pada Tahun 2010 diperoleh 366.855 PUS, sebesar 213.134 (58,37%) pasangan peserta akseptor KB aktif sedangkan 111.749 (41,63%) pasangan tidak akseptor KB. Dari akseptor KB yang ada peserta pelayanan kontrasepsi pria (vasektomi) pada Tahun 2008


(24)

sebanyak 39 akseptor (0,02%), Tahun 2009, 45 akseptor (0,22%) peserta vasektomi dan pada tahun 2010 peserta vasektomi meningkat menjadi 513 orang (0,24%).

Masih rendahnya kesadaran pria ber-KB itu terkait dengan kurangnya pemahaman kaum pria tentang kontrasepsi pria, rendahnya minat suami dalam mengakses informasi tentang KB dan kesehatan reproduksi, peran tokoh agama yang masih kurang, sarana pelayanan KB bagi pria. Banyak istri yang justru tidak mau suaminya di vasektomi karena kuatir masih perlu ditingkatkan dan terbatasnya pilihan alat kontrasepsi yang tersedia dimanfaatkan untuk selingkuh. Selain

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biomedis dan Reproduksi manusia pada tahun 2009 di Yogyakarta dan Jakarta menyimpulkan bahwa rendahnya partisipasi pria dalam penggunaan kontrasepsi disamping karena kurangnya informasi kontrasepsi untuk pria (47,6%) terbatasnya kontrasepsi pria (19%), dan terbatasnya pelayanan KB pria (17,1%) ternyata juga sebagian besar ibu/istri tidak mendukung dan merasa khawatir bila suaminya berkontrasepsi. Hal ini dinyatakan oleh lebih dari 70% ibu atau 3 dari 4 ibu. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2000 penyebab rendahnya pria ber KB sebagian besar disebabkan oleh faktor keluarga, antara lain istri tidak mendukung (66,26%), rumor dimasyarakat, (46,65%), kurangnya informasi metode KB pria dan terbatasnya tempat pelayanan (6,22%) (BKKBN RI, 2009).

itu, rumor masyarakat yang terkait dengan vasektomi adalah sifat yang tidak reversibel atau pria yang melakukan vasektomi sama dengan dikebiri (BKKBN RI, 2007).

Penelitian yang di lakukaan Litbangkes (penelitian pengembangan kesehatan) di wilayah Puskesmas Tembilan kota Pekanbaru tahun 2008, bahwa pendidikan


(25)

berhubungan dengan keikutsertaan pria dalam KB, Semakin tinggi tingkat pendidikan suami, maka semakin mudah untuk menerima gagasan program KB. Selain itu pengetahuan pria yang baik tentang kelebihan vasektomi, keterbatasan vasektomi, serta kelebihan coitus interuptus senggama terputus) akan membentuk tindakan yang positif terhadap keikutsertaan KB, karena pengetahuan merupakan faktor predisposisi untuk berperilaku. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior), yang salah satu tindakannya untuk menjadi peserta KB. Hasil ini juga didukung oleh studi kuantitatif oleh Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1999, bahwa tingkat pendidikan berpengaruh secara bermakna terhadap keikutsertaan KB pria dalam pemakaian kontrasepsi.

Untuk Kabupaten Deli Serdang, keikutsertaan pria dalam kontrasepsi pria masih rendah. Badan Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana terus berupaya untuk meningkatkan keikutsertaan pria dalam ber KB. Data KB yang diperoleh dari Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan KB Deli Serdang, 2010 sampai dengan 2011, pengguna KB kondom 610 orang, (20,67%) dari 4300 PUS yang menggunakan kontrasepsi Pria sebanyak 46 orang, (1,44%) dari 4300 PUS, data ini diperoleh dari 13 desa yang ada di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang (Profil Dinkes Deli Serdang, 2010).

Upaya Dinas Kesehatan melalui BKKBN untuk meningkatkan kesertaan pria untuk ikut KB MOP dengan cara menggalakkan promosi kesehatan khususnya tentang KB MOP melalui kader-kader yang telah dibina oleh BPLKB. Sedangkan kemudahan pelayanan dalam penyelenggaraan KB MOP BKKBN menyelenggarakan


(26)

safari KB di setiap wilayah kerja Puskesmas, namun sasaran KB yang ditujukan untuk pria selalu dimonopoli oleh kaum ibu, hal ini menunjukkan kesadaran pria untuk ber KB masih sangat kurang.

MOP merupakan prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasdeferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi penyatuan ovum dengan sperma tidak terjadi (Saifudin, 2006). Setelah dilakukan penelitian, kontrasepsi MOP menunjukkan bahwa tidak ada efek buruk pada pria terhadap kegairahan seksual, kemampuan ereksi atau ejakulasi setelah menjalani kontap-pria. Bahkan sekarang, untuk mengurangi rasa takut pria akan tindakan/istilah operasi yang selalu dihubungkan dengan pisau operasi, telah dikembangkan metode vasektomi tanpa pisau (VTP) (Hanafi, 2010).

Hal-hal yang dilakukan setelah menjalani operasi pria harus istirahat cukup dan selama 7 hari setelah operasi sebaiknya tidak bekerja berat, hal ini yang menjadi kendala bagi pria untuk melaksanakan MOP, karena sebagai kepala rumah tangga pria harus bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarganya dan mayoritas setiap keluarga hanya suami yang bekerja. Selain itu secara psikologis para pria mengatakan merasa terganggu dengan kebutuhan seksnya, karena setelah 7 hari tindakan operasi dilakukan baru boleh berhubungan intim dan pasangan harus meggunakan kondom selama 10-12 kali persenggamaan setelah operasi (Hasil wawancara dengan responden pria di Desa Sekip).

Menurut Herzberg Motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan, sedangkan Teori Vroom mengidentifikasi secara


(27)

konseptual penentu motivasi dan bagaimana hal tersebut saling berhubungan. Vroom mendefinisikan motivasi suatu sebagai suatu proses pengaturan pilihan antara bentuk aktivitas sukarela alternatif. Menurut pandangannya, sebagian besar perilaku berada di bawah pengendalian orang dan karena dimotivasi (Sondang, 2002).

Adapun faktor motivasi menurut Herzberg dalam Hasibuan (2005) adalah: pekerjaan itu sendiri (The Work It Self) prestasi yang di raih (Achievenment), peluang untuk maju (Advancement) pengakuan orang lain (Recognition) tanggung jawab (Responsible). Disebabkan oleh faktor-faktor intrinsic seperti sikap, tindakan, harapan. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dalam ber KB khususnya MOP sangat mempengaruhi terhadap keikusertaan, jumlah anak juga dapat menjadikan indikator dalam keikutsertaan dan sosial ekonomi. Faktor-faktor lain dari luar (ekstrinsik) seperti fasilitas pelayanan reproduksi, dukungan keluarga, sumber informasi, sosial ekonomi, pekerjaan dan contoh keteladanan dari petugas kesehatan.

Tempat pelayanan juga perlu dikaji lagi, tempat-tempat pelayanan kesehatan yang bisa memberikan pelayanan KB untuk pria masih sangat terbatas. Kurangnya tenaga pelayanan terutama tenaga dokter yang boleh melayani vasektomi, kurangnya sarana dan prasarana Puskesmas dalam playanan KB vasektomi. Secara naluri manusia biasanya akan mengidentifikasi apa yang dilakukan oleh yang dianggap menjadi idola atau panutannya, hal ini mungkin dapat mempengaruhi keberhasilan karena adanya proses identifikasi yang dilakukan masyarakat. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan (Winardi, 2007).

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Lubuk Pakam dari 4300 PUS hanya ditemukan 46 orang peserta KB


(28)

MOP dari 13 desa yang ada, target yang baru tercapai 0,010%. Sedangkan Target Nasional untuk cakupan MOP 4,5%. Peneliti mendapatkan data pada 17 orang pengguna MOP, dilihat dari karakteristik ditemukan rata-rata 9 orang bekerja sebagai tukang becak, 4 orang buruh, 1 orang petani dan 3 orang mocok-mocok, umur di atas 30 tahun, jumlah anak hidup 4 orang. Namun peneliti belum melihat faktor apa yang menjadi motivasi intrinsik dan ekstrinsik pada pria dalam melakukan kontrasepsi MOP, daerah ini juga belum pernah dilakukan peneliti tentang KB MOP. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik terhadap Keikutsertaan Pria Pasangan Usia Subur Menjadi Akseptor KB MOP di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Lubuk Pakam Tahun 2012”.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya keikutsertaan pria menjadi akseptor KB MOP sehingga peneliti ingin melihat apakah ada pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap Keikutsertaan Pria menjadi akseptor KB MOP di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh motivasi intrinsik (pengetahuan, sikap dan harapan) dan ekstrinsik (kemudahan pelayanan, informasi pelayanan) terhadap keikutsertaan pria menjadi aseptor KB MOP di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012.


(29)

1.4 Hipotesis

1. Terdapat pengaruh antara motivasi intrinsik (pengetahuan, sikap dan harapan) terhadap keikutsertaan pria pasangan usia subur menjadi aseptor KB MOP di Wiiyah kerja Puskesmas Lubuk Pakam

2. Terdapat pengaruh antara motivasi ekstrinsik (kemudahan pelayanan dan informasi pelayanan) terhadap keikutsertaan pria pasangan usia subur menjadi aseptor KB MOP di Wiiyah kerja Puskesmas Lubuk Pakam

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Memberikan masukan bagi Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Kecamatan Lubuk Pakam dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan Keluarga Berencana pria khususnya di Kecamatan Lubuk Pakam.

2. Bagi petugas kesehatan dan petugas keluarga berencana dapat meningkatkan pelayanan keluarga berencana di Kecamatan Lubuk Pakam sehingga dapat meningkatkan cakupan akseptor keluarga berencana pria. Karena dalam peningkatan pelayanan selama ini belum mencapai standar yang di inginkan.

3. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah keilmuan dan pengembangan pengetahuan tentang partisipasi pria dalam keluarga berencana. 4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Motivasi

2.1.1 Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara perilaku manusia akibat interaksi individu dengan situasi. Umumnya orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar dari pada yang tidak melakukan. Kata motivasi berasal dari kata motivasion, yang dapat diartikan sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku mencapai suatu tujuan tertentu (Rahmat, 2009). Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela mengerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menuangkan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang ditentukan (Siagian, 2009).

Sedangkan Gerungan (2004), menambahkan bahwa motivasi adalah penggerak, alasan-alasan atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan dirinya melakukan suatu tindakan / bertingkah laku. Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Hal ini terkait


(31)

dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani.

Istilah motivasi mengandung tiga hal yang amat penting, yaitu:

a) Pemberian sasaran organisasional. Tersirat pada pandangan ini bahwa dalam tujuan dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi anggota organisasi. Pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri bawahan yang digerakan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan maka tujuan pribadi akan ikut pula tercapai.

b) Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan tertentu. Usaha merupakan ukuran intensitas kemauan seseorang. Apabila seseorang termotivasi, maka akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu.

c) Kebutuhan adalah keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan menciptakan ketegangan yang pada gilirannya menimbulkan dorongan tertentu pada diri seseorang.

Gitosudarmo dan Sudita (1997), menyatakan motivasi dan dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja sama demi terciptanya tujuan bersama atau tujuan perusahaan ini terdapat dua macam: (a) motivasi financial yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan financial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut Insentif; dan (b). motivasi non motivasi, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk financial, akan tetapi berupa hal- hal seperti ujian penghargaan, pendekatan manusiawi dan lain sebagainya.


(32)

2.1.2 Teori Motivasi

Robin (2006), teori ini mula-mula dipelopari oleh Maslow pada tahun 1954 ia menyatakan bahwa manusia mempunyai berbagai keperluan dan mencoba mendorong bergerak memenuhi kebutuhan tersebut. Keperluan itu wujud beberapa tahap kepentingan. Setiap manusia mempunyai keperluan memenuhi kepuasan diri untuk bergerak memenuhi keperluan tersebut. Lima hierarki, keperluan Maslow adalah kebutuhan: (1). Faali (fisiologis) : antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks dan kebutuhan ragawi lain, (2) Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional, (3) Sosial: mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan persahabatan, (4) Penghargaan : mencangkup faktor rasa hormat eksternal seperti harga diri, otonomi, prestasi; dan faktor hormat eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian. (5) Aktualitas diri : dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi; mencakup pertumbuhan, mencapai pontensialnya dan pemenuhan diri.

Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai kategori tinggi dan kategori rendah, kebutuhan faali dan kebutuhan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan kategori rendah dan kebutuhan sosial dan kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan kategori tinggi. Pembedaan antara kedua kategori ini berdasarkan alasan bahwa kebutuhan kategori tinggi ini berdasarkan alasan bahwa kebutuhan kategori tinggi dipenuhi sacara internal (di dalam diri orang itu). Sedangkan kebutuhan kategori rendah terutama dipenuhi secara eksternal (dengan upah, kontrak serikat buruh dan masa kerja).


(33)

2.1.3 Jenis-jenis Motivasi

Handoko (2011), motivasi terdiri atas : a. motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berfungsinya tanpa ransangan dari luar, karena dalam diri individu tersebut sudah ada dorongan untuk melakukan tindakan, dan b. motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsinya karena disebabkan oleh adanya faktor pendorong dari luar individu.

Herzberg menjelaskan bahwa motivasi pada prinsipnya berkaitan dengan kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Dalam hal ini kepuasan kerja atau perasaan positif disebut sebagai hygiene. Secara terinci dikemukakan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan dikalangan karyawan atau bawahan (Hasibuan, 2005).

2.1.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi

Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi motivasi yang “subjective“ atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor “objective” atau ekstrinsik.

Faktor-faktor inktrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu petugas dengan pekerjaannya yang sering disebut pula sebagai “job content faktor”. Faktor tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongan/daya motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi.


(34)

Herzberg (dalam Hasibuan, 2005), menyatakan faktor-faktor yang memengaruhi motivasi seorang ada yang bersifat internal dan eksternal. Faktor yang bersifat eksternal (motivator faktor), antara lain:

1. Tanggung jawab (Responsibility)

Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang berpotensi dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.

2. Prestasi yang diraih (Achievement )

Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian prestasi dalam melakukan sesuatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.

3. Pengakuan orang lain

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.

4. Pekerjaan itu sendiri (The Work it Self)

Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berpeforman tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforman tinggi.

5. Kemungkinan Pengembangan ( The possibility of growth)

Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang


(35)

pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja.

6. Kemajuan (Advancement)

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang dalam melakukan pekerjaan, karena setiap orang menginginkan adanya promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalaman.

2.1.5 Manfaat Motivasi

Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktifitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaanya.

Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan.

2.2 Teori Harapan

Teor berjudul “ Work and Motivation” menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu


(36)

hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

2.2.1 Harapan

Dengan merumuskan beberapa pendapat para ahli, Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa terdapat dua sumber yang dapat mempengaruhi kelakuan individu, yaitu : sumber-sumber harapan yang berkenaan dengan peranannya antara lain, tuntutan formal dari pihak pekerjaan yang terperinci dalam tugas yang seharusnya dilakukan. Dan tuntutan informal yang dituntut oleh kelompok-kelompok yang ditemui individu dalam lingkungan kerja. Di samping itu, menurut Wiliam G Scott dalam Cut Zurnali (2004), addtionally, as could be anticipated, the groups themselves can be axpected to interact, effecting the others expectations. Ternyata kelompok karyawan sendiri dapat juga mempengaruhi harapan-harapan yang akan dicapainya. Dan dengan adanya keyakinan atau pengharapan untuk sukses dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan atau menggerakkan usahanya. Selanjutnya Vroom yang secara khusus memformulasikan teori expectancy mengajukan 3 (tiga) konsep konsep dasar, yaitu : (1) Valence atau kadar keinginan seseorang; (2) Instrumentality atau alat perantara; (3) Expectacy atau keyakinan untuk mewujudkan keinginan itu sendiri.


(37)

2.3 Teori Keikutsertaan

Keikutsertaan adalah peran serta atau keterlibatan yang berkaitan dengan keadaan lahiriahnya (Sastropoetro, 1995). Participation becomes, then, people's involvement in reflection and action, a process of empowerment and active involvement in decision making throughout a programme, and access and control over resources and institutions (Cristóvão,1990).

Keikutsertaan merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab dan manfaat. Dalam pengertian sehari-hari, keikutsertaan merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya keikutsertaan dapat didekati dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan. Menurut konsep proses pendidikan, keikutsertaan merupakan bentuk tanggapan atau responses atas rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini, tanggapan merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).

Gray, dkk dalam Winardi (2007), motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal dan eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu atau ikut berkeikutsertaan. Menurut Atkinson, Hilgard, (1983), adanya pandangan mekanistik yang beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan manusia timbul dari adanya kekuatan internal dan eksternal di luar kontrol manusia itu sendiri, Hobbes (abad ke -17) mengemukakan bahwa apapun alasan yang diberikan oleh


(38)

seseorang atas perilakunya, sebab–sebab terpendam dari semua perilakunya itu adalah adanya kecenderungan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan

Teori yang sama menunjukkan adanya hubungan partisipasi dengan motivasi intrinsik dan ektrinsik dimana motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan seseorang yang dapat menimbulkan tingkat antusiasmenya dalam melakukan sesuatu kegiatan baik yang bersumber dalam dini individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ektrinsik) (Desra, 2011).

2.3.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan Pria dalam Program KB 1. Pengetahuan pria terhadap KB

Pengetahuan seseorang biasanya dipengaruhi dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut.

Dari studi kualitatif di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2001 menunjukkan pengetahuan menjadi salah satu faktor rendahnya keikutsertaan pria dalam KB.

2. Tingkat pendidikan

Pengaruh pendidikan pria terhadap penggunaan alat kontrasepsi dalam KB telah dikemukakan oleh Ekawati. Menurutnya pendidikan pria berpengaruh positif terhadap persepsi pria untuk KB.


(39)

3. Persepsi

Adanya persepsi bahwa wanita yang menjadi target program KB menjadi salah satu faktor rendahnya keikutsertaan pria dalam KB. Hasil penelitian Saptono (2008) menyimpulkan bahwa suami dengan persepsi positif terhadap alat kontrasepsi pria lebih tinggi pada kelompok suami yang menggunakan alat kontrasepsi pria dari pada kelompok kontrol.

4. Kualitas pelayanan KB pria

Dari studi kualitatif di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2001 menunjukkan kualitas pelayanan menjadi salah satu faktor rendahnya keikutsertaan pria dalam KB.

5. Terbatasnya metode kontrasepsi pria

Dari studi kualitatif di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2001 menunjukkan terbatasnya metode kontrasepsi pria menjadi salah satu faktor rendahnya keikutsertaan pria dalam KB.

6. Dukungan istri terhadap suami untuk KB

Dari hasil penelitian di Sumatera Selatan dan Jawa Barat yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2001 menunjukkan 66,26% istri tidak setuju suaminya ber KB.

7. Aksesibilitas pelayanan KB pria

Adanya kemudahan dan ketersediaan sarana pelayanan berdampak positif terhadap penggunaan suatu alat kontrasepsi. Menurut suami pelayanan KB pria yang paling disukai adalah dekat dengan rumah atau dekat dari tempat mereka bekerja


(40)

(48,85%), sebanyak 12,8% menginginkan tempat pelayanan dengan transportasi yang mudah, biaya terjangkau (9,9%), fasilitas lengkap (9,3%), dilayani dengan tenaga ahli yang ramah (9%) dan dapat menjaga privacy (2,2%). Sedangkan tempat memperoleh pelayanan KB pria adalah rumah sakit pemerintah 36,1%, Puskesmas 29,1% dan rumah sakit swasta 8,6% (Saptono, 2008).

Belum semua pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan vasektomi. Hanya 5 – 81 persen pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi dengan rata-rata 41 persen pelayanan kesehatan pemerintah (Wibowo, 1994). Hasil survei di 4 propinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat dan NTT tahun 2002 memperlihatkan bahwa dari 30% pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi, hanya 4% yang melayani vasektomi. Dari sisi provider terlihat bahwa keberadaan dan kesiapan provider pemberi pelayanan secara teknis telah mendukung pelaksanaan vasektomi. Namun secara mental masih ada hambatan, disamping itu mutasi dokter terlatihpun sangat cepat. Terbatasnya akses ke tempat pelayanan disebabkan antara lain oleh :

- Citra terhadap tempat pelayanan KB yang dipersiapkan sebagai tempat pelayanan untuk wanita.

- Kurangnya tenaga terlatih untuk vasektomi

- Kurangnya motivasi provider untuk pelayanan vasektomi

- Kurangnya dukungan peralatan dan medical suplies untuk vasektomi - Kurang dukungan logistik kondom


(41)

8. Dukungan pengambil keputusan

Tokoh masyarakat dan tokoh agama terhadap upaya peningkatan patisipasi pria. Petugas dan pengelola KB dilapangan umumnya merespon positif dan mendukung pelaksanaan peningkatan keikutsertaan pria dalam KB, namun demikian karena keterbatasan sumber dana, daya dan tenaga program ini masih belum menjadi prioritas utama dengan perkataan lain important but not urgent.

Masih adanya keragu-raguan dari pihak pengelola, petugas, provider maupun toko agama dan tokoh masyarakat bahkan sebagian dari klien terhadap pelayanan vasektomi. Karena vasektomi sampai saat ini masih menjadi bahan perbincangan dan perdebatan dikalangan tokoh masyarakat dan tokoh agama. Belum optimalnya dukungan Pengambil Keputusan, tokoh masyarakat dan tokoh agama disebabkan:

(a) Kurangnya advokasi (b) Budaya masyarakat

(c) Rendahnya pengetahuan keluarga tentang pentingnya keikutsertaan pria dalam KKG (kesetaran dan keadilan gender)

(d) Kurang mantapnya pelaksanaan mekanisme operasional dalam penggarapan KB pria oleh para pengelola.

2.4. Keluarga Berencana

A. Pengertian Keluarga Berencana Nasional

Program KB nasional dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi,


(42)

ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut (Suratun, dkk., 2008).

Tujuan utama program KB Nasional adalah untuk memenuhi perintah masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat/angka kematian ibu, bayi dan anak serta menanggulangi masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas (Dyah, 2009).

B. Riwayat Program Keluarga Berencana Nasional

Pada tahun 1953 sekelompok masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan khususnya dari kalangan kesehatan melalui prakarsa kegiatan KB. Kegiatan kelompok ini berkembang hingga berdirilah perkumpulan keluarga berencana nasional (PKBN) pada tahun 1953. Mula-mula Departemen KB sebagai pengunjung bagi kegiatan PKBN, dengan menyesuaikan BKIA serta tenaga kesehatan sebagai pelayanan KB.

Pada tahun 1967 Presiden Soeharto turut serta menandatangani Deklarasi kependudukan dunia bersama dengan pimpinan dunia lainnya. Sejak itu program KB di Indonesia mulai memasuki tahap yang lebih maju, perhatian mulai tercurah pada masalah kependudukan.

Untuk pengelolaan program KB pada Tahun 1968 di bentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (KBN), lembaga tersebut dibubarkan oleh Pemerintah pada Tahun 1970, kemudian dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yaitu suatu badan Pemerintah Non Departemen yang bertugas


(43)

mengkoordinasi segala kegiatan yang menyangkut pelaksanaan program keluarga berencana secara Nasional.

C. Keikutsertaan Pria dalam Keluarga Berencana

Keterlibatan pria didefinisikan sebagai keikutsertaan dalam proses pengambilan keputusan KB, pengetahuan pria tentang KB dan penggunaan kontrasepsi pria. Keterlibatan pria dalam KB diwujudkan melalui perannya berupa dukungan terhadap KB dan penggunaan alat kontrasepsi serta merencanakan jumlah keluarga. Untuk merealisasikan tujuan terciptanya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. Keikutsertaan pria dalam Keluarga Berencana adalah tanggung jawab pria dalam kesertaan ber-KB, serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan atau keluarganya. Dari beberapa literatur, dinyatakan bahwa keterlibatan pria dalam program KB dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Penggunaan metode kontrasepsi pria merupakan satu bentuk keikutsertaan pria secara langsung, sedangkan keterlibatan pria secara tidak langsung misalnya pria memiliki sikap yang lebih positif dan membuat keputusan yang lebih baik berdasarkan sikap dan persepsi, serta pengetahuan yang dimilikinya. Menurut BKKBN (2005), bentuk keikutsertaan pria dalam keluarga berencana dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, antara lain :

1. Keikutsertaan pria secara langsung adalah sebagai peserta KB Pria menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti :

a) Kontrasepsi kondom b) Vasektomi (kontap pria) c) Metode Sanggama Terputus


(44)

d) Metode Pantang Berkala/sistem kalender

2. Keikutsertaan pria secara tidak langsung adalah: a) Mendukung dalam ber-KB

Apabila disepakati istri yang akan ber-KB peran suami adalah mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau cara/metode KB. Dukungan tersebut meliputi :

1) Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya

2) Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk kontrol

3) Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi

4) Mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan 5) Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak

memuaskan

6) Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala

7) Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak memungkinkan.

b) Sebagai Motivator

Selain sebagai peserta KB, suami juga dapat berperan sebagai motivator, yang dapat berperan aktif memberikan motivasi kepada anggota keluarga atau saudaranya yang sudah berkeluarga dan masyarakat disekitarnya untuk menjadi peserta KB,


(45)

dengan menggunakan salah satu kontrasepsi. Untuk memotivasi orang lain, maka seyogyanya dia sendiri harus sudah menjadi peserta KB, karena keteladanan sangat dibutuhkan untuk menjadi seorang motivator yang baik.

2.4.1.Filosofi Penerangan dan Motivasi KB

Penerangan dan motivasi keluarga berencana dalam Repelita I terutama ditujukan untuk memberikan penerangan seluas-luasnya kepada masyarakat tentang terdapatnya kemungkinan bagi mereka untuk melaksanakan perencanaan keluarga. Hal ini dilakukan baik melalui Penerangan umum, penerangan kelompok, penyuluhan wawan-muka, maupun melalui pendidikan kependudukan.

a. Penerangan umum.

Penerangan yang bersifat umum dilakukan terutama melalui surat-surat kabar, majalah, kantor berita, siaran radio, TVRI, lagu-lagu populer keluarga berencana, pembuatan film cerita dan dokumenter tentang keluarga berencana, penerbitan-penerbitan, spanduk-spanduk, papan bergambar, stempel pos pada surat-surat, perangko keluarga berencana dan lambang keluarga berencana pada mata uang logam.

b. Penerangan kelompok.

Penerangan kelompok terutama dilakukan melalui bantuan yang diberikan kepada seminar/raker/pertemuan berbagai kelompok masyarakat serta mengirimkan tenaga-tenaga penerangan untuk melakukan pendekatan terhadap berbagai kelompok khusus masyarakat di daerah-daerah tertentu. Da1am rangka ini telah dilakukan pendekatan terhadap golongan-golongan "berpengaruh" dalam masyarakat yang diharapkan tidak hanya akan menjadi penghubung dan penyebar gagasan keluarga berencana, akan tetapi diharapkan menjadi "orang contoh" dalam pelaksanaan keluarga


(46)

berencana. Untuk itu selama Repelita I telah dilakukan pendekatan secara khusus terhadap pemimpin-pemimpin masyarakat, alim ulama, organisasi karyawan swasta dan pemerintah, organisasi pemuda, pelajar, cendekiawan, kalangan Angkatan Bersenjata, usahawan dan lain sebagainya.

c. Penyuluhan wawan-muka

Perhatian yang telah timbul dari kalangan masyarakat terhadap program keluarga berencana segera membutuhkan penggarapan yang lebih bersifat perorangan agar kesadaran yang telah berkembang tersebut dapat tumbuh menjadi tindakan melaksanakan keluarga berencana. Hal ini dilakukan melalui penyuluhan wawan-muka baik berupa pendekatan secara langsung kepada calon akseptor maupun kepada mereka yang telah menjadi akseptor. Dengan demikian diharapkan jumlah akseptor baru terus bertambah dan bersamaan dengan itu kelangsungan akseptor yang telah ada dapat terus dipertahankan. Kegiatan penyuluhan wawan-muka tersebut untuk sebagian besar dilakukan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Oleh karena itu selama Repelita I jumlah tenaga PLKB terus ditingkatkan. Dalam tahun 1969/70 dan tahun 1970/71 belum terdapat tenaga PLKB yang terorganisir. Sejak tahun 1971/72 telah tercatat 1.930 orang tenaga PLKB, kemudian dalam tahun 1972/73 terdapat tambahan 3.774 orang dan kemudian dalam tahun 1973/74 tercatat PLKB baru sejumlah 5.969 orang.

d. Pendidikan kependudukan

Pendidikan kependudukan ditujukan untuk mengembangkan pengertian tentang hubungan rasionil antara perkembangan jumlah penduduk (manusia) dan


(47)

perkembangan sumber-sumber kehidupan yang terdapat di sekitarnya. Kegiatan ini dilakukan baik melalui pendidikan di dalam sekolah maupun pendidikan di luar sekolah.

Pelaksanaan kegiatan pendidikan kependudukan secara terorganisir mulai dilaksanakan sejak tahun 1971/72. Langkah ini dirintis melalui seminar dan loka karya untuk mendapatkan pengarahan dan cara pendekatan yang tepat untuk masyarakat Indonesia. Selama masa Repelita I telah dapat diselesaikan penyusunan bahan-bahan pelajaran pendidikan kependudukan dan telah dapat dirumuskan 26 bahan pelajaran dari 26 judul.

2.5 Pengertian dan Jenis MOP A. Pengertian MOP

Prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga jalur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi penyatuan dengan ovum tidak terjadi (Dyah, dkk, 2009). Suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan anastesi umum (Handayani, 2010).

B. Jenis MOP

1. MOP Tanpa Pisau (VTP atau No-scalpel Vasectomy) 2. MOP dengan insisi skrotum (tradisional)

3. MOP semi permanen

Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) dilakukan dengan hanya dibius lokal pada kulit sebelah pinggir kantong buah zakar setelah meraba lokasi saluran sel sperma atau vas


(48)

deferens. Lalu, bagian tersebut dibedah beberapa sentimeter untuk menemukan saluran. Saluran sperma lalu diikat pada dua sisi dan dipotong, lalu dimasukkan kembali ke dalam kantong zakar. Bekas luka pun dijahit. Proses ini memakan waktu 10 hingga 20 menit untuk kedua sisi buah zakar.

Penelitian yang membandingkan teknik pembedahan vasektomi tradisional dengan MOP kauter listrik tanpa pisau bedah menunjukkan bahwa pria mengalami nyeri dan perdarahan yang lebih sedikit dari luka pada metode ini (Black, 2003). MOP Semi Permanen yakni vas deferens yang diikat dan bisa dibuka kembali untuk berfungsi secara normal kembali dan tergantung dengan lama tidaknya pengikatan vas deferen, karena semakin lama vasektomi diikat, maka keberhasilan semakin kecil, sebab vas deferen yang sudah lama tidak dilewati sperma akan menganggap sperma adalah benda asing dan akan menghancurkan benda asing (Hartanto, 2004 ).

2.5.1 Mekanisme Kerja MOP

Prosedur kerja vasektomi meliputi beberapa langkah tindakan : 1. Identifikasi dan isolasi vas deferens

a. Kedua vas deferens merupakan struktur paling padat di daerah mid-scrotum, tidak berpulsasi (berbeda dengan pembuluh darah).

b. Kesukaran kadang-kadang terjadi dalam identifikasi dan isolasi vas deferens seperti pada keadaan-keadaan:

1. Kulit scrotum tebal.

2. Vas deferens yang sangat tipis. 3. Spermatic cord yang tebal. 4. Testis yang tidak turun.


(49)

5. Otot cremaster berkontraksi dan menarik testis ke atas.

c. Kedua vas deferens harus diidentifikasi sebelum meneruskan prosedur kontapnya.

d. Dilakukan immobilisasi vas deferens diantara ibu jari dan jari telunjuk atau dengan memakai klem (doek-klem atau klem lainnya).

e. Dilakukan penyuntikan anestesi lokal. 2. Insisi scrotum

a. Vas deferens yang telah di immobilisasi di depan scrotum hanya ditutupi oleh otot dartos dan kulit scrotum.

b. Insisi, horizontal atau vertikal, dapat dilakukan secara : 1. Tunggal, digaris tengah (scrotal raphe).

2. Dua insisi, satu insisi diatas masing-masing vas deferens

3. Memisahkan lapisan-lapisan superfisial dari jaringan-jaringan sehingga vas deferens dapat di isolasi.

4. Oklusi vas deferens

a. Umumnya dilakukan pemotongan/reseksi suatu segmen dari kedua vas deferens (1-3 cm), yang harus dilakukan jauh dari epididymis.

b. Ujung-ujung vas deferens setelah dipotong dapat ditutup dengan : 1. Ligasi

a. Dapat dilakukan dengan chromic catgut (ini yang paling sering dilakukan).

b. Dapat pula dengan benang yang tidak diserap (silk), tetapi kadang-kadang dapat menyebabkan iritasi jaringan atau granuloma.


(50)

c. Ligasi tidak boleh dilakukan terlalu kuat sampai memotong vas deferens, karena dapat menyebabkan spermatozoa merembes ke jaringan sekitarnya dan terjadi granuloma.

d. Untuk mencegah kedua ujung vas deferens agar tidak menyambung kembali (rekanalisasi), ujung vas deferens dapat dilipat kebelakang lalu diikatkan/dijahitkan pada irinya sendiri, atau fascia dari vas deferens dapat ditutupkan diatas satu ujung sehingga terdapat suatu barier dari jaringan fascia atau ujung vas deferens ditanamkan kedalam jaringan fascia.

2. Elektro-koagulasi/Thermo-koagulasi 3. Clips

a. Masih dalam fase eksperimental. b. Keuntungan clips :

1. Lebih cepat dibandingkan ligasi.

2. Lebih mudah memperhitungkan tekanan yang diperlukan untuk aplikasi clips dibandingkan dengan ligasi.

3. Bahan clips, tidak diserap. 4. Potensi reversibilitas besar. 5. Penutupan luka insisi

a. Dilakukan dengan catgut, yang kelak akan diserap.

b. Pada insisi 1 cm atau kurang, tidak diperlukan jahitan catgut, cukup ditutup dengan plester saja (Hanafi Hartanto, 2004).


(51)

2.5.2 Kelebihan MOP

1. Tidak akan mengganggu ereksi, potensi seksual dan produksi hormon.

2. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapat digunakan seumur hidup.

3. Tidak mengganggu kehidupan seksual suami istri. 4. Lebih aman (keluhan lebih sedikit).

5. Lebih praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan). 6. Lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil)

7. Lebih ekonomis (hanya memerlukan biaya untuk sekali tindakan). 8. Tidak ada mortalitas/kematian.

9. Pasien tidak perlu di rawat di rumah sakit. 10.Tidak ada risiko kesehatan

11.Tidak harus diingat-ingat, tidak harus selalu ada persediaan 12.Sifatnya permanen (Niken, dkk., 2010).

2.5.3 Kekurangan/Kerugian/Efek Samping MOP serta Pengobatan atau Penanganannya

Pada umumnya MOP sangat cocok dipakai untuk kontrasepsi, akan tetapi pada beberapa pria dapat timbul masalah baik yang serius maupun yang sederhana, antara lain :

A. Perdarahan

Apabila perdarahan sedikit cukup diobservasi saja tetapi bila perdarahan agak banyak segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap. Setiap ada pembengkakan didaerah scrotum harus dicurigai adanya perdarahan.


(52)

B. Hematoma

Biasanya terjadi bila didaerah scrotum diberi beban yang terlalu berat seperti naik sepeda, duduk terlalu lama atau naik kendaraan di jalan yang rusak. Dan terjadi ketika seorang klien tidak memberi cukup waktu bagi dirinya sendiri untuk pulih, hematoma harus diterapi dengan kompres es, analgesia dan istirahat.

C. Infeksi

Tanda-tanda peningkatan suhu tubuh atau nyeri atau pembengkakan di sekitar testis dapat menandakan infeksi, yang akan membutuhkan pengobatan antibiotik. D. Granuloma sperma

Granuloma sperma dapat menyebabkan nyeri dan pembengkakan lokal, tetapi juga dapat asimtomatik, granuloma terjadi jika sperma bocor ke dalaam jaringan disekitarnya saat vas deferens dieksisi dan dapat membutuhkan eksisi lebih lanjut. E. Anti bodi sperma

Penyulit jangka panjang yang dapat mengganggu upaya pemulihan fungsi reproduksi.

2.5.4 Indikasi MOP

Pemasangan kontrasepsi MOP dapat dilakukan pada pria : 1. Mendapatkan persetujuan istri

2. Pasangan yang tidak lagi ingin menambah jumlah anak. 3. Pasangan yang istrinya sudah sering melahirkan.

4. Harus secara sukarela.

5. Mengetahui akibat-akibat vasektomi. 6. Umur calon tidak kurang dari 30 tahun.


(53)

7. Pasangan yang telah gagal dengan kontrasepsi lain.

8. Pria yang akan melakukan MOP harus melakukannya secara sukarela dan menandatangani surat persetujuan.

9. Pasangan suami istri telah mempunyai anak minimal 2 orang dan anak paling kecil harus sudah berumur diatas 2 tahun.

2.5.5 Kontra Indikasi MOP

1. Apabila ada peradangan kulit atau penyakit jamur di daerah scrotum.

2. Infeksi sistemik yang sangat mengganggu kondisi kesehatan klien seperti penyakit jantung koroner yang baru, diabetes mellitus, penyakit-penyakit perdarahan.

3. Penderita penyakit kulit atau jamur didaerah kemaluan.

4. Anemia berat, gangguan pembekuan darah atau sedang menggunakan antikoagulansia.

5. Varikokel (varises pada pembuluh darah balik buah zakar). 6. Hidrokel (penumpukan cairan pada kantong zakar).

7. Penyakit kelainan pembuluh darah.

2.5.6 Hal-hal yang Perlu Diketahui Bagi Pengguna MOP 1. Perasaan kurang nyaman sewaktu melakukan hubungan intim. 2. Kehilangan kesuburan dan seksualitas

3. Kemampuan fungsi mereka sebagai pria akan terganggu secara permanen. Aseptor MOP harus kontrol kembali pada saat :

1. 1 minggu setelah operasi untuk melihat apakah terdapat infeksi atau tidak. 2. 1 bulan setelah operasi untuk melihat apakah ada kelainan atau tidak.


(54)

3. Setiap 3 bulan untuk pemeriksaan.

4. Segera kembali apabila terjadi perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat atau ada muntah dan sesak nafas.

5. Dan bila terdapat keluhan.

2.6 Pelaksanaan Pelayanan MOP 1. Tempat Pelayanan MOP

Vasektomi dapat dilakukan difasilitas kesehatan umum yang mempunyai ruang tindakan untuk bedah minor. Ruang yang dipilih sebaiknya tidak di bagian yang sibuk atau banyak orang. Ruangan tersebut sebaiknya seperti berikut:

a. Mendapat penerangan yang cukup

b. Lantai semen/keramik tang mudah dibersihkan dan bebas debu dan serangga. c. Sedapat mungkin dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruang. Ventilasi ruangan

harus sebaik mungkin dan apabila menggunakan jendela, tirai harus terpasang baik dan kuat.

2. Persiapan Klien

Walaupun kulit tidak dapat tindakan pembersihan dengan menggunakan antiseptik sudah sangat mengurangi makroorganisme yang ada pada permukaan kulit, terutama mikroorganisme yang dapat menyebabkan komplikasi (tetanus) :

a. Klien sebaiknya mandi serta menggunakan pakaian yang bersih dan longgar sebelum mengunjungi klinik.

b. Klien dianjurkan untuk membawa celana khusus untuk menyangga skrotum. c. Rambut pubis cukup di gunting pendek apabila menutupi daerah operasi.


(55)

d. Cuci atau bersihkan daerah operasi dengan sabun dan air, kemudian ulangi sekali lagi dengan larutan antiseptik atau langsung diberi antiseptik.

e. Jika menggunakan larutan povidon iodine tunggu 1 atau 2 menit hingga yodium bebas yang terlepas dapat membunuh mikroorganisme.

3. Pencegahan Infeksi Sebelum tindakan:

1. Cuci tangan kemudian gosok skrotum dengan sabun lalu bilas dengan air yang bersih

2. Operator mencuci tangan dengan larutan antiseptik dan membilasnya dengan air bersih.

Selama tindakan:

1. Gunakan instrumen yang telah disterilkan atau didesinfektan tingkat tinggi, termasuk sarung tangan dan kain tertutup.

2. Lakukan dengan tingkat keterampilan yang tinggi sehingga akan sangat mengurangi resiko perdarahan dan infeksi.

Sesudah tindakan:

1. Sementara masih menggunakan sarung tangan operator membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam wadah atau plastik yang tetutup rapat.

2. Lakukan tindakan dekontaminasi dengan larutan klorin 0,5% pada instrumen atau alat yang masih akan digunakan lagi.

3. Lakukan dekontaminasi pada meja operasi, meja instrumen dan benda-benda perlengkapan lain yang mungkin terkontaminasi selama tindakan berlangsung. 4. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan.


(56)

2.6.1 Teknik MOP Standar

1. Celana dibuka baringkan klien dalam posisi terlentang.

2. Daerah kulit skrotum dan bagian lain dalam pangkal paha kiri dan kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan betadine, larutan klorheksidin atau asam pikrat. Bulu yang ada perlu dicukur terlebih dahulu dan sebaiknya dilakukan oleh pasien sendiri.

3. Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.


(57)

4. Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anastesi local, lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah distal serta proksimal vas deferens dideponir lagi masing-masing 0,5 ml.

5. Kulit skrotum diiris longitudinal 1 sampai 2 cm, tepat di atas vas deferens yang telah ditonjolkan kepermukaan kulit.


(58)

6. Setelah kulit dibuka vas deferens di pegang dengan klem kemudian dibersihkan dan dipisahkan sampai tampak vas deferens yang mengkilat seperti mutiara. Perdarahan ditangani dengan cermat, obat anastesi sebaiknya diberikan kembali kedalam fasia vas deferens dan baru kemudian fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi sayatan rata hingga memudahkan penjahitan kembali. Selanjutnya vasdferens dan fasianya dipisahkan dengan gunting halus berujung runcing.


(59)

7. Jepitlah vas deferens dengan klem pada dua tempat dengan jarak 1-2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya tapi jangan dipotong dahulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung vas deferens tersebut untuk melihat jika ada perdarahan yang tersembunyi. Jepitlah hanya pada titik perdarahan jangan terlalu banyak karena dapat menjepit pembuluh darah lain seperti arteri testikularis atau deferensiasilis.

8. Potonglah diantara ke dua ikatan tersebut sepanjang 1 cm gunakan benang sutra atau 1 untuk mengikat vas deferens tersebut, ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens.


(60)

9. Untuk mencegah rekanalisasi spontan, interposisi fasia vas deferens dianjurkan. Interposisi fasia vas deferens adalah menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian rupa, vas deferens bagian distal sebelah dibenamkan dalam fasia dan vas deferens bagian prolsimal (sebelah testis) terletak diluar fasia.


(61)

10. Lakukan tindakan di atas (langkah 6-9) untuk vas deferens kanan dan kiri setelah selesai tutuplah kulit dengan 1-2 jahitan plain catgut, rawat luka operasi dengan baik tutup dengan kasa steril dan diplester.

Kemungkinan Penyulit dan Cara Mengatasinya: 1. Perdarahan

Apabila perdarahan sedikit, cukuplah dengan pengamatan saja, apabila banyak hendaklah dirujuk segera kefasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap.

2. Hematoma

Biasanya terjadi bila daerah skrotum diberi beban yang berlebihan, duduk terlalu lama dalam kendaraan dengan jalanan yang rusak dan sebagainya.

3. Infeksi

Infeksi pada kulit skrotum cukup diobati dengan prinsip pengobatan luka kulit. Luka basah ditangani dengan kompres zat yang tidak merangsang, dan luka kering ditangani dengan salep antibiotik.

4. Granuloma sperma

Dapat terjadi pada ujung vas deferens atau pada epididimis. Gejalanya merupakan benjolan kenyal dengan kadang-kadang terdapat keluhan nyeri, granuloma sperma dapat terjadi 1-2 minggu setelah vasektomi.

5. Antibodi sperma

Separuh sampai dua pertiga akseptor vasektomi akan membentuk antibodi terhadap sperma, sampai saat ini tidak pernah terbukti adanya penyulit yang disebabkan adanya antibodi tersebut.


(62)

6. Kegagalan MOP

Walaupun vasektomi dinilai paling efektif untuk mengontrol kesuburan pria, tetapi masih mungkin dijumpai suatu kegagalan.

7. MOP dianggap gagal bila terjadi hal berikut:

- Pada analisis sperma setelah tiga bulan pasca vasektomi atau setelah 10-12 berhubungan.

- Pada ejakulasi dijumpai spermatozoa setelah sebelum azoosperma.

- Istri (pasangan) hamil.

2.6.2. Perawatan dan Pemeriksaan Pasca Bedah MOP

Setiap tindakan pascabedah walaupun kecil memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan. Pada pasca tindakan bedah MOP dianjurkan dilakukan yaitu: 1. Klien dipersilahkan berbaring selama 15 menit

2. Amati rasa nyeri dan perdarahan pada luka

3. Klien dapat dipulangkan bila keadaan klien dan luka operasi baik Pendidikan kesehatan yang diberikan yaitu:

1. Perawatan luka, diusahakan tetap kering dan jangan sampai basah sebelum sembuh, karena dapat mengakibatkan infeksi, pakailah pakaian dalam yang bersih.

2. Segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak napas.

3. Memakan obat yang diberikan yaitu antibiotik profilaktik dan analgetik seperlunya.


(63)

5. Setelah dilakukan MOP tetap diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan, namun harus diingat bahwa di dalam saluran mani (pipa-pipa) vas deferens masih terdapat sisi-sisa sperma dan perlu menggunakan alat pencegah kehamilan selama masih ada sisa sperma.

Kunjungan ulang dilakukan dengan jadwal :

1. Seminggu sampai dua minggu setelah pembedahan 2. Sebulan setelah opersi

3. Tiga bulan setelah opersi

2.7 Landasan Teori

Keikutsertaan

Gambar 2.1 Landasan Teori

Teori motivasi menurut Herzberg (dalam Hasibuan, 2005) menyatakan, fakto-faktor yang memengaruhi motivasi adalah:

1. Motivasi subjective / internal 2. Motivasi objective / eksternal

Gray, dkk dalam Winadri (2007), motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal dan eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu atau ikut berkeikutsertaan


(64)

2.8 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan dari gambar diatas, yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah motivasi intrinsik (pengetahuan, sikap dan harapan) dan ekstinsik (kemudahan pelayanan dan informasi pelayanan), sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah keikutsertaan pria menjadi akseptor KB MOP.

Motivasi intrinsik (X1)

1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Harapan

Motivasi ektrinsik (X2)

1. Kemudahan pelayanan

2. Informasi pelayanan

Keikutsertaan pria menjadi akseptor KB MOP (Y) Karakteristik responden

1. Umur 2. Pendidikan 3. Jumlah anak 4. Pekerjaan 5. Pendapatan


(65)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan menggunakan pendekatan desain cross sectional, yaitu untuk menganalisa hubungan motivasi intrinsik dan ektrinsik terhadap keikutsertaan pria menjadi akseptor KB MOP di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Pakam Tahun 2012 dengan penelitian direncanakan berlangsung dari bulan Januari sampai dengan Agustus 2012.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pria PUS yang tidak ingin memiliki anak lagi dan bertempat tinggal di desa wilayah kerja Puskesmas Lubuk Pakam sebanyak 150 orang.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau yang mewakili dari populasi yang diteliti (Arikunto 2002). Adapun sampel dalam penelitian ini dengan tehnik purpopsive sampling sebagai berikut :


(66)

1) Kriteria Inklusi

a) Bersedia menjadi responden dan menandatangani pernyataan bersedia menjadi reponden

b) Tidak ingin memiliki anak lagi c) Suami dengan usia >30 tahun d) Menikah dengan satu istri

e) Tinggal menetap di wilayah penelitian 2) Kriteria Esklusi

a) Suami dengan kelainan alat genetalia b) Suami dengan penyakit sistemik

c) Suami yang memiliki penyakit menular seksual

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi kepada responden dengan menggunakan questioner, meliputi data mengenai karakteristik responden (pendidikan, pendapatan, pekerjaan), serta motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap keikutsertaan pria menjadi akseptor MOP.

3.4.2 Data Skunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui laporan maupun dokomen dari Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Pakam.


(67)

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas (kesahihan dan keterandalan) adalah uji yang dilakukan terhadap kuesioner sebelum digunakan untuk mengukur nilai variabel bebas. Uji ini dilakukan di desa Sekip, P. Jati, B. Batu Kecamatan Lubuk Pakam. Dalam penelitian ini untuk sampel pengujian sebanyak 30 orang PUS. Hal ini bertujuan agar alat ukur yang digunakan benar-benar tepat dan cermat dalam melakukan fungsi ukurnya serta dapat dipercaya. Pengukuran reabilitas dilakukan dengan cara one shot atau diukur sekali saja. Setelah semua pertanyaan valid analisis dilakukan dengan uji reabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach’s. Keputusan uji bila nilai Alpha Cronbach’s > r Corrected Item Total Correlation maka pertanyaan tersebut reliabel (Hastono, 2006).

Setelah data terkumpul, data tersebut diolah sesuai dengan tahapan yaitu: 1. Editing ( pemeriksaan data)

2. Coding (pemberin kode)

3. Entry (memasukkan data kekomputer) 4. Data Cleaning (pembersihn data)

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Pengetahuan

Tabel 3.1 di atas dapat diperoleh bahwa seluruh variabel pengetahuan sebanyak 5 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabael) dengan nilai

Variabel Nilai Corrected Item-Total

Cronbach’s Alpha

Keterangan

Pengetahuan 1 0,468 Valid

Pengetahuan 2 0,713 Valid

Pengetahuan 3 0,685 Valid

Pengetahuan 4 0,550 Valid

Pengetahuan 5 0,476 Valid


(68)

cronbach alpha 0,792, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel pengetahuan valid dan reliabel.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Sikap Variabel Nilai Corrected

Item-Total

Cronbach’s Alpha

Keterangan

Sikap 1 0,453 Valid

Sikap 2 0,83 Valid

Sikap 3 0,813 Valid

Sikap 4 0,434 Valid

Sikap 5 0,786 Valid

Reliabilitas 0,821 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.2 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel sikap sebanyak 5 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabael) dengan nilai cronbach alpha 0,821, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel sikap valid dan reliabel.

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Harapan Variabel Nilai Corrected

Item-Total

Cronbach’s Alpha

Keterangan

Harapan 1 0,652 Valid

Harapan 2 0,652 Valid

Harapan 3 0,669 Valid

Harapan 4 0,669 Valid

Harapan 5 0,604 Valid

Reliabilitas 0,823 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.3 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel harapan sebanyak 5 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabael) dengan nilai cronbach alpha 0,823, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel harapan valid dan reliabel.


(1)

Omnibus Tests of Model Coefficients

48,695 4 ,000

48,695 4 ,000

48,695 4 ,000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

155,393a ,277 ,373

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Es timation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by les s than ,001. a.

Classification Tablea

65 22 74,7

17 46 73,0

74,0 Observed Tidak Ikut Ikut keikuts ertaan Overall Percentage Step 1

Tidak Ikut Ikut

keikuts ertaan Percentage Correct Predicted

The cut value is ,500 a.

Variables in the Equation

1,730 ,424 16,623 1 ,000 5,639 2,455 12,952

1,480 ,416 12,650 1 ,000 4,393 1,943 9,930

1,595 ,428 13,892 1 ,000 4,927 2,130 11,396

1,243 ,458 7,360 1 ,007 3,467 1,412 8,511

-2,764 ,493 31,462 1 ,000 ,063

Pgthn skp kmdhn infrms Constant Step 1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95,0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on s tep 1: Pgthn, skp, kmdhn, infrms. a.


(2)

(3)

Gambar Lampiran3 : Ruang Tunggu


(4)

Gambar Lampira5 : Ruang Tunggu


(5)

Gambar Lampiran7 : Pasien Vasektomi


(6)